JOURNAL READING Orbital Pseudotumor : Diagnosis and Management in A secondary Hospital – A Case Report Preceptor : dr. Aryanti Ibrahim, Sp.M . Oleh : Assyiva Putri Amourisva 2118012096 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. H. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2022
Abstrak 01
Objective : Meningkatkan kesadaran dalam mendiagnosis pseudotumor orbita dan penatalaksanaannya , khususnya di rumah sakit sekunder perifer dengan fasilitas terbatas . Case Presentation : Seorang wanita berusia 47 tahun datang dengan mata kiri menonjol (OS), penglihatan kabur , nyeri retrobulbar, dan sakit kepala parah secara berkala . Kondisi ini dimulai 8 bulan yang lalu , dan didiagnosis dengan selulitis orbita , namun gejalanya tetap ada hingga sekarang . Pemeriksaan fisik OS menunjukkan penurunan ketajaman visual, penonjolan , kemosis dan injeksi konjungtiva , peningkatan TIO, motilitas okular terbatas , defek pupil aferen ipsilateral dan edema diskus optikus . CT-Scan polos dan kontras menunjukkan hipertrofi otot okular dengan pembengkakan jaringan lunak . Pasien kemudian didiagnosis dengan peradangan orbita idiopatik dan segera diresepkan steroid dosis tinggi selama 5 hari dengan pengamatan dengan pengamatan kadar glukosa untuk toksisitas . Setelah itu , dia diberi kortikosteroid oral dan dikurangi dosisnya selama beberapa minggu ke depan . Pada follow up dua bulan , terdapat peningkatan pada tonjolan , motilitas dan ketajaman visual.
Conclusion : Diperlukan anamnesis lengkap , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang sesuai . Di rumah sakit atau klinik dengan fasilitas terbatas , pemeriksaan menyeluruh dan komprehensif diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pseudotumor orbita . Keywords : Orbital Pseudotumor, Idiopathic Inflammatory Syndrome, Corticosteroid therapy
Background 02
Tahun 1905 Birch-Hirschfeld adalah yang pertama menemukan istilah Orbital akut , sub- akut atau dapat berkembang menjadi Pseudotumor Orbita (PO) atau juga dikenal sebagai Idiopathic Orbital Inflammation (IOI), yaitu suatu tumor jinak dengan etiologi yang tidak diketahui . Insidensi : 135 dari 1264 pasien didiagnosis dengan pseudotumor orbita . Manifestasi klinis : berupa akut , subakut ataupun kronik dan biasanya hanya mengenai satu mata (unilateral), namun dapat juga terjadi pada kedua mata (bilateral).
Gejala : Nyeri orbita atau sakit kepala , pasien juga dapat mengalami proptosis, pembengkakan kelopak mata , motilitas terbatas , nyeri saat palpasi , kemosis dan kehilangan penglihatan . Pemeriksaan Penunjang : Computed Tomography (OCT) dan/ atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) , meskipun pencitraan untuk Orbita Pseudotumor tidak spesifik . Biopsi diperlukan sebagai metode utama , terutama untuk pasien dengan kondisi berulang atau persisten .
Tatalaksana : pengobatan utama Pseudotumor adalah kortikosteroid sistemik . Kortikosteroid oral dapat dimulai dengan dosis awal 1 mg/kg prednison dan dikurangi secara bertahap selama beberapa minggu berikutnya . Studi sebelumnya melaporkan bahwa 27 pasien diobati dengan kortikosteroid oral, 21 dari 27 pasien menanggapi pengobatan , sementara 11 dari 21 pasien mengalami kekambuhan . Oleh karena itu , 10 dari 27 pasien yang diobati dengan kortikosteroid terkontrol .
Potensi kerusakan visual karna Pseudotumor Orbita menjadi hal yang tidak boleh diabaikan oleh dokter spesialis mata . Menurut penelitian sebelumnya , gold standart Pseudotumor Orbita adalah dengan biopsi . Namun karena keterbatasan di rumah sakit sekunder , pilihan pemeriksaan tambahan menjadi terbatas . Oleh karena itu , tujuan penulisan ini adalah untuk membantu dokter spesialis mata dalam menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Pseudotumor Orbita khususnya di rumah sakit dengan fasilitas yang terbatas .
Case Presentation 03
Seorang wanita berusia 47 tahun datang dengan keluhan utama bengkak pada kelopak mata bawah mata kiri (OS). Pasien juga memiliki keluhan mata merah , dan nyeri pada OS. Kondisi ini telah dimulai 8 bulan yang lalu . Pasien telah mengunjungi dua rumah sakit lain dan didiagnosis dengan selulitis orbita , namun gejalanya tetap ada sampai sekarang . Pasien tidak memiliki keluhan demam , batuk , mialgia , jantung berdebar , keringat berlebih atau lainnya keluhan lainnya . Pasien memiliki riwayat hipertensi dan glaukoma sekunder pada OS. Sedangkan mata kanan (OD) normal dan tidak ada riwayat trauma pada kedua matanya .
Pemeriksaan Oftalmologis : OD normal, OS memiliki proptosis +4mm - +5mm, Visus 1/300, TIO N+3 melalui palpasi , RAPD (+) Motilitas okular terbatas pada 15 o ke arah latero-inferior Slit lamp : kemosis dan injeksi konjungtiva , dengan kornea dan segmen anterior tetap normal Funduskopi : Edema diskus optic Tanda vita l dan hasil laboratorium : dalam batas normal Gambar 1. (A) (B) Potret pasien pada kunjungan pertama
Dilakukan CT-Scan Orbita dengan dan tanpa kontras , dan menunjukkan hipertrofi otot okular dan proptosis pada OS dengan pembengkakan jaringan lunak . Pasien kemudian didiagnosis dengan Pseudotumor Orbital ( peradangan orbital idiopatik ) dan segera diresepkan metilprednisolon dengan dosis 1 gr/ hari , dibagi menjadi empat dosis harian . Setelah pulang , pasien diberi metilprednisolon 16 mg 4x1 dan dikurangi dosisnya setelah 1 minggu . Ada peningkatan bertahap dalam penonjolan , motilitas dan ketajaman visual pada dua bulan tindak lanjut . Gambar 2. (A) (B) (C) CT Scan Orbital, Tampilan Koronal , Aksial , dan Sagital
Gambar 3. Potret pasien setelah 2 hari perawatan . Pasien pada hari ke-5 perawatan ( sebelum pulang ). Perbaikan klinis pada tindak lanjut 2 bulan .
Discussion 04
Dalam laporan kasus ini , pasien adalah Wanita berusia 47 tahun dan memiliki gejala selama 8 bulan dengan gejala persisten , yang merupakan kondisi kronis dan berulang , sedangkan literatur sebelumnya menyatakan bahwa OP biasanya terjadi pada akut , sub- akut dan kadang-kadang perkembangan kronis . Pada pasien ini memiliki gejala khas OP, dimulai dengan bengkak , merah dan nyeri pada LE. Jacobs dan Galetta et al, menyatakan bahwa tanda klinis OP yang tidak biasa adalah penurunan ketajaman visual atau kehilangan penglihatan , yang serupa dalam kasus kami dengan penurunan VA menjadi 1/300.
Pseudotumor orbita dapat menyerupai penyakit lain, sehingga diagnosis bandingnya bervariasi termasuk Selulitis Orbital, Thyroid Associated Orbitopathy (TAO), Penyakit Grave, Limfangioma , Abses Retrobulbar, dan Tumor Primer atau Metastatis. 15 Dalam presentasi yang luar biasa , OP sering salah didiagnosis dengan angioedema dan disfungsi sendi temporomandibular. 15,16 Namun , pada kasus ini tidak ada tanda dan gejala TAO, penyakit Grave dan Limfangioma . Beberapa penelitian melaporkan bahwa OP bilateral lebih sering terjadi pada penyakit radang lainnya , seperti TAO dan sarkoidosis , oleh karena itu harus disingkirkan dengan pemeriksaan rheumatologic. 15. Ghavami Y, Yau AY, Ziai K, Maducdoc MM, Djalilian HR. Inflammatory pseudotumour of the temporomandibular joint. 2015;1999:287–9. 16. Sharma P , Kaur J, Kumar R, Thami GP . Idiopathic orbital inflammatory syndrome : a dermatological perspective. 2020;59–61.
Pemeriksaan Penujang CT scan orbita menunjukkan penebalan otot ekstraokular , bersama dengan proptosis dan pembengkakan jaringan lunak OS. CT scan tidak cukup handal untuk membedakan dari kasus potensial lainnya. 17,18 Selain itu , kasus ini memiliki gejala kekambuhan selama 8 bulan , oleh karena itu juga diindikasikan biopsi . Biopsi OP diperlukan untuk pasien dengan gejala persisten atau kambuh , kecuali prosedur akan terkait dengan risiko penglihatan yang signifikan. 14 17. Harris GJ. Idiopathic Orbital Inflammation : A Pathogenetic Construct and Treatment Strategy. 2006;22(2):79–86. 18. Chaudhry N, Srivastava A, Joshi L. Journal of the Neurological Sciences Hemifacial spasm : The past , present and future. J Neurol Sci [Internet]. 2015; Available from: http:// dx.doi.org /10.1016/j.jns.2015.06.032
Tatalaksana : Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi lini pertama untuk pasien yang kontraindikasi kortikosteroid dan sebagai lini kedua untuk pasien yang memiliki respon tidak lengkap dengan kortikosteroid. 19,20 Pengobatan utama : Kortikosterid sistemik . Kortiko steroid oral dapat dimulai dengan dosis awal 1 mg/kg prednisone dan Ketika perbaikan dicatat , dosis harus dilanjutkan dengan pengurangan perlahan selama beberapa minggu hingga beberapa bulan , tergantung pada respon masing-masing individu Efek sampingnya adalah , insomnia, perubahan suasana hati , hipoglikemia , penambahan berat badan, hipertensi. 20 19. Robert C. Radiotherapy for Idiopathic Inflammatory Orbital Pseudotumor. Arch Ophthalmol . 1981;99. 20. Atlas S, Savino PJ, Bosley TM, Rubenstein J. The Results of Radiotherapy for Orbital Pseudotumor. Int J Radiat Oncol. 1989;(July):407–11.
Pada kasus ini pasien langsung diresepkan metilprednisolon dosis tinggi 1 gr/ hari selama 5 hari dan kemudian diturunkan secara bertahap setelah 1 minggu . Sebelum pulang , pasien telah diberitahu tentang efek samping kortikosteroid , pilihan pengobatan lain jika tidak ada respons pada kortikosteroid dan kemungkinan diagnosis banding. Setelah 2 bulan pengobatan , pasien menunjukkan perbaikan dramatis tanpa tanda-tanda efek samping kortikosteroid .
Conclussion 05
Pseudotumor orbital adalah suatu kondisi yang meniru berbagai penyakit . Pasien dengan pseudotumor orbital membutuhkan anamnesis lengkap , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan . Dalam kasus ini , pasien dirawat di rumah sakit sekunder dengan fasilitas terbatas , dimana MRI atau biopsi tidak dapat dilakukan . Oleh karena itu diagnosis ditegakkan melalui gambaran klinis dan CT Scan. Anamnesis menyeluruh , pemeriksaan komprehensif dan pilihan pemeriksaan tambahan yang tepat diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan OP untuk mencegah kerusakan atau disfungsi penglihatan lebih lanjut dan memberikan perbaikan gejala .
Telaah Jurnal 06
Judul mengandung informasi jelas dan tidak menggunakan singkatan Korespondensi jelas , penulis utama di urutan depan dan institusi penulis sudah jelas .
Judul Jurnal Nama Jurnal Waktu Publikasi Desain Penelitian Orbital Pseudotumor : Diagnosis and Management in A Secondary Hospital – A Case Report Opthalmol INA 2021 Case Report
Analisis PICO 07
PROBLEM Wanita usia 47 tahun dengan diagnosis Pseudotumor Orbita OS COMPARASION - OUTCOME Perbaikan keadaan tanpa adanya efek samping kortikosteroid INTERVENTION Medilprednisolon dosis tinggi 1gr/ hari selama 5 hari , tapering off selama 1 minggu
Analisis VIA 08
JBI Critical Appraisal for Case Report
1. Apakah karakteristik demografik pasien dijelaskan secara rinci ? Tidak. Karakterisitik demografik pasien tidak dijelaskan secara rinci VALIDITY
2. Apakah Riwayat penyakit pasien dijelaskan seacra rinci beserta linimasa > Ya. Pada jurnal ini riwayat penyakit dijelaskan dalam timeline yang jelas
3. Apakah kondisi klinis pasien terkini dijelaskan secara rinci ? Ya. Penulis menjelaskan kondisi klinis pasien secara rinci, dengan disertakan gambaran hasil pemeriksaan yang ditemukan.
4. Apakah tes diagnostic atau metode dan hasilnya dijelaskan secara rinci ? Ya. Pemeriksaan diagnostik dijelaskan secara rinci. Pada penelitian dilakukan pemeriksaan CT-Scan.
5. Apakah prosedur intervensi atau terapi dijelaskan dengan jelas ? Ya. Terapi yang diberikan kepada pasien dijelaskan secara rinci.
6. Apakah kondisi klinis post intervensi dijelaskan dengan jelas ? Ya. Keadaan pasien setelah diberikan terapi dijelaskan secara rinci
7. Apkah ada kejadian tidak terduga pada kasus dijelaskan ? Tidak. Pada kasus ini tidak terdapat kejadian tidak terduga
8. Apakah ada manfaat yang bisa diambil dari laporan kasus ? Ya. Pada laporan kasus dijelaskan penegakan diagnosis pseudotumor orbita di fasilitas rumah sakit sekunder.
IMPORTANCY Laporan kasus ini menyajikan kasus pseudo tumor orbita dan membahas penegakan diagnosis serta penanganan yang dapat dilakukan pada pasien pseudotumor orbita di rumah sakit sekunder
APPLICABILITY Dapat dijadikan acuan jika menemukan kasus pseudotumor orbita di rumah sakit sekunder dengan fasilitas minimal.