Karen Agustiawan Defence : Pertamina LNG

sedotid 6 views 50 slides Apr 09, 2025
Slide 1
Slide 1 of 50
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43
Slide 44
44
Slide 45
45
Slide 46
46
Slide 47
47
Slide 48
48
Slide 49
49
Slide 50
50

About This Presentation

I am sharing with you a legal brief that outlines the prosecution of former Pertamina President Director, Karen Agustiawan, regarding the LNG Sales and Purchase Agreement (SPA) with Corpus Christi Liquefaction (CCL).

This brief presents evidence-based arguments that the case is politically motivate...


Slide Content

PLEDOI ATAS PERKARA No. 12/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst

“Menjalankan Kebijakan Pemerintah Berujung Pidana”









Dibuat Oleh:

Galaila Karen Kardinah / Karen Agustiawan





















Jakarta, 10 Juni 2024
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

DAFTAR ISTILAH

APH Aparat Penegak Hukum
BBM Bahan Bakar Minyak
BBG Bahan Bakar Gas
BEN Bauran Energi Nasional
BJR Business Judgment Rule
BPPT
BUMN
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Badan Usaha Milik Negara
CA Confidentiality Agreement (Perjanjian Kerahasiaan)
CNG Compressed Natural Gas
CCL Corpus Christi Liquifaction
DEN Dewan Energi Nasional
FCPA Foreign Corruption Practices Act (Undang Undang Praktik Korupsi Luar Negeri
Amerika Serikat)
FSRU
HEESI
Floating Storage Regasification Unit
Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia
HH Henry Hub (Standar Acuan Harga Gas di Amerika Serikat)
Inpres Instruksi Presiden
JKM Japan Korean Marker (Acuan Harga Gas LNG di Pasar Asia)
JPU Jaksa Penuntut Umum
KEN Kebijakan Energi Nasional
KESDM / ESDM Kementrian ESDM / Energi dan Sumber Daya Mineral
LNG Liquified Natural Gas
LPG Liquified Petroleum Gas
MMBTU Million British Thermal Unit (Juta Panas Standar Satuan Inggris)
MMSCFD Million Standard Cubic Feet Per Day (Juta Standar Kaki Kubik Per Hari)
MTPA Million Ton Per Annum (Juta Ton Per Tahun)
NGI Neraca Gas Indonesia
PKKN Perhitungan Kerugian Keuangan Negara
Permen Peraturan Menteri
Perpres Peraturan Presiden
PLN PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
PMH Perbuatan Melawan Hukum
RDMP Refinery Development Master Plan
RJPP Rencana Jangka Panjang Perusahaan
RKAP Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
Rp Rupiah
RUEN
RUPS
Rencana Umum Energi Nasional
Rapat Umum Pemegang Saham
RUPTL Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
SEC Stock Exchange Commission (Komisi Pasar Modal Amerika)
SPA Sales Purchase Agreement (Perjanjian Jual Beli)
SPA LNG CCL Sales Purchase Agreement Liquified Natural Gas Corpus Christi Liquifaction
Tipikor
TPA
Tindak Pidana Korupsi
Tim Penilai Akhir
USA United State of America (AS / Amerika Serikat)
UU Undang Undang
UUD
$
Undang Undang Dasar
Dolar Amerika

i


KATA PENGATAR

Bismillahirramannirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua...
Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim,
Yang saya hormati para Jaksa Penuntut Umum,
Yang saya banggakan para Penasihat Hukum,
Yang saya hormati Panitera PN Jakarta Pusat

Pertama-tama, saya panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Kuasa; Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta seluruh keluarga dan para sahabatnya.
Sebelum memulai membacakan Pledoi yang berjudul: “Menjalankan Kebijakan
Pemerintah Berujung Pidana” izinkan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada seluruh hadirin dan rekan-rekan media yang selalu hadir mengikuti
persidangan, baik secara off line maupun on line; Atas perhatian, dukungan, serta
do’anya, terutama pada saat saya menjalani kehidupan di rumah tahanan selama 9
(sembilan) bulan sejak 19 September 2023;
Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada masyarakat yang telah
peduli dan berempati menjadi Sahabat Pengadilan (Amicus Curiae), baik dari lembaga
maupun perorangan yang tidak mungkin saya sebutkan namanya satu-persatu di sini.
Tanpa perhatian, dukungan dan do’a, khususnya dari suami tercinta Herman Agustiawan
Hendarsyah, anak-anak Jemmy, Nadia, Dimas, Ruci, Dariel, cucu-cucu Katya dan Kiyan,
serta semua saudara kakak dan adik... tentunya betapa sulitnya bagi saya menjalani
penzaliman ini pada usia yang sudah menginjak lansia ini.
Pledoi ini dibuat sesuai dengan dokumen yang ada tanpa dipilah-pilah, sehingga menjadi
utuh dan menyeluruh, tidak ada yang disembunyikan. Setiap tindakan didukung oleh
fakta-fakta berupa dokumen, sebagai rujukan atau dasar dari perbuatan saya.
Pokok Bahasan Pledoi ini saya kelompokan ke dalam 6 (enam) Bab berikut:

I. PENDAHULUAN
II. RIWAYAT SINGKAT PEKERJAAN DAN CAPAIAN
III. PENUGASAN PEMERINTAH: DASAR PENGADAAN LNG JANGKA PANJANG
IV. AKSI KORPORASI PERTAMINA
V. FACTA SUNT POTENTIORA VERBIS (Fakta Jauh Lebih Kuat daripada Kata-kata)
VI. PENUTUP/KESIMPULAN

1


I. PENDAHULUAN
Yang Mulia Majelis Hakim,
Dengan segala kerendahan hati saya menghaturkan banyak terima kasih atas
kesempatan yang diberikan untuk menyampaikan Pledoi Pribadi pada hari ini.
Harapan saya, Pledoi ini dapat menjelaskan berbagai hal yang benar, nyata dan yang
sebenar-benarnya, baik yang sudah terungkap, dan utamanya yang belum terungkap
di persidangan. Karena memang sengaja disembunyikan untuk tujuan tertentu,
ataupun karena ketidakpahaman para Penyidik, Jaksa Penuntut Umum (JPU), para
Saksi dan Ahli terkait bidang keahlian (substansi) dari pokok perkara ini.
Saya menyadari bahwa, kasus Pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) Pertamina
dari Corpus Christi Liquefaction LLC, AS (CCL) ini memang tidak mudah untuk
dipahami oleh banyak kalangan. Selain peristiwanya sudah terlalu lama, yakni sekitar
13 tahun yang lalu, juga ruang lingkup materi perkara yang sangat lebar dan beragam;
termasuk hal-hal yang bukan masalah hukum sehingga tingkat subyektifitasnya
sangat tinggi; Bahkan, banyak orang mengatakan, kasus saya ini politis, atau ada
motif-motif tertentu di belakangnya. Dengan kekuasaan yang dimilikinya para oknum
Penegak Hukum dapat dengan mudah mengendalikan hukum terhadap seseorang
yang akan dijadikan korbannya; bahkan dengan cara-cara yang ngawur sekalipun
dengan dalih Scientific Investigation.
Sebagaimana pernah saya sampaikan pada persidangan tanggal 20/05/2024,
sebelum bekerja di Pertamina, karir pekerjaan saya seluruhnya dijalani di perusahaan
multinasional. Pekerjaan saya di Pertamina adalah yang pertama dan yang terakhir di
perusahaan nasional. Saya tidak pernah tertarik dan/atau terafiliasi dengan Partai
Politik manapun, tidak seperti banyak Direksi BUMN lainnya, termasuk Direksi
Pertamina saat ini dan sebelumnya.
Sepanjang karir, saya hanya murni bekerja secara profesional dan tidak pernah
menerima sepeserpun gratifikasi/suap. Semenjak saya mulai berkarir di Mobil Oil
Indonesia, 1 Februari 1984, saya sudah mengenal dan menandatangani Foreign
Corrupt Practices Act (FCPA), atau Undang-undang Praktik Korupsi Asing.
Penandatanganan ini jauh sebelum KPK dibentuk, yakni pasca Reformasi 1998.
Karena sebagian besar karir saya selalu di perusahaan Multinasional, maka tentunya
FCPA itu sudah melekat di dalam diri saya.
Atas dasar hal tersebut, sebelum memutuskan perkara ini, saya mohon Yang Mulia
Majelis Hakim sudi membaca Latar Belakang Perkara ini (Terlampir) – Apa yang
sebenarnya telah terjadi di Internal Pertamina, BPK dan KPK sendiri, hingga perkara
ini masuk ke ranah pidana.
Beberapa tuntutan dari JPU/KPK yang menurut hemat saya perlu mendapat perhatian
khusus oleh Yang Mulia Majelis Hakim antara lain adalah:

2


1. Bahwa Pengadaan LNG ini telah sesuai dengan Peraturan Perundangan
Pemerintah.
2. Tuduhan bahwa Blackstone memiliki keterkaitan dengan Pengadaan LNG CCL
yang menimbulkan tuduhan benturan kepentingan dengan mempekerjakan saya
sebagai Senior Energy Advisor di Tamarind Energy Ltd. adalah Tidak benar.
3. ⁠Tuduhan Benturan Kepentingan yang tidak sesuai dengan Definisi Benturan
Kepentingan di Pasal 23 Permen BUMN No. 1/2011 dan No. 9/2012, adalah Tidak
benar.
4. Kerugian Keuangan Negara, yang tidak berasaskan Pasti dan Nyata:
a. Jumlah Kerugian selalu berubah-ubah:
• LHA BPK (18/02/2019): Potensi Kerugian $2,5 miliar
• Internal Audit (Notulen Exit Meeting, April 2020): $39,6 juta (dari CCL) dan
$145,7 juta (dari CCL, Total, Woodside dan Eni MB).
• Firli Bahuri (19/09/2023): $140 juta setara Rp2,1 triliun
• Praperadilan: $142,9 juta dan Rp230,8 juta
• Dakwaan/Tuntutan: $113,8 juta (BPK) Vs $107.2 (Pertamina?)
b. Kerugian hanya dihitung secara parsial (kargo-per-kargo)
c. Saat ini sudah positif, Pertamina mendulang keuntungan kumulatif sebesar
$91,6 juta (Des. 2023), dan Kontrak masih belum selesai (voltooid) ⁠⁠hingga
2039.
5. Meski ada pada BAP, JPU dengan sengaja tidak menghadirkan saksi-saksi yang
terkait langsung dengan terjadinya:
a. Tuduhan Kerugian Keuangan Negara, yaitu Dwi Soetjipto yang bertanggung
jawab terhadap Pengadaan LNG (Sales and Purchase Agreement/SPA 2015),
dan Nicke Widyawati yang bertanggung jawab Menjual Rugi 11 Kargo LNG
CCL.
b. Tuduhan Benturan Kepentingan, yaitu saksi-saksi dari CCL, Blackstone,
Cheniere Energy Inc., Tamarind Energy Ltd., antara lain David Foley, Angelo
Acconcia, Robert Ian Angell, Gary Hing dan lain-lain.
6. JPU tidak paham akan Konsekuensi Hukum dari Pasal 24.8 terkait potongan
kalimat “amends, supersedes and replaces in its entirety each of the Original
SPAs” dengan “combines the Original SPAs.”
7. ⁠⁠Makna dari Izin Prinsip kepada Sdr. Nanang Untung yang TIDAK dipahami oleh
JPU.
8. ⁠⁠Tuduhan bahwa Pengadaan LNG dilakukan tanpa Izin Komisaris, RUPS, dan
RKAP, adalah Tidak Benar! Seluruh tuduhan tersebut sudah terpatahkan di
persidangan.
9. Tuntutan pengembalian kerugian kepada CCL sebesar $113,8 juta dari kerugian
transaksi 11 kargo, dan pengembalian gaji sekitar Rp 1 miliar dan $104 ribu
mencerminkan bahwa JPU tidak memahami mekanisme penindakan, fungsi,
peran dan wewenang dari SEC, FCPA, serta Hukum yang berlaku (Governing
Law) dari SPA LNG 2015.

3


Pasca saya berhenti dari Pertamina, 1 Oktober 2014, di samping Pertamina dipimpin
bukan oleh orang yang memiliki pengalaman dan kompetensi di bidang Migas, juga
telah terjadi rantai kepemimpinan Pertamina yang terputus -putus dan
ketidakharmonisan diantara manajemen Pertamina, sehingga menjadi tidak fokus.

Menurut hemat saya, ketidakharmonisan dan ketidakfokusan tersebut telah menjadi
penyebab utama tidak terbangunnya FSRU dan Refinery Development Master Plan
(RDMP) sesuai dengan rencana semula, serta dijual ruginya 11 kargo LNG di tahun
2020 dan 2021 sebesar $113,8 juta.

Hal ini terjadi karena manajemen Pertamina juga gagal menangkap peluang menjual
untung kargo LNG ke Trafigura pada tahun 2018, untuk pengiriman pada tahun 2020,
2021 dan 2022 dengan opsi perpanjangan hingga 2026. Selain itu juga karena
‘kepanikan’ Manajemen Pertamina akibat anjloknya harga komoditas dunia akibat
Pandemi Covid-19.

Ironisnya, fakta-fakta tersebut justru telah menyeret saya menjadi korban yang kedua
kalinya setelah Kasus Basker Manta Gummy (BMG), Australia (2018), tanpa
kesalahan. Semoga kasus ini menjadi kasus yang terakhir bagi saya, dan sebagai
pembelajaran bagi APH agar lebih cermat di dalam menetapkan seseorang menjadi
tersangka/terdakwa dalam kasus yang terkait dengan Aksi Korporasi.

Dengan tuntutan JPU bahwa CCL wajib mengembalikan kerugian dari penjualan 11
kargo sebesar $113,8 juta kepada Pertamina, maka komunitas bisnis internasional
akan menjadikan kasus ini sebagai pelajaran dan rujukan. Bahwa berbisnis dengan
Pertamina atau BUMN akan berisiko tinggi, karena tidak memiliki kepastian hukum
dan kepastian bisnis.

Komunitas bisnis internasional akan memahami bahwa jika Pertamina mengalami
kerugian oleh sebab apapun, maka mitra bisnisnya wajib mengganti kerugian
tersebut. Sebaliknya, bila Pertamina mendapatkan keuntungan, Pertamina tidak wajib
membayarkan keuntungan tersebut kepada mitra bisnisnya.

Saya meyakini bahwa ketidakadilan dan ketidaklaziman bisnis tersebut tidak akan
dibiarkan oleh Komunitas Migas Internasional. Hal ini akan mengikis kepercayaan dan
mengucilkan Pertamina dari Komunitas Bisnis Migas Dunia, serta aksi balik dari pihak
CCL dan pihak lainnya yang turut dirugikan, melalui terminasi SPA 2015. Gugatan
balik, potensi hilangnya keuntungan dan tuntutan kompensasi finansial lainnya bisa
mencapai hingga sekitar $18 miliar (setara Rp288 triliun; Kurs Rp16.000/$). Kerugian
tersebut belum termasuk potensi penghematan proyek RDMP yang batal mengganti
penggunaan BBM oleh LNG di kilang-kilang sekitar $2 miliar per tahun, atau sekitar
$40 miliar untuk 20 tahun.

4


Tuduhan JPU bahwa saya meminta pekerjaan ke Blackstone sebagai imbalan kontrak
jual-beli LNG Pertamina dengan CCL USA sungguh tidak berdasar dan sebuah fitnah
yang keji.

“Jika saya ingin memperkaya diri dengan bekerja sebagai Senior Energy Advisor di
Tamarind Energy Ltd. selama 9 bulan (April-Desember 2015), maka penghasilannya
jauh lebih kecil dibandingkan dengan penghasilan yang saya terima sebagai Dirut
Pertamina selama 41 bulan (Oktober 2014 - Maret 2018).”

Jadi tuduhan JPU bahwa saya mendapatkan keuntungan yang memperkaya diri
sendiri adalah Tidak Benar! Karena JPU pun tahu Surat Pengangkatan saya selaku
Dirut Pertamina akan berakhir pada Maret 2018.

5


II. RIWAYAT SINGKAT PEKERJAAN & CAPAIAN
Seperti telah saya sampaikan bahwa hampir seluruh karir pekerjaan saya dihabiskan
di perusahaan multinasional. Saya lulus sebagai sarjana Teknik Fisika dari ITB pada
tahun 1983. Kemudian dari tahun 1984 hingga 2006, saya bekerja di Mobil Oil
Indonesia, Mobil Oil Dallas (Meptec), CGG Petrosystem, Landmark Concurrent Solusi
Indonesia dan terkhir di Halliburton Indonesia. Semua perusahaan tersebut
merupakan perusahaan “Operator” dan “Kontraktor” di bidang Minyak dan Gas
(Migas) Bumi.
Sejak akhir tahun 2006 hingga awal 2008, saya diminta menjadi Staf Ahli di Bidang
Hulu Migas (Upstream Oil & Gas) oleh Direktur Utama Pertamina (Alm. Bapak Ari H.
Soemarno). Kemudian, setelah lolos Uji Kepatutan dan Kelayakan (Fit & Proper Test),
pada awal tahun 2008 hingga awal tahun 2009 saya ditunjuk menjadi Direktur Hulu
Pertamina.
Saya pun diminta mengikuti tes dan berhasil lolos dari TPA sebagai Direktur Utama
PT Pertamina (Persero), mulai tanggal 5 Februari 2009 hingga 1 Oktober 2014.
Susunan TPA pada saat itu terdiri dari Ketua (Presiden RI), Wakil Ketua (Wakil
Presiden RI) dan Anggota (Menteri ESDM, Menteri BUMN dan Menkeu).
Beberapa capaian Pertamina selama saya menjadi Direktur Utama (2009-2014)
antara lain adalah:
1. Membuat Laporan Keuangan sejak Pertamina menjadi Persero (2003) mengikuti
standar International Financial Reporting System (IRFS) dan Sistem Keuangan
MYSAP.
2. Berhasil menjalankan Program Substitusi Minyak Tanah ke Liquefied Petroleum
Gas (LPG), dan mendapat penghargaan dari banyak negara di dunia. Jumlah
penghematan subsidi BBM dalam APBN hampir Rp200 triliun selama periode
2009-2015.
3. Pertama kali membawa Pertamina masuk ke Bursa Global Bond pada tahun 2011.
4. Pertama kali membawa Pertamina sebagai National Oil Company (NOC/BUMN)
mencari ladang Migas ke Luar Negeri.
5. Pertama kali memiliki Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2010-2014,
kemudian 2011-2015, 2012-2016 dan seterusnya.
6. Berhasil meningkatkan Good Corporate Governance (GCG) dari semula 83,56%
pada tahun 2009, menjadi 94% pada tahun 2014.
7. Pertama kali di Asia yang membangun dan mengoperasikan Floating Storage
Regasification Unit (FSRU, Jawa Barat) tahun 2012.
8. Masuk ke dalam urutan 122 dan 123 dari 500 perusahaan dunia terbesar dalam
majalah Global Fortunes, pada tahun 2012 dan 2013.
9. Menyetor pajak dan dividen ke negara masing-masing sebesar Rp309,19 triliun
dan Rp45,02 triliun. Total pendapatan Pertamina sebesar $367,1 miliar dengan
total keuntungan bersih $13,2 miliar.

6


10. Meningkatkan Nilai Aset Pertamina, dari $26,7 miliar pada tahun 2008 menjadi
$50,7 miliar pada tahun 2014, hampir 2 (dua) kali lipat. Dan lain-lain.
Untuk membawa Pertamina masuk ke Bursa Global Bond, Pertamina harus memiliki
Laporan dan Sistem Keuangan. Untuk itu Pertamina mempersiapkannya dengan
mengikuti standar IFRS dan Sistem Keuangan MYSAP.
Apabila kilas balik (flash back) ke tahun 2007, Pemerintah telah mencanangkan
Program Substitusi Minyak Tanah dengan LPG yang telah berhasil dijalankan oleh
Pertamina. Program substitusi bahan bakar ini telah menghemat ratusan triliun APBN,
dan mendapatkan pujian serta penghargaan dari banyak negara.
Dalam program substitusi ini tugas Pertamina bukan hanya mengadakan dan
mendistribusikan LPG ke pelosok-pelosok pedesaan dan melakukan sosialisasi/
diseminasi saja, tetapi juga mengatasi berbagai kecelakaan yang terjadi di
masyarakat. Kini puluhan bahkan ratusan juta masyarakat telah menggunakan LPG,
baik di sektor rumah tangga maupun di sektor bisnis, utamanya kuliner.
Program substitusi Minyak tanah ke LPG berhasil karena dilakukan secara
terkoordinir, tidak sporadis! Ada arahan yang jelas, dan ada ‘dirigen’ yang
mengkoordinasikan semua pemangku kepentingan (stakeholders).

Terkait LNG, meskipun Pertamina telah berhasil membangun dan mengoperasikan
FSRU di Jawa Barat yang pertama di Asia pada tahun 2012, namun ada satu hal yang
belum tercapai, yaitu Indonesia harus memiliki fasilitas penyimpanan LNG untuk
memenuhi kebutuhan pasar di Asia (LNG Hub).
Sebagai agregator di bidang Migas yang pernah menjadi salah satu negara
pengekspor LNG terbesar di dunia (1980-2000), sebetulnya Pertamina memiliki
peluang yang sangat besar untuk memiliki LNG Hub.
Mencontoh keberhasilan program pemerintah dalam mensubstitusi Minyak Tanah
dengan LPG, maka untuk merealisasikan LNG Hub Indonesia perlu ada Dirigen atau
Koordinator yang menyatukan semua pemangku kepentingan dalam satu garis
komando.
Dengan memiliki LNG Hub, Indonesia akan mendapat keuntungan dan penghematan
berpuluh-puluh kali lipat. Pemanfaatan BBG di kilang-kilang dan pembangkit listrik
akan memberikan penghematan Anggaran Biaya Operasi (ABO) yang signifikan.
Pemanfaatan BBG dapat digunakan di sektor transportasi (CNG) dan rumah tangga
melalui Jaringan Gas (Jar-Gas). Pemanfaatan BBG sangat baik guna mewujudkan
Ketahanan Energi Nasional/Wilayah/Daerah. Selain itu, karena BBG adalah sumber
energi yang bersih, maka pemanfaatannya sejalan dengan program Transisi Energi
Pemerintah menuju Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat.

7


Pemanfaatan BBG juga sejalan dengan program diversifikasi energi pemerintah pada
saat itu, yakni guna menambah jenis dan jumlah pasokan energi dalam Bauran Energi
Nasional (BEN).

Jaminan ketersediaan pasokan Energi/Gas di dalam negeri akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi guna menciptakan lapangan kerja. Tersedianya lapangan kerja
yang banyak dan beragam akan meningkatkan daya beli masyarakat, sehingga
menaikan tingkat pendidikan (lama rata-rata sekolah), tingkat kesehatan dan pada
akhirnya tingkat kesejahteraan masyarakat.

Namun, aksi korporasi Pertamina yang sangat baik untuk Perekonomian Nasional,
Geopolitik dan Ketahanan Energi Nasional tersebut belum dapat direalisasikan
karena satu dan lain hal.

8


III. PENUGASAN PEMERINTAH: DASAR PENGADAAN LNG JANGKA PANJANG
Terdapat setidaknya 6 (enam) Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar
Pertamina melakukan Pengadaan LNG yang berjangka waktu panjang dari CCL,
USA sebagai berikut (Slide Hal. 7 s.d. 11):
1. Perpres No. 5 tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006, tentang Kebijakan Energi
Nasional.
2. Inpres No. 1 tahun 2010 tanggal 19 Februari 2010, tentang Percepatan
Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional tahun 2010.
3. Inpres No. 14 tahun 2011 tanggal 27 September 2011, tentang Percepatan
Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional tahun 2011.
4. Rapat Wapres RI tentang Kebijakan Gas Nasional: “Debottlenecking Program Gas
Nasional” tanggal 9 Februari 2011.
5. Pemantauan Pelaksanaan Rencana Aksi Prioritas Nasional 28 Februari 2013 oleh
Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
6. Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 tahun 2014 tanggal 27 September 2014 tentang
Kebijakan Energi Nasional.
Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan tersebut di atas pada intinya untuk
mendiversifikasi dan/atau mensubstitusi BBM dengan BBG seperti LNG, LPG, dan
CNG.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Saya merasa heran dan prihatin karena JPU telah keliru atau tidak paham apa makna
dan tujuan dari kebijakan dan semua peraturan perundangan di atas. JPU
menganggap bahwa perintah jabatan kepada seorang Direksi BUMN seolah-olah
sama dengan suatu perintah dalam sebuah organisasi dari atasan kepada bawahan.
Padahal semua peraturan perundangan tersebut tidak mungkin dapat direalisasikan
apabila tidak ada bisnis entitas (BUMN & Swasta) sebagai kepanjangan tangan dari
pemerintah yang menjalankan pembangunan dan melaksanakan tata-niaganya.
Sebagai contoh, KESDM ditunjuk sebagai Koordinator Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional di bidang Energi untuk membangun Floating
Storage Regasification Unit (FSRU), tidak mungkin akan terbangun apabila tidak ada
Badan Usaha Pemerintah dan Swasta yang menjalankannya.
Di dalam Pasal 1 ayat 6 Bab I Perpres No. 5 tahun 2006, tentang Kebijakan Energi
Nasional (KEN), disebutkan bahwa Diversifikasi Energi adalah penganekaragaman
penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi yang memang benar-benar
diperlukan. Dalam Pasal 2 ayat 2.b.1) Bab II, Sasaran Kebijakan Energi Nasional
adalah terwujudnya energi (primer) mix atau Bauran Energi Nasional (BEN) yang
optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masing-masing jenis energi terhadap
konsumsi energi nasional: Gas Bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen).

9


Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 tahun 2010 dan No. 14 tahun 2011 mengintruksikan
Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Sekretaris Kabinet, Kepala UKP4, Kapolri,
Jaksa Agung, Panglima TNI dan Para Kepala Badan, Para Gubernur, dan Para
Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas,
fungsi dan kewenangan masing-masing dalam rangka Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional 2010 dan 2011 dst. Dalam mengambil langkah-
langkah tersebut berpedoman kepada program-program sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Inpres ini, yang meliputi program (8) Energi.
Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden No.1 tahun 2010, Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian mengkoordinasikan kebijakan di bidang ekonomi, terutama
dalam pelaksanaan kebijakan ketahanan pangan, infrastruktur, iklim investasi dan
iklim usaha, Energi, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, serta kebijakan lain
di bidang perekonomian.
Sementara, Arahan Wakil Presiden pada Rapat Wapres RI tentang Kebijakan Gas
Nasional tanggal 9 Februari 2011: “Debottlenecking Program Gas Nasional” adalah:
“PT Pertamina agar terus melanjutkan pembangunan FSRU di Jawa Tengah.
Permasalahan suplai jangan sampai menghambat/menghentikan
pembangunannya. Jika suplai dalam negeri tidak mencukupi, dapat
dipertimbangkan suplai dari luar negeri. Selain itu, bersama BP Migas agar
melaporkan inventarisasi lokasi ladang kelolaan dengan potensi flare gas, sehingga
dapat dioptimalkan pemanfaatannya.”
Berdasarkan Surat UKP4 tertanggal 28 Februari 2013 perihal Pemantauan
Pelaksanaan Rencana Aksi Prioritas Nasional 2013 tercatat Pertamina mendapat
tugas Pembangunan FSRU di Jawa Tengah. Salah satu ukuran keberhasilan bagi
Pertamina adalah Penandatanganan SPA dengan Penjual LNG pada tahun 2013.
Terilhat bahwa pengadaan LNG, baik dari sumber domestik maupun dari luar negeri,
dan pembangunan FSRU adalah merupakan TUGAS yang diberikan oleh Pemerintah
kepada Pertamina.
Pasca saya berhenti dari Pertamina, 1 Oktober 2014, Pemerintah menerbitkan
Peraturan yang lebih tinggi hirarkinya dari Perpres dan Inpres, yakni PP No. 79 tahun
2014 tentang KEN tanggal 17 Oktober 2014. PP tentang KEN ini disusun oleh Dewan
Energi Nasional (DEN) yang dibentuk oleh UU No. 30/2007 tentang Energi.
Berbeda dengan Perpres No.5/2006 tentang KEN, dalam PP 79/2014 target realisasi
(%) pemanfaatan Gas pada tahun 2025 sebesar 22% (88 MTOE setara 70 MTPA)
dengan target total konsumsi energi dalam BEN sebesar 400 MTOE (Million Ton Oil
Equivalent: Juta Ton Setara Minyak).

10


Mengacu kepada PP No. 79/2014, Kementerian ESDM bersama -sama dengan
kementerian terkait energi lainnya menyusun Rencana Umum Energi Nasional
(RUEN). Pengimplementasian hasil RUEN ini kemudian ditetapkan oleh DEN.
Target persentase dari masing-masing sumber energi di dalam RUEN, mulai dari
tahun 2015 hingga 2025 mengacu kepada target yang telah ditetapkan oleh DEN
untuk tahun 2025 dan 2050. Faktanya, hingga tahun 2022 porsi gas hanya tercapai
sekitar 13,92% dari target RUEN sebesar 22,53% [Sumber; HEESI 2015-2022,
Pusdatin KESDM].
Dari fakta-fakta di atas, jelas bahwa pemanfaatan/kebutuhan Gas domestik masih
belum tercukupi. Hal ini terbukti bahwa target BEN dari sejak 2005 hingga 2023 belum
pernah tercapai baik itu mengacu kepada Perpres No. 5/2006, yakni minimal 30%,
maupun terhadap PP No. 79/2014, yakni 22%.
Bahkan, pada 2023 persentase gas dalam realisasi BEN masih hanya sekitar 16%. Di
lain pihak, pada tahun 2022 porsi Minyak Bumi sebesar 31,4% adalah lebih besar dari
target RUEN 27,2%, dan porsi Batubara sebesar 42,38% lebih besar dari target RUEN
34,5%.
Terlihat bahwa ada kesenjangan antara kebijakan, peraturan dan realisasi yang
harus dilaksanakan oleh Pertamina bersama-sama dengan perusahaan swasta
lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Indonesia membutuhkan pasokan gas
termasuk infrastruktur pendukungnya (FSRU, Pipa dsb). Sementara, Pertamina
sendiri memiliki program revitalisasi dan penambahan kapasitas kilang, yakni RDMP
yang harus dibangun dan membutuhkan pasokan gas sebesar 520 MMSCFD.
Mengikuti kenaikan konsumsi BBM nasional yang cenderung naik seiring dengan
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, dalam program ini kapasitas
kilang yang semula 800 ribu barel/hari akan dinaikan menjadi sekitar 1,5 juta
barel/hari. Penggunaan Gas di kilang-kilang Pertamina sekitar 3 kali lebih hemat
daripada menggunakan BBM. Dengan total kapasitas 1,5 juta barel/hari penghematan
yang dapat dicapai adalah sekitar $2 miliar/tahun (Rp32 triliun; Kurs: $1 = Rp16.000).
Fakta ini membuktikan bahwa ‘Penugasan’ Pemerintah kepada Pertamina berupa
persentase Gas dalam BEN 2025 bukanlah “Cek Kosong” karena memang
kebutuhan sendiri (own use) juga sangat besar; Namun karena pembangunan FSRU
dan RDMP tidak dijalankan termasuk dibubarkannya Direktorat Gas, Pertamina
menjadi tidak fokus dan terkesan lalai menjalankannya. Sehingga, menurut hemat
saya, JPU telah ‘Gagal Paham’ dalam menyikapi Peraturan Perundangan Penugasan
Pemerintah kepada Pertamina dalam Pengadaan LNG.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Selain tugas pemerintah terhadap Pertamina, pemanfaatan LNG/Gas sebagai bahan
bakar di semua Sektor Pengguna (Kilang, Pembangkit, Industri, Transportasi dan

11


Rumah tangga) akan mengurangi penyebab penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
(ISPA); Mempercepat program transisi energi pemerintah menuju Net Zero Emission
dan menurunkan suhu pemanasan global (Global Warming) yang kini tengah menjadi
agenda dunia;
Dari uraian di atas, terlihat bahwa dengan minimnya pemanfaatan Gas dalam BEN,
maka pasca penandatanganan SPA 2013 (4/12/2013) dan SPA 2014 (1/07/2014),
keenam Peraturan Perundangan Pemerintah di atas tidak dapat dijalankan dengan
baik oleh Pertamina. Atas kelalailan manajemen Pertamina dan para pemangku
kepentingan lainnya, disengaja maupun tidak, telah membuat saya menjadi Terdakwa
dan hingga saat ini telah menjalani kehidupan di Rutan hampir 9 (sembilan) bulan
sejak 19/09/2023.

12


IV. AKSI KORPORASI PERTAMINA


Perjanjian Jual Beli (Sales and Purchase Agreement / SPA) LNG tahun 2013 dan 2014
dari CCL dengan total volume sebesar 1,5 MTPA untuk periode 2019 - 2039 adalah
pengejawantahan dari Tugas Pemerintah kepada Pertamina, sebagaimana telah
diuraikan pada Bab III.

Manfaat dari Pengadaan LNG antara lain adalah untuk mengurangi subsidi BBM di
APBN. Dengan mengganti penggunaan BBM di kilang -kilang Pertamina melalui
Program Pengembangan/Revitalisasi Kilang (RDMP), maka akan terjadi
penghematan yang sangat besar karena Gas lebih murah dan lebih bersih daripada
BBM. Apabila program RDMP terlambat, LNG masih dapat digunakan oleh PLN dan
industri lainnya, dengan catatan bahwa fasilitas regasifikasi yang mengubah fasa LNG
dari cair ke gas yang dibangun terapung di atas permukaan laut (FSRU) dibangun
oleh Pertamina.
Indonesia dengan jumlah penduduk 281 juta jiwa (Ditjen Dukcapil, Des. 2023) dengan
pertumbuhan 1,05% per tahun (BPS 2023), maka setiap tahun sekitar 3 juta bayi akan
lahir. Ditambah dengan Pertumbuhan Ekonomi rata-rata sekitar 5% per tahun, maka
kebutuhan akan energi, utamanya LNG/Gas yang masif, bersih dan relatif murah,
akan meningkat seiring dengan perjalanan waktu.
Cadangan gas dalam negeri semakin menipis karena Laju Produksi lebih tinggi
daripada Ketersediaannya kembali (natural depletion). Sumber-sumber gas domestik
saat ini sudah bergeser dari Indonesia bagian Barat ke bagian Timur, dari Daratan (on
shore) ke Lepas Pantai / Laut (off shore), dan dari Laut Dangkal (shallow sea) ke Laut
Dalam (deep sea) yang mengakibatkan eksploitasi lapangan gas domestik semakin
mahal dan lama.
Menurut Energy Outlook BPPT (2019) dan KESDM, Indonesia akan menjadi negara
Pengimpor Gas Bersih (Net Gas Importer) sekitar tahun 2027-2028, karena
konsumsi/kebutuhan diprakirakan sudah lebih besar daripada produksi. Hal ini juga
karena sumber gas domestik sudah terikat kontrak sehingga banyak volume LNG
yang diekspor.
Kelaziman di dunia hulu migas, karena sangat mahal, lama dan rumit penanganannya
termasuk probabilitas keberhasilannya yang hanya sekitar 10% maksimum, maka
suatu lapangan gas tidak akan diproduksi sebelum ada calon pembelinya dengan
harga yang sesuai dengan keekonomiannya. Oleh sebab itu sebagian besar gas
dalam bentuk LNG telah diikat kontrak untuk diekspor ke pasar dunia dengan harga
yang relatif lebih tinggi daripada harga domestik. Ini adalah salah satu alasan
mengapa suatu lapangan Gas secara keekonomian layak atau tidak layak untuk
dikembangkan oleh para pengembang gas.

13


Dalam upaya men ekan laju ‘pengurasan’ cadangan gas dalam negeri,
pemanfaatan/impor LNG dari sumber negara asing (foreign energy resources
utilization) yang lebih murah, bersih dan lama/banyak, sebetulnya merupakan strategi
yang baik dalam konteks Ketahanan dan Politik Energi Nasional. Dalam Pasal 4.1.2
tentang Perpanjangan Jangka Waktu (Extension of Term) dinyatakan bahwa SPA
2013 dan SPA 2014 masih dapat diperpanjang sampai 10 tahun lagi.
Artinya, Pengadaan LNG dari CCL USA merupakan Aksi Korporasi Pertamina yang
sangat baik dan visioner untuk menjamin ketersediaan pasokan energi selama dua
hingga tiga dasawarsa ke depan. Perlu diketahui bahwa Amerika Serikat yang dahulu
sebagai negara pengimpor LNG kini telah berubah menjadi pengekspor LNG terbesar
di dunia. Sebaliknya, Indonesia yang pada kurun waktu 1980-2000 sebagai negara
pengekspor LNG, sekarang menjadi negara pengimpor.
Atas dasar hal-hal tersebut di atas dan sesuai dengan Perpres No. 5/2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional (KEN), yakni meningkatkan porsi Gas dalam Bauran
Energi Nasional (BEN) hingga lebih dari 30% pada tahun 2025, maka Pengadaan
LNG dari CCL melalui SPA 2013 dan SPA 2014 sudah tepat dan melihat jauh ke depan
(visioner).
Pengadaan LNG CCL dari SPA 2013 dan SPA 2014 dimaksudkan untuk penggunaan
sendiri, di mana pembangunan FSRU dan RDMP telah direncanakan sejak 2010.
Sehingga, pada tahun 2019 saat kargo LNG CCL tersebut tiba di Indonesia dapat
diserap oleh kilang-kilang Pertamina, dan memberikan penghematan sekitar $2
miliar per tahun.
Apabila Program RDMP dan pembangunan FSRU dijalankan oleh para pengganti
saya secara konsisten, maka setidaknya sejak tahun 2019 Pertamina sudah
mengganti BBM dengan Gas untuk seluruh kilang, dengan potensi penghematan
hingga tahun 2024 mencapai $10 milyar, setara Rp160 triliun (Kurs: $1 = Rp16.000).
Jika hingga 10 tahun mendatang (2029) substitusi dari BBM ke LNG di kilang-kilang
Pertamina masih belum juga dijalankan, maka pemborosan yang terjadi mencapai
Rp320 triliun. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa saya BERMIMPI
Indonesia memiliki LNG Hub.
Potensi penghematan di atas baru dihitung dari Pertamina saja. Jika seluruh BUMN
dan industri lainnya menggunakan LNG, dapat dibayangkan betapa besarnya potensi
penghematan dan penerimaan negara yang disetor ke APBN dari Pengadaan LNG
Pertamina.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Tidak ada sedikitpun terbesit dalam pikiran saya untuk mendapatkan keuntungan
pribadi dalam proses Pengadaan LNG CCL ini. Surat Kuasa untuk Penandatanganan
Pengadaan LNG SPA 2013 pada tanggal 3 Desember 2014 dari saya kepada Sdri.

14


Yenni Andayani selaku SVP Gas & Power, dan Surat Kuasa penandatanganan
Pengadaan LNG SPA 2014 kepada Sdr. Hari Karyuliarto selaku Diretur Gas, adalah
semata-mata demi kemudahan dan penghematan, karena Sdri. Yenni Andayani
sedang berada di Amerika pada saat itu.
Kedua penandatanganan Pengadaan LNG tersebut merupakan hasil dari proses
secara berjenjang di internal Pertamina, melibatkan semua fungsi terkait sesuai
dengan tugas, fungsi dan wewenangnya masing-masing (Completed Staff Work).
Selain karena tugas pemerintah kepada Pertamina, usulan pengadaan LNG ini
awalnya datang dari bawah yang saya yakini sudah dikaji secara seksama oleh
seluruh fungsi-fungsi terkait di tubuh Pertamina. Pemberian surat kuasa ini merupakan
tugas saya selaku Direktur Utama, yaitu menjalankan apa yang sudah menjadi
keputusan Direksi Pertamina secara kolektif kolegial.
Apabila melihat realisasi dari target Bauran Energi Nasional (BEN) pada tahun 2023
(Slide Hal. 9), jelas bahwa penggunaan Gas sebagai sumber energi telah digantikan
oleh Batubara dan BBM. Fakta ini sangat kontradiktif dengan pernyataan JPU dan
keterangan saksinya di persidangan yang menyatakan bahwa kebutuhan gas
Indonesia sudah terpenuhi, sehingga Indonesia tidak perlu impor LNG lagi.
Saya heran karena jika betul kebutuhan Gas domestik sudah tercukupi, lantas:
“Mengapa porsi Gas dalam target BEN Nasional dari sejak 2005 hingga 2023 belum
pernah tercapai seperti yang diinginkan, yakni 30%. Bahkan, pada 2023 porsi gas
dalam realisasi BEN justru hanya sekitar 16%?”
JPU tampaknya tidak paham bahwa volume gas dari sumber domestik sudah terikat
kontrak untuk diekspor ke Luar Negeri.
Pengembangan Lapangan Gas di dunia termasuk di Indonesia harus memenuhi
perhitungan kelayakan ekonomi untuk dapat dikembangkan. Sehingga diperlukan
kontrak pembelian gas jangka panjang agar perhitungan keekonomian tersebut dapat
dipenuhi dengan cara mengekspor gas dalam bentuk LNG, karena industri domestik
hanya mampu membeli dengan harga sekitar $6/MMBTU. Dengan cara demikian,
maka lapangan gas domestik dapat dikembangkan dan dapat memberikan kontribusi
terhadap APBN.
Ahli yang dihadirkan JPU dalam persidangan seyogyanya juga paham bahwa untuk
menguras kekayaan sumberdaya Migas dalam negeri, selain memerlukan modal
(capital) yang sangat besar juga memerlukan teknologi yang canggih, karena
cadangan gas kita sudah bergeser ke Indonesia bagian timur dan ke laut dalam.
Sehingga, diperlukan waktu yang sangat lama, 10 hingga 20 tahun untuk
komersialisasinya.
Hal ini terutama jika para Direksi BUMN memiliki rasa takut mengambil keputusan:

15


“Kalau mengebor dan gagal karena probabilitasnya hanya sekitar 10%, maka APH
dapat menuduhnya ada perbuatan Korupsi yang merugikan keuangan negara.”
Di lain pihak, kebutuhan tidak bisa menunggu terlalu lama dan perlu kepastian kapan
gas tersebut akan diproduksi (onstream)?
Kenyataan bahwa lapangan gas terletak semakin jauh dari para pengguna, maka
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan memerlukan pembangunan infrastruktur
gas yang masif dan terintegrasi. Oleh karen itu, saya katakan pada sidang terdahulu
bahwa saya bercita-cita ingin Indonesia menjadi Pusat Kegiatan Bisnis LNG (LNG
Hub) yang belum ada di Asia.
Dari hasil pantauan UKP4 terhadap Pertamina, terlihat jelas dan nyata bahwa
Pengadaan LNG ini guna memenuhi kebutuhan kilang Cilacap dan Balongan,
sebagai pengganti BBM dalam proses pembakaran di dapur-dapur kilang. Rencana
semula gas tersebut dialirkan melalui FSRU Jawa Tengah.
Dengan adanya FSRU, maka LNG bukan hanya sebagai sebuah komoditas ekspor,
tapi juga bisa dikonsumsi di dalam negeri. Dengan demikian, maka amanat UUD 1945
Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi:
“Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”
menjadi suatu kenyataan.
Tujuan pembangunan FSRU utamanya adalah agar kilang -kilang Pertamina
beroperasi lebih efisien dengan menggunakan Gas, bukan dengan BBM. Jadi,
Pengadaan LNG sebesar 1,5 MTPA (atau sekitar 200 MMSCFD) ini bukan hanya
untuk memenuhi kebutuhan PLN saja, melainkan juga untuk kebutuhan Pertamina
sendiri (own use).
Jika rencana pengembangan kilang-kilang Pertamina (RDMP) dijalankan oleh
Manajemen Pertamina periode 2014 - 2019, maka kebutuhan LNG ini akan mencapai
lebih dari 2 (dua) kali lipatnya, yaitu sekitar 520 MMSCFD, dengan potensi
penghematan sebesar #20 milira atau setara Rp320 triliun. Uang sebanyak itu
tentunya dapat digunakan oleh pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja bagi
jutaan rakyat yang berusia produktif.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Selama persidangan, saya mengamati bahwa FSRU yang merupakan sarana
perantara guna mengalirkan gas ke kilang Cilacap dan Balongan masih belum
dipahami dengan benar. Perlu diketahui bahwa PLN baik secara teknis maupun
finansial sangat kecil kemungkinannya untuk diikat (committed) terhadap Head of
Agreement (HoA), terlebih Kontrak Pembelian Gas (PJBG) yang pengadaannya baru

16


akan terjadi sekitar 7 (tujuh) tahun kemudian (2019) untuk jangka waktu kontrak yang
panjang, misalnya hingga 2039.
Jadi, meskipun PLN benar membutuhkan Gas, namun menurut hemat saya PLN pada
saat itu (2011 dan 2012) cenderung membelinya dari sumber lain yang berjangka
waktu pendek, termasuk memilih untuk membakar Batubara dan BBM/Solar untuk
pembangkit listriknya.
Hal ini sesuai dengan kesaksian Mantan Dirut PLN sendiri, Sdr. Nur Pamudji, yang
menyampaikan dalam persidangan bahwa:
“kebutuhan akan gas akan selalu tetap ada, karena membakar Gas selain lebih bersih
juga lebih hemat sekitar 2,5 kali lipat daripada membakar BBM/Solar.”
Terkait AKSI KORPORASI dari tahun 2011 hingga 2014, saya selaku Direktur Utama
mengetahui, memahami dan menyetujui 20 (dua puluh ) butir atau langkah hingga
terjadi Penandatangan Perjanjian Jual Beli (Sales & Purchase Agreement / SPA) pada
tahun 2013 & 2014 (SPA 2013 & SPA 2014) sebagai berikut:

1. 14 Juni 2011: Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2011 -2015
diterbitkan dan ditandatangani oleh seluruh Board of Directors & Board of
Commissioner (BOD & BOC). Pada Hal. 177 sampai dengan 179 sudah
tercantum FSRU Jabar dan Jateng, serta kegiatan pemasaran LNG domestik dan
internasional (Slide Hal. 14 dan 15). Kegiatan pengadaan LNG bukan
merupakan pengembangan bisnis baru atau investasi, namun merupakan
peningkatan volume penjualan yang akan dilakukan.

2. 15 Juni 2011: Seluruh Direksi menyetujui Pengadaan LNG dari sumber
Internasional setelah mengusahakan alokasi dari produsen domestik terlebih
dahulu. Hal ini tertuang dalam Risalah Rapat Direksi (RRD) (Slide Hal. 16).

3. 19 September 2011: SVP Gas & Power, Sdr. Nanang Untung, mengirimkan
Memo Permohonan Izin Prinsip kepada Dirut Pertamina. Berikut disposisi saya
terhadap permohonan Izin Prinsip tersebut:

"OK" selanjutnya agar kerja sama dengan PIMR untuk Pola Bisnis dan
Komersialitasnya (Slide Hal. 17).

Inilah pertama kalinya saya dan anggota direksi lainnya mendengar dari Sdr.
Nanang Untung bahwa ada proyek pengembangan lapangan shale gas di
Amerika Serikat yang dimiliki oleh Cheniere Energy Inc. Sehingga, anggapan
bahwa Pengadaan LNG dari CCL dimulai dengan usulan dan kehendak dari saya
adalah Tidak Benar.

17


Di dalam dakwaan saya, persetujuan Izin Prinsip saya ini dituduh telah dilakukan
tanpa adanya Kajian Keekonomian, Feasibility Study (FS) dll. Namun, kalau
dibaca lebih teliti, Izin Prinsip ini untuk Penandatanganan Perjanjian Kerahasiaan
(Confidentiality Agreement / CA) dan Nota Kesepahaman (Memorandum of
Understanding / MoU) agar Pertamina dapat memiliki SAHAM di LNG Receiving
Terminal Amerika Serikat bersama-sama dengan Cheniere Energy Inc.

Jadi, Izin Prinsip ini BUKAN untuk Pengadaan LNG. Selain itu, pada Slide Hal. 19
dijelaskan definisi dari CA adalah untuk menyingkap semua analisis, kompilasi,
prakiraan, studi atau dokumen lainnya yang disiapkan untuk pihak penerima, yang
dalam hal ini Pertamina.Tanpa persetujuan Izin Prinsip tersebut Pertamina tidak
bisa melakukan Feasibility Study (FS) dan Kajian Keekonomian, karena semua
data tersebut hanya akan diperoleh setelah Pertamina menandatangani CA
dengan Pihak Cheniere Energy Inc. Mungkin JPU menganggap bahwa Izin Prinsip ini
sama dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Developer Property, di mana IMB
diberikan setelah ada Pengukuran Tanah oleh BPN, Disain Bangunan, Amdal dsb.

Sekali lagi, sesuai dengan permintaan Sdr. Nanang Untung dalam memo
tersebut, Izin Prinsip yang saya berikan adalah HANYA untuk menandatangani
CA dan MoU terkait kepemilikan saham di Terminal LNG Cheniere Energy Inc.,
dan BUKAN untuk bernegosiasi SPA 2013 dan/atau SPA 2014. MoU tersebut
hingga kini pun tidak pernah ditandatangani, sebab Cheniere Energy Inc. tidak
setuju untuk berbagi saham dengan Pertamina.

Fakta ini sesuai dengan kesaksian Djohardi Angga Kusumah di persidangan, 25
Maret 2024. Master Sales & Purchase Agreement (MSPA) Tidak Pernah
terealisasikan. MSPA dan SPA adalah 2 (dua) dokumen yang berbeda. MSPA
adalah kontrak yang dijadikan dasar penjualan Gas di Spot Market, berupa pokok-
pokok perjanjian jual-beli LNG yang tidak serta-merta berlaku dengan sendirinya.
MSPA dapat berlaku dalam sebuah transaksi jika dikonfirmasi oleh pihak Penjual
dengan mengirimkan Catatan Konfirmasi (Confirmation Note / CN) yang disetujui
oleh pihak Pembeli. Lebih jauh lagi MSPA bukan merupakan cikal-bakal dari SPA.
Hal ini disampaikan secara jelas oleh saksi Sdr. Aris Mulya Azof, 13 Mei 2024
(Catatan Slide Hal. 18).

Izin prinsip ini merupakan kelanjutan dari RJPP 2011-2014 dan RRD tertanggal
15 Juni 2011 (Slide Hal. 15 – 16). Jadi tuntutan JPU pun KELIRU karena
memberikan izin prinsip pun sudah mendapat persetujuan BOC dan BOD.

4. JPU menuduh dalam persidangan bahwa alasan Pengadaan LNG untuk
kebutuhan Pertamina Tidak Benar. JPU memperlihatkan Surat dari Menteri BUMN
No. S-140/MBU/2012 tanggal 19 Maret 2012 yang membatalkan pembangunan
FSRU Jawa Tengah, sehingga pengadaan LNG CCL tidak diperlukan. Hal ini

18


diperkuat oleh kesaksian Sdr. Nanang Untung bahwa yang bersangkutan tetap
membuat Letter of Intent (LoI) tanggal 2 April 2011 kepada Cheniere Energy Inc.
karena tidak pernah mendapatkan disposisi tentang pembatalan pembangunan
FSRU tersebut. Perlu dipahami bahwa proses pembuatan LoI ini telah
berlangsung “Bottom-Up” dan BUKAN perintah Direktur Utama.

Setelah dilakukan pengecekan berulang kali terkait bukti tanda-terima surat dari
BUMN, Direktur Utama TIDAK PERNAH menerima surat Pembatalan FSRU
Jateng dari Menteri BUMN tertanggal 19 Maret 2012 dengan surat No. S-
140/MBU/2012. Direksi hanya menerima surat No. S-141/MBU/2012 tanggal 19
maret 2021, tentang: “Relokasi Proyek Terminal FSRU Belawan dan Proyek
Revitalisasi Terminal LNG Arun.”

“Bagaimana saya bisa DITUDUH dengan sengaja tidak meneruskan surat
tersebut kepada Sdr. Nanang Untung, bila surat tersebut tidak pernah
masuk ke meja Direktur Utama?” (Slide Hal. 20).

Dengan menggunakan surat Menteri BUMN No. S-140/MBU/2012 dan kesaksian
Sdr. Nanang Untung, JPU mencoba membuktikan bahwa pembangunan FSRU
dibatalkan sehingga pengadaan LNG tidak diperlukan. Padahal Pertamina
menerima surat dari Kem-BUMN No. S-460/MBU/2012 tertanggal 23 Agustus
2012 yang menyatakan: “telah diputuskan bahwa Proyek Pembangunan Terminal
FSRU Jawa Tengah oleh PT Pertamina (Persero) DILANJUTKAN kembali.”

19


Proyek tersebut juga kemudian dimonitor oleh UKP4 melalui Surat No. B-
085/UKP-PPP/02/2013 tanggal 28 Februari 2013, perihal Pemantauan
Pelaksanaan Rencana Aksi Prioritas Nasional 2013 yang terkait pembangunan
FSRU Jawa Tengah yang diukur keberhasilannya dengan Penandatanganan
SPA LNG. (Slide Hal. 11)

5. 18 April 2012: Direktorat Gas dibentuk. Direktorat ini sangat diperlukan karena
pada saat itu Pertamina sebagai pemegang Participating Interest dari Blok
Natuna, dan sedang mengantisipasi berakhirnya Kontrak Blok Mahakam dll.
(Slide Hal. 22).

6. 11-12 Mei 2012: BOD & BOC Retreat di Bali. Aspirasi Direktorat Gas untuk LNG
Global Sourcing & Trading sudah dimasukkan dengan mempertimbangkan
Pengadaan Gas/LNG dari Amerika Serikat dengan formula harga mengacu
kepada Henry-Hub (HH) (Slide Hal. 23). Di sini pula diperkenalkan Strategi Bisnis
Gas yang dikenal sebagai “Empat Pilar Strategi Gas” (Slide Hal. 22). Sesuai
dengan kesaksian Hari Karyuliarto tanggal 1 April 2024, dan diperkuat oleh
kesaksian Hanung Budya, Andri T. Hidayat dan M. Afdal Bahauddin bahwa
seluruh Direksi dan Komisaris hadir.

7. 29 Juni 2012: RJPP 2012-2016 diterbitkan dan ditandatangani oleh seluruh
BOD & BOC. Pada Hal. 123, 128 dan 129 sudah tercantum pengembangan
FSRU Jabar dan Jateng, serta pelaksanaan impor LNG dari sumber internasional
seperti Amerika Utara, Algeria, Mozambique dan Papua New Guinea (Slide Hal.
24).

JPU yang selalu menuduh Pengadaan LNG CCL ini tidak ada back-to-back, saya
TEGASKAN di sini bahwa pada RJPP, back-to-back dimaksudkan untuk proyek
INVESTASI, yaitu untuk memastikan investasi tersebut akan kembali, dan
BUKAN untuk Pembelian LNG.

8. 30 November 2012: BOD & BOC Retreat diadakan lagi dan Direktur Gas
meminta dukungan (support) dari BOD & BOC bahwasanya Pengadaan LNG
berdasarkan kebutuhan Kilang Dumai (RU II) dan Kilang Cilacap (RU IV) sebagai
Pembeli Utama (anchor buyer; Slide Hal. 25). Sesuai dengan kesaksian Hari
Karyuliarto tanggal 1 April 2024, seluruh Direksi dan Komisaris HADIR dan
diperkuat oleh kesaksian 3 (tiga) Anggota Direksi (Hanung Budya, Andri T. Hidayat
dan M. Afdal Bahauddin).

9. 2 Mei 2013: Direktur Utama mengeluarkan Surat Keputusan terkait Tugas dan
Wewenang Anggota Direksi dan salah satunya adalah Tugas dan Wewenang
Direktur Gas (Slide Hal. 26). Delapan butir Tugas dan Wewenang tersebut
merupakan landasan pertimbangan dalam Pengadaan LNG dari Domestik
maupun dari Luar Negeri.

20



10. 2 Mei 2013: Direktur Utama menerima surat dari Direktur Pengolahan yang
isinya laporan konseptual tentang Pengembangan Kilang Pertamina (RDMP),
di mana seluruh Direksi dimintakan dukungannya. Salah satunya adalah
dukungan dari Direktur Gas akan kebutuhan gas sebesar 415 MMSCFD atau
sekitar 3 MTPA (Million Tons Per Annum: Juta Ton per Tahun). Kebutuhan ini untuk
mengurangi biaya operasi kilang yang saat itu masih menggunakan fuel oil
(BBM) yang harganya jauh lebih mahal dan tidak bersih (Slide Hal. 27 - 28). Fakta
bahwa penggunaan BBM lebih mahal daripada Gas/LNG sekitar 2,5 – 3 kali lipat
adalah sesuai dengan kesaksian Mantan Dirut PLN, Sdr. Nur Pamudji (18 Maret
2024), dan kesaksian Bapak Jusuf Kalla (16 Mei 2024).

11. 29 November 2013: Seluruh Direksi menerima surat dari Direktur Gas untuk
Penandatangan Risalah Rapat Direksi (RRD) Sirkuler dengan Corpus Christi
LNG LLC (Slide Hal. 29).

12. 3 Desember 2013: RRD ditandatangani oleh seluruh Direksi dan Direksi sepakat
menunjuk Direktur Utama untuk menandatangani SPA LNG Corpus Christi
Liquefaction (CCL) - Pertamina 2013 (Slide Hal. 29).

13. 3 Desember 2013: Direktur Utama memberikan Surat Kuasa kepada Yenny
Andayani. Sesuai dengan Tupoksi Direktur Utama: “Atas nama Direksi, menunjuk
pekerja atau pihak lain untuk mewakili Perseroan di dalam dan di luar
Pengadilan,” sehingga penunjukkan Yenny Andayani adalah SAH secara Tugas
dan Wewenang Direktur Utama.

Hal ini tercantum dalam Anggaran Dasar Pertamina 2012 Pasal 11 ayat 18 dan
diturunkan dalam Kpts-29/C00000/2013-S0 Tugas dan Wewenang Direksi PT
Pertamina (Persero) pada Tugas dan Wewenang Direktur Utama Butir 7.



Anggaran Dasar Pertamina 2012 Pasal 11 ayat 18

21




Kpts-29/C00000/2013-S0 Tugas dan Wewenang Direksi PT Pertamina (Persero)

Penandatanganan SPA 2013 dilakukan di Houston Amerika Serikat pada tanggal
4 Desember 2013 pukul 17:00. Karena perbedaan waktu Indonesia dan Amerika
sekitar 12 jam, maka di Indonesia saat itu sudah tanggal 5 Desember pukul 05:00
WIB.

Sehingga, bila pada tanggal 3 Desember 2013 ada 2 (dua) Direksi yang sedang
bertugas di luar kota, terdapat cukup waktu pada tanggal 4 Desember 2013
selama sehari penuh untuk dapat menandatangani RRD sirkuler tanggal 3
Desember 2013.

Hal ini sesuai dengan kesaksian Andri T. Hidayat tanggal 1 April 2024. Alhasil
penandatanganan SPA 2013 adalah SAH secara Hukum, karena dilakukan
setelah semua Direksi menandatangani RRD Sirkuler (Slide Hal. 29 - 31).

14. Perjanjian SPA 2013 dan SPA 2014 telah dilaporkan dan terdaftar secara resmi
kepada Securities and Exchange Commission (SEC) bersama-sama dengan
para Pembeli LNG (LNG buyer) lainnya dari Corpus Christi (Slide Hal. 32). Sesuai
dengan kesaksian Sdr. Aris Mulya Azof tanggal 13 Mei 2024 bahwa:

“Harga Pembelian Pertamina adalah sama dengan Harga untuk Para Pembeli
Lainnya.”

15. 23 Desember 2013: RKAP 2014 Disahkan RUPS.

Pada Hal. 68 sudah dilaporkan kegiatan Penandatanganan Draft Kontrak
dengan pihak Cheniere Energy Inc. Pada Slide Hal. 33 tertera tanda tangan
seluruh Direksi dan Komisaris yang terdiri dari (Alm.) Sugiharto (Komisaris
Utama), Nurdin Zaenal (Komisaris Independen), Mahmuddin Yasin (Komisaris,
Wamen BUMN), Edy Hermantoro (Komisaris, Dirjen Migas) dan Bambang PS

22


Brodjonegoro (Komisaris, Dirjen Kemenkeu). Meskipun mereka menandatangani
RKAP 2014, kesaksian 4 (empat) orang Komisaris tersebut dalam BAP-nya
mengatakan TIDAK mengetahui Pengadaan LNG Amerika. Sayang sekali JPU
TIDAK menghadirkan semua saksi tersebut di persidangan, kecuali Edy
Hermantoro pada 4 April 2024.

Mohon Yang Mulia mempertimbangkan BAP mereka dan kesaksian Edy
Hermantoro di persidangan, mengingat besarnya Honor dan Tantiem yang
mereka terima terlalu amat sangat besar, untuk dapat melakukan Tupoksi mereka
sebagai Wakil dari Pemegang Saham mengawasi Perseroan.

Apa makna dari tanda tangan mereka dalam RKAP 2014, kalau hanya SEKEDAR
syarat untuk mendapatkan honor dan tantiem saja. Mohon kebijaksanaan Yang
Mulia dalam hal ketidaksesuaian sikap dari para saksi tersebut. Tentunya hanya
mereka yang dapat menjawab dan hanya Tuhan Yang Maha Mengetahui segala-
galanya (Slide Hal. 33)

16. 17 April 2014: Saya mendapatkan tembusan Laporan Perjalanan Dinas Direktur
Gas yang ditujukan kepada Komisaris Utama. Isinya adalah kegiatan Direktur Gas
mewakili Direktur Utama untuk hadir dalam 8
th
NOC Forum di Cartagena,
Columbia, Pertemuan dengan Pihak Mozambique dan Pihak Cheniere juga (Slide
Hal. 35).

17. 5 Juni 2014: Saya didampingi oleh Komisaris Independen Bapak Mayor Jenderal
(Pur.) Nurdin Zaenal menghadap Presiden RI ke-6, Bapak Susilo Bambang
Yudhoyono di Batam untuk mengutarakan bahwa saya akan MUNDUR dari
jabatan Direktur Utama Pertamina.

Keinginan saya dikabulkan secara LISAN dan diminta untuk membuat Surat
Pengunduran Diri secara tertulis kepada Menteri BUMN. Saya diberikan waktu
3,5 (tiga setengah) bulan untuk masa transisi, di mana sedapat mungkin
pergantian jabatan Dirut Pertamina berjalan mulus, sambil menyelesaikan
kegiatan yang sedang berjalan (on-going).

Terakhir, saya juga diminta untuk mempertimbangkan dan mengusulkan
pengganti atau Pelaksana Tugas setelah tanggal 1 Oktober 2014. (Lihat Agenda
Dirut 5 Juni 2014).

23




18. 27 Juni 2014: Saya memberikan Surat Kuasa kepada Sdr. Hari Karyuliarto
(Direktur Gas) untuk menandatangani SPA 2014 berdasarkan Lampiran Surat
Kuasa yang mencantumkan pertimbangan mengapa membutuhkan
Penambahan Volume LNG sebesar 0,8 MTPA . Dalam kesaksian Sdr. Hari
Karyuliarto tanggal 1 April 2024, saksi menjelaskan bahwa:

“Sesuai dengan masukkan dari Bagian Legal Pertamina, untuk Penambahan
Volume ini tidak lagi dibutuhkan RRD, dan Otorisasinya cukup dari Direktur
Utama.” (Slide Hal. 35 - 37).

19. 3 September 2014: Saya mendapatkan tembusan surat dari Direktur Gas kepada
Dirjen Migas yang melaporkan kegiatan pembelian LNG dari Amerika Utara (Slide
Hal. 38). Surat ini juga ditembuskan kepada Menteri ESDM, Wakil Menteri ESDM
dan seluruh Komisaris Pertamina. Yang Mulia, salah satu Komisaris Pertamina
pada saat itu adalah Deputi BUMN Bpk. Gatot Trihargo, sehingga sesuai dengan
keterangan Ahli BUMN dari JPU Anas Puji (29/4/2024): “Apabila tidak ada teguran
atau balasan, maka BUMN atau RUPS menyetujui atau tidak keberatan.”

20. 30 September 2014 pukul 24:00 WIB: Sampai dengan hari terakhir di Pertamina,
saya tidak pernah mendapatkan alokasi gas dari dalam negeri/domestik.
Pertamina telah mengirim surat permohonan alokasi gas domestik kepada
Pemerintah sebanyak 5 (lima) kali, sebagaimana tercantum dalam Keterangan
Tambahan BAP saya, tanggal 23 Oktober 2023 No. 45 Butir 4 Hal. 10.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Sebagaimana telah dipaparkan pada butir-butir di atas bahwa mulai dari proses
perencanaan, kajian dan penandatanganan Pengadaan LNG SPA 2013 dan 2014
tersebut pada awalnya datang dari bawah, yang diusulkan oleh Sdr. Nanang Untung.
Kemudian diproses secara berjenjang di internal Pertamina, melibatkan semua
fungsi terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenangnya masing-masing
(Completed Staff Work).
Seluruh tahapan tersebut dikerjakan secara Independen TANPA Intervensi dari saya,
dan menjadi keputusan Direksi Pertamina secara kolektif kolegial untuk menyetujui
Penandatanganan Pengadaan LNG dalam SPA 2013 dan SPA 2014.

24


V. FACTA SUNT POTENTIORA VERBIS
Berikut adalah fakta-fakta yang jauh lebih kuat daripada kata-kata (Facta Sunt
Potentiora Verbis):
1. Izin Prinsip tanggal 19 September 2011 tidak ada kelanjutan karena pihak
Cheniere Energy Inc. tidak berminat untuk melepaskan sebagian SAHAM-nya.
MoU BATAL ditandatangani dan MSPA Tidak ada Kelanjutan.

2. SPA 2013 dan SPA 2014 dibatalkan dan digantikan oleh SPA 2015 pada tanggal
20 Maret 2015. Sesuai dengan pendapat Ahli Prof. DR. Basuki Rekso Wibowo SH,
MH di persidangan bahwa secara Legal SPA 2013 dan SPA 2014 sudah TIDAK
BERLAKU. Terbukti bahwa, mulai dari Pengadaan, Pembelian hingga Pengapalan
LNG semuanya mengacu ke SPA 2015.

Selain itu antara SPA 2015 dan SPA 2013 dan antara SPA 2015 dan SPA 2014
terdapat 27 PERBEDAAN, utamanya yang menyangkut Harga, Volume dan
Tenor (Waktu) (BAP dari TSK tertanggal 14 Desember 2023 hal 7/17 dan 8/17)

3. Pada saat Pembatalan dan Penggantian SPA 2013 dan 2014 menjadi SPA 2015,
saya tidak mengetahui, tidak menyetujui, dan tidak terlibat dalam proses
Penandatanganan SPA 2015 tersebut. Oleh karena itu, SPA 2015 sudah di luar
Kuasa dan Kendali saya. Berikut adalah Pasal 24.2 (Entire Agreement) dan 24.8
(Precedence) dari SPA 2015:
Definition

§ Original SPA: SPA1 or SPA2 and Original SPAs means both SPA1 and SPA2;
§ SPA Awal: SPA1 atau SPA2, dan SPA-SPA Awal adalah keduanya, SPA1
maupun SPA2;

24.2 Entire Agreement
This Agreement, together with the Exhibits hereto, constitutes the entire
agreement between the Parties and includes all promises and representations.
express or implied, and supersedes all other prior agreements and
representations,written or oral, between the Parties relating to the subject matter.
Anything that is not contained or expressly incorporated by reference in this
instrument, is not part of this Agreement.
24.2 Keseluruhan Perjanjian
Perjanjian ini, beserta Lampiran-Lampirannya, merupakan keseluruhan
perjanjian antara Para Pihak dan termasuk semua janji dan pernyataan, yang
tersurat atau tersirat, dan menggantikan semua perjanjian dan pernyataan lain

25


sebelumnya, yang tertulis atau lisan, antara Para Pihak terkait dengan pokok
permasalahan. Setiap hal yang tidak terdapat dalam atau tidak secara tegas
dimasukkan melalui acuan dalam instrumen ini, tidak merupakan bagian dari
Perjanjian ini.

24.8 Precedence
The Parties agree that this Agreement amends, supersedes and replaces in its
entirety each of the Original SPAs, including each Indonesian language version
that formed an integral and inseparable part of the English version of each Original
SPA in accordance with Section 32 of such Original SPA, and combines the
Original SPAs.
24.8 Pengutamaan
Para Pihak sepakat bahwa Perjanjian ini mengubah, mengesampingkan dan
menggantikan masing-masing SPA Awal secara keseluruhan , termasuk
masing-masing versi bahasa Indonesia yang merupakan bagian yang integral dan
tidak terpisahkan dari versi bahasa Inggris masing-masing SPA Awal sesuai
dengan Pasal 23 dari SPA Awal tersebut, dan Perjanjian ini menggabungkan
SPA-SPA Awal.

4. Fakta dari Nota Dinas tanggal 19 Maret 2024 terkait Profit / Loss Cargo LNG CCL
dari tahun 2019 hingga 31 Desember 2023 di mana secara Kumulatif Pertamina
telah memperoleh keuntungan sebesar $91,6 juta. (Slide Hal. 40)

5. Pertamina telah kehilangan peluang mendapat keuntungan sekitar $61 sen per
MMBTU di atas harga pembelian LNG CCL dari penawaran Trafigura pada tahun
2018 sebanyak 5 kargo/tahun untuk 3 (tiga) tahun (2020, 2021 dan 2022) dengan
opsi perpanjangan hingga 2026.

Batas penawaran (validity offer) selama 3 hari sejak diterima penawaran 5
Oktober 2018, yakni 8 Oktober 2018. Namun, Manajemen Pertamina baru
merespon 1 bulan kemudian, sehingga peluang keuntungan sekitar $32 juta
menjadi hilang [Asumsi: 3,5 juta MMBTU/kargo].

26





6. Saat ini PLN tengah melakukan negosiasi pembelian cargo LNG Pertamina
dengan harga lebih tinggi dari Harga Pembelian Pertamina dari CCL. Sebagai
perbandingan harga CCL di Cilacap (setelah biaya regasifikasi dan transportasi)
dengan harga Minyak Mentah Brent $84.00 per Barrel adalah $8.31 per MMBTU.
Sementara, PLN sanggup membeli cargo LNG dengan harga $11.33 per MMBTU
untuk periode 2024 - 2028.

Harga tersebut adalah lebih murah dari harga LNG dari sumber domestik. Ini
membuktikan bahwa, pembatalan HoA pada tahun 2012 bukan berarti bahwa PLN
tidak membutuhkan LNG. Bukti ini sesuai dengan KESAKSIAN Mantan Dirut
PLN, Sdr. Nur Pamudji, di persidangan tanggal 18 Maret 2024.

27




7. Dalam persidangan saya beberapa kali menanyakan kepada saksi-saksi yang
dihadirkan oleh JPU:

“Apakah saya pernah memerintahkan, mengintervensi atau bahkan
mengendalikan Pengadaan LNG CCL ini?”

Semua saksi-saksi yang dihadirkan JPU mengatakan “Tidak Pernah.” Saya pun
tidak pernah terlibat dalam pemilihan konsultan yang digunakan oleh Direktorat
Gas, karena bukan merupakan Tupoksi saya.

28


8. Terkait Persetujuan Komisaris dan RUPS sudah dijelaskan secara gamblang dan
terang-benderang oleh Ahli yang dihadirkan JPU, Sdr. Anas Puji dari
Kementerian BUMN, bahwa:

“Karena sudah merupakan Tujuan dari dibentuknya PT Pertamina Persero dan ada
dalam Anggaran Dasar sehingga persetujuan tersebut TIDAK diperlukan lagi.”

9. Setelah memperoleh dan membaca RKAP 2015 di mana tanggal terakhir
pencatatan (cut-off date) untuk pelaporan kepada RUPS adalah 1 November 2014,
yakni setelah SPA 2013 ditandatangani (4/12/2013) dan setelah SPA 2014
ditandatangani (1/07/2014), pada halaman 130 dicantumkan bahwa:
“Telah dilakukan Penandatanganan Kontrak Impor LNG dari Cheniere Energy ke
Kilang Arun dalam jangka waktu minimal 20 tahun.”
dan pada halaman 317 dicantumkan bahwa:
“Sebagai wujud penugasan pemerintah untuk merevitalisasi industri Kilang Arun
dengan membangun Receiving Terminal dan Regasifikasi, Pertamina berencana
membangun 2 (dua) unit LNG Carrier 177.000-180.000 CuM.”
Hal ini membuktikan bahwa tuduhan JPU akan tidak ada persetujuan Komisaris
dan RUPS GUGUR karena telah tercantum dalam RKAP 2014 dan RKAP 2015.

29



10. Benturan Kepentingan (Conflict of Interest) dengan Peraturan Menteri BUMN No.
1 tahuun 2011 & No. 9 tahun 2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN Pasal 23:

“Para anggota Direksi dilarang melakukan tindakan yang mempunyai benturan
kepentingan, dan mengambil keuntungan pribadi, baik secara langsung maupun
tidak langsung dari pengambilan keputusan dan kegiatan BUMN yang
bersangkutan selain penghasilan yang sah.”

Berikut adalah bantahan saya terhadap tuduhan pelanggaran tersebut:

a. Frasa “penghasilan yang sah” dalam pasal ini merujuk pada Gaji, Bonus,
Tantiem, Fasilitas serta Keuntungan Finansial lainnya yang saya dapatkan
dari Pertamina.
b. Frasa selain penghasilan yang sah yang dimaksud JPU dalam perkara ini
adalah penghasilan yang saya terima dari Tamarind Energy Ltd. terkait
Kontrak Kerja yang saya tandatangani dengan Blackstone tanggal 3
November 2014.
c. Tanggal 3 November 2014 saya sudah BUKAN Direksi, karena terhitung 1
Oktober 2014 saya resmi berhenti dari Pertamina dan TIDAK menerima
penghasilan dari manapun.
d. JPU menuduh gaji yang saya dari Tamarind Energy Ltd. sebagai
penghasilan yang tidak sah atau ada benturan kepentingan dengan
Direksi BUMN. Sementara gaji ini saya terima pada bulan April 2015, atau 6
(enam) bulan setelah saya TIDAK lagi menjadi Direksi BUMN.

30


e. Ahli Akuntansi Forensik KPK, Sdr. Miftakhul Aulani, yang di-BAP oleh KPK
tapi tidak dihadirkan di persidangan menyatakan bahwa: “saya menerima
uang dari Tamarind Energy Ltd. selama 6 (enam) bulan sejak efektif berhenti
dari Pertamina.” Oleh karena itu, sesuai dengan keterangan Ahli JPU, Sdr.
Anas Puji dari Kementerian BUMN, bahwa:

“Pada BUMN-BUMN besar ada ketentuan bahwa Komisaris, Direksi dan
Pegawai BUMN tidak boleh menjabat di BUMN lain atau Kemitraan dalam
waktu 6 bulan sejak mengundurkan diri.”

Oleh karena itu, pekerjaan saya sebagai Konsultan di Tamarind Energy Ltd.
tidak melanggar GCG Permen BUMN, karena Blackstone bukan BUMN
dan tidak terafiliasi secara langsung dengan Pertamina.

f. Saya tidak pernah mendapat gaji/upah sepeserpun dari Blackstone,
melainkan dari Tamarind Energy Ltd. berupa gaji selama 9 (sembilan) bulan
yang dibayarkan setiap bulan, terhitung mulai April hingga Desember 2015.
Semua pendapatan atau gaji saya tersebut saya bayar pajaknya dan saya
Laporkan SPT Pajak-nya kepada negara.

g. Pada bulan September 2014 saya berkomunikasi dengan Blackstone, di
mana saya juga mengutarakan “Keputusan BUMN” yaitu posisi Pertamina
sebagai offtaker dari CCL, sehingga:

§ Komunikasi dilakukan setelah saya mengajukan pengunduran diri
kepada Bapak Presiden tanggal 5 Juni 2014 , dan memperoleh
persetujuan secara lisan. Saya juga mengajukan surat pengunduran diri
kepada Menteri BUMN, Dahlan Iskan, tanggal 13 Agustus 2014 yang
kemudian diumumkan oleh Menteri BUMN secara resmi pada tanggal 18
Agustus 2014. https://news.republika.co.id/berita/nahgmo/copylink
§ Komunikasi dengan CEO Cheniere Energy Inc. juga saya laporkan
kepada Dewan Komisaris tanggal 29 September 2014 . Harapannya
adalah jika Indonesia memiliki Fasilitas Regasifikasi Arun beserta 4
(empat) tangkinya, maka Indonesia dapat menjadi Pusat Kegiatan
Bisnis LNG Asia (LNG-HUB).
§ Komunikasi dengan Blackstone saya lakukan setelah penandatanganan
SPA 2014 (1 Juli 2014), bukan sebelumnya. Sekalipun Pertamina
melakukan koordinasi dengan pihak CCL, keterangan saksi-saksi di
persidangan sudah menunjukkan bahwa proses negosiasi dengan CCL
berlangsung fair yang dilakukan secara berjenjang sesuai dengan
tupoksi masing-masing staf (completed staff work). Saya tidak pernah
melakukan intervensi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

31


11. Terkait Benturan Kepentingan dengan Blackstone sebagaimana terungkap dalam
fakta persidangan, baik oleh Ahli dari kami (DR. Chairul Huda, SH, MH) maupun
dari sebagian besar Saksi (25 orang) dan Ahli (7 orang) dari JPU sendiri, secara
singkat saya jelaskan kembali sebagai berikut:

a. Blackstone BUKAN Pemegang Saham dari CCL, sehingga Blackstone tidak
memperoleh manfaat apapun dari pembelian LNG Pertamina dari CCL.
b. Blackstone merupakan Investor untuk Proyek Sabine Pass, dan BUKAN untuk
CCL.
c. Kepemilikan saham David Foley di Cheniere Energy Inc. selalu di-NOL-kan
sejak tahun 2012 hingga 2019. Pada tahun 2020 Blackstone melepaskan
keterlibatannya di Sabine Pass. Hubungan David Foley selaku Head of
Blackstone Energy Private Equity dengan Cheniere Energy Inc. dijelaskan lebih
rinci pada Butir 12.
d. Saya menyampaikan minat atas tawaran bekerja pada bulan September 2014,
di mana saat itu Kontrak penambahan volume LNG (SPA 2014) sudah
ditandatangani (1 Juli 2014), dan bukan sebelum ditandatanganinya SPA 2013
(4 Desember 2013). Sehingga, minat saya untuk bekerja tersebut secara
kronologis waktu datangnya setelah kejadian (Post Factum). Artinya, ada
atau tidaknya tawaran dan minat kerja tersebut tidak dapat membatalkan
keputusan penandatanganan SPA 2013.

12. Oleh karena semua SPA LNG sudah terdaftar dan dipantau oleh Securities and
Exchange Commision (SEC), maka aturan main, penyajian informasi termasuk
anak perusahaan beserta afiliasinya dan kepemilikan saham semuanya akan
mengikuti standar yang telah disepakati oleh Undang-Undang Praktik Korupsi
Asing (Foreign Corrupt Practice Act/FCPA). Berikut saya sampaikan fakta-fakta
keterlibatan Blackstone di Cheniere Energy Inc. (Slide Hal. 39 - 43):

a. Blackstone Private Equity masuk ke proyek LNG Sabine Pass pada tahun 2012
dengan nilai investasi sebesar $1,5 miliar.
b. Sebagai investor proyek Sabine Pass, David Foley (Head of Blackstone Energy
Private Equity) diberi Jabatan Non-Employee Director (NED) di Cheniere
Energy Inc. (Induk dari Sabine Pass). Tupoksi NED hanya mengacu pada
Perjanjian Investor Rights Agreement antara Blackstone dan Cheniere Energy
Inc. terkait penugasan David Foley untuk Proyek Sabine Pass saja.
c. Penempatan David Foley berdasarkan Investment Rights Agreement 2012
(Dok. SEC) dengan Tupoksi hanya terkait Sabine Pass saja. David Foley tidak
terlibat dalam Perusahaan CCL, termasuk bisnisnya.
d. Berdasarkan Laporan DEF14A tentang Definition and Information SEC setiap
tahunnya, dari mulai 2012 hingga 2019, David Foley mendapatkan Annual
Incentive Program. Hal ini merupakan kebijakan Insentif Jangka Panjang (Long
Term Incentive) dari Cheniere Energy Inc. yang telah diberlakukan sejak 2007.

32


Fakta ini dapat dilihat di dalam New York Stock Exchange (NYSE) dalam
Laporan Keuangan 2013 Cheniere Energy Inc. Halaman 96.
e. Atas dasar kebijakan Insentif Jangka Panjang tersebut, David Foley sebagai
NED mendapat kompensasi, salah satunya berupa imbalan saham (stock
award) di Cheniere Energy Inc. berdasarkan pencapaian kinerjanya yaitu
keberlangsungan Bisnis Sabine Pass.
f. Meskipun mendapat saham dari Cheniere Energy Inc, saham tersebut tidak
diberi nilai (selalu di-NOL-kan) dan dilaporkan ke SEC Form 4 semenjak tahun
2012 hingga 2019. Ini dapat terlihat dari Website Cheniere Energy Inc. di mana
nama Blackstone tidak tercantum sebagai Pemegang Saham Cheniere Energy
Inc.
g. Hal tersebut dilakukan atas dasar Peraturan Blackstone untuk tidak menerima
imbalan saham dalam rangka Penerapan GCG Perusahaan.
h. Pada tahun 2020 Blackstone melepaskan keterlibatannya di Sabine Pass.
i. Blackstone maupun David Foley tidak mendapat keuntungan finansial dari
proyek CCL di mana Pertamina membeli LNG.
j. Saya setelah 6 (enam) bulan berhenti jadi Direktur Utama Pertamina diangkat
menjadi Konsultan Energi Blackstone untuk proyek Tamarind Energy Ltd.
(Perusahaan yang didirikan di Singapore) untuk pengembangan bisnis Hulu di
Asia-Pacific.
k. Oleh karena itu, dakwaan bahwa ada benturan kepentingan saya menerima
keuntungan dari Blackstone itu mengada-ada dan TIDAK BENAR. Blackstone
maupun David Foley secara pribadi tidak memiliki saham di Cheniere Energy
Inc. maupun di CCL. Tugas pokoknya hanya memastikan proyek Sabine Pass
selesai tepat waktu tanpa penambahan investasi. Sementara saya
diperkerjakan untuk Tamarind Energy Ltd. tidak ada kaitannya sama sekali
dengan CCL.
l. Faktanya, harga LNG CCL dari sejak tahun 2010 hingga saat ini justru lebih
murah daripada harga LNG yang dipasarkan di Asia, terkecuali pada masa
Pandemi Covid19 (Slide Hal. 48).
Yang Mulia Majelis Hakim,
Di dalam dunia Korporasi ada yang disebut Positive COI yaitu benturan kepentingan
yang berdampak positif. Misalnya menempatkan Direksi Persero Pertamina sebagai
Komisaris di Anak Perusahaan Pertamina. Pastinya ada COI, namun hasil akhirnya
adalah agar Pertamina Persero mendapatkan dividen yang optimal sehingga
berdampak kepada dividen Pertamina kepada BUMN.
“Apabila saya duduk di Cheniere Energy Inc, bukankah yang mendapatkan
keuntungan justru Pertamina dan NKRI karena adanya kepastian jaminan pasokan
LNG dan cita-cita NKRI memiliki LNG Hub tercapai?”

33


13. Bahwa Indonesia membutuhkan pasokan LNG, terbukti pasca tahun 2014
Pertamina masih melakukan Pengadaan LNG dari berbagai sumber/lapangan gas,
baik dari sumber domestik maupun internasional sebagai berikut:

a. Domestik:
§ Eni Muara Bakau (2017) sebesar 1,4 MTPA periode 2018 – 2023
§ IDD Chevron (2016) periode 2016 – 2021:

Tahun Volume
(MTPA)
Jumlah
(Kargo)
2016 0,06 1 kargo
2017 0,24 4 kargo
2018 0,42 7 kargo
2019 0,30 5 kargo
2020 0,06 1 kargo
2021 0,06 1 kargo
b. Internasional:

§ Woodside (2015) periode 2019-2038:

Tahun Volume
(MTPA)
Jumlah
(Kargo)
2019 0,07 1 kargo
2020 0,07 1 kargo
2021 0,28 4 kargo
2022-2033 0,57 8 kargo
2034-2038 1,07 15 kargo
§ Mozambique (2020) sebesar 1,0 MTPA periode 2026-2045.
Tidak terserapnya volume LNG CCL dan volume LNG dari sumber
internasional lainnya di Indonesia, terjadi akibat tertundanya tender RDMP,
Pembangunan FSRU yang memakan waktu hingga hampir 10 (sepuluh) tahun,
sebagaimana telah diungkap dalam persidangan oleh Ahli JPU dari Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (Deputi Bidang Hukum LKPP),
Setya Budi Arijanta:
“Tender kilang hingga 5 (lima) tahun tidak jadi-jadi!”
Tertundanya pembangunan RDMP dan FSRU yang meleset dari target dan dari
Peraturan Perundangan dan arahan Wapres (9 Februari 2011), sudah berada
di luar kendali saya, karena masa jabatan saya sudah berakhir sejak 1 Oktober
2014.

34



14. Terakhir, saya merasa heran atas keterangan Ahli dari JPU, Khusdianto Setiawan
(FEB-UGM) dan Inne Anggriani (BPK). Mereka berdua sama sekali tidak paham
karena tidak pernah membaca informasi dari SEC, USA. Padahal semua SPA
yang ditandatangani oleh seluruh pembeli LNG dari CCL dicatat dan dipantau oleh
SEC, serta dapat diakses oleh publik secara transparan.

Sebagai Ahli Saham dan Ahli Audit Investigasi untuk Perhitungan Kerugian
Negara, pendapat mereka hanya berdasarkan pendapat Ahli lainnya yang
diperiksa (BAP) oleh Penyidik KPK. Pendapat dari kedua Ahli tersebut hanya
sebatas copy & paste, atau “katanya, katanya...” Kedua Ahli tersebut tidak
melakukan riset sendiri dengan menggunakan data yang faktual (real).

35


VI. PENUTUP/KESIMPULAN
Yang Mulia Majelis Hakim,
Izinkan saya menutup Pledoi ini dengan 2 (dua) Pokok Bahasan yaitu: Ringkasan
Pembelaan dan Usulan Pertimbangan.

A. Ringkasan Pembelaan
Pertama, Kerugian Keuangan Negara sebesar $113,8 juta sebagai akibat 11 kargo
yang merugi: 8 kargo yang dijual rugi pada tahun 2020, dan 3 kargo yang
ditangguhkan (suspended cargos) pada tahun 2021.
Seperti telah dijelaskan pada Bab III, pengadaan LNG CCL melalui SPA 2013 dan SPA
2014 merupakan penugasan pemerintah kepada Pertamina, yang dijalankan
sebagai sebuah aksi korporasi sesuai dengan doktrin Business Judgement Rule
(BJR).
Di internal Pertamina, Pengadaan LNG CCL ini diusulkan pertama kali oleh Sdr.
Nanang Untung. Usulan tersebut kemudian dikaji dan diolah secara berjenjang
melibatkan semua fungsi terkait yang ada di Pertamina, dan diputuskan oleh Dewan
Direksi secara kolektif kolegial sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Setelah saya berhenti dari Pertamina tanggal 1 Oktober 2014, kemudian SPA 2013
dan SPA 2014 dibatalkan dan diganti dengan SPA 2015 pada tanggal 20 Maret 2015
oleh Dirut Pertamina pengganti saya, Dwi Soetjipto. Artinya, SPA 2013 dan 2014 tidak
pernah sempat dilaksanakan. Sehingga, keputusan penjualan 11 kargo yang merugi
tersebut bukan saya pelakunya.
SPA 2015 telah diresmikan oleh Presiden Jokowi pada saat kunjungan
kenegaraannya ke Amerika Serikat, tanggal 26 Oktober 2015. Fakta ini sudah menjadi
pengetahuan publik, karena saya telah mengirim Surat Terbuka kepada Presiden
Jokowi, sesaat setelah saya dinyatakan harus ditahan oleh Mantan Ketua KPK
(Tersangka), Firli Bahuri, 19 September 2023.
Harga LNG SPA 2013 dan 2014 lebih murah dibandingkan dengan harga LNG dari
sumber Domestik maupun dari sumber Internasional. Pertanyaan saya kepada JPU:
“Kalau harga belinya sudah murah, lantas siapa yang memutuskan untuk dijual
dengan harga yang lebih murah dari harga beli, sehingga rugi?”
Tujuan awal dari pengadaan LNG SPA 2013 dan 2014 bukan untuk dijual kargo-per-
kargo, melainkan untuk penggunaan sendiri (own use). Namun demikian, saya tetap
mengakui bahwa SPA 2015 pada tahun 2019 telah memberikan keuntungan sebanyak
7 kargo yakni sekitar $2,2 juta. Kemudian merugi sebanyak 11 kargo sekitar $113,8
juta pada periode 2020-2021, karena terjadi pandemi Covid-19.

36


Namun, dengan terjadinya perang antara Ukraina dan para sekutunya melawan
Rusia, harga LNG sempat meroket, dan pada akhir Desember 2023 Pertamina telah
membukukan keuntungan kumulatif sebesar $91,6 juta.
Saya pun mengetahui bahwa manajemen Pertamina telah lalai saat ada peluang
keuntungan dari tawaran Trafigura tahun 2018 sebanyak 5 kargo/tahun selama 3
tahun (2020, 2021 dan 2022) dengan opsi perpanjangan hingga 2026, sehingga
peluang keuntungan sekitar $32 juta menjadi hilang (Lihat Bab V.5).
Yang Mulia Majelis Hakim,
Mohon dicatat bahwa SPA 2015 bukanlah PENGGABUNGAN dari SPA 2013 dan SPA
2014. Persepsi ini selalu dibangun, baik oleh Firli Bahuri dan utamanya oleh JPU,
secara langsung maupun tidak. Persepsi ini dibangun guna membuang salah kelola
oleh manajemen Pertamina setelah saya berhenti dari Pertamina.
Jika dipelajari dengan cermat dan teliti serta mendengar pendapat para Pakar Hukum
Perdata, Perjanjian dan Korporasi, maka secara Hukum SPA 2013 dan SPA 2014
sudah Tidak Berlaku. Terdapat 27 perbedaan antara SPA 2015 dengan SPA 2013 dan
antara SPA 2015 dengan SPA 2014 – utamanya perbedaan pada Harga, Volume dan
Waktu (Tenor). (BAP TSK 14 Desember 2023 halaman 7/17 dan 8/17).
“Mana mungkin ada sebuah transaksi jual-beli komoditas yang sama (LNG) antar dua
negara mengacu kepada dua kontrak yang berbeda? Sebagai contoh: Pembeli
mengacu kepada Kontrak A, sedangkan Penjual kepada Kontrak B.”
Hal ini terbukti bahwa proses pembelian, pengapalan dan penjualan LNG CCL
semuanya telah mengacu kepada SPA 2015, bukan kepada SPA 2013 atau SPA 2014.
Pendapat Ahli Prof. DR. Basuki Rekso Wibowo SH, MH di persidangan mengatakan
bawa secara Legal SPA 2013 dan SPA 2014 sudah tidak berlaku. Ahli mengacu
kepada Pasal 24.2 (Entire Agreement) dan Pasal 24.8 (Precedence) dalam SPA 2015.
Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Ahli Perdata DR. Subani SH, MH dalam
persidangan Praperadilan di PN Jakarta Selatan, Oktober 2023. Menurutnya,
berdasarkan ketentuan Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, salah satu
alasan atau sebab berakhirnya suatu ‘Perikatan’ atau verbintenissen adalah karena
adanya pembaruan atau novasi. Berikut adalah artikel opini beliau di media online:
https://katadata.co.id/indepth/opini/65836538d40fb/membedah-kasus-pengadaan-
lng-pertamina-secara-yuridis.
Pengadaan LNG CCL dari SPA 2013 dan SPA 2014 dimaksudkan untuk penggunaan
sendiri, di mana pembangunan FSRU dan RDMP telah direncanakan sejak 2010.
Sehingga, pada tahun 2019 saat kargo LNG CCL tersebut tiba di Indonesia dapat
diserap oleh kilang-kilang Pertamina, dan memberikan penghematan sekitar $2 miliar
per tahun.

37


Jika rencana tersebut terealisasikan, maka selama 4,5 tahun (Mid 2019 hingga Des.
2023) penghematan yang terjadi sekitar $9 miliar. Dengan kata lain, penggunaan LNG
sendiri akan memberikan keuntungan jauh lebih besar daripada dijual kargo-per-
kargo, yakni $9 miliar Vs $91,6 juta. Terlihat bahwa betapa ‘jomplangnya’ keuntungan
jika dipakai sendiri oleh Pertamina dibandingkan dengan kalau dijual kargo-per-kargo.
Di samping itu, seluruh penduduk dunia pun tahu bahwa pada periode 2020 - 2021
telah terjadi Pandemi Covid-19, di mana semua harga komoditas di pasar dunia
anjlok. Hal ini karena kegiatan ekonomi dunia lesu dan ada larangan perjalanan lintas
negara/wilayah (travel band/lock down).
Kondisi Pandemi ini juga dinyatakan dalam UU No. 2/2020 tentang Penetapan Perppu
No. 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid -19)
dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian
Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang. Sebagai
turunannya, Pandemi Covid-19 juga telah ditetapkan sebagai bencana nasional
mengacu kepada Keppres No. 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam
Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Penyebab kerugian bisnis yang terjadi pada saat Covid-19 (2020-2021), bukanlah
merupakan kesalahan manajemen. Karena tidak ada seorangpun yang mampu
memprakirakan akan terjadi Pandemi Covid-19, yang menyebabkan harga LNG dan
Minyak Mentah dunia turun drastis.
Demikian halnya dengan terjadinya Perang antara Ukrania beserta para sekutunya
melawan Rusia yang kemudian justru menyebabkan harga LNG naik hingga dua-
tiga kali lipat. Sehingga, kontrak pembelian LNG CCL yang murah dan berjangka
waktu panjang hingga 2039 sangat menguntungkan bagi Pertamina dan Negara.
Saya juga ingin membantah LHP Investigatif BPK sebagai barang bukti utama terkait
Kerugian Keuangan Negara. Selain tidak lengkap, LHP tersebut tidak pernah
diberikan kepada saya dan PH meski sudah diminta. Terkesan ada sesuatu yang
‘dirahasiakan’ dan hanya menyampaikan proses pembeliannya saja, tanpa
menjelaskan apa yang terjadi dalam proses penjualan. Ini adalah salah satu bukti
nyata bahwa proses dakwaan kepada saya adalah sebuah rekayasa kriminalisasi
melalui ‘kerjasama’ antara KPK dengan BPK.
Bukti kuat rekayasa lainnya adalah bahwa BPK hanya menghitung penjualan kargo
LNG yang rugi saja, tanpa mempedulikan yang untung, serta tidak peduli saat ini
secara kumulatif Pertamina sudah untung dan kontrak jual-beli belum selesai
hingga 2039. Ahli dari BPK, Inne Anggriani, juga memberikan keterangan berdasarkan
pendapat Ahli lainnya yang diperiksa oleh Penyidik KPK, yaitu Sdr. Setya Budi
Arijanta (Deputi Bidang Hukum LKPP) yang justru membuktikan bahwa Ahli BPK
‘blunder’ karena tidak paham akan tugasnya sendiri selaku Auditor Penghitungan

38


Kerugian Negara. Pengadaan LNG CCL bukanlah Pengadaan Barang dan Jasa yang
menggunakan dana APBN sebagaim ana lazimnya terjadi di Lembaga dan
Kementerian.
Berbeda dengan Ahli BPK, Ahli Pengadaan Barang dan Jasa (Setya Budi Arijanta,
LKPP) dan Ahli Audit Keuangan Negara (Irmansyah) di persidangan keduanya
sepakat bahwa Kerugian Keuangan Negara harus dihitung setelah kontrak
selesai (voltooid). Sementara Ahli Hukum Pidana, DR. Chairul Huda, SH, MH
menjelaskan asas Sebab-Akibat (causalitas) terkait sebab terjadinya Kerugian
Keuangan Negara yang menjadi unsur materi dalam perkara Tipikor. Menurutnya
penyebab harus yang paling dekat dengan akibat, yang dalam hal ini adalah SPA
2015 itu sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahli Perdata DR. Subani, SH, MH
dalam artikel opininya tersebut di atas.
Menggunakan pendapat para Ahli Hukum Pidana dan Perdata tersebut, pertanyaan
saya kemudian:
“Mengapa JPU tidak menghadirkan Dwi Soetjipto selaku Dirut Pertamina yang
membaca, menyetujui dan bertanggung jawab terhadap SPA 2015?”
“Mengapa JPU tidak menghadirkan Nicke Widyawati selaku Dirut Pertamina yang
bertanggung jawab terhadap penjualan LNG CCL yang mengacu kepada SPA 2015?”
Padahal kedua Dirut Pertamina tersebut telah diperiksa oleh penyidik KPK dan
keduanya ada dalam BAP.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Rekayasa oleh Ahli dari BPK ini terkesan telah dipersiapkan. Ahli hanya menggunakan
hasil simulasi yang berbasis data lama, sedangkan harga LNG/Gas berfluktuasi
karena dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk geopoltik. Ahli juga diduga hanya
‘menyadur’ Hasil Telaahan Tim Audit Internal (Hendra Sukmana dkk.) dan Laporan
Hasil Investigasi PricewaterhouseCoopers (PwC) tanggal 23 Desember 2020 yang
prematur, gegabah dan tidak cermat.
Ahli dari BPK tidak melakukan riset sendiri terkait kebenaran ada atau tidaknya fakta
penyimpangan yang berindikasi tindak pidana, termasuk data terbaru (updated data)
dari SEC yang dapat diakses oleh publik. Bukti lainnya, Ahli BPK tidak memahami apa
yang sebenarnya terjadi dengan kepemilikan saham David Foley (Head of Blackstone
Energy Private Equity) di Cheniere Energy Inc. yang selalu di-NOL-kan sejak tahun
2012, termasuk dengan gaji saya selama 9 (sembilan) bulan yang dibayar seluruhnya
oleh Tamarind Energy Ltd.

39


Yang Mulia Majelis Hakim,
Dalam Pasal 4.1.2 tentang Perpanjangan Jangka Waktu (Extension of Term)
dinyatakan bahwa SPA 2013 dan SPA 2014 masih dapat diperpanjang sampai 10
(sepuluh) tahun. Jika tidak diperpanjang, Pengadaan LNG CCL ini setidaknya akan
berlangsung hingga 2039, maka pertanyaan yang selalu menghantui saya adalah:
“Kalau saat ini saya dipenjara karena terjadi kerugian pada tahun 2020 dan 2021,
lantas apakah saya akan dipenjara lagi kalau terjadi kerugian antara tahun 2021 dan
2039?; Bagaimana kalau pada tahun-tahun di mana terjadi keuntungan, seperti pada
tahun 2019, 2022, 2023 dst., apakah saya berhak mendapatkan bagian keuntungan?”
Dengan segala kerendahan hati, saya mohon Yang Mulia Majelis Hakim sudi
menjawab pertanyaan saya tersebut dalam amar putusan jika saya nanti divonis
bersalah. Mengapa? Karena JPU telah ‘Gagal Paham’ terkait Pasal 24.8 bahwa SPA
2015 merupakan penggabungan dari SPA 2013 dan 2014.
Kalau logika hukum JPU ini diterima, maka kerugian dan keuntungan berlaku sama
bagi ketiga SPA tersebut. JPU jelas-jelas tidak memahami kaidah-kaidah hukum
Perdata tentang pengakhiran dari sebuah perikatan menjadi perikatan yang baru
(novasi, pembaruan).
Atas dasar semua uraian di atas, kerugian keuangan negara yang didakwakan kepada
saya adalah ‘ngawur’ karena tidak memiliki landasan hukum dan kelaziman bisnis
internasional, utamanya SPA 2015 yang menggunakan payung hukum di AS (USA
Governing Law).
Kedua, Tuduhan Benturan Kepentingan yang memperkaya diri saya sekitar Rp1
miliar dan $104 ribu melalui gaji yang dibayar oleh Tamarind Energy Ltd. kepada saya
selama 9 (sembilan) bulan, mulai April hingga Desember 2015.
Pertemuan pertama kali dengan Blackstone terkait peluang kerja dimulai tanggal 11
Juni 2014, atau 1 (satu) minggu setelah saya mendapatkan kepastian pada tanggal 5
Juni 2014 dari Bapak Presiden RI ke-6, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Saya mengajukan permohonan pengunduran diri dari jabatan Dirut Pertamina karena
tugas yang diberikan kepada saya telah dijalankan dan terbukti berhasil (Lihat Bab I).
Meskipun penugasan saya masih hingga Maret 2018, namun Bapak Presiden
mengabulkan keinginan saya untuk berhenti, dan menyarankan saya untuk
menyelesaikan hal-hal yang sedang berjalan (on-going) sedemikian hingga
pergantian Dirut Pertamina berlangsung dengan lancar (smooth).
“Apakah dari segi kemanusiaan tidak boleh untuk memikirkan masa depan saya
setelah berhenti dari Pertamina?”

40


Setelah mendapat persetujuan Presiden, saya memberi tahu Chief Legal Counsel
Pertamina, Alan Frederik, dan membuat Draft Surat Pengunduran Diri yang juga
diperlihatkan oleh JPU sendiri di persidangan, 22 April 2024. Kemudian, pada tanggal
13 Agustus 2014 saya secara resmi mengirim Surat Pengunduran diri kepada Menteri
BUMN, Bapak Dahlan Iskan. Pada tangga l 18 Agustus, Menteri BUMN
mengumumkan di media bahwa saya akan mengundurkan diri . Pada tanggal 30
September 2014 pukul 24:00 saya resmi berhenti dari jabatan Dirut Pertamina.
https://news.republika.co.id/berita/nahgmo/copylink.
Seperti telah saya jelaskan secara rinci pada Bab V, Blackstone dan Tamarind Energy
Ltd. tidak ada kaitannya dengan Corpus Christi Liquefaction CCL dan Cheniere
Energy Inc. Untuk lebih menguatkan fakta ini, terlampir adalah barang bukti berupa
Affidavit atau Pernyataan Tertulis dari CEO Tamarind Energy, Robert Ian Angell.
Saya berharap Affidavit yang telah dilegalisasir ini menjadi barang bukti utama yang
membantah tuduhan Benturan Kepentingan oleh JPU kepada saya. Dalam Affidavit
ini dijelaskan mulai dari siapa yang punya inisiatif, bagaimana proses penerimaan
hingga saya bekerja selama 9 (sembilan) bulan.
Sebetulnya akan menjadi terang-benderang jika orang-orang yang disebutkan di
dalam dakwaan JPU dari pihak Blackstone, Corpus Christi Liquefaction, dan Cheniere
Energy Inc, dan Tamarind Energy Ltd. DIHADIRKAN di persidangan, setidaknya
secara on-line.
Permohonan tersebut telah kami sampaikan dalam Eksepsi 19/02/2024, karena saya
dan PH tidak pernah mendapatkan BAP dari orang-orang yang dituduh memiliki
benturan kepentingan dengan saya.
Pertanyaan saya adalah:
“Bukankah KPK pergi ke AS bareng BPK untuk Selisik Dokumen Terkait Kasus
Korupsi LNG pada tanggal 22 September 2023?”
https://news.detik.com/berita/d-6946032/kpk-ke-as-bareng-bpk-untuk-selisik-
dokumen-terkait-kasus-korupsi-lng/amp.
“Apa hasil dan bukti dari Perjalanan Dinas KPK dan BPK ke AS tersebut?”
Kini sidang hampir usai, namun sampai detik ini pertanyaan/permohonan saya
tersebut belum terjawab, bagaikan gayung tak bersambut. Ada apa?
Ada dugaan bahwa Pertamina juga ikut pergi, dan perjalanan dinas KPK dan BPK
seharusnya menggunakan APBN, dan saya sebagai WNI yang taat membayar pajak
berhak tahu siapa saja yang berangkat dan apa hasilnya?

41


Yang Mulia Majelis Hakim,
Setelah berhenti dari Pertamina tanggal 1 Oktober 2014, saya menyepakati Kontrak
Kerja dengan Blackstone tanggal 3 November 2014 sebagai Senior Energy Advisor
untuk proyek di Tamarind Energy Ltd. Namun, untuk menjaga benturan
kepentingan, saya baru mulai bekerja tanggal 1 April 2015, atau 6 (enam) bulan
setelah saya berhenti dari Pertamina.
Kontrak kerja dengan Blackstone untuk proyek di Tamarind adalah selama 12 (dua
belas) bulan atau 1 (satu) tahun, dengan total gaji sebesar $250 ribu. Tugas saya
sebagai Konsultan adalah mencari peluang investasi di bidang hulu migas di kawasan
Asia Tenggara. Akan tetapi proyek tersebut dihentikan sebelum kontrak saya berakhir.
Saya berhenti lebih cepat, yakni hanya 9 (sembilan) bulan. Sehingga, gaji yang saya
terima tidak penuh $250 ribu, melainkan hanya sekitar Rp1 miliar dan $104 ribu yang
dibayarkan bulan-per-bulan, terhitung mulai April hingga Desember 2015.
Layaknya sebagai seorang pegawai, gaji tersebut saya terima melalui transfer ke
rekening Bank Mandiri setiap bulan. Sebagai Warga Negara yang taat pajak saya pun
melunasi kewajiban pajak penghasilannya dan melaporkan SPT Pajak 2015 ke
negara pada tahun 2016.
Artinya, semua pembayaran telah mengacu kepada Kontrak Kerja dan dilakukan
secara transparan ke rekening saya. Tidak ada yang disembunyikan. Pertanyaan saya
kepada Yang Mulia Majelis Hakim dan JPU adalah:
“Apakah gaji saya tersebut dapat dikategorikan sebagai SUAP yang menguntungkan
atau memperkaya diri saya?”

Mohon diketahui Yang Mulia, kegagalan Blackstone dalam proyek di Tamarind Energy
Ltd. di mana saya setelah pensiun dari Pertamina pernah bekerja, telah diberitakan
secara luas pada tanggal 8 November 2016 di media internasional ternama Dowjones
& Wall Street Journal dengan judul sebagai berikut:
Dowjones: “Blackstone Ends Southeast Asia Energy Venture After Failing to Find
Deals”
Wall Street Journal: “Blackstone Ends Southeast Asia Venture as Oil Deals Dry Up”
Sehingga, pekerjaan saya dengan Blackstone tidak memiliki keterkaitan apapun,
terlebih benturan kepentingan dengan Pengadaan LNG dari CCL Cheniere Energy
Inc, karena proyek di Tamarind Energy Ltd. adalah investasi di bidang hulu migas di
Asia Tenggara, dan Blackstone tidak memiliki saham di CCL.

42


Yang Mulia Majelis Hakim,
Dari uraian di atas, tuduhan JPU bahwa gaji selama 9 (sembilan) bulan sekitar Rp1
miliar dan $104 ribu merupakan keuntungan yang saya terima dari Pengadaan LNG
CCL atau SPA 2013 dan SPA 2014 yang totalnya sekitar $13 miliar (setara Rp 208
triliun), adalah tuduhan yang tidak berdasar, tidak masuk akal, dan berujung
kepada fitnah yang keji hingga saya menjadi terdakwa.
Sebagai perusahaan publik, baik Blackstone maupun CCL, telah secara rutin
melaporkan semua aksi korporasinya kepada Otoritas di Amerika Serikat, yakni
Securities and Exchange Commision (SEC), termasuk kontrak SPA LNG dan
perekrutan saya sebagai mantan pejabat Pertamina yang bekerja di Blackstone.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh SEC terhadap perusahaan perangkat lunak asal
Jerman (SAP) yang dikenakan denda lebih dari $220 juta oleh SEC & Department of
Justice (DOJ) USA, karena SAP terbukti melakukan pelanggaran Foreign Corrupt
Practice Act (FCPA) berupa suap. SEC hingga kini tidak pernah melakukan tindakan
apapun, baik terhadap CCL maupun Pertamina, karena memang tidak ditemukan
Benturan Kepentingan atau Suap terkait saya dengan Blackstone dan/atau dengan
CCL.
Gaji selama 9 (sembilan) bulan yang saya terima tersebut merupakan hasil kerja
keringat saya yang diperoleh secara halal dan transparan. Saya tunaikan seluruh
kewajiban pajaknya. Tujuan saya di Blackstone sebenarnya adalah mulia, yaitu
membawa investasi asing masuk ke dalam negeri, memajukan industri hulu
migas Indonesia guna membuka lapangan kerja bagi masyarakat, utamanya
bagi mereka yang berusia produktif tapi menganggur (jobless) karena
terbatasnya lapangan pekerjaan di dalam negeri.
Bila saya bekerja di Tamarind Energy Ltd. dituduh memperkaya diri sendiri atau
mendapat manfaat keuntungan finansial, adalah sebuah tuduhan yang sangat zalim.
Mengapa demikian? Karena, sebagaimana terungkap di persidangan, masa jabatan
saya selaku Direktur Utama Pertamina berakhir hingga Maret 2018.
Artinya, saya tidak membutuhkan dan tidak pernah melamar pekerjaan, karena
setidaknya masih ada 41 (empat puluh satu) bulan lagi saya menjadi Dirut Pertamina
dengan jumlah gaji dan tantiem yang jumlahnya berpuluh kali lipat daripada gaji 9
(sembilan) bulan dari Tamarind Energy Ltd. Pertanyaan saya kepada JPU adalah:
“Logika apa yang dipakai sampai bisa menuduh saya memperkaya diri sendiri dengan
bekerja untuk Tamarind Energy Ltd.?”

43


B. Usulan Pertimbangan
Yang Mulia Majelis Hakim,
Dari seluruh fakta persidangan, saya meyakini bahwa JPU telah salah menuduh
orang (error in persona) terkait Kerugian Keuangan Negara dalam Pengadaan LNG
SPA 2013 dan 2014 dan tuduhan mendapatkan manfaat berupa pekerjaan selama 9
(sembilan) bulan di Blackstone.
Saya selaku Direktur Utama tentunya banyak pekerjaan yang sifatnya lebih makro
guna mencapai target perusahaan. Sehingga, selain keterlibatan saya sangat terbatas
dalam Pengadaan SPA 2013 dan 2014, tidak terjadi kerugian keuangan negara seperti
yang dituduhkan dan faktanya justru malah untung, juga pekerjaan saya di Blackstone
untuk Tamarind Energy Ltd. tidak ada benturan kepentingan.
Namun, apabila Yang Mulia Majelis Hakim mengabulkan tuntutan JPU, yakni saya
divonis bersalah, maka melalui Pledoi ini izinkan saya memberikan peringatan dini
kepada persidangan ini dan seluruh masyarakat, utamanya para Direksi dan
Karyawan BUMN, baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun, bahwa:
1. Kasus ini telah menambah sejarah kelam tentang maraknya rekayasa
kriminalisasi dalam sistem penegakan hukum di negeri ini yang harus diderita oleh
para Direksi dan Karyawan BUMN. Bagi saya, perkara ini adalah yang kedua
setelah saya dijerat dengan Pasal-pasal Karet yang sama UU Tipikor dalam kasus
Basker Manta Gummy (BMG), Australia tahun 2018.

Meskipun pada akhirnya saya diputus bebas oleh Mahkamah Agung karena
terbukti saya hanya menjalankan keputusan bisnis mengacu pada Doktrin
Business Judgement Rules, namun penderitaan betapa panasnya hidup
mendekap di penjara selama 555 (lima ratus lima puluh lima) hari, tidak mungkin
dapat saya dan seluruh keluarga lupakan.

2. Peristiwa ini akan menjadi peringatan keras terhadap kerjasama bisnis
internasional yang dibuat dengan BUMN Indonesia, bahwa kerjasama yang telah
disusun dengan penuh kehati-hatian dan mengikuti kelaziman bisnis
internasional dapat sewaktu-waktu dikriminalisasi. Sehingga, selain akan
menurunkan kepercayaan komunitas migas dunia terhadap Indonesia karena tidak
ada kepastian hukum dan tidak ada kepastian bisnis, juga akan mendemotivasi
para direksi BUMN untuk mengambil keputusan bisnis.

Hal ini disampaikan oleh Ahli LKPP dari JPU sendiri, Setya Budi Arijanta
(2/05/2024) yang mengatakan di persidangan bahwa di Pertamina “tender kilang
hingga 5 (lima) tahun tidak jadi-jadi” karena khawatir akan dikriminalisasi.

44


3. Dengan kekuasaan yang dimilkinya, para oknum APH telah mengendalikan
Hukum. Dengan bukti-bukti yang sumir dan pemahaman terhadap substansi
perkara (bidang keahlian) dengan sangat terbatas, para oknum dapat dengan
mudah menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk menggiring seseorang ke
ranah pidana.

Para korban bukan hanya yang masih aktif, tapi juga yang sudah pensiun lama
dan tidak berdaya sekalipun, karena secara tempus delicti sudah sangat lama
bahkan lebih dari 10 tahun, di mana saksi dan bukti (dokumen) tidak mungkin atau
sulit diperoleh oleh para korban karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya.
Hal ini mengakibatkan persidangan tidak mungkin dijalankan secara adil (fair trial).

4. Tanpa bermaksud untuk menakut-nakuti, seperti telah saya sampaikan dalam
persidangan tanggal 20/05/2024, sesuai dengan Pasal Anti Korupsi dan
Pengakhiran Perjanjian (Termination and Anti Corruption Clause), yakni: Pasal 17,
Pasal 20 dan Pasal 26; SPA LNG 2015 dengan CCL, berpotensi kontrak tersebut
akan dibatalkan sepihak oleh CCL dan Pertamina harus kehilangan pasokan LNG
dengan harga murah dan jangka waktu lama. Gugatan balik, potensi hilangnya
keuntungan dan tuntutan kompensasi finansial lainnya bisa mencapai hingga
sekitar $18 miliar (setara Rp288 triliun; Kurs Rp16.000/$). Di samping itu,
Pertamina gagal menjalankan program efisiensi kilang sebesar $2 miliar per tahun.

5. Banyak pihak yang tidak terkait asetnya disita, rekeningnya diblokir bahkan ada
pencekalan yang masih berlangsung dari Juni 2022 oleh pihak KPK. Saya mohon
agar Yang Mulia dapat melepaskan semua sitaan, pemblokiran dan pecekalan
karena sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan tidak ada keterkaitannya
dengan saya.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Sebagaimana terungkap dalam persidangan, saya hanya terlibat dalam persetujuan
Risalah Rapat Direksi (RRD) pada tahun 2011 dan 2013, dan Surat Kuasa tahun
2013 dan 2014, RKAP 2014 dan RKAP 2015, RJPP 2010-2014 dan RJPP 2011-
2015.
Dari semua fakta tersebut tidak satupun Peraturan Perundang-undangan yang saya
langgar. Justru dari proses pembelian LNG inilah hingga akhir Desember 2023
Pertamina telah membukukan keuntungan sekitar Rp1,5 triliun.
Ada satu permohonan saya kepada Yang Mulia Majelis Hakim sebelum memutus
Perkara ini untuk sudi meluangkan waktu mencari tahu guna dapat menjawab tiga
pertanyaan berikut:
“Apakah Yang Mulia Majelis Hakim mengetahui, mengapa Perkara Pengadaan LNG
Corpus Christi ini dibawa ke ranah Pidana? Apa yang sebenarnya terjadi pada

45


Manajemen Pertamina dalam kurun waktu 2019 sampai 2021? Mengapa justru hanya
saya yang dijadikan TARGET sebagai Terdakwa? Atau karena adanya perseturuan
antara Dirut dan Komut.”
Dengan berbagai peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini dan sudah menjadi
pengetahuan publik terkait keteladanan Institusi KPK dan kasus-kasus yang tengah
berjalan dengan BPK, menurut hemat saya menggunakan keterangan dari kedua
institusi tersebut sebagai dasar pengambilan keputusan kasus korupsi bagaikan
menarik garis lurus dengan penggaris yang bengkok.
Masih banyak bukti rekayasa kriminalisasi dalam perkara yang menjerat saya, namun
tidak akan disampaikan dalam Pledoi ini, karena sudah disampaikan dalam Pledoi
Penasehat Hukum saya.
Dalam Pledoi ini saya sertakan seluruh rekaman video dan suara persidangan
sebagai barang bukti untuk lebih menguatkan Facta Sunt Pontentiara Verbis.
“Pada saat saya ditetapkan sebagai tersangka, saya mengirim e-mail kepada David
Foley dan ditembuskan kepada CEO Cheniere Energy Inc. dan CEO Global PwC.
Saya juga mengirimkan dokumen Laporan Investigasi PwC melalui Federal Express
kepada ketiga pihak pada tanggal 14 Juni 2022 seperti terlampir. Saya mendapatkan
balasan jawaban dari David Foley tertanggal 12 Juli 2022 melalui Gary Hing yang
menguatkan informasi di dalam SEC, semua e-mail ini telah diambil melalui hard disk
pegawai saya Manal Musytaqo oleh pihak KPK. Mohon Yang Mulia Majelis Hakim sudi
memeriksa e-mail tersebut.”
Pledoi saya ini juga telah diminta oleh para Amici, baik perorangan maupun lembaga,
utamanya yang telah menyerahkan Amicus Curiae ke Majelis Hakim. Mereka
bermaksud menulis buku, dan Pledoi ini akan dijadikan sebagai salah satu sumber
rujukan utamanya. Buku tersebut diharapkan menjadi salah satu referensi atau
literatur di Perguruan Tinggi dan untuk para Praktisi Bisnis di Korporasi (BUMN dan
Swasta).
Sebagai Penutup,
Sekali lagi, saya menilai perkara ini telah salah menetapkan orang (Error in Persona)
dari sebuah Rekayasa Kriminalisasi terhadap Aksi Korporasi Pertamina yang sudah
menerapkan Doktrin Business Judgement Rules yang dapat menjadi preseden buruk
bagi BUMN lainnya. Meskipun saya tidak mengharapkan penghargaan apapun dan
dari siapapun, banyak kalangan dari dalam maupun luar negeri, yang mengatakan
bahwa apa yang telah saya lakukan untuk Pertamina seharusnya justru diberi
penghargaan oleh Negara.

46


Yang Mulia Majelis Hakim,
Saya telah diperlakukan tidak adil oleh KPK, sehingga saya beserta keluarga telah
menderita dan merasa dirugikan baik materi maupun non-materi. Mulai dari proses
pemberitaan di Media yang mempermalukan saya dan keluarga, tanpa menghormati
asas praduga tak bersalah. Demikian halnya dalam proses penyelidikan, penyidikan,
penetapan tersangka, pencekalan yang melampaui batas, penahanan, kecukupan
alat bukti, hingga penentuan siapa dan berapa jumlah Saksi serta Ahli dari JPU dan
dari saya selaku Terdakwa, telah terbukti banyak ketidakadilan yang saya alami.
Kepada orang-orang yang pernah singgah dan yang masih di Pertamina, baik yang
Asli Pertamina maupun yang Bukan Asli Pertamina, serta kepada seluruh oknum APH
yang telah bertindak zalim kepada saya, saya tidak akan mendendam kepada kalian
semua. Saya ingin memaafkan dan mendo’akan mudah-mudahan Allah SWT - Tuhan
Yang Maha Kuasa juga mengampuni perbuatan kalian. Hanya DIA-lah Yang Maha
Adil dan Maha Bijaksana yang akan membalaskan kepada kalian sesuai dengan
keadilan dan kemurahan-Nya.
Usia saya kini sudah 65 tahun dan beberapa bulan lagi saya akan genap menginjak
66 tahun. Sudah saatnya saya beristirahat dan menikmati masa tua saya bersama
suami, anak-anak, dan cucu-cucu saya. Saya sangat mendambakan hidup dengan
tenang menjalani sisa-sisa umur saya bersama keluarga.
Pledoi ini mungkin perjuangan terakhir saya untuk menyuarakan kebenaran di negeri
ini. Saya kini sedang mempertimbangkan untuk tidak melakukan banding atas
apapun keputusan dari Yang Mulia Majelis Hakim dalam kasus ini.
Sudah habis asa dan tenaga saya, karena ini sudah yang kedua kalinya saya
menjalani masa tahanan di umur yang tidak lagi belia, tanpa pernah melakukan
perbuatan yang dituduhkan oleh penegak hukum.
Disamping itu saya juga sangat ingin segera melihat bagaimana reaksi CCL, reaksi
Blackstone, reaksi negara Amerika, maupun reaksi komunitas migas
internasional saat KPK menagihkan kerugian yang dihitung berdasarkan pada
jumlah kargo tertentu dan periode tertentu atas kontrak 20 tahun ini kepada
pihak CCL.
Apabila saya harus menjalankan hidup dalam jeruji besi demi membuka mata para
penegak hukum di Indonesia, biarlah hal tersebut menjadi pengorbanan terakhir saya
demi negeri ini.
Seandainya saya harus menghabiskan sisa hidup dalam jeruji besi sampai akhir hayat
pun demi perbaikan sistem penegakan hukum di Indonesia, Insya Allah saya akan
jalani dan biarlah nyawa saya dikorbankan demi kepastian hukum dan bisnis di
negeri ini.

47


Demikian Pledoi Pribadi ini saya sampaikan, harapan saya dalam akhir persidangan
ini, kiranya Yang Mulia Majelis Hakim selaku Perwakilan Tuhan di muka bumi
berkenan untuk memutus perkara ini seadil-adilnya demi kemaslahatan umat sesuai
dengan hikmat yang dirahmatkan oleh Allah SWT kepada umat-Nya.
Apabila ada hal-hal yang kurang berkenan, mengingat kesehatan dan usia saya yang
sudah senja, baik secara fisik maupun mental, mohon dibukakan pintu maaf yang
selebar-lebarnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Jakarta, 10 Juni 2024
RUTAN – Polres Jakarta Selatan


(Galaila Karen Kardinah/Karen Agustiawan)