KEL 2 Makalah Kelompok 2_Jenis dan Model Pengembangan Kurikulum

citrayunianti1 11 views 26 slides Apr 29, 2025
Slide 1
Slide 1 of 26
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26

About This Presentation

Pengembangan Kurikulum


Slide Content

JENIS DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kelas Pendidikan Kurikulum, Selasa 12.00
Dosen Pengampu :
Fitri Lestari Issom, M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Citra Yuniati - 1801617129
Fachrurozzy - 1801617098
Hana Shohwatul Ummah - 1801617170
Mohamad Misbah K. - 1801617077
Raisya Jihan Vamelya - 1801617277
Resti Nanda Iswara - 1801617078
Safira Sholihah - 1801617143
Saniyyah Annanda - 1801617071
Shafa Berliani - 1801617244
Ummi Maimunah - 1801617
Siti Nur Aulia Zulfa – 1801617157
Universitas Negeri Jakarta
Fakultas Pendidikan Psikologi
2020

JENIS KURIKULUM
A.Berdasarkan sudut pandang guru
a.Opened Curriculum
Menurut National League for Nursing: "Sistem kurikulum terbuka adalah sistem
yang menggabungkan pendekatan pendidikan yang dirancang untuk mengakomodasi
kebutuhan pembelajaran dan tujuan karier siswa dengan memberikan kesempatan
yang fleksibel untuk masuk dan keluar dari program pendidikan, dan dengan
memanfaatkan pendidikan dan pengalaman relevan mereka sebelumnya " (Kelly,
1974).
Kurikulum terbuka (open-based curriculum) telah mulai menjamur sekitar tahun
1970 yang didasarkan pada gagasan inovatif bahwa pada dasarnya apa saja bisa
diajarkan, pada siapa saja dan di mana saja, serta pada umur berapa saja (Sukamto,
1988 : 51). Jenis kurikulum ini memiliki karakteristik berupa hasil (outcome)
dirumuskan dalam rumusan yang lebih umum, penentuan konten (content) bersifat
dinamis, sehingga para pengajar memiliki tanggung jawab untuk mengambangkan isi
konten serta metode pembelajaran alternatif untuk memaksimalkan capaian hasil
belajar siswa. Dalam kurikulum terbuka, proses pembelajaran berlangsung dinamis
dengan tidak harus mengikuti detail yang direncanakan dalam kurikulum, sehingga
kontrol pada proses pembelajaran dan evaluasi hasil belajar lebih banyak dilakukan
oleh guru dan bukan oleh pihak luar sekolah seperti administrator dan pihak pusat
pengembangan kurikulum. Kurikulum terbuka juga memiliki tujuan yang bersifat
lebih umum dibandingkan dengan kurikulum tertutup (Syafi’i, t.thn).
b.Close Curriculum
Close curriculum (kurikulum tertutup) merupakan kurikulum yang sudah
ditentukan secara pasti mulai tujuan, materi, metode dan evaluasinya, sehingga
guru tinggal melaksanakan apa adanya. Karakteristik dari desain tertutup yaitu
outcome yang ditetapkan dirumuskan dalam rumusan yang lebih spesifik, content
kurikulum bersifat statis, sehingga implementasi di lapangan harus mengacu pada
garis besar dan detail yang sudah ditetapkan dalam kurikulum baik berkaitan dengan

isi pembelajaran maupun menggunaan metode pembelajaran serta evaluasi hasil
belajar, sehingga pelaksaan dan capaian kurikulum dapat dikontrol dari dari luar
oleh pihak eksternal sekolah (pihak administrator dan pusat pengembang
kurikulum). Akibatnya guru dan sekolah hanya memikul tanggung jawab dalam
mengimplementasikan kurikulum yang sudah ditetapkan.
Untuk mengenali tipe desain kurikulum, apakah tertutup atau terbuka dapat
dilihat dari aspek formulasi rumusan tujuan yang akan dicapai dalam hirarki tujuan
yang paling opersasional. Jika tujuannya lebih spesifik maka desain kurikulumnya
adalah tertutup dan jika tujuannya bersifat lebih umum maka desain kurikulumnya
terbuka.
c.Guide Curriculum (Inkuiri Terbimbing)
Menurut Pyle tahun 2008 (dalam Purwaningtyas, 2016) pendekatan inkuiri
terbagi menjadi beberapa tingkatan salah satunya yaitu inkuiri terbimbing yang
merupakan level inquiry di mana guru hanya memberi pertanyaan mengenai
permasalahan kemudian siswa yang merancang prosedur untuk menguji hipotesis dan
menjelaskan hasil yang ditemukan, sesuai atau tidaknya dengan hipotesis yang dibuat.
Inkuiri terbimbing (Keller, 1992) merupakan metode pembelajaran yang menekankan
pada siswa yang memecahkan masalah dari guru atau buku teks melalui cara ilmiah,
pustaka, serta pertanyaan dan guru membimbing siswa dalam menentukan proses
pemecahan dan identifikasi soulusi semetara dari masalah tersebut (Purwaningtyas,
2016). Tujuan dari pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing yaitu
meningkatkan perkembangan intelektual atau kesanggupan berpikir formal
pembelajar, dimana peran pengajar dalam inkuiri terbimbing yaitu mengajukan
pertanyaan pada pembelajar selama proses inkuiri untuk membantu pembelajar
menemukan konsep berdasarkan data-data yang diperoleh dari eksperimen (Effendy,
1985 dalam Purwaningtyas, 2016). Selain itu, melalui pembelajaran inkuiri
terbimbing peserta didik belajar dan memperoleh pengetahuan serta membangun
konsep mereka sendiri. Melalui pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri
terbimbing, secara perlahan peserta didik dapat belajar cara mengorganisasikan dan
mengadakan penelitian agar konsep yang didapatkan mudah diingat oleh peserta

didik. Inkuiri terbimbing menawarkan suatu penyelidikan yang terintegrasi,
direncanakan, dan dibimbing oleh pendidik untuk membantu peserta didik
mendapatkan dan mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai konsep
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat digunakan di kehidupan
sehari-hari (Kuhlthau, Maniotes, & Caspari, 2007, p. 1 dalam Firdaus & Wilujeng,
2018). Maka dapat dikatakan inkuiri terbimbing adalah suatu strategi pembelajaran di
mana siswa diberikan suatu permasalahan mengenai suatu topik lalu siswa
merencanakan pemecahan masalah tersebut baik dengan eksperimen, penelitian atau
melakukan studi literatur. Dalam strategi pembelajaran inkuiri terbimbing siswa akan
dilatih dalam merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan dan
menganalisis data, hingga menarik kesimpulan. Dan guru memiliki peran dalam
membimbing dan mengarahkan siswa agar tidak melenceng atau keluar dari topik
yang dipelajari dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Inkuiri terbimibing dapat
digunakan dalam beberapa hal, seperti:
1.Kegiatan mendidentifikasi masalah
2.Kegiatan merumuskan masalah
3.Kegiatan menyusun hipotesis
4.Kegiatan mengumpulkan data
5.Kegiatan menganaisis data
6.Kegiatan menyimpulkan dan mengkomunikasikan
B.Menurut Nasution
a.Correlated Curriculum
Correlated Subject curriculum atau correlated curriculum adalah pendekatan dengan
pola pengelompokan beberapa mata pelajaran yang saling berkaitan. Correlated
curriculum adalah suatu bentuk peorganisasian kurikulum yang menunjukkan adanya
suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, akan tetapi
tetap memperhatikan ciri/karakteristik tiap bidang studi tersebut.

William B. Ragan mengemukakan enam broad field yang umumnya ditemui di dalam
kurikulum sekolah dasar, yaitu:
•Bahasa (language arts)
•Ilmu Pengetahuan Sosial (Social studies)
•Matematika
•Science
• Pendidikan Olah Raga
•Kesenian (Fine Arts).
Tipe organisasi broad field ini dicetuskan oleh Penix. Ia bermaksud agar para
pendidik mengerti jenis-jenis arti perkembangan kebudayaan yang efektif; manfaat
yang diperoleh dari berbagai disiplin ilmu; dan bagaimana mendidik anak sehingga
menghasilkan suatu masyarakat yang civilized.
Ada beberapa macam cara dalam mengkorelasikan mata pelajarandalam kurikulum
ini antara lain:
1.Korelasi insidental, maksudnya korelasi antara mata pelajaran terjadi secara
tiba-tiba. Misalnya, pada mata pelajaran Geografi disinggung tentang
pelajaran Kimia dan Biologi
2.Hubungan yang lebih erat. Contohnya suatu pokok masalah diperbincangkan
dalam berbagai mata pelajaran.
3.Korelasi etis, yaitu korelasi yang bertujuan mendidik budi pekerti. Misalnya,
pada pelajaran Pendidikan Agama Islam diajarkan cara-cara menghormati
tamu, orang tua, tetangga, dan lain sebagainya.
4.Korelasi sistematis, korelasi ini biasanya direncanakan oleh guru. Misalnya:
mengenai bercocok tanam padi dibahas dalam Geografi dan Biologi.
Dewasa ini pendekatan tersebut sedang digalakkan. Pendekatan ini dapat ditinjau dari
berbagai aspek (segi), yaitu:
a.Pendekatan Struktural, sebagai contoh adalah IPS. Bidang studi ini terdiri atas
Ilmu Bumi, Sejarah, dan Ekonomi. Maka di dalam suatu pokok (topik) dari Ilmu

Bumi, kemudian dipelajari pula ilmu-ilmu lain yang masih berada dalam lingkup
suatu bidang studi.
b.Pendekatan fungsional, pendekatan ini berdasar pada masalah yang berarti
dalam kehidupan sehari-hari. Masalah ini dikupas melalui berbagai ilmu yang
berada dalam lingkup suatu bidang studi yang dipandang ada hubungannya.
Misalnya masalah peperangan. Dari masalah peperangan ini kemudian dipelajari
dari segi Ilmu buminya; Segi Ekonominya; dan sebagainya.
c.Pendekatan tempat/daerah, atas dasar pembicaraan sesuatu tempat tertentu
sebagai pokok pembicaraannya. Misalnya, tentang daerah Yogyakarta, maka
dapat dibuat bahan pembicaraan mengenai; segi pariwisatanya, antropologi,
budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.
Kelebihan dari Correlated Curiculum:
1.CC dapat memajukan integrasi pengetahuan pada murid-murid. Dengan
demikian pengetahuan mereka tidak lepas-lepas, melainkan bertautan, terpadu.
2. Minat murid bertambah apabila ia melihat hubungan antara matapelajaran-
matapelajaran.
3. Pengertian murid-murid tentang sesuatu lebih mendalam, bila didapat penjelasan
dari berbagai matapelajaran.
4. CC juga dapat memberikan pengertian yang lebih luas karena diperoleh
pandangan dari berbagai sudut dan tidak hanya dari satu matapelajaran saja.
5. CC ini memungkinkan murid-murid menggunakan pengetahuannya lebih
fungsional.
6. Hubungan antara mata pelajaran lebih mengutamakan pengertian dan prinsip-
prinsip

Kekurangan dari Correlated Curiculum:
1.Dalam korelasi tidak diperoleh disiplin ilmu yang mendalam, Karena tidak
adanya struktur logis dan sistematis yang disebabkan oleh luasnya ruang lingkup
dari bidang studinya.
2.CC tidak memberikan pengetahuan yang mendalam tentang satu mata pelajaran,
hal ini disebabkan suatu mata pelajaran hanya disajikan garis besarnya saja.
3.Guru merasa kesulitan dangan adanya pendekatan interdispliner dalam kurikulum
ini.
4.Mata pelajaran yng disajikan sifatnya terlampau abstrak, karena yang disajikan
hanya berkisar mengenai prinsip-prinsip, tema-tema, dan masalah-masalah.
b.Seperated Curriculum
Jenis kurikulum yang menyediakan berbagai mata pelajaran yang terpisah antara
satu dengan lainnya. Tujuan dari kurikulum ini ialah agar calon pengajar dapat
menguasai kajian akademik secara mendalam serta agar generasi muda mengenal
hasil-hasil kebudayaan dan pengetahuan umat manusia yang telah dikumpulkan
secara berabad-abad, agar mereka tak perlu mencari dan menemukan kembali dengan
apa yang telah diperoleh dari generasi terdahulu (Pangestu et al., 2019). Kurikulum
ini telah digunakan sejak lama hingga kurikulum 1968 muncul. Terdapat beberapa
ciri dari jenis kurikulum ini (UTOMO & AZIZA, 2018), diantaranya adalah:
1.Terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang terpisah satu sama lain dan
masing-masing berdiri sendiri.
2.Tiap mata pelajaran diberikan dalam waktu tertentu.
3.Hanya bertujuan pada penguasaan sejumlah ilmu pengetahuan.
4.Tidak didasarkan pada kebutuhan, minat, dan masalah yang dihadapi para
siswa.
5.Guru berperan paling aktif dengan pelaksanaan sistem guru mata pelajaran
6.Para siswa sama sekali tidak dilibatkan dalam perencanaan kurikulum
secara kooperatif.

Separated Subject Curriculum memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan
(Pangestu et al., 2019). Adapun kelebihan yang dimiliki ialah: 1) Penilaian lebih
mudah. 2} Memudahkan pengajar dalam pelaksanaan pelajaran 3) Bahan pelajaran
disusun secara sistematis, logis, sederhana, dan mudah dipelajari. 4) Dapat
dilaksanakan untuk mewariskan nilai-nilai dan budaya terdahulu. 5) Bentuk
kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain bahkan mudah untuk diperluas dan
dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan waktu yang ada. Adapun
kekurangan dari jenis kurikulum ini ialah : 1) Bahan pelajaran diberikan atau
dipelajari secara terpisah-pisah, tidak menggambarkan adanya hubungan antara
materi-materi satu dengan yang lainnya. 2) Proses belajar lebih mengutamakan
aktivitas guru sedangkan siswa cenderung pasif. 3) . Bahan pelajaran merupakan
informasi maupun pengetahuan masa lalu yang terlepas dengan kejadian masa
sekarang dan yang akan datang. 4) Bahan pelajaran tidak berdasarkan pada aspek
permasalahan sosial yang dihadapi siswa maupun kebutuhan masyarakat. 5) Proses
dan bahan pelajaran sangat kurang memperhatikan bakat, minta, dan kebutuhan
siswa.
Contoh dari jenis kurikulum ini ialah mata pelajaran sekolah dasar pada kurikulum
tahun 2006 yang memisahkan antara pelajaran matematika, ilmu pengetahuan alam,
ilmu pengetahuan sosial, dan lainnya.
c.Intergrated Curriculum
Dalam Sabda (2019), istilah kurikulum yang terintegrasi berasal dari bahasa
Inggris yaitu “integrated curriculum”. Istilah ini diperkenalkan oleh Fogarty dalam
Sabda (2019) sebagai suatu model kurikulum yang dapat mengintegrasikan
kemampuan, tema, konsep, and topik baik dalam bentuk satu disiplin ilmu, beberapa
disiplin ilmu, dan beberapa kemampuan para murid.
Dalam Kawuryan, intergrated curriculum atau kurikulum yang terintegrasi adalah
suatu produk dari usaha pengintegrasian bahan ajar dari berbagai macam pelajaran.
Jenis kurikulum ini memberikan kesempatan lebih banyak untuk melakukan kerja

kelompok, masyarakat dan lingkungan sebagai sumber belajar, mementingkan
perbedaan individual anak didik, mengikutsertakan siswa dalam perencanaan
pelajaran.
Menurut Jainuri, perpaduan, koordinasi, harmoni, dan kebulatan merupakan ciri
khas dari kurikulum yang terintergrasi. Dalam penerapannya, kurikulum ini
meniadakan batasan-batasan antara berbagai mata pelajaran dan menyajikan bahan
pelajaran dalam bentuk unit atau kesatuan. Tujuannya untuk membentuk para murid
menjadi pribadi yang terintegrasi dan selaras dengan kehidupannya di sekitarnya.
Sabda (2019) juga menjelaskan bahwa kurikulum yang terintergrasi berasal dari
istilah kata “interdisciplinary curriculum” dan “unit curriculum”. Maurer dalam
Sabda (2019) mendefinisikan interdisciplinary curriculum sebagai organisasi dan
transfer pengetahuan di bawah tema persatuan atau interdisipliner. Sedangkan istilah
“unit curriculum”, Caswell dalam Sabda (2019) mendefinisikannya sebagai
serangkaian kegiatan terkait yang dilakukan anak dalam proses mewujudkan tujuan
dominan yang selaras dengan tujuan pendidikan. Nasution dalam Sabda (2019)
menyatakan bahwa dalam kurikulum unit tersebut menujukkan adanya hubungan
antara aktivitas-aktivitas anak-anak di sekolah, pelajaran yang satu tidak lepas dari
yang lain dan merupakan satu kesatuan atau keseluruhan.
Jainuri menjelaskan bahwa dengan kurikulum yang terintergrasi, siswa dilatih
memecahkan masalah menurut cara-cara yang ilmiah. Pelajaran akan disusun sebagai
keseluruhan yang luas yang disebut sebagai broad unit. Broad unit adalah suatu keseluruhan
yang bulat dari bahan pelajaran yang disatukan oleh masalah yang sama. Broad unit
menerobos batasan-batasan mata pelajaran. Broad unit didasarkan atas kebutuhan siswa dan
pada pendapat modern mengenai cara belajar. Oleh karena itu, broad unit memerlukan waktu
yang panjang dalam penyusunannya.
Sabda (2019) menyimpulkan, kurikulum yang terintegrasi merupakan sebuah
konsep yang dapat dikatakan sebagai sebuah sistem dan pendekatan pembelajaran
yang melibatkan beberapa disiplin ilmu atau mata pelajaran untuk memberikan
pengalaman yang bermakna dan luas kepada peserta didik. Dikatakan bermakna
karena dalam konsep kurikulum kurikulum yang terintegrasi, peserta didik akan
memahami konsep-konsep yang mereka pelajari itu secara utuh dan realistis. Dan
dikatakan luas karena pengetahuan yang mereka dapatkan tidak dibatasi oleh lingkup

disiplin tertentu saja, tetapi melingkupi semua lintas disiplin yang dipandang
berkaitan antar satu sama lain.
Kelebihan dan Kekurangan Integrated Curriculum
Jainuri berpendapat bahwa kurikulum yang terintegrasi memiliki beberapa kelebihan
dan kelemahan yakni:
Kelebihan Integrated Curriculum
a)Segala hal yang dipelajari dalam setiap unit akan bertalian erat satu sama
lain lain.
b)Sesuai dengan teori tentang belajar yang mendasarkan berbagai kegiatan
pada pengalaman, kesanggupan, kematangan dan minat para murid.
c)Adanya kemungkinan antara sekolah dan masyarakat sekitarnya yang
saling berhubungan.
d)Sesuai dengan sistem demokrasi dimana para murid dituntut untuk
berpikir kritis dan bertanggung jawab atas pilihannya.
e)Bahan ajar disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Kekurangan Integrated Curriculum
a)Banyak guru yang belum terbiasa mengajar dengan metode kurikulum
yang terintegrasi.
b)Organisasi terkesan tidak logis dan kurang sistematis.
c)Memberatkan tugas guru karena ada kemungkinan bahwa materi yang
dipelajari melenceng dari pokok bahasan.
d)Siswa tidak sanggup berpendapat dalam mengembangkan kurikulum
bersama.
e)Tidak memungkinkan dilaksanakannya ujian umum.

f)Sarana dan prasarana sangat kurang untuk menjalankan kurikulum yang
terintergrasi.
Jenis-jenis Integrated Curriculum
Kurikulum yang terintegrasi terbagi menjadi beberapa jenis. Kawuryan menjelaskan
ada enam jenis kurikulum yang terintegrasi yakni:
a)Child Centered Curriculum
Dalam perencanaan pembuatan kurikulum, anak menjadi perhatian yang
utama. Menurut John Dewey dalam Kawuryan, pengalaman belajar anak
berkisar pada empat pengaruh manusia dorongan sosial, dorongan yang
membangun, dorongan untuk meneliti dan bereksperimen, serta dorongan
seni.
b)The Social Function Curriculum
Kurikulum ini mencoba mengeliminasi mata pelajaran sekolah dari
keterpisahannya dengan fungsi-fungsi utama kehidupan sosial yang menjadi
dasar pengorganisasian pengalaman belajar.
c)The Experience Curriculum
Kurikulum yang akan terjadi jika hanya mempertimbangkan keberadaan para
murid dengan menggunakan pendekatan fungsi sosial.
d)Development Activity Curriculum
Kurikulum jenis ini sangat mementingkan minat dan tujuan anak. Dalam
perencanaannya, guru dan anak terlibat bersama dan menggunakan strategi
bagaimana cara untuk memecahkan masalah.
e)Core Curriculum
Faunce dan Bossing dalam Kawuryan mengistilahkan kurikulum ini dengan
merujuk pada pengalaman belajar yang fundamental bagi peserta didik .
Kurikulum bersumber dari suatu masalah sosial ataupun personal, yang
pemecahannya memerlukan bahan dari berbagai macam disiplin ilmu yang
berhubungan dengan masalah.

Contoh Penerapan Integrated Curriculum
Ada dua penelitian tentang penerapan kurikulum yang terintegrasi. Penelitian
pertama dilakukan oleh Sukri dkk. (2018) yang meneliti tentang penerapan kurikulum
yang terintegrasi di Nusa Tenggara Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengembangkan model kurikulum dengan memasukkan keunggulan lokal
berdasarkan prinsip-prinsip kurikulum rekonstruksi sosial di Nusa Tenggara Barat.
Hasil analisis kebutuhan menunjukkan bahwa material terumbu karang menjadi
prioritas utama keutamaan lokal yang diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah
menengah di Nusa Tenggara Barat. Prinsip-prinsip kurikulum rekonstruksi sosial
diimplementasikan dalam tiga komponen hasil rancangan model, yaitu tujuan
pembelajaran, metode pembelajaran (strategi pembelajaran organisasi, strategi
penyampaian pembelajaran, dan strategi manajemen pembelajaran), dan hasil atau
penilaian pembelajaran. Model desain produk yang dianut dalam perangkat
pembelajaran yang terdiri dari silabus, rumusan topik dan kompetensi dasar, bahan
ajar komik, dan instrumen penilaian. Secara keseluruhan perangkat pembelajaran
berada pada kategori sangat baik.
Penelitian kedua dilakukan oleh Indana (2018) tentang penerapan kurikulum yang
terintegrasi di SMA Darul ‘Ulum 1 Unggulan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) Jombang. Hasil dari penelitian kualitatif ini menunjukkan bahwa
dalam penerapan kurikulum yang terintegrasi, model kurikulum terpadu merupakan
sistem pendidikan terpadu antara kurikulum nasional dan pondok, materi Pendidikan
Agama Islam (PAI) terpadu yang dipadukan antara PAI diknas dengan materi
pondok, dan integrasi antara kegiatan sekolah dan pondok. Selain itu dalam
perencanaan kurikulum, sekolah juga melibatkan kepala sekolah, guru, yayasan,
komite, tim BPPT. Setelah kurikulum sudah terstruktur dengan baik, guru akan
diminta membuat perencanaan kegiatan belajar mengajar seperti membuat silabus,
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyusun strategi
pembelajaran, dan lain sebagainya. Setelah itu, kurikulum akan diimplementasikan
berdasarkan perencanaan telah dibuat dalam RPP yang bercirikan integrasi antara
pendidikan formal secara umum dengan pendidikan agama di Pondok Pesantren.
Sekolah menggunakan evaluasi sumatif dan formatif serta tes non tes sebagai jenis

evaluasi. Kualitas pembelajaran aspek kognitif dilihat dari hasil belajar siswa
sebagian besar dan hasil belajar siswa dari nilai ulangan, ujian tengah, akhir, dan
ujian nasional yang meningkat. Pada kualitas dari aspek afektif dibuktikan dengan
perubahan siswa pada sikap, moral, minat dan rasa hormat baik di dalam maupun di
luar kelas, baik dengan guru maupun dengan siswa lainnya. Dan aspek psikomotorik
dilihat dari kegiatan, hasil keterampilan dan kompetensi yang dicapai baik di tingkat
kabupaten, provinsi maupun nasional.
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.Subject Centered Design
Kurikulum berpusat pada subject atau pelajaran merupakan kurikulum tertua yang
digunakan dalam sistem pendidikan di dunia. Dilansir melalui www.ukessays.com,
kurikulum berpusat pada subjek dicetuskan oleh Ralph Tyler (1949) dalam bukunya yang
berjudul Basic Principles of Curriculum and Instruction dan menjadi buku panduan
dalam menyusun kurikulum yang berpusat pada subjek.
Kurikulum yang berpusat pada subjek ini menekankan perhatian pada pelajaran.
Guru menjadi pusat pembelajaran dimana guru menjelaskan seluruh materi sesuai dengan
buku-buku pelajaran yang digunakan. Karena menjadi pusat pembelajaran, guru harus
menjadi pengajar yang benar-benar memahami bahan ajar, agar pelajaran dapat
tersampaikan dengan baik kepada murid. Dalam kurikulum ini, peran siswa adalah untuk
menerima, memahami, dan mengingat konsep-konsep pelajaran yang telah disampaikan.
Siswa tidak memiliki kebebasan untuk memilih mata pelajaran yang diinginkan.
Kurikulum ini mempertahankan metode pengajaran konsep umum dibandingkan
detil-detil khusus dalam setiap pembelajaran. Kita dapat menemukan desain kurikulum
ini dalam jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA, dimana mata pelajaran yang diajarkan
sama, namun terdapat penambahan kesulitan di setiap semesternya. Untuk tes evaluasi
dalam kurikulum ini menggunakan tes prestasi berupa ulangan, kuis, berbentuk pilihan
ganda, benar-salah, essai, dsb.

Dalam kurikulum yang berpusat pada subjek, terdapat tiga jenis desain di
dalamnya, yaitu sebagai berikut.
1.Desain yang berpusat pada anak (Child-centered design)
Dalam desain ini, guru mengajak serta peran aktif siswa untuk memilih gaya
belajar yang mereka inginkan. Guru juga dapat mengumpulkan aspirasi minat
dan konten pelajaran yang diinginkan oleh siswa ke dalam kurikulum.
2.Desain radikal (Radical design)
Seluruh aspek pembelajaran diatur ketat oleh sekolah, murid tidak memiliki
kebebasan untuk mempelajari sesuai dengan yang mereka inginkan.
3.Desain humanistik (Humanistic design)
Sesuai dengan teori Maslow mengenai aktualisasi diri, maka dalam desain
kurikulum ini juga bertujuan agar siswa dapat terlibat dalam proses
pengembangan diri dan pada akhirnya mencapai aktualisasi diri.
Kelebihan dari kurikulum yang berpusat pada pelajaran ini dapat membantu para
guru dalam menyampaikan materi pembelajaran agar mencapai tujuan pendidikan, yaitu
siswa memahami konsep pelajaran. Ada banyak buku referensi yang dapat digunakan
oleh guru untuk menunjang penyampaian materi, sehingga guru dapat meng-eksplor lebih
dalam materi pelajaran tersebut. Namun, kekurangan dari kurikulum ini adalah guru
harus benar-benar paham materi yang diajarkan dan harus menggunakan cara yang
kreatif agar siswa tidak merasa jenuh berada di kelas. Murid juga harus memahami dan
mengingat materi pembelajaran yang sangat banyak, namun tes evaluasi tidak mencakup
seluruh materi yang disampaikan. Karena murid tidak banyak diberikan kebebasan, maka
guru yang harus berperan aktif dalam menciptakan suasana kelas yang menyenangkan.
B.Learner Centered Design
Learner-centered adalah konsep yang telah berkembang dari perspektif
epistemologis penyelidikan dan pengetahuan (Emes & Cleveland-Innes, 2003).
Epistemologis tradisionalis atau positivisme logis memandang pengetahuan pengetahuan
sebagai entitas objektif yang ada "di luar sana" di luar, dan tidak bergantung pada yang
mengetahui. Istilah learner-centered bukanlah suatu istilah baru melainkan secara
tradisional dikaitkan dengan pembelajaran siswa (Ulmer dalam Emes & Cleveland-Innes,

2003). Kurikulum learner-centered akan memungkinkan siswa untuk berpartisipasi lebih
banyak sepenuhnya dalam pengaturan pengalaman belajar mereka sendiri sedemikian
rupa bahwa dua tujuan utama tercapai (Emes & Cleveland-Innes, 2003).
Learner-centered adalah desain yang berpusat pada pembelajaran. Learner-
centered design dijelaskan sebagai suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan
siswa dan dapat dibedakan atas activity (experience) design dan humanistic design
(Suripto, 2013). Learner-centered, desain dan implementasi diarahkan pada guru
(terutama pendidikan tinggi) yang dihadapkan pada kebutuhan yang beragam dan terus
berubah kelas sarjana. Awal dari learner-centered curriculum: desain dan implementasi
mengeksplorasi pentingnya mendesain ulang kurikulum dan bagaimana hal itu berperan
dalam menciptakan pembelajaran yang berpusat kelas (Cullen, Hill, & Reinhold, 2012).
Learner-centered sendiri dibagi menjadi tiga domain yaitu: 1) ciptaan komunitas; 2)
berbagi kekuasaan, dan 3) penggunaan penilaian untuk perbaikan yang berkelanjutan
(Cullen, Hill, & Reinhold, 2012).
C.Problem Centered Design
Problem Centered Design adalah desain kurikulum berbasis kegiatan atau
pengalaman yang menempatkan peserta didik sebagai individu dalam proses
pembelajaran. Sehingga pada desain kurikulum berbasis masalah menempatkan peserta
didik sebagai anggota masyarakat yang harus mampu memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi masyarakatnya demi kesejahteraan bersama dengan meningkatkan
kepekaan sosial dan rasa empati.
Isi kurikulum yang diangkat sebagai materi pelajaran adalah masalah-masalah
sosial masa kini, seperti dampak krisis ekonomi, organisasi kepemudaan, pengangguran,
pengaruh media massa atas ketekunan belajar, peningkatan prestasi dan lain-lain yang
dihadapi peserta didik. Desain ini lebih menekankan manusia dalam kesatuan kelompok
yaitu kesejahteraan masyarakat.
Konsep dari model pengembangan kurikulum ini berasal dari asumsi bahwa
manusia sebagai makhluk sosial harus hidup bersama di dalam masyarakat. Sehingga
dalam kehidupan bersama-sama ini, manusia menghadapi masalah-masalah yang harus
diselesaikan secara bersama-sama juga. Mereka berinteraksi, bekerjasama dalam

memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka hadapi untuk meningkatkan
kehidupan mereka.
Minimal ada dua variasi model desain  kurikulum ini, yaitu:
1.The Areas of Living Design
Desain ini menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Selain
itu, tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content
objectives) diintegrasikan. Ciri lain dari model desain ini adalah menggunakan
pengalaman dan situasi-situasi nyata dari perserta didik sebagai pembuka jalan
dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.
Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-
bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan suatu desain merangkumkan
pengalaman-pengalaman sosial peserta didik. Dengan demikian, desain ini
sekaligus menarik minat peserta didik dan mendekatkannya pada pemenuhan
kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.
Kelebihan desain ini antara lain:
Desain ini merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk
yang terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan oleh masalah-
masalah kehidupan sosial.
Karena kurikulum diorganisasikan disekitar problem-problem peserta
didik dalam kehidupan social, maka desain ini mendorong penggunaan
prosedur belajar pemecahan masalah. Prinsip-prinsip belajar aktif dapat
diterapkan dalam model desain ini. 
Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang relevan, yaitu untuk
memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan.
Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang fungsional, sebab diarahkan
pada pemecahan masalah peserta didik, secara langsung dipraktikkan
dalam kehidupan.
Sedangkan kelemahan desain ini yaitu:

Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang
sangat penting sulit dilakukan, timbul organisasi isi kurikulum yang
berbeda-beda.
Lemahnya atau kurangnya integritas dan kontinuitas organisasi isi
kurikulum.
Karena kurikulum hanya memusatkan perhatian pada pemecahan
masalah social pada saat sekarang, ada kecenderungan untuk
mengindoktrinasi peserta didik dengan kondisi yang ada, peserta didik
tidak melihat alternatif lain.
Guru maupun buku dan media lain tidak banyak yang disiapkan untuk
model tersebut sehingga dalam pelaksanaannya akan mengalami
beberapa kesulitan.
2.The Core Design
Desain ini timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject design, yang
sifatnya terpisah-pisah. Dalam pengintegrasian bahan ajar, mata pelajaran tertentu
dipilih sebagai inti (core), dan pelajaran lainnya dikembangkan di sekitar inti
tersebut. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan
individu dan sosial.
Banyak pandangan yang menganggap desain ini sebagai suatu model
pendidikan atau program pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada
beberapa kurikulum di Indonesia, desain ini disebut sebagai kelompok mata
kuliah atau pelajaran dasar umum dan diarahkan kepada pengembangan
kemampuan pribadi dan sosial.
Beberapa variasi dari core design ini antara lain:
The separate subject core. Salah satu usaha untuk mengatasi
keterpisahan antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang
dipandang mendasari atau menjadi inti mata pelajaran lainnya
dijadikan inti.
The correlated core. Model desain ini pun berkembang dari the
separate subjects design, dengan cara pengintegrasian dari beberapa
mata pelajaran yang erat hubungannya.

The fused core. Desain ini juga berpangkal dari separate subject,
pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran tetapi
lebih banyak. Sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, ekonomi
dipadukan menjadi studi kemasyarakatan. Dalam studi ini
dikembangkan tema-tema masalah umum yang dapat diinjau dari
berbagai sudut pandang.
The activity/experience core. Model desain ini dipusatkan pada minat-
minat dan kebutuhan peserta didik.
The areas of living core. Desain model ini memiliki pengorganisasian
yang berstruktur dan dirancang sebelumnya. Berbentuk pendidikan
umum yang isinya diambil dari masalah-masalah yang muncul di
masyarakat. Bentuk desain ini dipandang sebagai core design yang
paling murni dan paling cocok untuk program pendidikan umum.
The social problems core. Dalam beberapa hal model ini sama dengan the
areas of living core. Bedanya, pada the areas of living core didasarkan atas
kegiatan-kegiatan manusia yang universal tetapi tidak berisi hal yang
kontroversial, sedangkan the social problems core di dasarkan atas masalah-
masalah yang mendasar dan bersifat kontroversial.
D.Konsep Pengembangan Kurikulum Ralph Tyler
Pengembangan kurikulum Ralph Tyler merupakan model pengembangan
kurikulum yang berfokus pada tahap perencanaan yaitu bagaimana merancang kurikulum
yang sesuai dengan tujuan serta misi dari suatu institusi pendidikan. Tyler menyatakan
bahwa terdapat 4 pertanyaan yang dianggap fundamental dalam pengembangan
kurikulum yaitu:
1.What educational purposes should the school seek to attain? (objectives).
2.What educational experiences are likely to attain these objectives? (instructional
strategic and content).
3.How can these educational experiences be organized effectively? (organizing
learning experiences).

4.How can we determine whether these purposes are being attain? (assessment and
evaluation).
Oleh karena itu dalam model ini Ralph Tyler menekankan pada 4 hal penting yaitu:
1.Berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai
Dalam pengembangan suatu kurikulum, menentukan tujuan merupakan
langkah pertama dan utama yang harus dikerjakan karena tujuan merupakan
arah atau sasaran pendidikan, dalam hal ini Tyler menjelaskan bahwa sumber
perumusan sebuah tujuan berasal dari siswa, studi kehidupan masa kini,
disiplin ilmu, dan psikologi belajar.
Merumuskan tujuan kurikulum dapat didasarkan pada teori, filsafat
pendidikan, dan model kurikulum apa yang dianut sebagai contoh pada
kurikulum subjek akademis, penguasaan berbagai konsep dan teori seperti
yang ada pada disiplin ilmu merupakan tujuan utamanya. Kurikulum yang
bersifat “discipline oriented” berbeda dengan pengembangan kurikulum
model humanistik yang bersifat lebih “childish centered” yaitu kurikulum
yang lebih berpusat pada pengembangan pribadi siswa, sehingga tujuan
utamanya berhubungan dengan pengembangan minat serta bakat siswa serta
kebutuhan mereka untuk membekali kehidupannya.
2.Berhubungan dengan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan.
Langkah kedua dalam proses pengembangan kurikulum adalah
menentukan pengalaman belajar (learning experiences) sesuai dengan tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Pengalaman belajar adalah segala aktivitas
siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pengalaman belajar bukanlah isi
atau materi pelajaran dan bukan pula aktivitas guru memberikan pelajaran
kepada siswa.
Terdapat beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa.
Pertama, pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang sudah
ditentukan atau ingin dicapai. Kedua, setiap pengalaman belajar harus dapat
memuaskan siswa. Ketiga, setiap rancangan pengalaman belajar sebaiknya
melibatkan siswa. Keempat, setiap satu pengalaman belajar memiliki
kemungkinan dapat mencapai tujuan yang berbeda.

Terdapat beberapa bentuk pengalaman belajar yang dapat dikembangkan
seperti pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir,
pengalaman untuk membantu siswa dalam mengumpulkan informasi, dan
pengalaman belajar untuk mengembangkan sikap sosial.
3.Pengorganisasian pengalaman belajar
Langkah yang ketiga dalam merancang suatu kurikulum adalah
mengorganisasikan pengalaman belajar baik dalam bentuk unit mata
pelajaran, maupun dalam bentuk program. Langkah ini sangatlah penting
karena dengan pengorganisasian yang jelas akan memberikan arah dalam
pelaksanaan proses pembelajaran sehingga menjadi pengalaman yang nyata
bagi siswa.
Terdapat dua bentuk pengorganisasian pengalaman belajar yaitu secara
vertikal dan horizontal. Pengorganisasian secara vertikal dilakukan dengan
menghubungkan pengalaman belajar dalam satu kajian yang sama dalam
tingkat yang berbeda. Sedangkan pengorganisasian secara horizontal
dilakukan dengan menghubungkan pengalaman belajar dalam kajian yang
berbeda namun dalam tingkat yang sama.
Terdapat 3 prinsip dalam mengorganisasi pengalaman belajar yaitu Prinsip
Kontinuitas secara vertikal dan horizontal, serta prinsip urutan isi.
4.Berhubungan dengan evaluasi
Evaluasi merupakan langkah penting yang berguna untuk memperoleh
informasi tentang ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dalam model
pengembangan kurikulum Tyler dikenal dengan model Objective Tyler yang
memandang evaluasi kurikulum sebagai pengukuran performa siswa terhadap
tujuan perilaku yang sudah dirumuskan.
E.Model Hilda Taba
Pada beberapa buku karya Hilda Taba, yang paling terkenal dan besar
pengaruhnya adalah Curriculum Development.Theory and Practice (1962). Dalam buku
ini, Hilda Taba mengungkapkan pendekatannya untuk proses pengembangan kurikulum.
Dalam pekerjaannya itu, Taba memodifikasi model dasar Tyler agar lebih representative

terhadap pengembangan kurikulum di berbagai sekolah. Dalam pendekatannya, Taba
menganjurkan untuk lebih mempunyai informasi tentang masukan (input) pada setiap
langkah proses kurikulum. Secara khusus, Taba menganjurkan untuk menggunakan
pertimbangan ganda terhadap isi (organisasi kurikulum yang logis) dan individu pelajar
(psikologi organisasi kurikulum).Untuk memperkuat pendapatnya, Taba mengklaim
bahwa semua kurikulum disusun dari elemen-elemen dasar.Suatu kurikulum biasanya
berisi beberapa seleksi dan organisasi isi; itu merupakan manifestasi atau implikasi dari
bentuk-bentuk (patterns) belajar dan mengajar. Kemudian, suatu program evaluasi dari
hasil pun akan dilakukan.
Taba menggunakan pendekatan akar rumput (grass-roots approach) bagi
perkembangan kurikulum. Taba percaya kurikulum harus dirancang oleh guru dan bukan
diberikan oleh pihak berwenang. Menurut Taba guru harus memulai proses dengan
menciptakan suatu unit belajar mengajar khusus bagi murid-murid mereka disekolah dan
bukan terlibat dalam rancangan suatu kurikulum umum. Karena itu Taba menganut
pendekatan induktif yang dimulai dengan hal khusus dan dibangun menjadi suatu
rancangan umum.
Langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum menurut Taba adalah:
Step 1 : diagnosis kebutuhan
Step 2 : formulasi pokok-pokok
Step 3 : seleksi isi
Step 4 : organisasi isi
Step 5 : seleksi pengalaman belajar
Step 6 : organisasi pengalaman belajar
Step 7 : penentuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya
Menghindari penjelasan grafis dari modelnya, Taba mencantumkan lima langkah urutan
untuk mencapai perubahan kurikulum, sebagai berikut :
Producing Pilot Units (membuat unit percontohan) yang mewakili peringkat kelas atau
mata pelajaran. Taba melihat langkah ini sebagai penghubung antara teori dan praktek.
1.Diagnosis of needs (diagnosa kebutuhan). Pengembang kurikulum memulai dengan
menentukan kebutuhankebutuhan siswa kepada siapa kurikulum direncanakan.

2.Formulation of objectives (merumuskan tujuan). Setelah kebutuhan siswa
didiagnosa, perencana kurikulum memerinci tujuan – tujuan yang akan dicapai.
3.Selection of content (pemilihan isi). Bahasan yang akan dipelajari berpangkal
langsung dari tujuan-tujuan
4.Organization of content (organisasi isi). Setelah isi/bahasan dipilih, tugas selanjutnya
adalah menentukan pada tingkat dan urutan yang mana mata pelajaran ditempatkan.
5.Selection of learning experiences (pemilihan pengalaman belajar). Metodologi atau
strategi yang dipergunakan dalam bahasan harus dipilih oleh perencana kurikulum.
6.Organization of learning activities (organisasi kegiatan pembelajaran). Guru
memutuskan bagaimana mengemas kegiatan-kegiatan pembelajaran dan dalam
kombinasi atau urutan seperti apa kegiatan-kegiatan tersebut akan digunakan.
7.Determination of what to evaluate and of the ways and means of doing it (Penentuan
tentang apa yang akan dievaluasi dan cara serta alat yang dipakai untuk melakukan
evaluasi). Perencana kurikulum harus memutuskan apakah tujuan sudah tercapai.
Guru rnemilih alat dan teknik yang tepat untuk menilai keberhasilan siswa dan untuk
menentukan apakah tujuan kurikulum sudah tercapai.
8.Checking for balance and sequence (memeriksa keseimbangan dan urutan). Taba
meminta pendapat dari pekerja kurikulurn untuk melihat konsistensi diantara berbagai
bagian dari unit belajar mengajar, untuk melihat alur pembelajaran yang baik dan
untuk keseimbangan antara berbagai macam pembalajaran dan ekspresi.
Testing Experimental Units (menguji unit percobaan). Uji ini diperlukan untuk mengecek
validitas dan apakah materi tersebut dapat diajarkan dan untuk mcnetapkan batas atas dan
batas bawah dari kemampuan yang diharapkan.
Revising and Consolidating (revisi dan konsolidasi). Unit pembelajaran dimodifikasi
menyesuaikan dengan keragaman kebutuhan dan kemampuan siswa, sumber daya yang
tersedia dan berbagai gaya mengajar sehingga kurikulum dapat sesuai dengan semua tipe
kelas.
Developing a framework (pengembangan kerangka kerja). Setelah sejumlah unit
dirancang, perencana kurikulum harus memeriksa apakah ruang lingkup sudah memadai
dan urutannya sudah benar.

Installing and disseminating new units (memasang dan menyebarkan unit-unit baru).
Mengatur pelatihan sehingga guru-guru dapat secara efektif mengoperasikan unit belajar
mengajar di kelas mereka.
F.Konsep Pengembangan Kurikulum Wheeler
Wheeler menyatakan bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatu proses
yang membentuk suatu lingkaran sehingga proses pengembangan kurikulum terjadi
secara terus menerus, dalam model pengembangan kurikulum wheeler terdapat 5 tahap
yang pelaksanaannya berlangsung secara sistematis dan berurut. Dalam model Wheeler
ketika semua tahap sudah selesai dilaksanakan, maka akan kembali ke tahap awal
sehingga proses pengembangan berlangsung secara terus menerus.
Pada dasarnya pengembangan kurikulum Wheeler hampir sama dengan model
Tyler dimana tidak menyediakan atau tidak membantu pengembang dalam melakukan
umpan balik berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Karena keterbatasan model Tyler inilah, maka Wheeler melanjutkannya
dengan mengembangkan model siklus.
Dalam pengembangan kurikulum Wheeler terdapat beberapa langkah atau tahapa
yaitu:
1.Menentukan tujuan umum dan khusus, dalam hal ini tujuan umum
merupakan tujuan yang bersifat normatif yang berisikan tujuan
pembelajaran yang bersifat praktis (goals). Sedangkan tujuan khusus yaitu
tujuan yang bersifat spesifik dan observable (Objective) atau tujuan
pembelajaran yang mudah diukut ketercapaiannya.
2.Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh
siswa untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan atau dirumuskan.
Dalam hal ini pengalaman belajar yang dimaksud adalah segala aktivitas
siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan.
3.Menentukan isi dan materi pelajaran sesuai dengan pengalaman
belajar, langkah ini didasarkan pada pengalaman belajar yang dialami
oleh siswa, pengalaman belajar yang dialami dijadikan acuan dalam
penyusunan materi ajar.

4.Mengorganisasi pengalaman belajar dengan isi atau materi pelajaran,
setelah materi dibuat atau disusun maka perlu dilakukan penyatuan antara
pengalaman belajar dengan materi ajar yang sudah dibuat, hal ini
bertujuan untuk menciptakan hubungan atau kesinambungan antara
pengalaman belajar dengan materi ajar.
5.Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian
tujuan, Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan, menganalisis dan
menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum,
apakah kurikulum itu masih bisa berlaku, harus di perbarui atau diganti,
hal itu terjadi karena evaluasi suatu kurikulum dapat memberikan
informasi mengenai kesesuaian, efektifitas dan efisiensi kurikulum
terhadap tujuan yang ingin dicapai.

DAFTAR PUSTAKA
Cullen, R., Hill, M., & Reinhold, R. (2012). Learner-Centered Curriculum: Design and
Implementation. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.
Edupedia. (2018, 10 Juni). WHAT IS SUBJECT-CENTERED CURRICULUM?. Diakses
melalui https://www.theedadvocate.org/edupedia/content/what-is-subject-centered-
curriculum/
Emes, Claudia., & Cleveland-Innes, Martha. (2003). A Journey Toward Learner-Centered
Curriculum. The Canadian Journal of Higher Education La revue canadienne
d'enseignement supérieur Vol: XXXIII, No. 3. Hal. 47-70
Fa, How C., Hilary, Sharon. (2019). Curriculum Design. Diakses melalui
https://www.researchgate.net/publication/335756521_Curriculum_Design
Firdaus, M., & Wilujeng, I. (2018). Pengembangan LKPD inkuiri terbimbing untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar peserta didik Developing
students worksheet on guided inquiry to improve critical thinking skills and learning
outcomes of students. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 4(1), 26–40.
http://journal.uny.ac.id/index.php/jipi
Haniah. (2012). Manajemen Perencanaan Kurikulum Bahasa Arab. Jurnal PELITA, 4(2).
Indana, N. (2018). “Penerapan Kurikulum Terintegrasi dalam Mengembangkan Mutu Belajar Siswa
(Studi Kasus di SMA Darul ‘Ulum 1 Unggulan BPPT Jombang)”. Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam. Jombang: Nidhomul Haq
Jainuri, M. Jenis-jenis Kurikulum. Pendidikan Matematika STKIP YPM Bangko.
Kawuryan, S.P. Bahan Ajar Kajian Kurikulum PKN SD.
Kelly, L. Y. (1974). Open Curriculum: What and Why. The American Journal of Nursing,
74(12), 2232. doi:10.2307/3423133 
Musyarapah. (2014). Manajemen Proses Pengembangan Kurikulum (Need Assesment dan
Pengembangan Desain Kurikulum. Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, 10(2).
Nasution, S. 2003. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti

Pangestu, D., Pambudhi, T., & Surahman, M. (2019). STUDI EVALUATIF RELEVANSI
MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM PGSD DENGAN KURIKULUM SD DI
BANDAR LAMPUNG. 1(1), 43–52.
Purwaningtyas, D., Dasna, I. wayan, & Fariati. (2016). Penggunaan Pendekatan Inkuiri
Terbimbing Sesuai dengan Kurikulum Nasional pada bahan ajar Laju Reaksi untuk SMA.
In Pendidikan IPA (Vol. 1, pp. 568–575).
Sabda, S. (2019). Model Pengembangan Kurikulum Terintegrasi Saintek dengan Imtaq. Banjarmasin:
Antasari Pess.
Sanjaya,Wina.2008.KURIKULUM dan PEMBELAJARAN Teori dan Praktik pengembangan
kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Bandung. KENCANA PRENADA MEDIA
GROUP
Sukamto. (1988). Perencanaan dan Pengembangan Pendidikan Dan Kejuruan. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta.
Sukri, A., dkk. (2018). “Designing an Integrated Curriculum Based on Local Primacy and Social
Suripto. (2013). Modul 1: Wawasan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Universitas Terbuka.
Syafi'i. (t.thn.). Pengembangan Kurikulum. Surabaya: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Ampel
Surabaya.
Reconstruction Perspectives of West Nusa Tenggara, Indonesia”. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia.
Semarang: Science Education Study Program FMIPA UNNES.
UKEssays. (2018, November). The Impact Of Subject And Learner Centred Designs Education
Essay. Retrieved from https://www.ukessays.com/essays/education/the-impact-of-subject-and-
learner-centred-designs-education-essay.php?vref=1
UTOMO, S. A. W., & AZIZA, W. N. (2018). Analisis Organisasi Kurikulum dan Struktur Kurikulum
Anak Usia Kelas Awal Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jurnal PANCAR, 2(1), 19–
26.
Tags