PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FEBRUARI 2025
ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji Syukur atas dan Rahmat dan ridho allah
SWT karena tanpa Rahmat dan ridhonya , kita tidak dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Aenur
Rosyid,S.H..I,M..H yang membimbing kami dalam melaksasanakan tugas ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu membantu dalam
mengerjakan tugas ini.Tugas ini membahas tentang Mazhab Mazhab Kriminologi
Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna. oleh karena itu, kami
sangat menghargai kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan tugas ini. Kami berharap
tugas ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,khususnya bagi kita semua. Dalam
penyusunan tugas ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu, semoga tugas ini dapat di pergunakan sebagaimana mestinya.
Penulis
Kelompok 3
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... iii
BAB I................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................. 2
C. Tujuan Masalah ..................................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAAN ............................................................................................................................... 3
A. Definisi Mazhab……………………………………………………………………………..
B. Macam -Macam Mazhab…………………………………………………………………..
a. Mazhab Klasik…………………………………………………………………………..
b.Mazhab Neoklasik…………………………………………………………………….
c. Mazhab Positivis……………………………………………………………………….
d.Mazhab Kritis……………………………………………………………………………
BABIII……………… ……………………………………………………………………………..
PENUTUP………… ………………………………………………………………………………
A.KESIMPULAN……………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA… …………………………………………………………………………..
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kriminologi sebagai disiplin ilmu yang mempelajari kejahatan dan perilaku
kriminal telah mengalami perkembangan yang signifikan sejak awal kemunculannya.
Berbagai pendekatan dan teori telah dikembangkan untuk memahami fenomena
kejahatan, yang tidak hanya melibatkan individu pelaku, tetapi juga konteks sosial,
budaya, dan lingkungan di mana kejahatan terjadi. Dalam konteks ini, mazhab-mazhab
kriminologi muncul sebagai kerangka pemikiran yang berbeda dalam menganalisis
penyebab dan dampak kejahatan.
Mazhab kriminologi dapat dibedakan menjadi beberapa aliran utama, masing-
masing dengan fokus dan metodologi yang unik. Teori klasik, yang dipelopori oleh
pemikir seperti Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham, menekankan pada konsep
kebebasan individu dan tanggung jawab moral. Di sisi lain, teori positivis, yang
dipengaruhi oleh pemikiran ilmiah, berusaha untuk menjelaskan kejahatan melalui
faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosial. Selain itu, pendekatan interaksionisme
simbolik dan teori konflik memberikan perspektif yang lebih kompleks, dengan
menyoroti peran interaksi sosial dan ketidakadilan struktural dalam pembentukan
perilaku kriminal.
Pentingnya memahami mazhab-mazhab kriminologi tidak hanya terletak pada teori-
teori yang diusung, tetapi juga pada implikasi praktisnya dalam penegakan hukum dan
kebijakan pencegahan kejahatan. Dengan meningkatnya kompleksitas masalah
kejahatan di masyarakat modern, pemahaman yang mendalam tentang berbagai
perspektif kriminologi menjadi krusial untuk merumuskan strategi yang efektif dalam
mengatasi kejahatan.
Melalui makalah ini, penulis bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai mazhab
kriminologi, menganalisis kontribusi masing-masing terhadap pemahaman kejahatan,
serta mengevaluasi relevansinya dalam konteks sosial saat ini. Diharapkan, kajian ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas tentang dinamika kejahatan dan upaya
pencegahannya, serta mendorong diskusi lebih lanjut mengenai pendekatan yang paling
efektif dalam menangani isu-isu kriminal di masyarakat.
2
B.Rumusan Masalah
1. Apa saja mazhab-mazhab yang ada dalam kriminologi dan bagaimana
karakteristik masing-masing?
2. Bagaimana perkembangan mazhab-mazhab kriminologi seiring dengan perubahan
sosial dan budaya di masyarakat?
C.Tujuan Masalah
1. Mengetahui macam-macam Mazhab Krimonologi beserta karakteristiknya.
2. Mengetahui perkembangan mazhab-mazhab kriminologi seiring dengan
perubahan sosial dan budaya di Masyarakat.
3
BAB II
PEMBAHASAAN
A.Mazhab Kriminologi
Mazhab kriminologi merujuk pada sekumpulan teori dan pendekatan yang
digunakan untuk memahami, menganalisis, dan menjelaskan fenomena kejahatan serta
perilaku kriminal. Dalam konteks ini, "mazhab" dapat diartikan sebagai aliran
pemikiran atau perspektif yang memiliki karakteristik dan prinsip-prinsip tertentu
dalam studi kriminologi.
Mazhab kriminologi adalah suatu pendekatan teoritis yang mengkaji penyebab,
dampak, dan respons terhadap kejahatan dalam masyarakat. Mazhab ini mencakup
berbagai teori yang berusaha menjelaskan perilaku kriminal dari berbagai sudut
pandang, termasuk faktor individu, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Setiap mazhab
memiliki asumsi dasar, metodologi, dan fokus analisis yang berbeda, yang
mencerminkan pandangan yang beragam tentang sifat kejahatan dan cara terbaik untuk
mencegah atau mengatasi masalah kriminal.
Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan sosial, bersifat subyektif. Hal tersebut
wajar, karena ilmu pengetahuan ini memang merupakan hasil rekonstruksi di dalam
otak seseorang yang bersifat subyektif, tergantung dari keakuan pribadi seseorang.
Walaupun demikian, rekonstruksi subyektif ini terus diusahakan untuk mencapai
persetujuan antar subyektif dalam kalangan luas sehingga dapat
dipertanggungjawabkan serta dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan pengamatan
dan verifikasi, maka wajar pula jika dalam kriminologi terdapat madzab yang beraneka
ragam.
1
Di dalam Kriminologi dikenal adanya berbagai aliran atau mazhab, dimana
antara satu dan lainnya mempunyai ajaran masing-masing, khususnya mengenai
kejahatan. Aliran-aliran tersebut adalah sebagaimana penjelasan berikut.:
1.)Mazhab Itali atau Aliran Antropologis
Mazhab ini mengadakan penelitian terhadap kejahatan dari sudut pandang
antropologis, yang pada akhirnya melahirkan ilmu pengetahuan “antropologi
kriminal”. Pelopor dari mazhab ini Frans dan Spuzheim. Mereka menyelidiki ciriciri
lahiriah, watak, roman muka, tulisan tangan dan cara berjalan seorang penjahat. Salah
satu penganut aliran ini adalah P. Brocca. Dia melakukan penyelidikan pada tengkorak
para penjahat, yang menyimpulkan bahwa ternyata ada kelainan-kelainan dalam
tengkorak-tengkorak para penjahat tersebut, yaitu mempunyai sifat patologys
(penyakit).
2
2) Mazhab Perancis atau Aliran Lingkungan
Mazhab ini disebut juga dengan mazhab lingkungan, karena sangat
memperhatikan kondisi lingkungan masyarakat. Madzahab atau aliran ini lahir sebagai
reaksi terhadap aliran Antropologi Kriminal.
3
Aliran ini menolak adanya orang jahat
karena pembawaan atau penjahat semenjak lahirnya. Aliran ini berpendapat, bahwa
sebetulnya si penjahat itu tidak bersalah.
3.) Mazhab Bio-Sosiologi
Mazhab ini merupakan sintesa dari mazhab antropologis dan lingkungan.
Pelopornya bernama Enrico Ferri, sedangkan penganutnya adalah AD. Prins (Brussel-
Belgia), F.R. Von liszt (Berlin-Jerman), G.A. Van Hamel (Amsterdam-Belanda).
Ferri menyatakan bahwa setiap kejahatan merupakan hasil dari unsur-unsur ang
terdapat dalam individu, masyarakat dan keadaan fisik. Sedangkan unsur tetap yang
penting adalah individu, dan pengertian individu di sini adalah unsur seperti yang
dikemukakan oleh Lombroso. Oleh karena itu dia menuliskan rumusannya dengan
“setiap kejahatan = (keadaan sekelilingnya + bakat) dengan keadaan sekelilingnya”.
4
B. MACAM-MACAM MAZHAB KRIMINOLOGI
1. Mazhab Klasik
Pada abad ke-16 hingga revolusi Prancis usaha untuk mengatasi kejahatan
adalah dengan menerapkan hukum pidana, sehingga hukum pidana diterapkan dengan
tujuan pencegahan umum (general prevention). Usaha tersebut telah membawa kepada
2
Efa Rodiah Nur, Buku Daras Kriminologi, 59
3
Abintoro Prakoso, Kriminologi dan Hukum Pidana, 105
4
Abintoro Prakoso, Kriminologi dan Hukum Pidana, 57.
5
penerapan hukum pidana yang se-wenang-wenang yaitu menerapkan hukuman tanpa
memperhatikan keberadaan si pelaku, yang menjadi perhatian dari penguasa saat itu
adalah perbuatan dari orang yang dianggap penjahat.
5
Adanya kesewenang-wenangan dari penguasa dalam menangani orang-orang
yang dianggap sebagai pelaku kejahatan, telah menimbulkan reaksi dari rakyat
golongan menengah yang merasa keberatan atas penerapan hukum pidana. Keadaan
tersebut telah mendorong munculnya pandangan bahwa perlu adanya perbaikan
terhadap perkembangan hukum pidana. Salah seorang tokohnya yang mendorong ke
arah perbaikan tersebut antara lain: Cessare Beccaria, di mana ia salah seorang tokoh
yang menentang penggunaan penyiksaan dan penerapan hukuman mati. Beccaria pula
yang menghendaki agar hukum pidana dibuat dalam aturan yang tertulis. Kondisi itu
pula yang mendorong munculnya asas dalam hukum pdana yang dikenal dengan “asas
legalitas”.
Dengan adanya reaksi dari golongan masyarakat menengah sejalan dengan
berkembanganya revolusi Prancis, terjadi pula pembaruan dalam hukum pidana,
terutama dalam hal penerapan hukum pidana. Adanya revolusi Prancis yang
mendorong berkembangnya Aliran Klasik dalam hukum pidana di Prancis, mempunyai
konsep tentang kejahatan yang berkembang pada abad ke-18. Titik berat dari konsep
aliran klasik antara lain :
6
Rasionalitas Manusia: Mazhab klasik beranggapan bahwa manusia adalah
makhluk rasional yang mampu membuat keputusan berdasarkan pertimbangan
untung dan rugi. Individu memilih untuk melakukan kejahatan karena mereka
percaya bahwa keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada risiko
hukuman.
Kebebasan Berkehendak (Free Will): Setiap individu memiliki kebebasan
untuk memilih antara melakukan kejahatan atau tidak. Kejahatan dipandang
sebagai hasil dari pilihan bebas, bukan karena faktor biologis, psikologis, atau
sosial yang tidak dapat dikendalikan.
Pencegahan Melalui Hukuman: Tujuan utama hukuman adalah untuk
mencegah kejahatan, bukan untuk balas dendam. Hukuman harus proporsional
dengan kejahatan yang dilakukan dan harus cukup berat untuk mencegah orang
lain melakukan kejahatan yang sama.
5
Nandang Sambas, Kriminologi Prespektif Hukum Pidana (Jakarta: Sinar Grafika, 2019).
6
Frank E. Hagan, Pengantar Kriminologi (Jakarta: Prenada Media, 2015).
6
Prinsip Legalitas: Hukum harus jelas, transparan, dan diketahui oleh semua
orang. Individu harus memahami konsekuensi dari tindakan mereka agar dapat
membuat keputusan yang rasional.
Kesetaraan di Hadapan Hukum: Hukum harus diterapkan secara adil dan
tanpa diskriminasi. Semua individu, terlepas dari status sosial atau ekonomi
mereka, harus diperlakukan sama di hadapan hukum.
2. Mazhab Neoklasik
Mazhab neoklasik dalam kriminologi muncul pada akhir abad ke-19 sebagai
reaksi terhadap mazhab klasik yang mendominasi pemikiran kriminologi sebelumnya,
Madzab Neo Klasik menginginkan pembaruan dari pemikiran madzab klasik,
pembaruan ini didasarkan setelah melihat kenyataan bahwa pemikiran madzab klasik
setelah dijalankan masih menimbulkan ketidakadilan. Mazhab klasik, yang dipelopori
oleh tokoh-tokoh seperti Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham, menekankan pada
kebebasan berkehendak dan rasionalitas individu dalam membuat keputusan untuk
melakukan kejahatan. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
pemahaman yang lebih dalam tentang perilaku manusia, muncul kesadaran bahwa
pendekatan ini tidak cukup untuk menjelaskan kompleksitas kejahatan.
7
Mazhab neoklasik berusaha untuk mengintegrasikan pemahaman tentang
faktor-faktor sosial, psikologis, dan situasional yang dapat memengaruhi keputusan
individu untuk melakukan kejahatan. Tokoh-tokoh penting dalam pengembangan
mazhab ini termasuk Franz von Liszt, Hans Gross, dan Alfredo Rocco. Mazhab
neoklasik berkembang seiring dengan perubahan sosial dan ilmiah pada akhir abad ke-
19 dan awal abad ke-20. Beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan ini antara
lain:
8
Revolusi Industri: Perubahan sosial yang terjadi akibat revolusi industri
menyebabkan pergeseran dalam struktur masyarakat, yang berdampak pada
perilaku individu. Munculnya urbanisasi dan kemiskinan meningkatkan
kesadaran terhadapp pentingnya faktor-faktor sosial dalam memahami
kejahatan.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan: Perkembangan dalam psikologi, sosiologi, dan
ilmu sosial lainnya memberikan wawasan baru tentang perilaku manusia.
7
Fransiska Novita Eleanora, Buku Ajar Kriminologi.
8
Nandang Sambas, Kriminologi Prespektif Hukum Pidana.
7
Penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kriminal, seperti
lingkungan sosial dan kondisi mental, menjadi semakin penting.
Reformasi Hukum: Ada dorongan untuk mereformasi sistem hukum yang
dianggap tidak adil dan tidak manusiawi. Mazhab neoklasik berkontribusi pada
pemikiran tentang perlunya hukuman yang lebih manusiawi dan adil, serta
penyesuaian hukuman berdasarkan konteks individu.
Adapun Mazhab neoklasik memiliki prinsip dasar yang membedakannya dari
mazhab klasik:
Kebebasan berkehendak yang terbatas : Meskipun individu memiliki
kebebasan untuk memilih, kebebasan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti kondisi sosial, ekonomi, dan psikologis. Ini berarti bahwa
tidak semua individu memiliki tingkat kebebasan yang sama dalam
membuat keputusan.
Pertimbangan Konteks: Mazhab neoklasik menekankan pentingnya
mempertimbangkan konteks di mana kejahatan terjadi. Faktor-faktor seperti
latar belakang sosial, pendidikan, dan lingkungan dapat memengaruhi
perilaku individu.
Faktor Mitigasi: Dalam mazhab neoklasik, ada pengakuan terhadap faktor-
faktor yang dapat meringankan tanggung jawab individu, seperti gangguan
mental, usia, atau situasi yang memaksa. Ini berarti bahwa tidak semua
pelaku kejahatan harus diperlakukan dengan cara yang sama.
Hukuman yang Fleksibel: Hukuman harus disesuaikan dengan
karakteristik individu dan konteks kejahatan. Pendekatan ini bertujuan
untuk mencapai keadilan yang lebih manusiawi dan efektif, dengan
mempertimbangkan latar belakang dan keadaan pelaku.
3. Mazhab Positivis
Dasar madzhab positivisme adalah konsep tentang multiple factor causation
(sejumlah penyebab) kejahatan, yakni faktor alami atau yang dibawa manusia dan
dunianya yang sebagian bersifat biologis dan sebagian karena pengaruh lingkungan.
Atau dengan perkataan lain bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor di
luar kontrolnya, yang dapat berupa faktor biologis maupun faktor kultural. Manusia
bukanlah makhluk yang bebas untuk mengikuti dorongan keinginannya dan
8
intelegensinya, namun makhluk yang dibatasi atau ditentukan oleh perangkat biologi
dan situasi kulturalnya. Manusia berubah bukan semata-mata akan intelegensinya akan
tetapi melalui proses yang berjalan secara perlahan-lahan dari aspek biologinya dan
evolusi kultural.
Madzhab ini menghasilkan sejumlah pandangan yang berbeda-beda namun
dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu golongan determinis biologi dan determinis
kultural. Determinis biologi menganggap bahwa organisasi sosial berkembang sebagi
hasil dari individu dan perilakunya dipahami dan diterima sebagai pencerminan umum
dari warisan biologis. Sebaliknya determinis kultural menganggap bahwa perilaku
manusia dalam segala aspeknya selalu berkaitan dan mencerminkan nilai-nilai dunia
sosio kultural yang melingkupinya. Dunia kultural secara relatif tidak bergantung pada
biologis, dalam arti perubahan yang satu tidak berarti sesuai atau segera menghasilkan
perubahan lainnya. Perubahan kultural diterima sebagai suatu dengan bekerja ciri-ciri
istimewa atau khusus dari fenomena kultural daripada sebagai akibat dari keterbatasan.
Aliran ini dipelopori oleh Cesare Lombrosa yang dikenal dengan biological criminal
yang menyebutkan bahwa faktor penyebab kejahatan yaitu faktor alami dan pengaruh
lingkungan.
Dalam hubungan ini secara lebih transparan, I.S. Susanto, juga menyatakan
bahwa aliran pemikiran positif bertolak dari pandangan bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh faktorfaktordi luarkontrolnya, baik yang berupa faktor biologis maupun
kultural. Ini berarti bahwa manusia bukan makhluk yang bebas untuk berbuat menuruti
dorongan keinginannya dan inteligensinya, tetapi makhluk yang dibatasi dan
ditentukan oleh perangkat biologis dan situasi kulturalnya. Manusia berubah dan
berkembang bukan semata-matakarenainteligensinya akantetapi melalul proses yang
berjalan secara pelan-pelan dari aspek biologisnya atau evolusi kultural.
9
4. Madzhab Kritis
Kriminologi kritis mempelajari proses-proses dimana kumpulan tertentu dari
orang-orang dan tindakan-tindakan ditunjuk sebagai kriminal pada waktu dan tempat
tertentu. Kriminologi kritis berpendapat bahwa fenomena kejahatan sebagai konstruksi
sosial, artinya apabila masyarakat mendifinisikan tindakan tertentu sebagai kejahatan
9
I.S Susanto, 1995, Kejahatan Korporasi, Semarang, Universitas Diponegoro, Hlm.7
9
maka orang-orang tertentu memenuhi batasan sebagai kejahatan. Kejahatan dan
penjahat bukanlah fenomena yang berdiri sendiri, namun dapat dipelajari secara
obyektif, sebab ada di dalam dan dinyatakan oleh masyarakat. Kriminologi kritis juga
mempelajari perilaku dari agen-agen kontrol sosial tertentu sebagai kejahatan. Tingkat
kejahatan dan ciri-ciri pelaku, terutama ditentukan oleh bagaimana peraturan
perundang-undangan disusun dan dijalankan. Sehubungan dengan itu maka tugas
kriminologi adalah bagaimana pemberian nama jahat tersebut diterapkan terhadap
tindakan orang-orang tertentu.
Madzhab kritis mengatakan bahwa tingkat kejahatan dan ciri-ciri pelaku
terutama ditentukan oleh bagaimana undang undang disusun dan dijalankan. Tugas
kriminologi kritis adalah menganalisis proses bagaimana stigma penjahat tersebut
diterapkan pada tindakan dan orang-orang tertentu. Pendekatan kritis dibedakan
menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Pendekatan Interaksionis
Pendekatan interaksionis menentukan mengapa tindakan dan orang tertentu
didefinisikan sebagai penjahat di masyarakat tertentu dengan cara mempelajari persepsi
makna kejahatan yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. Dasar aliran
interaksionis bersumber pada symbolic interactionism yang diajarkan oleh Mead 1863
1931 yang menekankan bahwa manusia adalah pencipta dan sekali gus sebagai produk
dari lingkungannya. Perilaku manusia tidak hanya ditentukan oleh peranan kondisi-
kondisi sosial, akan tetapi juga peranan individu yang menafsirkan dan menangani
dalam berinteraksi dengan kondisi-kondisi sosial yang bersangkutan. Orientasi sosio-
psikhologis teori ini bertumpu pada teori-teori interaksi sosial mengenai pembentukan
kepribadian dan konsep proses sosial dari perilaku kolektif.
Manusia secara terus menerus bertindak untuk terlibat dalam kelompoknya,
dengan perkataan lain bahwa hidupnya merupakan bagian dan produk dari kumpulan
kelompoknya. Kelompok selalu mengawasi dan berusaha untuk menyeimbangkan
perilaku anggota kelompoknya sehingga menjadi perilaku kolektif. Aliran ini berusaha
untuk menentukan mengapa tindakantindakan dan orang-orang tertentu didefinisikan
sebagai kriminal oleh masyarakat tertentu dengan cara mempelajari persepsi makna
kejahatan yang dimiliki oleh agen kontrol sosial dan orang-orang yang diberi batasan
sebagai penjahat. Di samping itu, juga mempelajari makna proses sosial yang dimiliki.
10
Oleh kelompok yang bersangkutan dalam mendifinisikan seseorang sebagai
penjahat. Hubungan kejahatan dan proses kriminalisasi secara umum menggunakan
konsep deviance (penyimpangan) dan reaksi sosial. Kejahatan dipandang sebagai
bagian dari penyimpangan sosial dalam arti bahwa tindakan yang bersangkutan berbeda
dari tindakan normal yang ada dalam masyarakat dan terhadap pelakunya diberi reaksi
sosial yang negatif. Dalam arti umum, masyarakat memperlakukan mereka sebagai
orang yang berbeda atau orang yang jahat. Dengan demikian siapa yang dipandang
menyimpang dari masyarakat tertentu terutama- bergantung pada masyarakat itu
sendiri.
2) Pendekatan Konflik
Pendekatan konflik mengatakan bahwa orang berbeda karena memiliki
perbedaan kekuasaan dalam mempengaruhi perbuatannya dan bekerjanya hukum serta
mengasumsikan bahwa manusia merupakan makhluk yang terlibat dengan
kelompoknya. Dasar pemikiran aliran konflik adalah kekuasan yang dimiliki dalam
perbuatan dan bekerjanya hukum. Kekuasaan sebagai kebalikan dari kejahatan.
Bahwasanya mereka yang memiliki kekuasaan yang lebih besar dan kedudukan yang
lebih tinggi dalam mendifinisikan kejahatan, adalah sebagai kepentingan yang
bertentangan dengan kepentingannya sendiri. Semakin besar kekuasaan seseorang atau
sekelompok orang semakin kecil kemungkinannya untuk dijadikan pelaku kejahatan
atau sebaliknya.
Tahun 1970-an muncul apa yang disebut kriminologi marxis. Mengenai istilah
kriminologi marxis terdapat beberapa penulis yang menentangnya. Menurut Paul Q.
Hirst tidak ada teori yang memperbincangkan tentang kejahatan baik dalam
eksistensinya maupun yang dapat dikembangkan dari marxisme yang ortodoks. Teori
konflik tidak sama dengan teori marxis. Lebih-lebih jika ada tanggapan bahwa aliran
kritis sama dengan aliran marxis.
Tahun 1976-an dalam perkembangan lebih lanjut Reid menyatakan bahwa
kriminologi marxis mendasarkan pada 3 (tiga) hal: 1. Perbedaan bekerjanya hukum
mencerminkan kepentingan dari rulling class; 2. Perbuatan kejahatan akibat dari proses
produksi dalam masyarakat; 3. Hukum pidana dibuat untuk mencapai kepentingan
ekonomi rulling class. Sedangkan yang non marxis, nilai dan teori konfliknya
memandang bahwa di dalam setiap masyarakat apakah masyarakat kapitalis, fasis,
demokratis atau apa saja- selalu terdapat konflik nilai dan kepentingan di antara bagian-
11
bagian dalam masyarakat. Penyelesaian pertentangan atau konflik tersebut akan
dipengaruhi oleh kekuasaan dari kelompok-kelompok yang bertentangan. Sehingga
perbedaan aspek dan maknanya reflexivity akan membawa berbagai implikasi dan
teori, riset dan prakteknya. Misalnya berkaitan dengan disiplin, konteks, retorika dan
penentuan strategi, pendirian atau sudut pandang dalam praktek atau pelaksanaannya.
Perspektif aliran konflik, baik yang non marxis maupun kriminologi marxis
berargumentasi bahwa "perbuatan dan kriminalisasi terhadap perbuatan" adalah
normal.
Perbedaan mendasar dalam perspektif konflik yang memandang kejahatan
antara non marxis dengan kriminologi marxis adalah;
a. Menurut non marxis, kejahatan sebagai tindakan normal dari orang-orang yang
normal yang tidak memiliki kekuasaan yang cukup untuk mengontrol proses
kriminalisasi dan dalam perspektif perilaku menyimpang. Kejahatan dipandang
dari perwujudan kebutuhan masyarakat untuk mengkriminalisasikan perbedaan.
b. Menurut kriminologi marxis-kembali pada ide positivisme bahwa kejahatan
bersifat patologis. Hal demikian berdasar pada konsep Karl Marx bahwa orang
menjadi demoralized dan subyek dari segala bentuk kejahatan dan tindakan yang
tidak senonoh apabila di dalam masyarakat, mereka ditolak peranannya sebagai
produktif. Perilaku yang patologis tersebut berupa batasan ilmiah sebagai perbuatan
yang merugikan masyarakat atau tindakan yang memperkosa hak asasi manusia
yang dapat meliputi kejahatan lapisan bawah maupun lapisan atas. Orang-orang
miskin merupakan sasarannya antara mereka sendiri dengan yang lain, maupun
lapisan atas yang berupa kejahatan pencemaran, perang dan eksploitasi terhadap
pekerja. Sebab musabab dari perilaku yang bersangkutan dianalisis dan ditemukan
melekat pada sistem ekonomi kapitalistik, dan cara mengobatinya lewat
pembangunan masyarakat sisoalis.
12
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam kajian kriminologi, berbagai mazhab telah muncul sebagai upaya untuk
memahami dan menjelaskan fenomena kejahatan dari berbagai perspektif. Setiap
mazhab, mulai dari teori klasik hingga teori konflik, menawarkan pendekatan yang unik
dalam menganalisis penyebab kejahatan dan perilaku kriminal.
Pemahaman yang mendalam tentang mazhab-mazhab ini sangat penting dalam
merumuskan kebijakan penegakan hukum dan strategi pencegahan kejahatan. Setiap
mazhab memberikan wawasan yang berbeda yang dapat digunakan untuk
mengembangkan pendekatan yang lebih efektif dalam menangani masalah kejahatan di
masyarakat.
Namun, tidak ada satu pun mazhab yang dapat dianggap sebagai solusi tunggal
untuk memahami kejahatan. Setiap teori memiliki kelebihan dan kekurangan, serta
tantangan yang dihadapi dalam penerapannya. Oleh karena itu, integrasi berbagai
perspektif kriminologi menjadi penting untuk menciptakan pemahaman yang lebih
holistik dan komprehensif mengenai kejahatan.
13
DAFTAR PUSTAKA
I.S Susanto, 1995, Kejahatan Korporasi, Semarang, Universitas Diponegoro, Hlm.7
Frank E. Hagan. Pengantar Kriminologi. Jakarta: Prenada Media, 2015.
Fransiska Novita Eleanora. Buku Ajar Kriminologi. Bojonegoro: Madza Media, 2022.
Nandang Sambas. Kriminologi Prespektif Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2019.