kuliah tentang Kesadaran Moral dokter.pptx

AndreKusuma20 6 views 35 slides Sep 16, 2025
Slide 1
Slide 1 of 35
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35

About This Presentation

kuliah tentang kesadaran moral dokter dalam menghadapi dunia kedokteran yang ada saaat ini.


Slide Content

Kesadaran Moral Murdani Abdullah Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Kesadaran Moral

Franz Magnis Suseno Membedakan antara norma moral dan norma norma lainnya norma hukum , hanya membahas apakah tindakan itu salah atau benar ditinjau dari sisi hukum, kalau memang salah, maka perbuatan itu bisa dikenai hukuman norma sopan santun . membicarakan apakah perbuatan manusia secara lahir menunjukan kesopanan ataukah tidak Norma moral tidak terletak di dalam isi dari norma itu Suatu larangan misalanya “jangan mencuri”, dapat sekaligus merupakan norma sopan santun dan norma hukum, maka dari itu sifat moral tidak hanya bersifat lahiriyah saja, akan tetapi unsur dalam kesadaran manusia yang menyertai kesadaran tentang norma-norma

Franz kesadaran moral itu muncul misalnya apabila seseorang harus memutuskan sesuatu yang menyangkut hak dan kebahagiaan orang lain. Contoh si A meminjamkan uang Rp. 10.000,- kepada janda miskin. Kemudian uang itu akan dikembalikan, tetapi karena keliru dikembalikanya Rp. 50.000,-. Setelah janda miskin itu pergi, timbul pertanyaan pada diri si A : Apa yang harus di perbuat?, Ternyata dalam kesadarannya si A, ada beberapa unsur. Di satu fihak

Di satu fihak Si A menyadari bahwa kelebihan Rp. 40.000,- menguntungkan dirinya. Si A tidak takut akibat-akibat buruk yang ditimbulkan, apabila uang tidak dikembalikan, karena tidak bisa dibuktikan bahwa ia bersalah. Si A berpendapat bahwa janda itu kiranya tidak akan menyangka bahwa kekurangan Rp. 40.000,- dalam kasnya itu karena uangnya lari kepada dirinya.Jadi si A berkeinginan mendiamkan kekeliruan janda itu. Di lain fihak si A sadar bahwa : Janda itu miskin dan kiranya akan menderita bersama anaknya apabila uang itu tidak dikembalikan. Bahwa janda itu berhak atas uangnya. • Maka si A tetap merasa wajib mengembalikan uang janda miskin itu.

Apakah Akhlaq itu….? Sejak ribuan tahun lalu, hingga kini pandangan dunia filsafat belum mencapai kata sepakat dalam permasalahan ini. Kriteria Akhlaqi telah dijelaskan oleh beberapa madzhab seperti : 1. Plato 2. Aristoteles 3. Epicurus 4. Al Ghazali

Apakah karakter perbuatan Akhlaqi? Perbuatan akhlaqi (bermoral) vs perbuatan biasa / alami. Perbedaan ke 2 nya adalah bahwa perbuatan akhlaqi patut disanjung dan dipuja. Sementara perbuatan alami tidaklah demikian. Misal : 1. Seorang buruh bekerja dan mendapat upah atas pekerjaannya Rp 25.000.00,- 2. Seorang insinyur bekerja dan mendapatkan upah sebesar Rp 100.000.00,- 3. Seorang dokter praktek dan mendapatkan honor sebesar Rp 500.000.00,-

Contoh perbuatan Ahklaqi 1. Memaafkan a. Kesalahan yang hanya terkait dengan orang tersebut, contoh : ghibah, menuduh. b. Kesalahan yang dalam 1 sisi berkaitan dengan si pelaku sementara di sisi lain berkaitan dengan masyarakat umum, contoh : pembunuhan. Bila si pembunuh meminta maaf dan dikabulkan oleh shahibul haq maka perbuatan tersebut bersifat akhlaqi. 2. Membalas budi baik Ada 2 reaksi manusia terhadap orang lain yang berbuat baik terhadap dirinya. a. Bersifat Acuh. b. Melakukan perbuatan membalas kebajikan.

3. Menyayangi binatang a. Sya’ir Sa’di : Di sahara gersang seekor anjing kehausan. Masih tersisa nafas kehidupan Seorang hamba berhati mulia ulurkan sepatunya Dengan tali yang diikat dengan tangannya Tuk selamatkan anjing, ia ulurkan tangan Dengan sedikit air ia siram anjing malang Nabi terima wahyu tentang-Nya Tuhan yang mulia telah ampuni dosa-Nya

Teori Akhlaq

1. Teori Emosi 1. Teori Emosi Al-athifiyah (emosi) merupakan teori paling klasik yang menunjuk pada perbuatan akhlaqi. Terbagi menjadi 2 : a. Perbuatan alami muncul dari ego seseorang dan kecenderungan alamiah yang terdapat pada dirinya. Tujuannya hanya untuk mencapai keuntungan dan kesenangan pribadi. b. Perbuatan akhlaqi, dasarnya adalah emosi yang tingkatannya lebih tinggi dari kecenderungan pribadi. Bila orang lain bahagia, hati mereka pun ikut berbunga-bunga. Derajat seperti ini hanya terdapat pada sebagian orang saja. Mereka lebih senang membahagiakan orang lain dari kebahagiaan pribadinya.

Dasar dan Tujuan Perbuatan Manusia Perbuatan akhlaqi adalah perbuatan yang bertolak dari landasan dan kecenderungan yang tidak berkaitan dengan subjektifitas pelakunya, melainkan berhubungan dengan orang lain. Tujuannya bukan untuk meraih kebaikan untuk dirinya melainkan berbuat baik untuk orang lain. “Senangkan orang lain dengan apa yang menyenangkanmu, dan bencilah apa yang membuat orang lain benci”

Akhlaq Hindu Teori akhlaq hindu bercorak emosional, berarti bahwa fokus dan sandaran utamanya adalah perasaan. Sebagaimana teori akhlaq kristen yang bertumpu pada cinta. Gandhi dalam bukunya Inilah agamaku berkata setelah membaca Upanishad, aku mendapatkan 3 dasar utama. 1. Di dunia ini ada 1 pengenalan(ma’rifah), yaitu pengenalan diri (ma’rifatun-nafs). Dalam falsafah dan kebudayaan Hindu, pengenalan diri merupakan dasar dan inti ma’rifah. Semua riyadhah (pelatihan diri) bertujuan untuk itu. 2. Barangsiapa mengenal dirinya, akan mengenal Tuhan-Nya, juga mengenal hakikat dunia. Dua dasar tersebut benar adanya. Nabi dan Imam ‘Ali pun menekankan keduanya. Yang demikian itu nampak jelas dalam hadits hadits Rasulullah maupun pesan-pesan imam ‘Ali as,sebagaimana ungkapannya, “Pengetahuan diri adalah pengetahuan yang paling berguna.”

3. Ada satu kekuatan di dunia ini, yaitu kemampuan menguasai diri (jiwa). Dalam ungkapan Gandhi, “Barangsiapa mampu menguasi dirinya, akan mampu menguasai alam sepenuhnya. Di dunia ini ada satu kebaikan, yaitu mencintai orang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”

Kritik Teori Emosi Teori Emosi yang menyatakan bahwa akhlaq berarti cinta dan perbuatan baik separuhnya benar dan separuhnya lagi salah. Yang demikian itu akan tampak jelas dalam sejumlah kritik berikut : 1. Tidak semua cinta digolongkan akhlaqi, meskipun layak puji. Karena tidak semua tindakan puji/tercela, digolongkan sebagai golongan akhlaqi/ tidak akhlaqi. Contoh : seorang pegulat yang kuat, di puji atas kekuatan dan keperkasaannya, namun tidak memiliki nilai akhlaqi. Karena perbuatan Akhlaqi haruslah mengandung unsur upaya (ikhtisab) dan pilihan (ikhtiyari) bagi sifat sifat yang bukan instingtif. Cinta ke 2 orang tua terhadap anaknya merupakan perbuatan luhur dan mulia. Apakah termasuk perbuatan akhlaqi?

2. Bahwa wilayah akhlaq lebih luas daripada mencintai orang lain. Ada sejumlah tindakan yang sangat mulia dan patut mendapatkan pujian, namun demikian tak ada kaitannya dengan kecintaan pada orang lain. Bila manusia mengagungkan perbuatan yang mengandung cinta pada orang lain, seperti berbuat baik (ihsan) dan mengutamakan orang lain (itsar), mestinya manusia juga mengagungkan ma’na tindakan seperti menentang kenistaan yang dalam bahasa arab disebut dengan iba’u al dhaiym. Dalam sejarah, kita menjumpai manusia manusia yang rela mati demi menjaga kehormatannya daripada tunduk kepada kenistaan. Pengorbanan dan penolakan seperti itu merupakan puncak Akhlaq, yang tidak terkait dengan cinta pada orang lain. Namun, ia merupakan perbuatan mulia. Kesimpulannya, pendapat yang mengatakan bahwa tiada kebaikan di dunia ini selain cinta adalah tidak tepat, karena ada kebaikan lain selain mencintai orang lain.

3. Ma’na ‘kemanusiaan’ perlu di perjelas. Contoh, apakah kasih sayang seseorang kepada binatang -sebagaimana kisah seorang yang memberi minum anjing yang kehausan- tidak dikategorikan sebagai perbuatan akhlaqi karena anjing bukan manusia? Apakah kita ummat manusia tidak patut menyayangi binatang? Ataukah sebaliknya, karena binatang juga bagian dari ciptaan Allah swt. yang merupakan wujud kekuasaan dan rahmat-Nya.

Sebagaimana ungkapan sa’di : Aku mengagumi dunia ini Karena keindahannya berasal dari-Nya Aku mencintai alam semesta Karena seluruh isinya berasal dari-Nya Wahai teman, hiruplah kesegaran pagi Agar hati yang mati jadi hidup kembali Sungguh semesta tiada miliki apa yang di hati Ruh manusia adalah anugerah-Nya Aku teguk racun dengan penuh kelezatan Karena Ia yang menuangkan Dengan kehendakku, aku bunuh diri Karena Sang Maha Agung yang menghidupkan.

Apa itu Kemanusiaan…? Apakah manusia yang dimaksud adalah hewan yang mempunyai kepala dan dua telinga? Sehingga setiap kali kita melihat hewan seperti ini, kita sebut manusia? Kalau begitu, semua anak cucu Adam kita sebut sebagai manusia dan mesti mencintai seluruhnya. Ataukah yang dimaksud adalah sekelompok manusia saja? Yang dimaksud dengan manusia adalah kemanusiaan yang asli, yang berarti mencintai manusia, menyayangi, dan mengasihi mereka. Dan manusiawi berarti mengagungkan nilai nilai dan martabat kemanusiaan yang mulia. Setiap manusia layak dicintai sebanding dengan derajat nilai kemanusiaan yang dimilikinya. Sedangkan manusia yang tidak memiliki nilai kemanusiaan meskipun secara lahiriah dan jasmani adalah manusia, maka ia tidak layak disebut sebagai manusia. Orang seperti Jengis Khan, Adolf Hitler, tak layak disebut sebagai manusia. Karena mereka tidak mempunyai nilai-nilai kemanusiaan.

Oleh karena itu, “kemanusiaan” memerlukan penjelasan ma’na dan batasan-batasan pengertian. Bila manusia sempurna menyayangi manusia yang tidak memiliki nilai insani, yang demikian itu karena ingin mengajak mereka kepada derajat kemanusiaan. Dalam kaitan ini, nabi Muhammad saw adalah rahmat bagi seluuruh alam, baik bagi orang mukmin maupun kafir. Walhasil, bahwa kriteria yang merkea perbincangkan, yang puncaknya adalah cinta dan perasaan, tidaklah sempurna. Tidak semuanya benar, sebagian dari kriteria itu benar dan sebagiannya lagi salah. Karena akhlaq lebih menyeluruh dan lebih umum dari perasaan cinta. Untuk meluruskan teorinya, sebagian mereka menambahkan bahwa perbuatan akhlaqi adalah yang tujuannya diperuntukkan orang lain, dengan syarat kemunculannya karena disengaja bukan instingtif. Meski demikian, masih ada kerancuan lain, karena masih ada tindakan-tindakan akhlaqi tanpa menjadikan orang lain sebagai tujuannya, melainkan merupakan sifat dan keutamaan yang ada pada diri seseorang, seperti sabar dan berpendirian teguh (istiqamah). Sebagaimana ada sifat sifat tercela yang merupakan sifat perolehan (ikhtisaby), seperti dengki, yang adalah penyakit ruhani dan tentunya tidak untuk kebaikan orang lain. Kedua sifat tersebut tidak termasuk kategori Akhlaqi.

2. Teori Filosof Muslim

Teori Filosof Muslim Inti teori ini adalah bahwa akal merupakan sumber akhlaq. Akan tetapi, akal yang berkuasa bukan akal yang dikuasai. Dalam pandangan ini, manusia merupakan kekuatan sadar yang intinya terletak pada akal. Kebahagiaannya adalah kebahagiaan akalnya. Kebahagian akal terletak pada pengetahuan akan hakikat ketuhanan. Oleh sebab itu mereka berpendapat bahwa tujuan hikmah bukan objeknya adalah untuk membentuk manusia ‘alim yang berakal menyerupai seorang ‘alim haqiqi (‘alim ‘aini). Arti pernyataan ini tidak dapat dicapai oleh pikiran orang biasa melainkan hanya oleh kaum urafa’ dan mereka mereka yang telah sampai dalam perjalanan spiritual

Maksud dari ungkapan tersebut adalah hendaknya akal menjadi hakim mutlaq pengatur kekuasaan manusia. Akal mengendalikan seluruh kekuatan manusia secara proporsional. Kekuatan yang seimbang menjaga kebebasan akal agar tidak terjerumus sebagai tawanan naluri alamiahnya yang berupa nafsu syahwati, ammarah, dan sebagainya. Akal yang mampu memberi proporsi seimbang antar kekuatan yang ada, akan menjamin pemiliknya bertindak secara proporsional, tidak mengekang jasmani demi kebutuhan rohani, maupun sebaliknya. Yang demikian itu, karena manusia mempunyai karakteristik khusus yaitu kehendak. Bila ada akal, pasti ada kehendak dan ketiadaan akal berarti ketiadaan kehendak. Berbeda dengan binatang lain yang mempunyai kecenderungan dan insting, tapi kehilangan kunci kebahagiaan emas yaitu kehendak. Ungkapan “semua hewan bergerak dengan kehendak” adalah salah besar. Memang terkadang manusia meniadakan kehendaknya dan bergerak dengan perasaan dan kecenderungan saja. Tindakan seperti itu bukan berarti menghilangkan kehendak secara mutlaq, namun sekedar mengurangi proporsinya.

Inti teori ini adalah keseimbangan, tapi bukan untuk menjaga keindahan, sebagai pendapat plato, melainkan untuk memelihara kebebasan akal dan menetapkan sifat kekuasaannya.

Perbedaan Antara Kecenderungan dan Kehendak Al-mayl (tendensi) adalah pembangkit internal dalam diri manusia, yang merespons stimulus-stimulus eksternal. Misalnya, ketika seseorang lapar, maka dari dalam dirinya timbul keinginan dan kecenderungan untuk makan. Kecenderungan adalah magnet yang menyatukan antara manusia dan stimulus luar. Manakala manusia atau pun hewan merasa lapar dan dahaga, secara refleks al-mayl mengajaknya untuk makan dan minum.

Kehendak Adapun kehendak (iradah) berkaitan dengan pribadi dan mentalnya, tidak terkait dengan dunia eksternal. Tatkala manusia memikirkan sesuatu, mempertimbangkan akibat perbuatannya, menimbang maslahat dan mafsadat dengan akalnya, saat itu ia dapat memutuskan langkah yang lebih baik menurut pertimbangan akalnya dan bukan instingnya. Misalnya orang yang sedang mengikuti diet khusus (karena adanya larangan dokter). Nafsunya selalu menggodanya untuk menyantap makanan lezat yang dihidangkan. Namun, sekiranya ia menyantap makanan itu akan berakibat buruk pada kesehatannya, akal akan mencegahnya, dan berkata “Bila engkau makan makanan ini, gejala penyakit akan menyerangmu dan kamu gampang menjadi mangsa penyakit.” Orang berakal akan mengikuti nasihat akalnya dan meninggalkan kecenderungannya.

Al Khawf Al Khawf (takut) berbeda dengan al-mayl (tendensi). Takut berarti lari menghindar, tetapi kehendak melawan rasa takut tersebut dan menghembuskan ruh keberanian di dalam hati. Jadi, menurut teori ini, tindakan akhlaqi adalah tindakan yang bersumber dari maslahat dan kehendak, dan bukan dari salah 1 kecenderungan psikologis yang dominan. Demikian pula emosi manusia harus dikendalikan oleh akal bukan dibiarkan tanpa kendali. Demikian pula dengan emosi yang berarti kehalusan perasaan hati dan merasakan kelembutan, namun bukan berarti manusia harus tunduk pada emosi cintanya, melainkan harus menjadikan akal dan kehendak sebagai hakim (pengendali) perasaan tersebut. Sa’di berkata “Mengasihani harimau adalah tindakan dzalim pada kambing-kambing.”

Manusia yang berakhlaq sempurna adalah yang akal dan kehendaknya menjadi kendali perilakunya dan menguasai kecenderungan dan keinginan keinginannya.

3. Teori Intuisi (al Wijdan)

Teori Intuisi (al- Wijdan) Segolongan orang meyaqini bahwa Allah swt. telah mengaruniakan kekuatan moral dalam diri manusia. Kekuatan yang mampu menginstruksikan pada manusia berbagai kewajiban dan tanggung jawab. Memahamkannya akan tindakan tindakan yang baik dan terpuji yang harus dilakukan. Kekuatan ini tidak berupa emosi sebagaimana pendapat moralis hindu maupun kristen, tidak pula berupa akal dan kehendak sebagaimana pendapat kaum filosof. Namun, namun berbentuk ilham intuitif (al- Ilham al-Wajdani). Ada keyaqinan sekelompok orang bahwa Allah menanamkan kekuatan intuitif dalam jiwa manusia untuk mengilhaminya melakukan tindakan yang harus dilakukan atau meninggalkannya.

Daya bathin (al-Quwwah al-Bathiniyyah) ini tidak ada kaitannya dengan akal melainkan timbul dari fitrah, sebagaimana tidak berkaitan dengan tindakan tindakan naturalistik yang berkaitan dengan insting (Gharizah) seperti makan, minum, dan sebagainya. Rasul bersabda, “Mintalah petunjuk hatimu… “ Ambillah fatwanya dan apa yang ia berikan padamu Mintalah nasihat hatimu, demikian kata Rasul… Hati-hatilah fatwa selainnya, karena ia berlebihan Tinggalkan angan-angan, agar kau peroleh rahmat Karena pengalaman mengajariku demikian Mengabdilah padanya setiap waktu Karena engkau selalu diawasinya Engkau dengar seruan kebajikan Namun, Engkau tak melihatnya Bila engkau tutup matamu dengan tabir Bilakah cahaya mentari menembus hatimu Bilakah cahaya ment

Intuisi dan Kebahagiaan Apakah kesempurnaan berbeda dengan kebahagiaan, ataukah sejenis? Pertama, apa yang diungkap Kant bahwa kesempurnaan dan kebahagiaan adalah 2 kualitas yang berbeda, intuisi mengajak manusia kepada kesempurnaan bukan kepada kebahagiaan. Menurutnya, satu-satunya kebaikan di dunia ini adalah kehendak baik yang secara mutlaq ta’at pada intuisi. Inilah kesempurnaan yang diharapkan, apakah kesempurnaan ini membawa kebahagiaan atau kedukaan. Karena yang penting bukanlah kebahagiaan melainkan kewajiban menjalankan perintah intuisi. Intuisi tidak memedulikan hasil dari berbagai tindakan, maka bagaimanapun perintahnya harus dilaksanakan. Akhlaq kedudukannya lebih tinggi dari kebahagiaan. Karena kebahagiaan berarti kelezatan, meski tidak semua kelezatan adalah kebahagiaan. Kelezatan yang berakibat pada kepahitan bukanlah kebahagiaan. Kebahagiaan hakiki adalah segala sesuatu yang melahirkan kesenangan ruhani maupun jasmani, duniawi maupun ukhrawi, lawannya kesengsaraan.

Di sini harus diperhatikan sejumlah kelezatan dan kepahitan. Kelezatan yang tidak dikotori dengan kepahitan dan kesengsaraan itulah yang disebut dengan kebahagiaan, karena kebahagiaan berarti kelezatan murni. Namun, menurut Kant, intuisi tidak membahas kebahagiaan, melainkan menyuruh pada kesempurnaan, meski membawa kepahitan dan kesengsaraan. Karena manusia tidak mungkin menyeberangi lingkaran hewaninya untuk sampai pada ketinggian alam malakut, melainkan dengan kesempurnaan. Oleh sebab itu, Kant memisahkan antara kebahagiaan dengan kesempurnaan. Pandangan ini, sampai sekarang masih dianut oleh para filosof Barat.

Kedua, apa yang disebut oleh filosof dan hukama muslim dalam pembahasan mereka tentang akhlaq. Di antaranya Ibn Sina dalam bukunya al-Isyarat dan al-Faraby dalam bukunya Tahshilu al-Sa’adah (Menggapai kebahagiaan), yang intinya sebagai berikut : Bahwa kebahagiaan merupakan tujuan setiap manusia, seorang penempuh jalan kebahagiaan berarti sedang menuju pada kesempurnaan. Karena semua kebahagiaan juga kesempurnaan dan kebaikan (al-Khayr), dan kesempurnaan sejenis dengan kebahagiaan. Keduanya tak dapat di pisahkan. Berbeda dengan pandangan Kant yang memisahkan antara keduanya. Kendati pun, ia mengakui kesulitan memisahkan antara akhlaq yang menempatkan penugasan (taklif) di atas keindahan dengan kesempurnaan di atas kebahagiaan.

Kita yang menafsirkan ucapan Kant, akhirnya berkesimpulan, bahwa kebahagiaan yang ia maksud adalah kebahagiaan yang, dalam istilah para filosof pendahulu kita disebut dengan kebahagiaan material sebagai lawan kebahagiaan ruhani yang non material. Dikarenakan Kant tidak menimbang akal teoritis dan tidak berpegang pada apa yang disebut dengan “filsafat teologis”, ia pun menjadikan “intuisi akhlaq” sebgai bahasan dan pijakan filsafatnya. Ia percaya bahwa kunci dari segala persoalan yang terselubung ada di intuisi akhlaq tersebut, sebagai lawan dari persoalan agama, kebebasan memilih, keabadian jiwa, hari akhir dan pembuktian wujud Allah swt.
Tags