Lapsus 1 kasus I Putu Gunung Cystitis.pdf

PutuGunoeng 17 views 30 slides Jan 09, 2025
Slide 1
Slide 1 of 30
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30

About This Presentation

lapsus isip


Slide Content

TUGAS INTERNSIP LAPORAN KASUS
APRIL 2024







RETENSIO URINE EC CYSTITIS

















OLEH:

dr. I Putu Gunung



Pembimbing:
dr. Siti Rachmawaty

DPJP:
dr. Anita Septiana Maria K.,Sp.PD








PROGRAM INTERNSIP KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA BLUD RSUD KABPUATEN BUTON
KABPUATEN BUTON

2024

1

LEMBAR PENGESAHAN



Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama : dr. I Putu Gunung
Laporan Kasus : Retensio Urine ec Cystitis




Telah menyelesaikan dan mempresentasikan Laporan Kasus dalam rangka tugas
Internsip dalam Program Internsip Kementrian Kesehatan Republik Indonesia BLUD
RSUD Kabupaten Buton tahun 2024


Buton, Juni 2024

Dokter Penanggung Jwab Pasien Pembimbing,
(DPJP)

dr.Anita Septiana Maria K.,Sp.PD dr. Siti Rachmawaty

2

Nama Peserta : dr. I Putu Gunung
Nama Wahana : RSUD Kab. Buton
Topik : Retensio Urine Ec Cystitis
Tanggal (kasus): 14 April 2024
Tanggal Presentasi : - Nama Pendamping : dr. Siti Rachmawaty
Tempat Presentasi : RSUD Kabupaten Buton
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjaua n Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja DEWASA Lansia Bumil
Deskripsi: Seorang wanita berusia 56 tahun diatar oleh keluarga ke UGD RSUD
Kabupaten Buton dengan keluhan susah dan nyeri saat buang air kecil
Tujuan: Evaluasi dan Tata laksana pasien retensio urine ec cystitis
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membuat : Diskusi
Presentasi
& Diskusi
Email Pos
Data Pasien : Nama: Ny. WDH Nomor RM: 046226
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran klinis:
Deskripsi: Seorang wanita berusia 56 tahun diatar oleh keluarga ke UGD RSUD
Kabupaten Buton dengan keluhan susah buang air kecil. Keluhan tersebut sudah
dialami pasien sejak 1 hari SMRS. Pasien mengatakan saat akan buang air kecil pasien
mengeluhkan keluar air kencing sedikit-sedikit disertai rasa nyeri pada perut bagian
bawah. Nyeri hilang timbul seperti di tusuk-tusuk terutama saat ingin mulai buang air
kecil. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa ingin buang air kecil lebih sering dari pada
sebelumnya. Buang air kecil sering dan sedikit. Untuk mengurangi rasa nyeri yang
dialami, pasien sempat mengompres perut bawah dengan menggunakan air hangat.
Keluhan lain seperti demam disangkal, mual dan muntah disangkal. Riwayat trauma
disangkal. Keluar darah atau nanah dari saluran kencing juga disangkal. BAB pasien
dalam batas normal. Makan dan minum pasien cukup. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit apapun, pasien tidak memiliki riwayat alergi.
2. Riwayat pengobatan: pasien tidak memiliki riwayat pengobatan apapun.

3
3. Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien mengatakan baru pertamakali mengalami hal
serupa
4. Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama.
5. Riwayat pekerjaan: pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan aktivitas
biasa.
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik: lingkungan rumah pasien masih baik
7. Lain-lain: -
Daftar Pustaka:
1. Rinawati W., Aulia D. Update in Laboratory Diagnosis of Urinary Tract Infection.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Departemen Patologi Klinik, RSUPN
Cipto Mangunkusumo.2022. Vol. 9, No. 2
2. Departemen Kesehatan RI.Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.2015
3. Adeghate J, Juhász E, Pongrácz J, Rimanóczy É, Kristóf K. Does Staphylococcus
Saprophyticus Cause Acute Cystitis only in Young Females, or is there more to the
Story? A One-Year Comprehensive Study Done in Budapest, Hungary. Acta
Microbiol Immunol Hung. 2016 Mar. 63 (1):57-67.
4. Li R, Leslie SW. Cystitis. [Updated 2023 May 30]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;2024 Jan-.Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482435/
5. Seputra K.P.,Tarmoni,Nuegroho B.,Moctar C.,Wahyudi I.,Renaldo J.,Hamid
A.,Et Al.Panduan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia
Pria.Jakarta;Ikatan Ahli Urologi Indonesia.2020. ISBN 978-602-18283-8-0
6. Bono MJ, Leslie SW, Reygaert WC. Uncomplicated Urinary Tract Infections.
[Updated 2023 Nov 13]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2024 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470195/

Hasil Pembelajaran:
1. Evaluasi, diagnosis dan tatalaksana Retensio Urine Ec Cystitis
2. Edukasi, prognosis dan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien

4
A. SUBJEKTIF:
• Keluhan Utama: Susah buang air kecil
• Anamnesis:
Seorang wanita berusia 56 tahun diatar oleh keluarga ke UGD RSUD
Kabupaten Buton dengan keluhan tidak bisa buang air kecil. Keluhan tersebut sudah
dialami pasien sejak 1 hari SMRS. Pasien mengatakan saat akan buang air kecil pasien
mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri hilang timbul seperti di tusuk-
tusuk terutama saat ingin mulai buang air kecil. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa
ingin buang air kecil lebih sering dari pada sebelumnya. Buang air kecil sering dan
sedikit. Untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami, pasien sempat mengompres perut
bawah dengan menggunakan air hangat. Keluhan lain seperti demam disangkal, mual
dan muntah disangkal. Riwayat trauma disangkal. Keluar darah atau nanah dari saluran
kencing juga disangkal. BAB pasien dalam batas normal. Makan dan minum pasien
cukup. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit apapun, pasien belum sempat
melakukan pengobatan, pasien tidak memiliki riwayat alergi.
B. OBJEKTIF:
• Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
KU : Sakit Sedang /Obesitas/CM
Antropometri : BB: 78 Kg, TB: 160 cm
Tanda Vital :
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 71 x/menit regular kuat angkat
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5
o
C
SpO2 : 99 %
2. Pemeriksaan Fisik
Tabel 1. Pemeriksaan Fisik
Kepala Normochepali, simetris, nyeri tekan (-)
Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, refleks pupil (tidak dapat dievaluasi)

5
Telinga
Normotia, Normotia, otorea (-/-), nyeri tekan tragus dan
mastoid (-/-), nyeri ketok mastoid (-/-), discharge (-/-),
serumen (-/-).
Hidung
Bentuk normal, tidak ada nafas cuping hidung, septum deviasi
(-/-), discharge (-/-), serumen (-/-), mukosa hiperemis (-/-),
nyeri tekan (-/-)
Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring
hiperemis (-)
Mulut
Mulut mencong ke kanan, bibir pucat (-), sianosis (-), lidah
kotor (-), mukosa hiperemi (-)
Leher
Bentuk leher normal, pergerakan leher bebas, kelenjar tiroid
tidak membesar, pembesaran kelenjar getah bening (-),
peningkatan tekanan vena jugularis (-)
Thorax
Normochest, tidak ada lesi, tidak ada jejas, gerakan simetris
saat statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi suprasternal
Pulmo: Sesak (-), Retraksi (-), Pernapasan Simetris (+),
Vesicular (+/+) Whezing (-/-), Rhonki (-/-).
Cor: Bunyi Jantung I dan II normal regular, bising (-)
Abdomen
Distensi (-), Tanda peradangan (-), Bising usus (+) normal,
perkusi timpani (+), Nyeri tekan (+) regio hipogastric. Nyeri
ketok CVA (-/-)
Ekstreminatas Edema (-), akral hangat (+/+), CRT < 2 detik.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Rutin dan GDS 13/04/2024
Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium DR dan GDS.
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 13,3 gr/dl 12-16
Leukosit 13,66 /ul (4-10) x 10
3

Eritrosit 4.81 /ul 4-6/ul

6
Hematokrit 38,3 % 37-48
MCV 79.6 fL 80-90
MCH 27.7 Pg 26,5-33,3
MCHC 34.7 mm/jam 31.5-35.0
Trombosit 188 /ul 150.000-450.000
Eosinofil 0,1 % 1-3
Basofil 0,1 % 0-1
Net. Segmen 79.5 % 50-70
Limfosit 15.2 % 20-45
Monosit 5.2 % 1-8
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
Kimia Darah
Glukosa Sewaktu 122 Mg/dl <200

2. Pemeriksaan Urine Rutin dan Sedimen Urine
Tabel 3. Pemeriksaan Urine Rutin dan Sedimen Urine
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Urinalisis
Urine Rutin
Warna Kuning Kuning Muda
Kekeruhan Keruh Jernih
pH 6 4.5-8,0
Berat Jenis 1.005 1.005-1.035
Keton Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Nitritie Positif Negatif
Protein Negatif Negatif
Blood Negatif Negatif
Leukosit Positif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif

7
Sedimen Urine
Leukosit 7-10 < 5 Lpb
Eritrosit 4 < 5 Lpb
Epitel Torak Negatif Sedikit Lpb
Ep. Skuamosa Negatif 5-15 Lpk
Ep.Transisi Negatif 0-1 Lpb
Bakteri 8-10 0 Lpb
Silinder Hyalin Negatif 0-2 Lpk
Yeast Negatif 0 Lpk
Kristal Negatif <2 Lpb

C. ASSESSMENT: Retensio Urine Ec Cystitis

D. PLAN:

Pengobatan:
- IVFD RL 20 tpm
- Omeprazole 40 mg/24 jam/IV
- Pasang DC
- Acc Rawat Inap
Edukasi:
- Edikasi pasien akan di lakukan perawatan inap
- Edukasi pasien untuk menjaga kebersihan alat kelamin
- Edukasi pasien untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi
Diagnosis:
- Periksaan Laboratorium: Darah lengkap, urie rutin dan sedimen urine
(13/05/2024)
- USG Abdomen (16/04/2024)

8
FOLLOW UP
Tabel 4. Follow Up Pasien

Hari/Tgl Perjalanan Penyakit Planing
Senin
15/04/2024
S: Pasien mengeluhkan nyeri pada perut
bagian bawah, terasa penuh dan
mengganjal di perut bagian bawah.
Nyeri pada sekitar kemaluan (+).
Demam (-), mual dan muntah (-). BAK
on DC produksi cukup. BAB normal.
Makan dan minum cukup.

O: KU: Nyeri ringan,
GCS: E4V5M6
TTV:
- TD :135/80 mmHg
- N : 100 x/menit kuat angkat
- P : 18 x/menit
- S : 36,7 C
- Kepala: normochepali, anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
- Respirasi: sesak (-), retraksi (-),
vesicular (+/+), Rh (-/-), Wz (-/-)
- Cor: BJ I/II normal regular, bising (-)
- Abdomen: Distensi (-), tanda radang (-
), peristaltic (+) kesan normal, nyeri
tekan regio Epigastric, Hipogastric
(+), timpani (+), Nyeri ketok CVA (-/-
)
- Ekstremitas: edema (-/-), akral hangat
(+/+)
A: Retensio Urine Ec Cystitis
Terapi Farmakologi:
- IVFD RL 20 tpm
- Ranitidin 2 x 50 mg/IV
- Ciprofloxacine
2x400mg/IV (H-1)

Pemeriksaan:
- USG Abdomen tgl
16/05/2024

Edukasi :
- Edukasi menjaga
kebersihan alat kelamin
- Edukasi akan dilakukan
USG besok pagi
Hari/Tgl Perjalanan Penyakit Planing
Selasa
16/04/2024
S: Pasien mengeluhkan nyeri pada perut
bagian bawah, Nyeri pada sekitar
kemaluan (+). Demam (-), mual dan
muntah (-). BAK on DC produksi cukup.
BAB normal. Makan dan minum cukup.

O: KU: Nyeri ringan,
GCS: E4V5M6
Terapi Farmakologi:
- IVFD RL 20 tpm
- Ranitidin 2 x 50 mg/IV
- Ciprofloxacine
2x400mg/IV (H-2)

Pemeriksaan:
- USG Abdomen:

9
TTV :
- TD :130/85 mmHg
- N : 101 x/menit kuat angkat
- P : 20 x/menit
- S : 36,4 C
- Kepala: normochepali, anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
- Respirasi: sesak (-), retraksi (-),
vesicular (+/+), Rh (-/-), Wz (-/-)
- Cor: BJ I/II normal regular, bising (-)
- Abdomen: Distensi (-), tanda radang (-
), peristaltic (+) kesan normal, nyeri
tekan regio Epigastric, Hipogastric
(+), timpani (+), Nyeri ketok CVA (-/-
)
- Ekstremitas: edema (-/-), akral hangat
(+/+)
A: Retensio Urine Ec Cystitis
- Cystitis
- Tidak tampak gambaran
bau ginjal kanan dan kiri
- Hepar, Lien,GB,
Pancreas, Ginjal dan
uterus tak tampak
kelainan.

Edukasi :
- Edukasi menjaga
kebersihan alat kelamin
Hari/Tgl Perjalanan Penyakit Planing
Rabu
17/04/2024
S: Pasien mengeluhkan nyeri pada perut
bagian bawah, Nyeri pada sekitar
kemaluan (+). Demam (-), mual dan
muntah (-). BAK on DC produksi cukup.
BAB normal. Makan dan minum cukup.

O: KU: Nyeri ringan,
GCS: E4V5M6
TTV :
- TD :126/70 mmHg
- N : 89 x/menit kuat angkat
- P : 20 x/menit
- S : 36,1 C
- Kepala: normochepali, anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
- Respirasi: sesak (-), retraksi (-),
vesicular (+/+), Rh (-/-), Wz (-/-)
- Cor: BJ I/II normal regular, bising (-)
- Abdomen: Distensi (-), tanda radang (-
), peristaltic (+) kesan normal, nyeri
tekan regio Epigastric, Hipogastric
Terapi Farmakologi:
- IVFD RL 20 tpm
- Ranitidin 2 x 50 mg/IV
- Ciprofloxacine
2x400mg/IV (H-3)

Pemeriksaan: -
Edukasi :
- Edukasi menjaga
kebersihan alat kelamin

10
(+), timpani (+), Nyeri ketok CVA (-/-
)
- Ekstremitas: edema (-/-), akral hangat
(+/+)
A: Retensio Urine Ec Cystitis Non
Komplikata
Hari/Tgl Perjalanan Penyakit Planing
Kamis
18/04/2024
S: Pasien mengeluhkan nyeri pada perut
bagian bawah, Nyeri pada sekitar
kemaluan (+). Demam (-), mual dan
muntah (-). BAK on DC produksi cukup.
BAB normal. Makan dan minum cukup.

O: KU: Nyeri ringan,
GCS: E4V5M6
TTV :
- TD :130/80 mmHg
- N : 86 x/menit kuat angkat
- P : 20 x/menit
- S : 36,8 C
- Kepala: normochepali, anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
- Respirasi: sesak (-), retraksi (-),
vesicular (+/+), Rh (-/-), Wz (-/-)
- Cor: BJ I/II normal regular, bising (-)
- Abdomen: Distensi (-), tanda radang (-
), peristaltic (+) kesan normal, nyeri
tekan regio Epigastric, Hipogastric
(+), timpani (+), Nyeri ketok CVA (-/-
)
- Ekstremitas: edema (-/-), akral hangat
(+/+)
A: Retensio Urine Ec Cystitis
Terapi Farmakologi:
- IVFD RL 20 tpm
- Ranitidin 2 x 50 mg/IV
- Ciprofloxacine
2x400mg/IV (H-4)

Pemeriksaan: -
Edukasi :
- Edukasi menjaga
kebersihan alat kelamin
Hari/Tgl Perjalanan Penyakit Planing
Jumat
19/04/2024
S: Pasien mengatakan tidak ada keluhan,
nyeri pada perut dan area kemaluan (-).
BAK on DC produksi cukup, BAB
normal. Mual (-), muntah (-). Makan dan
minum cukup.

Terapi Farmakologi:
- IVFD RL 20 tpm
- Ranitidin 2 x 50 mg/IV
- Ciprofloxacine
2x400mg/IV (H-5)

11
O: KU: BAik, GCS: E4V5M6
TTV :
- TD :130/80 mmHg
- N : 97 x/menit kuat angkat
- P : 20 x/menit
- S : 36,4 C
- Kepala: normochepali, anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
- Respirasi: sesak (-), retraksi (-),
vesicular (+/+), Rh (-/-), Wz (-/-)
- Cor: BJ I/II normal regular, bising (-)
- Abdomen: Distensi (-), tanda radang (-
), peristaltic (+) kesan normal, nyeri
tekan regio Epigastric, Hipogastric
(+), timpani (+), Nyeri ketok CVA (-/-
)
- Ekstremitas: edema (-/-), akral hangat
(+/+)
A: Retensio Urine Ec Cystitis
Pemeriksaan: -
Edukasi :
- Edukasi menjaga
kebersihan alat kelamin
- Blader Training, kalua
berhasil rencana pulang.
- BLPL: control tgl
24/04/2024
- Obat Pulang: Cefixine 2
x 200mg/po
- Paracetamol 3x500 mg

12
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI INFEKSI SALURAN KEMIH
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau mikroba
tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna. Saluran
kemih terbagi menjadi saluran kemih atas dan saluran kemih bawah. Infeksi saluran
kemih (ISK) merupakan infeksi paling sering terjadi pada perempuan, dengan angka
kejadian cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.
1
B. EPIDEMIOLOGI
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), ISK merupakan
infeksi yang paling sering membutuhkan perawatan medis, dengan angka kunjungan
rawat jalan 8,6 juta pada tahun 2007, dan 23% di antaranya terjadi di unit gawat darurat.
Lebih dari 10,8 juta pasien di Amerika Serikat mengunjungi unit gawat darurat untuk
pengobatan ISK antara tahun 2006 – 2009, dengan biaya perawatan berkisar $2 miliar per
tahun. Sekitar 1,8 juta (16,7%) pasien dari unit gawat darurat tersebut kemudian menjalani
rawat inap, dan merupakan infeksi terbanyak yang mendapatkan resep antibiotik.
Berdasarkan laporan National Healthcare Safety Network, ISK terkait kateter (catheter-
associated UTI, CA-UTI) merupakan infeksi terkait perawatan kesehatan yang paling
sering.
1
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2016) jumlah
penderita ISK di Indonesia masih cukup banyak, mencapai 90-100 kasus per 100.000
penduduk pertahunya atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun. ISK relatif sering terjadi
pada semua usia mulai dari bayi sampai orang tua. Prevalensi ISK meningkat secara
signifikan dari 5%-10% pada usia 70 tahun dan menjadi 20% pada usia 80 tahun.
2
C. ETIOLOGI
Escherichia coli menyebabkan 70-95% ISK atas dan bawah. Berbagai organisme
juga dapat menjadi penyebab ISK antara lain S. Saprophyticus, Proteus, Klebsiella,
Enterococcus Faecalis, Enterobacteriaceae dan Yeast. Beberapa spesies lebih umum
terjadi pada subkelompok tertentu, seperti Staphylococcus Saprophyticus pada wanita
muda.
3

13
Faktor risiko terpenting terjadinya bacteriuria yaitu penggunaan kateter urin. 80%
ISK nosokomial berhubungan dengan kateterisasi uretra, sedangkan 5-10% berhubungan
dengan manipulasi genitourinari. Kateter menginokulasi organisme ke dalam kandung
kemih dan mendorong kolonisasi dengan menyediakan permukaan untuk adhesi bakteri
dan menyebabkan iritasi mukosa.
3
Hubungan seksual berkontribusi terhadap peningkatan risiko, seperti halnya
penggunaan diafragma dan/atau spermisida. Pemeriksaan panggul rutin juga dikaitkan
dengan peningkatan risiko ISK selama 7 minggu pasca prosedur. Wanita lanjut usia, ibu
hamil, atau memiliki kelainan struktur saluran kemih memiliki risiko lebih tinggi terkena
ISK.
3
Batu yang berhubungan dengan ISK paling sering terjadi pada wanita yang
mengalami ISK berulang yang disebabkan oleh Proteus, Pseudomonas, dan Providencia.
Abses perinefrik paling sering dikaitkan dengan E coli, Proteus, dan S aureus tetapi juga
mungkin disebabkan oleh spesies Enterobacter, Citrobacter, Serratia, Pseudomonas, dan
Klebsiella. Penyebab lainnya yang jarang dijumpai seperti enterococci, spesies Candida,
anaerob, spesies Actinomyces, dan Mycobacterium tuberkulosis. 25 % infeksi bersifat
polimikroba.
3
D. PATOFISIOLOGI
Saluran kemih manusia adalah steril pada kondisi normal, kecuali uretra bagian
distal. Infeksi saluran kemih terjadi akibat dari interaksi virulensi bakteri, faktor biologis,
dan perilaku host. Berdasarkan konsep virulensi atau patogenisitas bakteri dalam saluran
kemih, semakin baik mekanisme pertahanan alami tubuh, maka semakin kecil virulensi
dari strain bakteri manapun untuk menyebabkan infeksi.
1
Mekanisme pertahanan tubuh terdapat di urin dan mukosa. Bakteri patogen tidak
dapat menoleransi pH asam dan osmolalitas tinggi. Adanya protein Tamm Horsfall dan
mekanisme flushing akan menghambat perlekatan bakteri (p-fimbria pada E. coli) ke
uroepitelial dan mencegah kolonisasi. Lapisan mukopolisakarida pada mukosa bersamaan
dengan sitokin, kemokin uroepitelial, IgA, serta sekresi prostat yang bersifat bakterisidal
akan menurunkan kemampuan bakteri untuk melakukan penetrasi. Infeksi diawali dengan
kolonisasi periuretral oleh patogen penyebab ISK. Sebagian besar organisme penyebab
secara alami terdapat di saluran gastrointestinal, yang berperan sebagai reservoir alami.

14
Escherichia coli merupakan penyebab ISK terbanyak (80-90% kasus) baik ISK atas
maupun bawah, terutama untuk pasien rawat jalan, diikuti oleh Klebsiella sp,
Enterococcus sp, Proteus mirabilis, dan Staphylococcus saprophyticus. Organisme lain
yang berperan diantaranya adalah Enterococcus faecalis, Enterobacteriaceae lain, dan
jamur (yeast).
1
Jalur yang memungkinkan bakteri dapat mencapai saluran kemih adalah jalur
asending, hematogen, dan limfatik. Jalur asending sering terjadi di saluran kemih atas dan
pada perempuan. Bakteri pada umumnya berkoloni di uretra, tetapi pada perempuan
bakteri dapat berkoloni di introitus vagina dan area periuretral. Oleh karena uretra
perempuan pendek dan dekat dengan area vulva atau perianal yang hangat dan lembab,
maka lebih memungkinkan terjadinya kontaminasi. Terdapat banyak bukti klinis dan
eksperimental yang menunjukkan bahwa jalur asending naiknya bakteri dari uretra
merupakan jalur paling sering untuk terjadinya ISK, terutama bila penyebabnya adalah
bakteri yang berasal dari enterik (misalnya E. coli dan Enterobacteriaceae lain). Pada
awalnya terjadi kolonisasi bakteri di daerah periuretra. Bakteri yang berkoloni tersebut
dapat naik melalui uretra kemudian ke atas menuju kandung kemih. Adanya fimbriae
bakteri, memungkinkan perlekatan dan penetrasi ke sel epitel kandung kemih (penetrasi
uroepitelium). Saat penetrasi, bakteri dapat bereplikasi lebih lanjut dan membentuk
biofilm. Setelah terjadi kolonisasi bakteri di kandung kemih, bakteri dapat naik melalui
ureter menuju ginjal (asecending). Proses ini dibantu dengan adanya fimbriae dan toksin
bakteri yang menghambat peristaltik, sehingga menurunkan aliran urin. Adanya bakteri
pada parenkim ginjal menyebabkan respons inflamasi yang disebut dengan pielonefritis.
1
Fimbriae menyebabkan bakteri semakin menempel pada sel uroepitel. Endotoksin
(lipopolisakarida) dari bakteri berikatan dengan CD14 pada permukaan sel, mengaktifkan
toll-like receptor 4 (TLR 4). Selanjutnya, akan mengaktifkan faktor transkripsi nuclear
factor κβ (NFκβ), yang bermigrasi ke dalam inti sel, merangsang produksi faktor
inflamasi, termasuk sitokin, kemokin, nitric oxide, dan transforming growth factor β.
Mediator ini menginduksi respons inflamasi, yang meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah dan perekrutan neutrofil untuk mengatasi infeksi. Meskipun demikian, mediator
juga bertanggung jawab atas terbentuknya parut ginjal.
1
Jalur hematogen sering dijumpai pada bakteremia akibat Staphylococcus aureus
atau endokarditis, atau keduanya. Adanya infeksi parenkim ginjal oleh bakteri tersebut,

15
dapat ditularkan melalui darah. Infeksi ginjal yang disebabkan bakteri batang gram
negatif jarang terjadi melalui jalur hematogen, kecuali terdapat hal lain yang
memengaruhi misalnya obstruksi ureter. Jalur limfatik ginjal dalam patogenesis
pielonefritis masih belum diketahui. Meskipun demikian, peningkatan tekanan pada
kandung kemih dapat menyebabkan aliran limfatik menjadi mengarah ke ginjal.
1

Gambar 1. Patofisiologi ISK

16
Gambar 2. Patofisiologi ISK
E. KLASIFIKASI DAN FAKTOR RISIKO INFEKSI SALURAN KEMIH
Pada tahun 2011, European Association of Urology (EAU) mengusulkan sistem
klasifikasi ORENUC berdasarkan klinis, anatomis, tingkat keparahan infeksi,
kategorisasi faktor risiko, dan terapi antimikroba yang tepat untuk patogen penyebab.
Selain yang diusulkan oleh EAU, terdapat berbagai sistem klasifikasi ISK, misalnya yang
dikembangkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Infectious
Diseases Society of America (IDSA), European Society of Clinical Microbiology and
Infectious Diseases (ESCMID), dan the U.S. Food and Drug Administration (FDA). Saat
ini, yang paling banyak digunakan adalah berdasarkan konsep ISK dengan atau tanpa
komplikasi.
1,4
1) ISK Non Komplikata: Bersifat akut, sporadik atau berulang (bagian bawah)
(sistitis non komplikata) dan/atau pielonefritis (bagian) atas (tidak rumit), terbatas
pada wanita tidak hamil tanpa kelainan anatomi dan fungsional yang diketahui
dan relevan dengan saluran kemih atau komorbiditas.
5

17
2) ISK Komplikata: Semua ISK yang tidak termasuk dalam definisi non komplikata.
Dalam arti yang lebih sempit, ISK pada pasien dengan kemungkinan peningkatan
keadaan klinis yang rumit: yaitu semua pria, wanita hamil, pasien dengan kelainan
anatomis atau fungsional yang relevan pada saluran kemih, pemasangan kateter
menetap, penyakit ginjal, dan/atau dengan penyerta lainnya. penyakit penyerta
yang melemahkan daya tahan tubuh misalnya, diabetes.
5

3) ISK Recurent: Kekambuhan ISK non komplikata dan / atau komplikata, dengan
frekuensi setidaknya tiga ISK / tahun atau dua ISK dalam enam bulan terakhir.
4) ISK Terkait Kateter: Infeksi saluran kemih berhubungan dengan kateter (CA-UTI)
merujuk pada ISK yang terjadi pada orang yang saluran kemihnya saat ini
dipasang kateter, atau telah dipasang kateter dalam 48 jam terakhir.
5

5) Urosepsis: Urosepsis didefinisikan sebagai keadaan yang mengancam fungsi
organ dan jiwa yang disebabkan oleh respon host yang tidak sewajarnya terhadap
infeksi yang berasal dari saluran kemih dan / atau organ genital pria.
5

Gambar 3. Klasifikasi ISK

18
Tabel 5. Faktor risiko ISK ORENUC
Tipe Kategori Faktor Risiko Contoh Faktor Risiko
O Faktor risiko yang tidak
diketahui (no
known/associated risk
factor)
- Wanita pramenopause yang sehat
R Faktor risiko yang
berulang, tapi hasil akhir
tidak ada yang parah
(Recurrent UTI risk factor,
but no risk of severe
outcome)
- Perilaku seksual dan alat kontrasepsi
- Defisiensi hormonal pasca menopause
- Tipe secretory dari grup darah tertentu
- Diabetes Mellitus terkontrol
E Faktor risiko
ekstraurogenital, dengan
risiko hasil akhir yang
lebih parah (Extra-
urogenital risk factor, with
risk of more severe
outcome)
- Kehamilan
- Gender pria
- Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol
- Immunosuppression relevan
- PenyakitJaringan Penunjang
- Prematuritas, New-Born
N Faktor risiko penyakit
nefropatik, dengan risiko
hasil akhir yang parah
(Nephropathic disease,
with risk of more severe
outcome)
- Insufisiensi renal yang relevan
- Polycystic nephropathy
U Faktor risiko urologis,
dengan risiko hasil akhir
yang lebih parah, tetapi
bisa diatasi selama terapi
(Urological risk factor,
with risk of more severe
- Obstruksi ureteral (misal., batu, striktur)
- Kateter saluran kemih jangka pendek dan
sementara
- Asymtomatic bacteriuria
- Disfungsi kandung kemih neurogenik yang
terkontrol

19
outcome, which can be
resolved during therapy)
- Bedah urologi
C Faktor risiko kateter
permanen dan urologis
yang tidak dapat diatasi,
dengan resiko luaran yang
lebih parah (Permanent
urinary Catheter and non-
resolvable urological risk
factor, with risk of more
severe outcome)
- Perawatan kateter saluran kemih jangka
Panjang
- Obstruksi saluran kemih yang tak
terpecahkan
- Kandung kemih neurogenik yang tidak
terkontrol

F. GEJALA KLINIS
Tabel 6. Gejala Klinis ISK Berdasarkan Tingkat Keparahan oleh European
Section of Infection in Urology (ESIU).
Gejala
Tingkat
Keparahan
Tidak Bergejala
ABU
Gejala lokal meliputi disuria, frekuensi, urgensi, nyeri kandung
kemih, nyeri tekan suprapubik, atau bladder tenderness
Cystitis
Gejala umum sedang meliputi demam, flank pain, mual, dan muntah
Pielonefritis 2
Gejala umum yang memberat (febrile)
Pielonefritis 3
Gejala respons sistemik SIRS meliputi demam, menggigil, dan
kegagalan sirkulasi
Urosepsis 4
Gejala respons sistemik SIRS, dan disfungsi organ
Urosepsis 5
Gejala respons sistemik
SIRS, disfungsi dan kegagalan organ.
Urosepsis 6
Disamping definisi tersebut, istilah urosepsis umumnya digunakan untuk
menggambarkan sindrom sepsis yang disebabkan oleh ISK. Kriterianya meliputi bukti
klinis infeksi saluran kemih ditambah dua atau lebih dari yang berikut ini: 1) suhu >38°

20
C atau 90 kali/menit; 3) laju pernapasan >20 kali/menit atau PaCO2 12.000 /mm3, 10%
neutrofil batang.
1,5
G. DIAGNOSIS
Diagnosis ISK tidak selalu jelas. Beberapa ISK tidak menunjukkan gejala atau
gejala atipikal. Infeksi saluran kemih harus dibedakan dengan penyakit lain yang
memiliki gejala klinis serupa. Selain itu, ISK pada pasien neutropenia, biasanya tidak
dijumpai adanya piuria, sehingga memerlukan pemeriksaan yang berbeda untuk
menegakkan diagnosis. Untuk mendiagnosis ISK Non Komplikata dan Komplikata
memiliki pendekatannya masing-masing.
1,5
Diagnosis sistitis akut non komplikata dapat ditegakkan berdasarkan riwayat
gejala gangguan saluran kemih bagian bawah iritatif seperti disuria, frekuensi dan urgensi
dan tidak adanya discharge atau iritasi vagina, pada wanita yang tidak memiliki faktor
risiko. Pada wanita tua gejala gangguan berkemih tidak selalu berhubungan dengan ISK.
Sedangkan pada pasien dengan diabetes yang terkontrol, episode cystitis yang sporadik
atau cystitis berulang dapat digolongkan non komplikata. Namun pada pasien dengan
diabetes yang lama tidak terkontrol kemungkinan akan berkembang menjadi neuropati
kandung kemih. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan sampai sedang tanpa
abnormalitas struktur dan fungsi dari traktus urinarius, dan sistitis sporadik yang berulang
dapat dianggap sebagai sistitis non komplikata.
1,5
Untuk mendiagnosis ISK komplikata diikuti dengan gejala klinis seperti disuria,
urgensi, frekuensi, kolik, nyeri sudut kostovertebra, nyeri suprapubik dan demam,
meskipun gejala tersebut bisa menjadi tidak khas seperti pada neurogenic bladder, CA-
UTI (catheter associated urinary tract infection), pasca sistektomi radikal dengan diversi
urin atau pada pasien dengan nefrostomi. Presentasi klinis dapat bervariasi dari
pielonefritis akut dengan obstruktif berat dengan gejala urosepsis hingga CA-UTI
(catheter associated urinary tract infection) pasca operasi, yang membaik secara spontan
segera setelah kateter dilepas. Gejala saluran kemih bagian bawah (LUTS) dapat
disebabkan oleh ISK tapi juga oleh gangguan urologi lainnya, seperti benign prostatic
hyperplasia (BPH), gangguan autonomic akibat cedera tulang belakang, dan neurogenic
bladder. Kondisi medis seperti diabetes mellitus dan gagal ginjal seringkali ditemukan
dalam sebuah ISK komplikata.
1,5

21
1. Pemeriksaan Laboratorium:

Pemeriksaan laboratorium untuk ISK terdiri atas urinalisis dan biakan urin.
Urinalisis lengkap terdiri atas pemeriksaan makroskopik, kimia, dan mikroskopik.
Pemeriksaan makroskopik meliputi deskripsi volum, warna, kejernihan, bau, dan
berat jenis. Pemeriksaan kimia dapat dilakukan dengan menggunakan strip reagen
komersial (dipstik). Pemeriksaan kimia yang terkait dengan ISK itu sendiri meliputi
pH, leukosit esterase, dan nitrit. Sedangkan, pemeriksaan mikroskopik meliputi
adanya leukosit, eritrosit, dan bakteri.
1

Pemeriksaan urinalisis menjadi pemeriksaan terpenting untuk mendiagnosis
ISK. Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan pada saat interpretasi
hasil urinalisis untuk ISK. Pada keadaan normal, pH urin berkisar 4,5 hingga 8,0.
Urin asam atau pH 8,0 harus dibedakan antara pH urin lama atau ISK dengan
penyebab bakteri yang menghasilkan urease, misalnya Proteus sp atau
Pseudomonas sp.
1

Leukosit esterase dijumpai pada granula azurofilik granulosit. Pemeriksaan
leukosit esterase dapat mendeteksi adanya leukosit baik yang intak maupun lisis.
Meskipun demikian, bila didapatkan esterase leukosit positif tidak berarti terdapat
ISK, sedangkan bila didapatkan esterase leukosit negatif disertai gejala infeksi
saluran kemih, harus dipertimbangkan pemeriksaan mikroskopis untuk deteksi
piuria dan biakan urin.
1

Pemeriksaan nitrit dapat digunakan untuk mendeteksi adanya bakteri yang
mereduksi nitrat, sehingga hasil nitrit positif sangat spesifik untuk infeksi bakteri.
Meskipun demikian, tidak semua patogen urin adalah pereduksi nitrat. Oleh karena
itu, sensitivitas pemeriksaan nitrit rendah karena hasil nitrit negatif tidak
menyingkirkan infeksi. Faktor yang memengaruhi pemeriksaan nitrit positif di
antaranya adalah adanya bakteri penghasil nitrit, urin berada >4 jam dalam kandung
kemih sehingga bakteri mempunyai waktu cukup adekuat untuk mengubah nitrat
menjadi nitrit, dan diet cukup nitrat. Hasil positif palsu dapat dijumpai bila terdapat
zat yang menyebabkan urin berwarna merah pada suasana asam (misalnya
phenazopyridine dan bit), serta penyimpanan urin yang tidak sesuai sehingga
menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Untuk hasil negatif palsu dapat terjadi

22
pada penggunaan asam askorbat, karena asam askorbat akan bereaksi dengan garam
diazonium sehingga menyebabkan tidak terbentuk warna.
1,5

Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin dapat dilakukan dengan cara
manual, atau menggunakan alat otomatis. Pada pemeriksaan mikroskopis secara
manual, dapat dijumpai piuria. Definisi piuria adalah bila didapatkan >10
leukosit/mm3 urin porsi tengah (clean catch midstream urine) dengan
menggunakan bilik hitung, atau didapatkan 5-10 leukosit/LPB bila spesimen urin
disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm dan diperiksa
menggunakan lapang pandang besar (LPB).
1,5

Hematuria kadang dapat dijumpai pada ISK tertentu, misalnya pada sistitis
hemoragik. Perlu dipertimbangkan bahwa eritrosit dapat dijumpai pada gangguan
lain, seperti batu, tumor, vaskulitis, glomerulonefritis, dan TBC ginjal.
1

2. Pemeriksaan Dipstick:

Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu alternatif pemeriksaan
leukosit dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk mengetahui leukosituri, dipstik
akan bereaksi dengan leucocyte esterase (suatu enzim yang terdapat dalam granul
primer netrofil). Sedangkan untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan
nitrit (yang merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate reductase pada
bakteri). Penentuan nitrit sering memberikan hasil negatif palsu karena tidak semua
bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat atau kadar nitrat dalam urin
menurun akibat obat diuretik. Pada pasien degan prostatitis bakterial akut,
pemeriksaan dipstik untuk mengetahui adanya nitrit dan leukosit memiliki PPV
95% dan NPV 70%. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak lebih baik dibandingkan
dengan pemeriksaan mikroskopik urin dan kultur urin. Pemeriksaan dipstick
digunakan pada kasus skrining follow up. Apabila kedua hasil menunjukkan hasil
negatif, maka tidak perlu dilakukan kultur.
3. Kultur Urine:
Baku emas untuk diagnosis infeksi saluran kemih adalah biakan urin, dan
dapat menggunakan urin porsi tengah, urin kateter, atau aspirasi suprapubik.
Pengujian urin dengan dipstik adalah sebuah alternatif dari pemeriksaan urinalisis

23
dengan mikroskop untuk diagnosis sistitis akut non komplikata. Kultur urine
direkomendasikan hanya untuk mereka yang:
1,4

- Diduga menderita pielonefritis akut,
- Gejala yang tidak hilang atau terjadi kembali dalam 4 minggu setelah
penyelesaian terapi,
- Wanita yang menunjukkan gejala tidak khas,
- Wanita hamil, atau
- Pria yang diduga ISK
Cara paling sederhana untuk mengetahui jumlah bakteri secara kuantitatif
dapat menggunakan ose terkalibrasi. Ose platinum yang menghasilkan 0,01 dan
0,001 mL digunakan untuk streak urin ke plat agar. Setelah inkubasi pada suhu 37
C selama 24 jam, jumlah colony forming unit (CFU) dihitung, dan perkiraan jumlah
total bakteri dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni dengan 102 atau 103.
Ambang batas infeksi saluran kemih adalah 105 CFU/mL. Meskipun demikian,
terdapat rekomendasi lain untuk diagnosis ISK yaitu 103 CFU/mL, tergantung pada
jenis bakteri yang terdeteksi. Rujukan standar untuk diagnosis ISK ini adalah
dijumpainya bakteri pada biakan dengan spesimen yang didapatkan dari: 1) aspirasi
suprapubik, bakteri >103 CFU/mL; 2) kateter, bakteri >104 CFU/mL; atau 3) urin
porsi tengah, bakteri >105 CFU/mL.
1
H. DIAGNOSIS BANDING
Pada pasien wanita dengan disuria, diagnosis bandingnya meliputi vaginitis dan
uretritis. Vaginitis biasanya berhubungan dengan keputihan, dispareunia, dan pruritus.
Penyebabnya termasuk bakterial vaginosis, trikomoniasis, atau infeksi jamur. Prostatitis
harus disingkirkan pada pria dengan gejala ISK ringan, terutama bila disertai demam,
malaise, nyeri perineum, atau gejala obstruksi saluran kemih. ISK berulang pada pasien
laki-laki harus meningkatkan kecurigaan terhadap prostatitis bakterial kronis.
4
• Painful bladder syndrome: Tidak ada bukti infeksi (piuria, bakteriuria, kultur urin
positif) tetapi gejala frekuensi, urgensi, dan dysuria biasanya merupakan diagnosis
eksklusi.
• Pelvix Imflamatory Disease: Penyakit ini berhubungan dengan nyeri panggul dan
perut bagian bawah, demam, dan kemungkinan keluarnya cairan dari serviks.

24
• Prostatitis: Dapat muncul dengan nyeri ejakulasi dan/atau rasa tidak nyaman pada
panggul disertai dengan prostat lunak pada pemeriksaan rektal. Urinalisis
biasanya negatif.
• Vaginitis: Biasanya berhubungan dengan keputihan, gatal, bau, dispareunia, dan
mungkin disuria. Biasanya tidak ada urgensi atau frekuensi buang air kecil.
• Vaginitis, atrofi (hormonal): Kondisi ini muncul pada wanita pascamenopause
dan berhubungan dengan kekeringan vagina, dispareunia, keputihan (encer,
encer), labia pucat, dan lapisan vagina.
• Uretritis: Sel darah putih (piuria) terdapat pada urinalisis tetapi tidak ada
bakteriuria. Wanita yang aktif secara seksual mempunyai risiko tinggi.
I. PENATALAKSANAAN
Pilihan antibiotik untuk terapi sebaiknya dengan mempertimbangkan hal berikut:
5
- Pola resistensi kuman dan uji sensitivitas antibiotik rumah sakit atau klinik
setempat
- Kemanjuran terapi untuk indikasi tertentu pada praktik klinis
- Tolerabilitas obat dan reaksi, berlawanan obat.
- Efek berlawanan terhadap ekologi
- Biaya, dan
- Ketersediaan obat.
Lama pemberian antibiotik tergantung dari obat yang digunakan dan berkisar dari
1-7 hari. Dapat dipertimbangkan penggunaan Fosfomycin trometamol 3 gram dosis
tunggal, pivmecillinam atau nitrofurantoin sebagai terapi lini pertama untuk sistitis non
komplikata pada wanita. Tidak direkomendasikan menggunakan aminopenicillin atau
sefalosporin untuk terapi sistitis non-komplikata dikarenakan resistensi E coli yang tinggi
di seluruh dunia.
5
Tabel 7. Pilihan Antibiotik dalam Terapi ISK
Antibiotik Dosis Harian Lama Terapi
Fosfomisin trometamol 3 gr 1 hari
Nitrofurantoin makrokristal 4 x 50-100 mg 5 hari
Nitrofurantoin monohidrat/makrokristal 2 x 100mg 5 hari

25
Nitrofurantoin makrokristal dengan
prolong release
2 x 100 mg 5 hari
Pivmecillinam 3 x 400mg 3-5 hari
Alternatif
Cefalosporin (cefadroxil) 2 x 500 mg 3 hari
Terdapat sumber lain yang mengatakan terapi lini pertama untuk ISK non
komplikata yaitu antibiotic golongan fluroquinolone seperti ciprofloxacin dan
levofloxacine.
Terapi ISK Komplikata berupa pemberian antibiotic dengan mempertimbangkan
persentase resistensi amoxicillin, co-amoxiclav, trimethoprim dan trimethroprim-
sulphamethoxazole, jenis antimicrobial tersebut tidak dapat digunakan sebagai terapi
empiris pielonefritis meskipun untuk pasien kondisi yang baik dan terapi ISK komplikata.
Hal ini juga berlaku untuk ciprofloxacin dan fluoroquinolones yang lain.
1,5
Pasien dengan UTI dengan gejala sistemik perlu rawat inap di rumah sakit diikuti
dengan pemberian terapi intra vena golongan aminoglikosida dengan atau tanpa
amoxicillin, atau sefalosporin generasi dua atau generasi tiga, atau penicillin spektrum
luas dengan atau tanpa aminoglikosida. Pemilihan jenis antimicrobial didasarkan pada
pola resistensi dan disesuaikan dengan hasil tes kepekaan. Prinsip ini berlaku untuk terapi
ISK komplikata.
1,5
Pilihan terapi yang lain terutama untuk mikroorganisme yang sudah resisten
antara lain ceftolozane/tazibactam 1.5 g setiap 8 jam pada pelitian fase 3 menunjukkan
hasil kuratif yang baik pada ISK komplikata yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae
penghasil ESBL. Cefiderocol 2 g tiga kali sehari tidak berbeda efektifitasnya
dibandingkan Imipenem-Cilastin 1 g tiga kali sehari untuk terapi ISK komplikata akibat
infeksi gram negative yang sudah resisten. Imipenem-Cilastin kombinasi dengan
Relebactam 250 atau 125 mg mempunyai efektifitas yang sama dengan Imipenem-
Cilastin untuk terapi ISK komplikata pada penelitian RCT fase 2. Ceftazidime/Avibactam
mempunyai efektifitas seperti Carbapenem untuk terapi ISK komplikata yang disebabkan
oleh Enterobactriceae penghasil ESBL, namun efek samping lebih sering terjadai pada
Ceftazidime/Avibactam. Plazomicin sehari sekali dapat digunakan sebagai terapi
Enterobactericeae strain yang resisten yang menyebabkan ISK komplikata.
1,5

26
Sumber lain mengatakan terapi ISK Non Komplikata dengan ISK komplikata
dibagi sebagai berikut :
Tabel 8. Terapi ISK Non Komplikata dan Komplikata
ISK Non Komplikata ISK Komplikata
Antimikroba Dosis Antimikroba Dosis
Trimetoprim-
Sulfametoksazol
2x160/800 mg (3hr) Cefepim 2x1gr
Ciprofloxacin 2x100-250 mg
(3hr)
Cipfofloxacin 1x500 mg
Levofloxacin 2x250mg (3hr) Ofloxacin 2x400mg
Cefixim 1x400 mg (3hr) Gentamicin +
Ampicilin
1x3-5mg/kgBB
3x1mg/kgBB
Cefdopoksim
Proksetil
2 x 100 mg (3hr) Tikarsilin
Klavunalat
3x3,2 g
Nitrofuratoin
Makrokristal
4 x 50mg (7hr) Piperasilin
Tazabaktam
3-12x3.375 g
Nitrofuration
Monohidrat
Makrokristal
2 x100mg (7hr) Imipenem-silastatin 3-4x250-500mg
Amoksisilin 2x500mg (7hr)
Urinalisis dan/atau kultur urin dilakukan bila pasca pengobatan masih terdapat
gejala. Pada mereka yang gejalanya berhenti tapi muncul kembali dalam 2 minggu,
sebaiknya juga dilakukan kultur urin dan uji sensitivitas antimikroba.
5
J. PROGNOSIS
Pasien dengan cystitis non komplikata biasanya mengalami perbaikan gejala
dalam waktu tiga hari setelah memulai terapi antibiotik. Sistitis berulang terjadi pada 25%
wanita dalam waktu enam bulan setelah ISK pertama mereka, dan angka ini meningkat
pada wanita dengan lebih dari satu ISK sebelumnya. Komplikasi jarang terjadi, terutama
pada pasien yang mendapat pengobatan yang tepat. Bakteremia dan sepsis akibat sistitis
tanpa komplikasi jarang terjadi.
4

27
Sistitis emfisematous adalah komplikasi infeksi saluran kemih bagian bawah yang
jarang namun serius. Hal ini terkait dengan pembentukan gas di dinding kandung kemih
dan berpotensi berakibat fatal jika tidak ditangani dengan benar. Sistitis emfisematous
lebih mungkin menyebabkan sakit perut (80%) dibandingkan sistitis sederhana (50%),
pneumaturia kemungkinan akan terjadi pada sekitar 70% pasien, dan separuhnya akan
mengalami bakteremia. Diagnosis paling andal dibuat dengan CT scan. Faktor risiko
utama adalah diabetes yang terjadi pada sekitar 2/3 pasien yang terkena dampak. Faktor
risiko lainnya termasuk jenis kelamin perempuan, kondisi imunokompromais, kelainan
saluran kemih, obstruksi atau retensi saluran kemih, kateter saluran kemih yang
menempel, usia di atas 60 tahun, dan ISK kronis.
4
Perawatan utamanya bersifat medis dengan antibiotik, tetapi drainase kateter
harus digunakan jika terjadi retensi, pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas, atau
hematuria yang signifikan. Sekitar 10% pasien akan mengalami infeksi nekrotikans pada
dinding kandung kemih dan memerlukan intervensi bedah yang melibatkan reseksi
sebagian atau seluruhnya.
4
K. EDUKASI DAN PENCEGAHAN
Setelah terdiagnosis ISK, peningkatan asupan cairan harus dianjurkan. Pasien
harus diberitahu tentang pentingnya meminum obat sesuai resep tanpa berhenti di tengah
penggunaan antibiotik, bahkan jika mereka merasa lebih baik. Pasien juga harus
diperingatkan untuk tidak menggunakan antibiotik profilaksis kecuali jika diresepkan,
karena dapat terjadi peningkatan resistensi bakteri di kemudian hari, sehingga pengobatan
ISK berikutnya menjadi lebih sulit.
6
Strategi pencegahan untuk menghindari ISK sangat penting dalam mengurangi
kejadian dan kekambuhan ISK, terutama pada wanita. Semua perempuan, terutama
mereka yang berisiko tinggi, harus dididik mengenai strategi berikut:
6
• Wanita sebaiknya buang air kecil setelah berhubungan seksual karena bakteri di
kandung kemih dapat meningkat sepuluh kali lipat setelah aktivitas seksual.
• Setelah buang air kecil, wanita harus mengusap dari depan ke belakang, bukan
dari area anus ke depan, karena akan mengkontaminasi area introitus dan
periuretra dengan organisme enterik patogen dari rektum.

28
• Sabun cair yang lembut tanpa pewangi, sabun bayi cair, atau sampo bayi
sebaiknya digunakan saat mandi. Sabun cair lebih bersih dibandingkan sabun
batangan yang dapat menampung bakteri.
• Saat mandi, sabun sebaiknya dioleskan menggunakan kain katun lembut atau lap
mikrofiber yang baru dibersihkan.
• Area vagina harus dibersihkan terlebih dahulu untuk menghindari kontaminasi
yang tidak perlu pada area periuretra dengan bakteri pada waslap jika digunakan
di tempat lain terlebih dahulu.
L. KOMPLIKASI
ISK khususnya Cystitis jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, dapat
menyebabkan beberapa komplikasi seperti :
4

• Pyelonephritis
• Renal or perinephric abscess formation
• Renal vein thrombosis
• Sepsis
• Acute renal failure
• Emphysematous pyelonephritis
• Prostatitis

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Rinawati W., Aulia D. Update in Laboratory Diagnosis of Urinary Tract Infection.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Departemen Patologi Klinik, RSUPN
Cipto Mangunkusumo.2022. Vol. 9, No. 2
2. Departemen Kesehatan RI.Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.2015
3. Adeghate J, Juhász E, Pongrácz J, Rimanóczy É, Kristóf K. Does Staphylococcus
Saprophyticus Cause Acute Cystitis only in Young Females, or is there more to the
Story? A One-Year Comprehensive Study Done in Budapest, Hungary. Acta
Microbiol Immunol Hung. 2016 Mar. 63 (1):57-67.
4. Li R, Leslie SW. Cystitis. [Updated 2023 May 30]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing;2024 Jan-.Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482435/
5. Seputra K.P.,Tarmoni,Nuegroho B.,Moctar C.,Wahyudi I.,Renaldo J.,Hamid A.,Et
Al.Panduan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria.Jakarta;Ikatan
Ahli Urologi Indonesia.2020. ISBN 978-602-18283-8-0
6. Bono MJ, Leslie SW, Reygaert WC. Uncomplicated Urinary Tract Infections.
[Updated 2023 Nov 13]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2024 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470195/
Tags