Lembar Kerja 2.5 IN SERVICE TRAINING KELOMPOK 1.pdf

aniswindasaputri 6 views 5 slides Sep 11, 2025
Slide 1
Slide 1 of 5
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5

About This Presentation

Pembelajaran Mendalam


Slide Content

LEMBAR KERJA
KERANGKA PEMBELAJARAN MENDALAM
Kelompok : Satu ( 1 )
Anggota : Bu Anis
Bu Ranik
Bu Ari
Bu Ninik
Bu Ayu
Praktik Pedagogis
Tuliskan Model/Strategi/Metode pembelajaran yang dipilih untuk mencapai tujuan
belajar

Proyek “Dari Ladang ke Piring” menggunakan model pembelajaran berbasis
proyek (PjBL) untuk menjawab rasa ingin tahu murid tentang makanan dan
lingkungan. Strateginya bersifat interdisipliner, kolaboratif, dan reflektif,
menghubungkan berbagai mata pelajaran melalui pengalaman nyata.Metode
yang digunakan meliputi observasi, wawancara, kunjungan lapangan,
diskusi, refleksi, dan aksi nyata seperti membuat makanan dan mengelola
sampah.
Proyek ini mengintegrasikan empat olah dalam pembelajaran mendalam:
Olah pikir: riset dan analisis,
Olah rasa: empati pada petani,
Olah hati: refleksi dan rasa syukur,
Olah raga: aktivitas fisik di kebun dan dapur.
Pembelajaran ini mendorong murid menjadi pemikir dan pelaku nyata yang
peduli budaya, lingkungan, dan masyarakat.







Lingkungan Pembelajaran
Tuliskan lingkungan pembelajaran yang ingin dikembangkan dalam budaya belajar,
ruang fisik dan/atau ruang virtua

Lingkungan pembelajaran dalam proyek “Dari Ladang ke Piring” bersifat
kontekstual dan kolaboratif. Secara fisik, kegiatan dilakukan di kelas,
sawah, kebun, dan ruang komunitas. Secara virtual, digunakan media digital
untuk kampanye dan dokumentasi. Budaya belajar yang dikembangkan
menekankan pembelajaran bermakna, keterlibatan aktif, kolaborasi dengan
masyarakat, serta kepedulian terhadap lingkungan dan budaya lokal.
Lingkungan belajar ini menjadikan dunia nyata sebagai sumber utama
pembelajaran. Lingkungan ini mendukung pembelajaran mendalam yang
menghubungkan pengetahuan, nilai, dan tindakan secara nyata.

LEMBAR KERJA
KERANGKA PEMBELAJARAN MENDALAM



Kemitraan Pembelajaran
Tuliskan kolaborator dalam dan/atau luar sekolah untuk memberikan pengalaman
belajar konkrit kepada murid

Proyek “Dari Ladang ke Piring” mendorong pembelajaran bermakna melalui
kemitraan. Kolabolator dalam sekolah :
- Guru lintas mata pelajaran
- Teman Sebaya Kolabolator luar sekolah :
- Orang tua
- Petani lokal
- Sesepuh desa
- Komunitas Lingkungan Inti pembelajaran
Murid belajar langsung dari pengalaman nyata, menghubungkan pengetahuan
dengan kehidupan, budaya, dan lingkungan.









Pemanfaatan Digital
Tuliskan pemanfaatan teknologi digital untuk menciptakan pembelajaran yang
interaktif, kolaboratif, dan kontekstual

Dalam proyek Dari Ladang ke Piring, teknologi digital dimanfaatkan untuk
menciptakan pembelajaran yang interaktif, kolaboratif, dan kontekstual. Siswa
menggunakan video edukatif, peta digital, dan aplikasi seperti Google Earth untuk
menelusuri asal-usul makanan. Mereka mendokumentasikan wawancara dan
kunjungan ke sawah dalam bentuk video dan foto, lalu membagikannya melalui
platform kolaboratif seperti Google Classroom. Infografis kampanye dan poster
digital dibuat dengan Canva untuk memperkuat pesan yang disampaikan kepada
komunitas.
Asesmen Pembelajaran Mendalam:
Diagnostik: Guru menggunakan kuis digital dan chart online untuk mengidentifikasi
pengetahuan awal murid tentang pangan dan lingkungan.
Formatif: Proses belajar dinilai melalui jurnal digital harian, refleksi tertulis, serta
peer-review di forum digital.
Sumatif: Penilaian dilakukan melalui portofolio digital, video kampanye, laporan
akhir proyek, dan presentasi di Pasar Pangan Sekolah.Pemanfaatan teknologi ini
mendukung keterlibatan aktif siswa dalam berpikir kritis, kerja tim, refleksi, dan aksi
nyata yang berakar pada konteks lokal namun tersambung dengan wawasan global.

STUDI KASUS 1: “Dari Ladang ke Piring”

Ketika murid kelas 3 dan 4 di Sekolah Dasar Harapan Nusantara menyatakan rasa ingin tahu mereka tentang makanan dan lingkungan, para guru
merancang sebuah proyek lintas mata pelajaran yang kaya makna berjudul Dari Ladang ke Piring. Proyek ini dimulai dengan sebuah pertanyaan
yang sederhana namun berdampak besar: "Bagaimana nasi yang kita makan setiap hari bisa sampai ke meja makan, dan apa dampaknya terhadap
lingkungan dan masyarakat kita?" Para murid memulai perjalanan belajar mereka dengan mengaudit isi kotak bekal masing-masing dan memetakan
perjalanan makanan dari asalnya hingga sampai ke rumah. Mereka mewawancarai anggota keluarga tentang kebiasaan membeli bahan makanan,
membandingkan makanan lokal dan impor, serta mengeksplorasi praktik memasak tradisional.

Kegiatan dilanjutkan dengan kunjungan ke sawah terdekat, di mana murid berdialog langsung dengan petani lokal. Mereka belajar tentang proses
menanam padi, penggunaan pupuk organik dan kimia, tantangan irigasi, dan risiko cuaca musiman. Pengamatan mereka dicatat dan dibandingkan
antara metode pertanian tradisional dan modern. Pembelajaran ini terintegrasi dalam berbagai mata pelajaran. Dalam IPA, murid mempelajari siklus
hidup tanaman padi, jenis tanah, dan penggunaan air. Di matematika, mereka menghitung jarak tempuh makanan dan jejak karbon. Dalam Bahasa
Indonesia, mereka menulis esai reflektif dan laporan observasi. Di PPKn, mereka berdiskusi tentang kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani.
Dalam pelajaran seni budaya, mereka membuat poster kampanye dan infografis. Murid juga belajar resep tradisional Sunda seperti nasi liwet dan
keripik daun singkong dari para sesepuh desa yang diundang ke sekolah. Mereka mendengarkan kisah tentang budaya pangan, ritual musiman,
dan ketangguhan masyarakat saat menghadapi masa sulit. Ini membuka kesadaran bahwa makanan tidak hanya bernilai gizi, tetapi juga sarat
makna budaya dan identitas sosial.

Sebagai puncak proyek, para murid menyelenggarakan sebuah acara bertajuk Pasar Pangan Sekolah. Mereka menyiapkan dan menjual makanan
tradisional, mengompos sampah makanan, serta memamerkan materi kampanye yang mendorong konsumsi makanan lokal. Hasil penjualan
digunakan untuk memperluas kebun sekolah dan membeli sistem komposter, sebagai wujud tanggung jawab lingkungan jangka panjang. Proyek ini
memberikan dampak nyata. Seorang murid kelas 3 berkata, “Saya tidak tahu kalau menanam padi itu butuh usaha besar.” Seorang orang tua
menambahkan, “Sekarang keluarga kami lebih suka beli sayur dari tetangga daripada dari minimarket.” Seorang guru mencatat, “Proyek ini
menunjukkan bagaimana pembelajaran yang nyata dapat menghubungkan pengetahuan dengan tindakan.”

Nilai-nilai pendidikan yang dihidupkan dalam proyek ini mencakup olah pikir melalui penyelidikan dan riset, olah rasa dalam empati terhadap petani,
olah hati melalui refleksi dan rasa syukur, olahraga dalam aktivitas berkebun dan memasak, serta pemuliaan manusia melalui penghargaan terhadap
budaya lokal, lingkungan, dan para produsen pangan. Dari Ladang ke Piring mendorong murid menjadi pemikir, pelaku, dan penjaga budaya serta
lingkungan mereka, mengubah kegiatan sekolah menjadi pengalaman belajar yang bermakna.

STUDI KASUS 2: “Sungai Kita, Tanggung Jawab Kita”

Di Sekolah Menengah Pertama Tunas Bangsa yang terletak di Kabupaten Banyumas, murid kelas 7 memulai sebuah proyek pembelajaran
kontekstual yang mendalam dengan meneliti pentingnya Sungai Serayu bagi kehidupan masyarakat sekitar. Proyek ini menjadi kolaborasi lintas
mata pelajaran, di mana para guru dan murid keluar dari pola belajar konvensional dan menggali langsung realitas di sekitar mereka.

Pertanyaan pemantik proyek ini adalah: "Seberapa penting Sungai Serayu bagi kehidupan masyarakat di sekitar kita?" murid diberi kebebasan
memilih sudut pandang yang ingin mereka eksplorasi, mulai dari aspek lingkungan, sejarah, sosial budaya, hingga ekonomi. Dengan bimbingan
guru, mereka membentuk kelompok kecil, melakukan pengamatan langsung ke sungai, mewawancarai warga, mengambil data kualitas air, dan
mendokumentasikan kondisi ekosistem sungai. Mereka juga menggunakan perangkat digital untuk menyusun dan menyajikan temuan mereka
dalam bentuk presentasi multimedia yang disampaikan kepada orang tua, warga, dan perwakilan pemerintah daerah.

Para guru bekerja secara tim lintas mata pelajaran untuk merancang alur proyek, menyatukan pembelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dan Seni
Budaya dalam satu proyek terpadu. Dalam proses ini, guru saling berbagi praktik mengajar, membangun kapasitas satu sama lain, dan
mengembangkan bahasa pembelajaran yang lebih bermakna. Mereka juga belajar untuk melepaskan batasan antar -mata pelajaran demi
mendukung pengalaman belajar yang utuh bagi murid.

Dampak dari proyek ini sangat nyata. Para murid merasa memiliki suara dan peran dalam merawat lingkungan mereka. Mereka tidak hanya belajar
di dalam kelas, tetapi juga merasakan langsung keterkaitan antara pengetahuan dan aksi nyata. Pihak sekolah merencanakan untuk memperluas
proyek ini dengan mengirimkan laporan kepada dinas lingkungan hidup, membuat kampanye kesadaran melalui media sosial lokal, dan menjadikan
proyek ini model pembelajaran tematik di tingkat kabupaten.

Seperti masyarakat adat yang dahulu menjaga aliran Sungai Serayu, para murid SMP Tunas Bangsa belajar untuk menghargai dan bertanggung
jawab terhadap alam. Ketika murid terlibat dalam isu yang bermakna bagi kehidupan mereka, mereka merasa mampu untuk berkontribusi nyata.
Pembelajaran menjadi lebih dalam, otentik, dan relevan.

STUDI KASUS 3: “Berkisah Lewat Lensa: Suara Pelajar dari Timur”

Di Sekolah Luar Biasa Citra Mandiri yang terletak di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, para guru melihat peluang untuk memperkuat suara dan
kreativitas murid melalui proyek pembuatan film pendek. Dengan dukungan program pelatihan guru dari sebuah organisasi nirlaba, para pendidik
belajar dasar-dasar pembuatan film dan membawa keterampilan tersebut ke kelas untuk mewujudkan proyek “Berkisah Lewat Lensa.”

Para guru bersama mentor sekolah menyusun alat bantu seperti lembar kerja visual, perencana video, dan panduan produksi yang ramah inklusi.
Proyek ini bertujuan menumbuhkan kolaborasi, berpikir kreatif, dan memperkuat kepercayaan diri murid dalam mengekspresikan gagasan. murid
diminta membuat film pendek berdasarkan tema yang mereka pilih sendiri, seperti perundungan, persahabatan, semangat belajar, atau harapan
masa depan. Dalam prosesnya, mereka belajar bekerjasama, menyusun naskah, berakting, merekam, hingga mengedit film secara sederhana.

Meski tidak mudah, para guru dan murid menyesuaikan isi dan aktivitas proyek agar inklusif dan sesuai kebutuhan belajar masing-masing.
Tantangan menjadi peluang untuk saling belajar dan berkembang bersama. Keberhasilan proyek ini bahkan mempengaruhi cara guru merancang
pembelajaran di kelas lainnya. Program film pendek ini menjadi pemantik transformasi budaya belajar di sekolah tersebut.

Hasil karya murid kemudian ditayangkan dalam acara Pemutaran Perdana di aula sekolah, lengkap dengan karpet merah dan sambutan orang tua
serta komunitas. Suasana penuh haru dan kebanggaan menyelimuti acara tersebut.

Proyek ini menunjukkan bahwa ketika murid diberi ruang untuk berekspresi, mereka tidak hanya belajar membuat film, tetapi juga mengenali diri,
membangun empati, dan menemukan makna dalam belajar.
Tags