Makalah_Kelompok_10-Wirausaha-Pendidikan.pdf

AldiMusthofainalahya 14 views 14 slides Feb 07, 2025
Slide 1
Slide 1 of 14
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14

About This Presentation

MAKALAH


Slide Content

MAKALAH
Kebutuhan Konsumen Atas Jasa Pendidikan (Analisis Mikro)
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Wirausaha Pendidikan
Dosen Pengamp :


Disusun Oleh Kelompok 10 :

Aldi Musthofainal Ahyar (2022.5.8.1.00223)
Rofiqoh (2022.5.8.1.00259)
Randy Alif Gunawan (2020.5.6.1.00139)





PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON
2025

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, tuhan semesta alam karena dengan rahmat serta
pertolongannya kami dapat menyelesaikan makalah ini, sholawat dan salam selalu tertuju kepada
Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, para tabi’in, dan semoga sampai
kepada kita selaku umat-Nya.
Kami ucapkan terimakasih terhadap:

1. Allah SWT
2. Yang terhormat Dosen Pengampu Mata Kuliah “Wirausaha Pendidikan”, bapak Dr.
Dadang Suhendar, M. Pd.
3. Teman-teman 6A PIAUD

Kami berharap tugas ini dapat bermanfaat dalam menambah wawasan serta pengetahuan
pembaca mengenai “Kebutuhan Konsumen Atas Jasa Pendidikan (Analisis Mikro)”. Semoga
tugas sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.


Cirebon, 5 Februari 2025



Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................

DAFTAR ISI............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................
i
ii
1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 4
A. Nilai-Nilai (Konsumsi) Jasa Pendidikan...................................................................... 4
B. Suatu Model Harapan Konsumen Atas Jasa Pendidikan ............................................. 5
C. Suatu Model Pembelian Jasa Pendidikan .................................................................... 6
D. Suatu Model Kualitas Jasa Pendidikan ........................................................................ 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan.................................................................................................................... 11
B. Saran .............................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 12

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi dan digitalisasi yang semakin pesat, kebutuhan akan pendidikan
yang berkualitas menjadi semakin krusial. Pendidikan tidak lagi hanya dilihat sebagai
sarana untuk mendapatkan pengetahuan, tetapi juga sebagai investasi yang menentukan
masa depan individu dan masyarakat. Fenomena ini mengakibatkan persaingan ketat antar
lembaga pendidikan untuk memberikan layanan yang memenuhi ekspektasi konsumen,
yang dalam hal ini adalah siswa, orang tua, dan masyarakat. Pemahaman yang mendalam
terhadap kebutuhan konsumen jasa pendidikan menjadi kunci utama bagi lembaga
pendidikan untuk tetap relevan dan kompetitif.
Menurut Philip Kotler, kebutuhan konsumen adalah keinginan manusia yang terbentuk
oleh budaya dan kepribadian individu. Dalam konteks jasa pendidikan, kebutuhan ini dapat
meliputi berbagai aspek seperti kualitas pengajaran, fasilitas, kurikulum yang relevan, serta
dukungan terhadap pengembangan pribadi dan profesional siswa. Konsumen jasa
pendidikan saat ini lebih kritis dan memiliki berbagai ekspektasi yang harus dipenuhi oleh
lembaga pendidikan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam mengenai kebutuhan
konsumen menjadi sangat penting bagi lembaga pendidikan dalam merancang program dan
strategi yang efektif.
Selain itu, teori kebutuhan Abraham Maslow juga relevan dalam memahami kebutuhan
konsumen jasa pendidikan. Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan manusia terbagi
dalam lima tingkatan, mulai dari kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri. Dalam
konteks pendidikan, kebutuhan fisiologis dapat berupa kenyamanan fisik di lingkungan
sekolah, sementara kebutuhan aktualisasi diri dapat berupa pencapaian akademis dan
pengembangan potensi maksimal siswa. Lembaga pendidikan yang mampu
mengakomodasi seluruh spektrum kebutuhan ini akan lebih berhasil dalam menarik dan
mempertahankan konsumennya.
Lebih lanjut, teori kualitas layanan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry
mengidentifikasi lima dimensi utama kualitas layanan, yaitu keandalan, daya tanggap,
keyakinan, empati, dan berwujud.
Penelitian oleh Grönroos juga menyebutkan pentingnya kualitas interaksi dalam jasa.
Dalam pendidikan, interaksi antara guru dan siswa serta antara siswa dan manajemen
sekolah memainkan peran penting dalam menciptakan pengalaman belajar yang positif.

Kualitas interaksi ini dapat meningkatkan kepuasan dan loyalitas siswa, yang pada
akhirnya berdampak pada reputasi dan daya saing lembaga pendidikan.
Di sisi lain, teori nilai konsumen oleh Sheth, Newman, dan Gross menyatakan bahwa
nilai yang dirasakan konsumen terbagi menjadi lima kategori: nilai fungsional, sosial,
emosional, epistemik, dan kondisional. Dalam konteks pendidikan, nilai fungsional dapat
berupa kompetensi yang diperoleh siswa, nilai sosial dapat terkait dengan jaringan dan
hubungan yang dibangun, nilai emosional berkaitan dengan perasaan puas dan bangga
menjadi bagian dari lembaga tersebut, nilai epistemik menyangkut rasa ingin tahu dan
keinginan untuk belajar, dan nilai kondisional berkaitan dengan situasi spesifik seperti
kebutuhan akan pendidikan di masa pandemi.
Pemahaman mendalam terhadap teori-teori tersebut dan bagaimana mereka dapat
diterapkan dalam konteks pendidikan memungkinkan lembaga pendidikan untuk lebih
responsif terhadap kebutuhan konsumennya. Misalnya, dengan menerapkan pendekatan
yang lebih personal dalam layanan, menyediakan fasilitas yang memadai, serta terus
berinovasi dalam metode pengajaran dan kurikulum. Hal ini tidak hanya meningkatkan
kepuasan siswa tetapi juga memperkuat posisi lembaga pendidikan di tengah persaingan
yang ketat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud nilai-nilai (konsumsi) jasa pendidikan ?
2. Bagaimana model harapan konsumen atas jasa pendidiksn?
3. Bagaimana model pembelian jasa pendidikan ?
4. Apa saja model kualitas jasa pendidikan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai (konsumsi) jasa pendidikan.
2. Untuk mengetahui dan memahami model harapan konsumen atas jasa pendidikan.
3. Untuk mengetahui dan memahami model pembelian jasa pendidikan.
4. Untuk mengetahui dan memahami model kualitas jasa pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Nilai-Nilai (Konsumsi) Jasa Pendidikan

Dalam konteks analisis makro kebutuhan konsumen atas jasa pendidikan, nilai-nilai
(konsumsi) jasa pendidikan merujuk pada berbagai aspek dan manfaat yang dianggap
penting oleh konsumen (dalam hal ini, siswa dan orang tua) ketika mereka memilih layanan
pendidikan. Nilai-nilai ini mencakup berbagai faktor yang memengaruhi keputusan
konsumen dalam memilih institusi pendidikan atau program pendidikan tertentu. Kotler
dan Keller (2016) dalam buku "Marketing Management" menjelaskan bahwa nilai dalam
jasa pendidikan meliputi kualitas pendidikan, reputasi institusi, fasilitas yang disediakan,
lingkungan belajar, dan prospek karir setelah lulus. Mereka menekankan pentingnya
pemahaman mendalam tentang harapan konsumen untuk menciptakan kepuasan dan
loyalitas. Dengan memperhatikan faktor keuntungan dari konsumsi jasa Pendidikan tentu
akan menentukan apakah jasa Pendidikan yang telah dipilih memiliki suatu keunggulan
atau keuntungan yang nyata untuk konsumen (siswa dan orang tua).
Nilai-nilai (konsumsi) jasa Pendidikan juga dibahas dalam buku "Services Marketing:
Integrating Customer Focus Across the Firm", Zeithaml dkk (2017) menyebutkan bahwa
nilai jasa pendidikan sering dilihat dari kualitas layanan yang mencakup keandalan, daya
tanggap, jaminan, empati, dan aspek-aspek tangible seperti fasilitas fisik. Mereka juga
menyoroti pentingnya pengalaman keseluruhan yang diperoleh siswa. Nilai jasa
Pendidikan yang berkualitas tentu akan sangat menguntungkan untuk semua pihak.
Dengan memilih jasa Pendidikan yang paling menguntungkan akan memberikan hasil yang
memuaskan. Seluruh Pendidikan yang ada di dunia memang memiliki tujuan yang berbeda,
akan tetapi dengan diselenggaraakan nya Pendidikan yang ada di suatu negara tentu
diharapkan agar dapat mencerdaskan anak bangsa.
Sebagaimana pendapat menurut Schiffman & Kanuk (2014) dalam "Consumer
Behavior" menyatakan bahwa keputusan konsumen dalam memilih jasa pendidikan
dipengaruhi oleh nilai emosional dan sosial seperti rasa bangga, pengakuan sosial, dan

identitas yang diperoleh dari institusi pendidikan. Mereka juga mencatat pengaruh faktor
budaya dan sosial dalam persepsi dan preferensi konsumen. Pemilihan jasa Pendidikan
tentu juga menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas seorang individu atau suatu
komunitas. Pemilihan jasa Pendidikan dengan menimang seluruh aspek keuntungan yang
akan didapatkan tentu menjadi sesuatu yang akan menentukan bagaimana hasil dari jasa
Pendidikan tersebut. Dengan bermunculan ragam jasa Pendidikan tentu ada saja nilai lebih
dan kurang dalam suatu jasa akan tetapi dengan mengetahui nilai-nilai jasa Pendidikan,
konsumen dapat memilih mana jasa Pendidikan yang memiliki resiko paling rendah dan
keuntungan lebih baik.
Berdasarkan seluruh paparan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam nilai-nilai
(konsumsi) jasa Pendidikan berarti ada hal yang dapat dirasakan setelah konsumen
menggunakan jasa Pendidikan. Pada garis besarnya nilai penggunaan jasa Pendidikan ini
diutamakan untuk menjunjung tinggi kualitas Pendidikan, fasilitas dan infrastruktur,
aksesibilitas dan lokasi, biaya dan ekonomi, pengembangan holistic, lingkungan belajar,
teknologi dan inovasi, pengakuan dan akreditasi, prospek karir dan jaringan. Memahami
nilai-nilai ini penting bagi penyedia jasa pendidikan untuk merancang program dan layanan
yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan konsumen, serta untuk memposisikan diri
mereka secara kompetitif di pasar pendidikan. Dalam analisis makro, mengidentifikasi tren
dan perubahan dalam nilai-nilai ini juga dapat membantu institusi pendidikan untuk
beradaptasi dengan dinamika pasar yang terus berkembang.
B. Suatu Model Harapan Konsumen Atas Jasa Pendidikan

Dalam memahami kebutuhan konsumen terhadap jasa pendidikan melalui analisis
makro, model harapan konsumen terhadap jasa pendidikan berfungsi sebagai kerangka
teoretis untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan memahami ekspektasi konsumen
terhadap layanan pendidikan. Model ini menitikberatkan pada faktor-faktor yang
memengaruhi harapan konsumen serta bagaimana harapan tersebut terbentuk dan
dipengaruhi oleh berbagai elemen dalam lingkungan pendidikan. Selain itu, model ini juga
membantu institusi pendidikan merancang layanan yang lebih baik dengan memahami
ekspektasi dari konsumen, termasuk siswa, orang tua, dan masyarakat secara umum, serta
bagaimana memenuhi atau melebihi harapan tersebut.

Para ahli dalam bidang pendidikan dan perilaku konsumen telah mengembangkan
berbagai model untuk memahami harapan konsumen terhadap jasa pendidikan. Beberapa
pandangan dan model terkenal termasuk:
1. SERVQUAL Model yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml & Berry (1988),
model ini mengukur kualitas layanan berdasarkan lima dimensi: keandalan,
ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti fisik. Meskipun awalnya diterapkan pada
layanan umum, model ini juga relevan untuk jasa pendidikan.
2. Expectation-Confirmation Theory (ECT) yang dikembangkan oleh Richard L. Oliver
(1950) teori ini menjelaskan bagaimana kepuasan pelanggan terbentuk melalui proses
perbandingan antara harapan sebelum pembelian dan kinerja aktual yang dialami.
3. Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikembangkan oleh Ajzen (1991), TPB
menyarankan bahwa niat untuk melakukan suatu perilaku dipengaruhi oleh sikap
terhadap perilaku tersebut, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku. Dalam
konteks pendidikan, ini bisa digunakan untuk memahami keputusan memilih institusi
pendidikan.
Dapat disimpulkan model-model harapan konsumen atas jasa pendidikan adalah bahwa
pemahaman dan pemenuhan ekspektasi konsumen merupakan faktor kunci dalam
merancang layanan pendidikan yang efektif dan memuaskan. Model seperti SERVQUAL,
Expectation-Confirmation Theory, dan Theory of Planned Behavior memberikan
pandangan yang beragam tentang bagaimana harapan konsumen terbentuk, dipengaruhi,
dan dipenuhi dalam konteks layanan pendidikan. Dengan memperhatikan model-model ini,
institusi pendidikan dapat meningkatkan kualitas layanan, merancang strategi pemasaran
yang lebih efektif, dan memperoleh keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di pasar
pendidikan yang semakin kompleks.
C. Model Pembelian Jasa Pendidikan
Pengertian pemasaran jasa pendidikan yang lain sebagaimana dikemukakan oleh
Barnawi dan Mohammad Arifin ”adalah proses pengelolaan pendidikan dalam kegiatan
pertukaran nilai-nilai untuk memenuhi kepentingan sekolah dan kepentingan peserta didik
berdasarkan harapan dan kebutuhan stakeholder”.

Menurut Sri Minarti, dalam jasa pendidikan, produk yang ditawarkan kepada siswa
ialah reputasi, prospek, dan variasi pilihan. Sekolah yang baik menawarkan reputasi/mutu
pendidikan yang tinggi, prospek bagi siswa setelah lulus, dan pilihan konsentrasi
berbagai program yang bervariasi sehingga calon siswa dapat memilih bidang yang
sesuai dengan bakat dan minat mereka.
Sebelum merencanakan pemasaran, suatu perusahaan perlu mengidentifikasi
konsumen, sasarannya dan proses keputusan mereka. Walaupun banyak keputusan
pembelian melibatkan hanya satu pengambilan keputusan, keputusan yang lain mungkin
melibatkan beberapa pesarta yang memerankan peran, pencetus ide, pemberi pengaruh,
pengambil keputusan, pembeli dan pemakai. Di sini tugas pemasar adalah
mengidentifikasi peserta pembelian lain, kriteria pembelian mereka dan pengaruh
mereka terhadap pembeli. Menurut Howard dalam ariwidodo (2009) kepercayaan
konsumen dapat meningkat ketika calon pembeli sudah mendapatkan keterangan
yang jelas seperti pesan iklan (informasi) yang ditanyangkan secara berulang-ulang,
brosur, pemasaran langsung dan lainnya. Program pemasaran harus dirancang untuk
menarik dan mencapai pesar serta kunci seperti halnya pembeli. Keinginan untuk membeli
timbul setelah konsumen merasa tertarik dan ingin memakai produk yang dilihatnya,
menurut Howard dan Shay (dalam Basu Swastha Dharmmesta, 1998) proses membeli
(buying intention) akan melalui lima tahapan, yaitu :
1. Pemenuhan kebutuhan (need)
2. Pemahaman kebutuhan (recognition)
3. proses mencari barang (search)
4. Proses evaluasi (evaluation)
5. Pengambilan keputusan pembalian(decision).

Informasi mengenai produk mendasari proses membeli sehingga akhirnya muncul
suatu kebutuhan, di sini konsumen akan mempertimbangkan dan memahami kebutuhan
tersebut, apabila penilaian pada produk sudah jelas maka konsumen akan mencari produk
yang dimaksud, yang kemudian akan berlanjut pada evaluasi produk dan akhirnya
konsumen akan mengambil keputusan untuk membeli atau

memutuskan untuk tidak membeli yang disebabkan produk tidak sesuai dan
mempertimbangkan atau menunda pembelian pada masa yang akan datang.
Menurut Munawaroh (2011) menjelaskan model pemasaran jasa pendidikan ke dalam
tiga model, yaitu:
a. Pemasaran eksternal
Pemasaran ekternal digambarkan dengan aktivitas normal yang dilakukan oleh
organisasi pendidikan dalam mempersiapkan produk, menetapkan harga, melakukan
distribusi dan mempromosikan jasa yang bernilai superior kepada para pelanggan, dalam
hal ini adalah peserta didik. Pemasaran semacam ini dapat memungkinkan potensi dan
produk jasa pendidikan yang berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya untuk
dipromosikan dan dipublikasikan kepada pelanggan agar menarik perhatian konsumen jasa
pendidikan. Pemasaran eksternal untuk menyebarluaskan informasi dan potensi lembaga
pendidikan untuk diketahui, dikomunikasikan dan dipasarkan pada masyarakat. Sebagus
apapun potensi dan keunggulan suatu lembaga tanpa disertai dengan strategi manajemen
pemasaran pendidikan yang baik akan berdampak pada keunggulan yang tidak diketahui
oleh pelanggan jasa pendidikan sehingga tidak menarik perhatian. Sebaliknya, sekecil
apapun potensi yang dimiliki oleh lembaga pendidikan akan tetapi lembaga tersebut
dipasarkan, dipromosikan dan dikomunikasikan dengan baik akan menarik perhatian
masyarakat sebagai pelanggan jasa pendidikan.
b. Pemasaran internal
Pemasaran internal menggambarkan tugas yang di emban sekolah dalam melatih dan
memotivasi para guru, karyawan dan para peserta didik sebagai aset utama sekolah agar
dapat melayani para pelanggan dengan baik, penghargaan dan pengakuan yang sepadan
dan manusiawi untuk membangkitkan motivasi, rasa bangga, loyalitas, dan rasa memiliki
setiap orang dalam organisasi. Sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh suatu
lembaga pendidikan difungsikan secara optimal sebagai pelaku pemasaran jasa pendidikan
kepada masyarakat sebagai pelanggan pendidikan, pemasaran semacam ini sangat
berpengaruh dalam menarik perhatian masyarakat, yaitu tenaga pendidik, tenaga
kependidikan, dan siswa dalam membantu pemasaran jasa pendidikan akan menyebabkan
semakin meluasnya pasar lembaga pendidikan tersebut.

c. Pemasaran interaktif

Pemasaran interaktif menggambarkan interaksi antara pelanggan, dalam hal ini para
wali siswa dengan para guru dan staf serta kepala sekolah. Diharapkan setiap sumber daya
manusia sekolah loyal, bermotivasi tinggi dan diberdayakan, dapat memberikan total
quality service kepada setiap pelanggan dan calon pelanggan. Pemasaran model interaktif
ini dimaksud untuk memberikan pelayanan pendidikan yang efektif dengan senantiasa
meminta kritikan yang konstruktif dan solutif dalam meningkatkan layanan pendidikan.
Karena pelayanan pendidikan yang efektif akan meninmbulkan kesan positif terhadap
lembaga pendidikan, sebaliknya jika pelayanan kurang memuaskan atau kurang baik maka
akan menyebabkan kesan masyarakat buruk terhadap lembaga pendidikan tersebut. Oleh
karenanya, kritik dari masyarakat harus mampu direspon dengan baik oleh lembaga
pendidikan guna menjaga stabilitas mutu pendidikan yang diharapkan dapat mencapai
tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan.
D. Model Kualitas Jasa Pendidikan

Model kualitas jasa pendidikan adalah kerangka konseptual yang digunakan untuk
mengevaluasi dan meningkatkan mutu layanan pendidikan. Menurut Lupiyoadi, (2018),
terdapat beberapa model yang umum digunakan:
1. Model Servqual: Kemampuan serta penampilan akan sarana pra-sarana fisik
perusahaan mampu diandalkan atas kondisi lingkungan sekitar yang ialah sebuah
bukti nyata darielayanan yang diberi oleh pemberi jasa Mengukur persepsi pelanggan
terhadap layanan pendidikan berdasarkan lima dimensi utama: keandalan, daya
tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik.
2. Model Gronroos: Fokus pada interaksi antara penyedia layanan (misalnya, guru, staf
administrasi) dan pelanggan (siswa, orang tua) dalam menilai kualitas layanan.
3. Model Parasuraman, Zeithaml, & Berry (PZB): Menggabungkan dimensi-dimensi
kualitas layanan dengan atribut-atribut yang spesifik untuk pendidikan, seperti
kualitas pengajaran, fasilitas fisik, dan dukungan administratif.
4. Model Baldrige: Lebih spesifik untuk lembaga pendidikan di Amerika Serikat,
mengukur kualitas berdasarkan tujuh kriteria utama: kepemimpinan, strategi, fokus
pelanggan, pengukuran kinerja, manajemen tenaga kerja, operasi, dan hasil-hasil.

Setiap model memiliki keunikan dalam pendekatan dan pengukuran, namun tujuannya
sama yaitu untuk meningkatkan pengalaman dan hasil belajar para pelajar melalui
peningkatan mutu layanan pendidikan. Keberhasilan sekolah diukur dari tingkat
kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil
jika mampu memberikan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan, karena
mereka sudah mengeluarkan budged cukup banyak pada lembaga pendidikan. Walaupun
jasa pendidikan itu tidak berwujud, namun pelanggan dapat melihat dan merasakan
dari hal tersebut melalui hasil lulusan dan pelayanan yang diberikan oleh lembaga
pendidikan tersebut.
Dengan demikian, kepuasan pelanggan dalam dunia pendidikan sangat
mempengaruhi kuantitas dan pemilihan dari lembaga pendidikan tersebut. Hal lain yang
mempengaruhi pemilihan jasa pendidikan, tidak lepas dari manajemen pemasaran
pendidikan yang dilakukan lembaga pendidikan tersebut. Produk yang berkualitas,
pada dasarnya merupakan bagian dari pemasaran secara tidak langsung dari lembaga
pendidikan tersebut, sedangkan pemasaran secara tidak langsung adalah melalui proses
iklan, promosi dan melalui kegiatan-kegiatan pengenalan produk dari lembaga
pendidikan tersebut, dapat berupa prestasi maupun kegiatan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam konteks jasa pendidikan, pengukuran kualitas menjadi krusial karena kualitas
layanan pendidikan sangat mempengaruhi kepuasan pelanggan (siswa, orang tua, dan
lainnya) serta reputasi lembaga pendidikan itu sendiri. Model Analisis ini menggunakan
berbagai model seperti Gap Analysis, Servqual, Kano, dan Hierarchical Model of Service
Quality untuk menganalisis dimensi-dimensi kualitas layanan pendidikan. Setiap model
menawarkan pendekatan unik dalam memahami dan meningkatkan kualitas layanan.
Implementasi model-model ini memberikan panduan bagi lembaga pendidikan untuk
mengidentifikasi area-area yang perlu diperbaiki dalam menyediakan layanan pendidikan
yang lebih baik. Hal ini dapat membantu meningkatkan kepuasan pelanggan, retensi siswa,
serta reputasi dan daya saing lembaga pendidikan. Penting untuk dicatat bahwa setiap
lembaga pendidikan memiliki konteks dan karakteristik unik, sehingga penerapan model-
model ini harus disesuaikan dengan kondisi spesifik dan kebutuhan lembaga tersebut.
Dengan demikian, makalah ini memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya dan
cara-cara untuk menganalisis serta meningkatkan kualitas layanan pendidikan melalui
pendekatan analisis mikro yang komprehensif.
B. Saran

Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari tulisan
maupun bahasan yang kami sajikan, oleh karena itu mohon di berikan sarannya agar kami
bisa membuat makalah lebih baik lagi, dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
semua, dan menjadi wawasan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. *Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50*(2), 179-211.
Al-Qaradhâwi, Y. (1997). Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press

Barnawi Mohammad Arifin, Buku Pintar Mengelola Sekolah (Swasta) (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), 14.
Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). *Marketing Management* (15th ed.). Pearson.

Munawaroh, Kebijakan Strategi Pemasaran Pendidikan (Studi Kasus Di SMK Ma’ruf Al-
Munawwir Krapyak Yogyakarta (Yogyakarta: Pps UNY, 2011), 25–36.
M. Munir, Kepuasan Pelanggan Dan Pemilihan Jasa Pendidikan, Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, 2020
Oliver, R. L. (1980). A Cognitive Model of the Antecedents and Consequences of Satisfaction
Decisions. *Journal of Marketing Research, 17*(4), 460-469.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L. L. (1988). SERVQUAL: A multiple-item scale for
measuring consumer perceptions of service quality. *Journal of Retailing, 64*(1), 12-40.
Schiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2014). *Consumer Behavior* (11th ed.). Pearson.

Sri Minarti, Manajemen Sekolah, (Jogjakarta : Ar-Ruz Media, 2012), 390

Zeithaml, V. A., Bitner, M. J., & Gremler, D. D. (2017). *Services Marketing: Integrating
Customer Focus Across the Firm* (7th ed.). McGraw-Hill Education