362
”Aku serius bertanya, Tuan Muda Ali.” Aku mendesah kesal.
Ini pertanyaan penting sekali. ”Maksudku, seperti kamu yang
selalu bisa membuat benda-benda, dan terus mencobanya. Terus
mengalami kemajuan, apa pun masalah yang kamu temui. Dulu,
saat ment
ok soal pemindai lorong-lorong kuno, meskipun lam
bat, juga marah-marah, kamu tetap bisa menemukannya.
Bagaimana caranya, Ali? Kamu selalu bisa mengalahkan rasa
bosan, tidak percaya diri, dan keragu-raguanmu.”
Ali diam sejenak.
”Aku juga tidak tahu, Raib,” Ali akhirnya menjawab lebih
serius. ”Aku hanya senang melakukannya. Jadi meskipun kamu
menertawa
kanku, tidak percaya misalnya, aku tetap melakukan
nya. Meskipun satu sekolah menganggapku biang kerok, guru-
guru ti
dak menyukaiku, tapi aku tahu persis, aku bisa melaku
kan banyak hal yang tidak bisa dilakukan orang lain.
”Kadang kala aku gagal. Itu benar. Entah berapa kali aku
meledakkan sesuatu di basement. Tapi itu tidak membuatku
kapok. Kadang kala aku menemui jalan buntu, harus melupakan
eksperimen penting, menyingkirkan benda-benda tidak berguna,
setengah jadi, tapi aku tidak akan berhenti. Karena aku
menyukainya, passion, hobi, mimpi-mimpi, semangat, entah apa
lagi kata yang tepat menggambarkannya.”
Aku terd
iam di dalam kubusku. Ali benar, dia terus ber
usaha.
”Kamu tahu, Ra, ayahku pernah bilang—yah, meskipun dia
terlalu sibuk dengan bisnis kapal kargonya, dia bilang, ‘Hidup
ini ad
alah petualangan, Ali. Semua orang memiliki petualangan
nya masing-masing, maka jadilah seorang petualang yang me
lakukan hal terbaik.’ Itulah kenapa aku menyukai basement-ku,