MATERI-K2-HK-PERSAINGAN teori pasar persaingan usaha.pptx
RifandiDamanik1
0 views
27 slides
Oct 03, 2025
Slide 1 of 27
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
About This Presentation
materi hukum persaingan
Size: 102.32 KB
Language: none
Added: Oct 03, 2025
Slides: 27 pages
Slide Content
LATAR BELAKANG, ASAS DAN TUJUAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA MATERI KE-2 HUKUM PERSAINGAN USAHA
Latar belakang langsung dari penyusunan undang-undang antimonopoli adalah perjanjian yang dilakukan antara Dana Moneter Internasional (IMF ) dengan pemerintah Republik Indonesia, pada tanggal 15 Januari 1998. Dalam perjanjian tersebut , IMF menyetujui pemberian bantuan keuangan kepada Negara Republik Indonesia sebesar US$ 43 miliar yang bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi , akan tetapi dengan syarat Indonesia melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum ekonomi tertentu . Hal ini menyebabkan diperlukannya undang-undang antimonopoli . Akan tetapi perjanjian dengan IMF tersebut bukan merupakan satu-satunya alasan penyusunan undang-undang tersebut.
Indonesia sendiri baru memiliki aturan hukum dalam bidang persaingan usaha , setelah atas inisiatif DPR disusun RUU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat . RUU tersebut akhirnya disetujui dalam Sidang Paripurna DPR pada tanggal 18 Februari 1999, dalam hal ini pemerintah diwakili oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rahardi Ramelan . Setelah seluruh prosedur legislasi terpenuhi , akhirnya Undang-undang tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ditandatangani oleh Presiden B.J. Habibie dan diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 serta berlaku satu tahun setelah diundangkan .
Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai tindak lanjut hasil Sidang Istimewa MPR-RI yang digariskan dalam Ketetapan MPR-RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional , maka Indonesia memasuki babak baru pengorganisasian ekonomi yang berorientasi pasar.
Asas dan Tujuan Asas dari UU No. 5 tahun 1999 sebagaimana diatur pada Pasal 2 bahwa : “ Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum ”. Asas demokrasi ekonomi tersebut merupakan penjabaran Pasal 33 UUD 1945 dan ruang lingkup pengertian demokrasi ekonomi yang dimaksud dahulu dapat ditemukan dalam penjelasan atas Pasal 33 UUD 1945.
Demokrasi ekonomi pada dasarnya dapat dipahami dari sistem ekonominya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar . Dalam Rísalah Sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945 di Gedung Pejambon Jakarta dapat diketahui bahwa Supomo selaku ketua Panitia Perancang UUD menolak paham individualisme dan menggunakan semangat kekeluargaan yang terdapat dalam masyarakat pedesaan Indonesia.
Undang-undang antimonopoli dapat dan harus membantu dalam mewujudkan struktur ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam penjelasan Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan bahwa ” Ekonomi diatur oleh kerjasama berdasarkan prinsip gotong royong ”, termuat pikiran demokrasi ekonomi , yang dimaksudkan ke dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1999. Demokrasi ciri khasnya diwujudkan oleh semua anggota masyarakat untuk kepentingan seluruh masyarakat , dan harus mengabdi kepada kesejahteraan seluruh rakyat . Pikiran pokok tersebut termuat dalam pasal 2, yang dikaitkan dengan Huruf a dan Huruf b dari pembukaannya , yang berbicara tentang pembangunan ekonomi menuju kesejahteraan rakyat sesuai dengan UUD dan demokrasi ekonomi . Disetujui secara umum bahwa negara harus menciptakan peraturan persaingan usaha untuk dapat mencapai tujuan demokrasi ekonomi .
UUD 1945 Pasal 33 secara yuridis memberi ruang dan peluang bagi negara untuk melakukan kebijakan monopoli . Sebagaimana tertera dalam kedua pasal tersebut , tujuan dari kebijakan monopoli adalah terciptanya kesejahteraan rakyat . Berbeda dengan sistem ekonomi pasar yang percaya bahwa pasar yang menuntut persaingan terbuka dan menolak prilaku persaingan usaha yang tidak sehat , monopoli negara sebaliknya . Di sinilah di tengah tarik-menarik kepentingan antara sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi yang dikelola oleh negara (economic state lead) membuka wacana tentang kedudukan monopoli negara dan syarat-syarat yang dibutuhkan .
Penjelasan pasal 33 menyebutkan bahwa “ dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi , produksi dikerjakan oleh semua , untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat . Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan , bukan kemakmuran orang seorang ”. Selanjutnya dikatakan bahwa “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat . Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ”. Secara tegas Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya , melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang-seorang . Dengan kata lain monopoli , oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah bertentangan dengan prinsip pasal 33.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat . Sehingga . Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan , penyelengaraan , penggunaan , persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara . Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi , BUMN/D ( Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar , serta intervensi pemerintah , serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan .
Adapun tujuan dari UU No. 5 tahun 1999 sebagaimana diatur pada Pasal 3 adalah untuk : menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat ; mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sama bagi pelaku usaha besar , pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil ; c. mencegah praktek monopoli dan / atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha .
Perundang-undangan antimonopoli Indonesia tidak bertujuan melindungi persaingan usaha demi kepentingan persaingan itu sendiri . Oleh karena itu ketentuan Pasal 3 tidak hanya terbatas pada tujuan utama undang-undang antimonopoli , yaitu sistem persaingan usaha yang bebas dan adil , di mana terdapat kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha , sedangkan perjanjian atau penggabungan usaha yang menghambat persaingan serta penyalahgunaan kekuasaan ekonomi tidak ada ( Huruf b dan c), sehingga bagi semua pelaku usaha dalam melakukan kegiatan ekonomi tersedia ruang gerak yang luas .
Efisiensi berhubungan dengan penggunaan sumber daya , baik hari ini dan masa yang akan datang . Produksi yang efisien hari ini , berarti manusia , mesin , bahan mentah dan bahan lainnya dipergunakan untuk memproduksi output terbesar yang bisa mereka hasilkan . Input tidak dipergunakan secara percuma atau sia-sia . Efisiensi hari ini juga berarti bahwa produk dan jasa yang diproduksi adalah barang dan jasa yang dinilai paling tinggi oleh konsumen dimana pilihan mereka tidak terdistorsi. Efisiensi pada masa yang akan datang didapat dan dari insentif untuk inovasi yang menghasilkan peningkatan produk dan jasa maupun perbaikan dalam proses produksinya dimasa depan . Meningkatnya produksi dengan harga yang rendah , sebagaimana juga inovasi yang menghasilkan produk baru dan jasa yang lebih baik dimasa depan , akan meningkatkan surplus total.
Relevansi pertimbangan efisiensi bagi kebijakan kompetisi adalah bahwa penggunaan sumber daya yang tidak efisien , dengan kata lain, akan mengakibatkan harga tinggi, output rendah, kurangnya inovasi dan pemborosan penggunaan sumber daya . Bila perusahaan bersaing satu sama lain untuk mengidentifikasikan kebutuhan konsumen , memproduksi apa yang dibutuhkan konsumen pada harga yang paling rendah yang dapat dihasilkannya dan terus menerus berusaha meningkatkan dan melakukan inovasi untuk meningkatkan penjualan , sumber daya digunakan secara lebih produktif dan konsumen mendapatkan apa yang dibutuhkannya
Perlindungan konsumen dan persaingan merupakan dua hal yang saling berhubungan dan saling mendukung . Harga murah , kualitas tinggi dan pelayanan yang baik merupakan tiga hal yang fundamental bagi konsumen dan persaingan merupakan cara yang terbaik untuk menjaminnya . Oleh karena itu , hukum persaingan tentu harus sejalan atau mendukung hukum perlindungan konsumen .
Persaingan Usaha Persaingan atau ‘competition’ dalam bahasa Inggris oleh Webster didefinisikan sebagai ”…a struggle or contest between two or more persons for the same objects”. Dengan memperhatikan terminology persaingan tersebut , dapat disimpulkan bahwa dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut : (a) Ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli . (b) Ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang sama .
Terdapat tiga kekuatan pada sektor ekonomi di Indonesia, yaitu pemerintah (BUMN), swasta dan koperasi . Fakta menunjukkan bahwa 70% dari perekonomian Indonesia ternyata dikuasai oleh segelintir pengusaha yang mendapat kemudahan dari penguasa dan 86% output nasional dikontrol oleh pelaku usaha besar . Sedangkan usaha kecil meski jumlahnya 94% dari seluruh sektor pengolahan ternyata hanya menghasilkan output sebesar 9%. Sektor koperasi hanya memberikan sumbangan sebesar 3% lebih bagi output nasional tetapi justru menghidupi 80% dari masyarakat Indonesia. Usaha kecil yang jumlahnya 38 juta unit merupakan 99,85% dari total unit usaha di Indonesia dan dalam hal penyediaan lapangan kerja .
Dengan melihat pada angka dan kondisi di atas maka kondisi tersebut menunjukkan adanya dominasi pelaku usaha tertentu terhadap pelaku usaha lainnya dan cenderung menciptakan iklim persaingan usaha yang tidak sehat sehingga adanya suatu regulasi yang sama diantara pelaku usaha merupakan suatu hal yang sifatnya sangat essensial sehingga baik pelaku usaha besar maupun kecil akan diberikan peluang yang sama untuk bersaing .
Di lain pihak , dalam kenyataannya perkembangan dan peranan sektor jasa di Indonesia selama 20 tahun terakhir mengalami kemajuan yang sangat pesat . Pada tahun 1970 sektor jasa hanya memberikan kontribusi kurang dari 10% terhadap pendapatan nasional dan jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang jasa kurang dari 10%. Pada tahun 1996 sektor jasa di Indonesia sudah menyumbang sebesar 40% sampai 60% dari pendapatan nasional (BPS, 2001 dalam Jasfar , 2005). Dengan jumlah penduduk kurang lebih 210 juta dan jumlah pekerja sebanyak 59 juta jiwa , 43,4% bekerja pada sektor jasa , sisanya yaitu 44% bekerja di bidang pertanian dan 12,6% bekerja dibidang industri (Peters, 1999 dalam Jasfar , 2005). Dengan jumlah penduduk yang demikian besar dan adanya perkembangan perekonomian secara global, maka kemungkinan besar sektor jasa akan semakin berkembang pesat dan semakin bersaing di Indonesia.
Pengertian persaingan yang tidak sehat yang menjadi permasalahan adalah selalu diartikan sebagai tindakan individual yang hanya mementingkan diri sendiri , menghalalkan segala cara untuk memakmurkan atau memuaskan dirinya , cenderung melakukan tindakan untuk mematikan pesaingnya dengan tindakan yang tidak layak , menipu konsumen , mematikan pengusaha kecil , serta menekan kaum yang lemah dan miskin . Sedangkan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 memberikan pengertian persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha .
Sebaliknya persaingan dalam pengertian yang sehat adalah persaingan yang akan menciptakan dan berperan dalam meningkatkan kinerja usaha masyarakat . Menciptakan kompetisi berarti menciptakan iklim persaingan . Dengan memiliki pesaing kita dapat mengetahui kinerja kita sudah optimal atau belum . Dengan pembanding kita akan dapat mencapai penilaian yang objektif dan akan mengetahui bahwa apa yang sudah kita lakukan adalah yang terbaik ataukah belum . Dengan adanya pesaing , masing-masing pihak dapat mengukur kinerja dibandingkan dengan pesaingnya . Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa iklim persaingan usaha yang sehat akan mendorong peningkatan kinerja pelaku usaha .
Adanya iklim persaingan yang sehat merupakan suatu cara yang dapat mendorong terciptanya pendayagunaan sumber daya secara optimal dalam memenuhi kebutuhan masyarakat / konsumen . Persaingan dalam dunia usaha cenderung menekan ongkos-ongkos sehingga harga menjadi lebih rendah , dan pelaku usaha pun dituntut untuk selalu berinovasi agar dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang semakin meningkat .
Porters Model (1980; 1998) mengemukakan lima faktor yang menjadi sumber persaingan dalam sektor usaha jasa yaitu : 1 . Intra Industry Rivalry Yaitu pesaing yang berasal dari industri atau bidang yang sama . Kompetitor yang paling mudah dikenali dan diingat cenderung akan selalu dibandingkan secara langsung oleh konsumen . Karena jasa diproduksi dan dikonsumsi secara simultan , maka terdapat kesulitan untuk menentukan jasa mana yang terlebih dahulu muncul . Selain itu , konsumen maupun calon konsumen akan sangat terpengaruh dengan reputasi dari perusahaan penyedia jasa , pengalaman sebelumnya dengan penyedia jasa maupun pengalaman konsumen lainnya yang sudah pernah menggunakan jasa yang bersangkutan .
2. New Entrants Into The Industry Salah satu alasan bagi pelaku usaha untuk memasuki sektor usaha jasa , adalah karena biaya yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan sektor usaha manufaktur . Dalam penyediaan jasa tidak memerlukan space yang terlalu besar , bahkan terkadang bisa dilakukan dengan memanfaatkan bagian pojok rumah yang ada . Ketika memulai suatu usaha jasa , pelaku usaha baru biasanya menarik perhatian konsumen dengan menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan penyedia jasa yang telah ada sebelumnya agar mendapatkan pasarnya . Tindakan tersebut dapat mengganggu stabilitas industri jasa , menurunkan tingkat keuntungan dan menambah tingkat heterogenitas jasa .
3. Substitute Services Tingginya layanan atau produk pengganti terhadap suatu usaha jasa , menuntut pelaku usaha jasa untuk melakukan persaingan secara ketat dan agresif untuk mencapai konsumen . Organisasi non profit dan Departemen Pemerintah merupakan pesaing yang cukup berpengaruh bagi pelaku usaha jasa komersil , misalnya jasa Rumah Sakit , Transportasi , Pendidikan , Tenaga Kerja dan lain sebagainya . Tantangan persaingan bagi pelaku usaha jasa komersil terhadap organisasi non profit adalah karena organisasi non profit biasanya mendapatkan subsidi maupun donasi dalam melaksanakan kegiatan usahanya , selain itu juga beberapa kemudahan yang tidak diperoleh oleh pelaku usaha jasa komersil seperti , akses mendapatkan barang secara gratis, fasilitas pengumuman iklan yang gratis, maupun tenaga kerja sukarelawan menyebabkan organisasi non profit maupun Pemerintah dapat menawarkan jasa dengan harga yang jauh lebih rendah kepada konsumen .
4. Bargaining Power of Suppliers Jasa dihadapkan pada dua macam tantangan yang berasal dari perusahaan manufaktur dan dari tenaga kerja . Produk manufaktur cenderung mendominasi pilihan konsumen ketika manfaat yang diperlukan konsumen berkaitan erat benda berwujud . Karena sifat jasa yang intangible menyebabkan sulit untuk menilai manfaat ataupun nilainya . Konsumen biasanya kan lebih memilih jasa untuk manfaat atau kegunaan yang sifatnya tidak berwujud seperti jasa diagnosa .
5. Buyers Tantangan persaingan bagi pelaku usaha jasa yang kelima adalah berasal dari konsumen mereka sendiri . Tingginya tingkat kemandirian konsumen suatu usaha jasa dapat menyebabkan usaha jasa yang bersangkutan mengalami penurunan keuntungan . Suatu penelitian menemukan bahwa prinsip do it yourself telah menjadi suatu tantangan yang berat bagi pelaku usaha jasa personal (Larson, 1993). Misalnya pada jasa laundry dan dry clean, prinsip do it yourself yang dipegang oleh konsumen akan menyebabkan sepinya order bagi penyedia jasa .