Materi sosialisasi pemberlakuan kuhp nasional

dimas19861 41 views 32 slides Sep 02, 2025
Slide 1
Slide 1 of 32
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32

About This Presentation

Sosialisasi kuhp nasional


Slide Content

MATERI I PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DAN ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA DALAM KUHP (UU NO. 1 TAHUN 2023) TIM PENGAJAR

OUTLINE 01. Politik Hukum KUHP (UU 1/2023) 02. Struktur KUHP Nasional 03. Perbedaan Mendasar dalam Asas-Asas Hukum Pidana KUHP Lama dan KUHP Nasional 04. Asas-Asas Berlakunya Hukum Pidana KUHP: Pasal 1 – 11 KUHP

PEMBARUAN HUKUM PIDANA (KUHP BARU)

PEMBARUAN HUKUM PIDANA (KUHP BARU) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum PIdana (“ KUHP Baru “) diundangkan pada 2 Januari 2023 yang akan menggantikan Wetboek van Strafrecht (“ KUHP Lama “) karena tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum pidana yang bergeser dari Aliran Klasik ( daad-strafrecht ) ke Aliran Neoklasik ( daad-daderstrafrecht ). Latar Belakang Pembaruan Hukum Pidana

PEMBARUAN HUKUM PIDANA (KUHP BARU) Dekolonisasi dalam bentuk “ rekodifikasi ” Demokratisasi hukum pidana Konsolidasi hukum pidana Adaptasi dan harmonisasi Misi Pembaruan Hukum Pidana

STRUKTUR KUHP NASIONAL

STRUKTUR KUHP LAMA DAN KUHP BARU NO KUHP LAMA KUHP BARU 1 3 Buku (Aturan Umum, Kejahatan, dan Pelanggaran) 2 Buku (Aturan Umum dan Tindak Pidana) 2 Aturan Umum (9 Bab, 103 Pasal) Aturan Umum (6 Bab, 187 Pasal) 3 Kejahatan (31 Bab, 385 Pasal) dan Pelanggaran (9 Bab, 81 Pasal) Tiundak Pidana (37 Bab, 437 Pasal) 4 Belum mengelompokkan bagian tindak pidana , pertanggungjawaban pidana , dan pidana Struktur Bab sudah mengacu pada pilar hukum pidana Tindak Pidana, Pertanggungjawaban Pidana, dan Pidana 5 Ketentuan mengenai Pidana diatur dalam Bab II, tetapi tidak mengatur secara khusus mengenai Tindakan Pemidanaan , Pidana , dan Tindakan diatur dalam Bab III NO KUHP LAMA KUHP BARU 6 Ketentuan mengenai Penghapusan Pidana diatur dalam Bab III (Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi, atau Memberatkan Pidana) Beberapa ketentuan mengenai Penghapusan Pidana diatur secara terpisah dalam Bab II (cont: mengalami gangguan jiwa, overmacht , dll) dan Bab III (Anak) 7 Percobaan, Penyertaan, dan Tindak Pidana Aduan diatur dalam Bab tersendiri (Bab IV, Bab V, dan Bab VII) Percobaan, Penyertaan, dan Tindak Pidana Aduan diatur dalam Bab yang sama (Bab II) 8 Pengulangan diatur di bab tersendiri ( Buku Kedua Bab XXXI) Pengulangan merupakan bagian dari Pemberatan Pidana yang diatur dalam Buku Kesatu Bab II 9 Perbarengan diatur dalam Bab tersendiri (Bab VI) Perbarengan merupakan bagian dari Bab III Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan 10 Aturan Penutup tidak diatur dalam Bab tersendiri Aturan Penutup diatur dalam Bab VI

BEBERAPA PERBEDAAN PRINSIP KUHP LAMA DAN KUHP BARU

HIGHLIGHTS PRINSIP BARU Asas legalitas diatur lebih rigid dalam Pasal 1 ayat (1) dengan menegaskan larangan analogi dalam pasal 1 ayat (2). Pengaturan pemberlakuan hukum yang baru , kecuali hukum yang lama lebih meringankan ( lex favor reo ) diatur dalam Pasal 3 dengan 7 ayat . KUHP lama hanya mengatur hal ini dalam satu ayat . Tidak ada perbedaan antara Kejahatan dan Pelanggaran , semua Tindak Pidana hanya dikenal dengan istilah Tindak Pidana . Diakui keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai dasar pemidanaan (Pasal 2) dengan syarat harus diatur dalam Perda dan parameter ditentukan dalam peraturan Pemerintah . Asas pertanggungjawaban pidana diatur secara tegas dalam Pasal 35 KUHP Nasional, sebelumnya hanya diatur secara negatif dalam pasal 44 KUHP lama. Semua tindak pidana dianggap sudah mengatur unsur “ dengan sengaja ” kecuali secara tegas dirumuskan sebagai delik kealpaan . Penjelasan Pasal 36 ayat (2) KUHP Nasional mewajibkan pembuktian unsur dengan sengaja sekalipun tidak dirumuskan unsur tersebut . Oleh sebab itu , sebagian besar tindak pidana dalam Buku II KUHP Nasional tidak merumuskan unsur “ dengan sengaja ”. Diberikan pengaturan pertanggungjawaban mutlak dan pertanggungjawaban pengganti . Diatur lebih lanjut tentang pertanggungjawaban pidana korporasi bagi semua tindak pidana dengan parameter yang diatur dalam Pasal 45-48 KUHP nasional. Dirumuskannya tujuan pemidanaan dan Pedoman Penjatuhan Pidana yang menjadi rujukan wajib bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Pidana penjara menjadi alternatif pemidanaan terakhir yang dapat digantikan dengan pidana denda, kerja sosial, dan pengawasan, terutama bagi pidana yang di bawah lima tahun ( short term prison ) dan terdapat beberapa parameter agar pidana tidak dapat dijatuhkan dalam beberapa kondisi, seperti pembayaran ganti rugi dan terdakwa baru pertama kali melakukan pidana ( first time offender) (Pasal 70 KUHP Nasional). Terdapat tambahan alasan gugurnya penuntutan, seperti adanya penyelesaian perkara diluar peradilan yang diatur undang-undang dan pembayaran pidana denda kategori tertentu pada tindak pidana yang diancam dengan pidana ringan (Pasal 132 KUHP Nasional. Ada banyak pembaharuan yang lebih detail akan disampaikan pada materi selanjutnya .

RUANG LINGKUP BERLAKUNYA KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA

MENURUT WAKTU – ASAS LEGALITAS KUHP LAMA Pasal 1 “Geen feit is straafbaar dan uit kracht van eene daaran voorafgegane wettelijk strafbepaling “ Tidak ada perbuatan yang boleh dihukum , selain atas kekuatan aturan pidana dalam Undang-Undang , yang diadakan pada waktu sebelumnya perbuatan itu KUHP BARU Pasal 1 ayat (1) “Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/ atau tindakan kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan ”. Pasal 1 ayat (2) “Dalam menetapkan adanya Tindak Pidana dilarang digunakan analogi ”.

Penjelasan Pasal 1 ayat (1) KUHP Baru “ Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang menentukan bahwa suatu perbuatan merupakan Tindak Pidana jika ditentukan oleh atau didasarkan pada peraturan perundang-undangan . Peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini adalah Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Asas legalitas merupakan asas pokok dalam hukum pidana . Oleh karena itu , peraturan perundang-undangan yang mengandung ancaman pidana harus sudah ada sebelum Tindak Pidana dilakukan . Hal ini berarti bahwa ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut ”.

Pasal 2 KUHP Baru Mengenai Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Pasal 2 ayat (1) “ Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana , walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini ”. Pasal 2 ayat (2) “Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia , dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab .” Pasal 2 ayat (3) Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan Peraturan Pemerintah .

Penjelasan Pasal 2 KUHP Baru Penjelasan Pasal 2 ayat (1) “Yang dimaksud dengan " hukum yang hidup dalam masyarakat adalah hukum adat yang menentukan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan tertentu patut dipidana . Hukum yang hidup di dalam masyarakat dalam Pasal ini berkaitan dengan hukum tidak tertulis yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Untuk memperkuat keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut , Peraturan Daerah mengatur mengenai Tindak Pidana adat tersebut .” Penjelasan Pasal 2 ayat (2) “Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan " berlaku dalam tempat hukum itu hidup " adalah berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana adat di daerah tersebut .”

Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Hukum pidana adat bisa diadili , bukan oleh pengadilan adat , melainkan oleh Pengadilan Negeri Keberlakuan hukum pidana adat harus diatur dalam Peraturan Daerah Syarat hukum pidana adat itu dituangkan dan diatur dalam Peraturan Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah harus segera disusun karena merupakan pedoman bagi daerah dalam menetapkan hukum yang hidup dalam masyarakat dalam Peraturan Daerah

Berbeda dengan ketentuan yang cukup ringkas pada Pasal 1 ayat (2) KUHP Lama, masalah transisi karena adanya perubahan perundang-undangan ini diatur lebih rinci dalam Pasal 3 KUHP Baru sebagai berikut : Konsep Lex Favor Reo (1) Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang - undangan sesudah perbuatan terjadi , diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru , kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana . (2) Dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru , proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum . (3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan bagi tersangka atau terdakwa yang berada dalam tahanan , tersangka atau terdakwa dibebaskan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan .

(4) Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang- undangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru , kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana. (5) Dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum . (6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan bagi tersangka atau terdakwa yang berada dalam tahanan, tersangka atau terdakwa dibebaskan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan. (7) Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan disesuaikan dengan batas pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru.

Berbeda dengan ketentuan yang cukup ringkas pada Pasal 1 ayat (2) KUHP Lama, masalah transisi karena adanya perubahan perundang-undangan ini diatur lebih rinci dalam Pasal 3 KUHP Baru sebagai berikut: LEX FAVOR REO (1) Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundang - undangan sesudah perbuatan terjadi , diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru , kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana . (2) Dalam hal perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru , proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum . (3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan bagi tersangka atau terdakwa yang berada dalam tahanan , tersangka atau terdakwa dibebaskan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan .

Apakah yang dimaksud dengan perubahan perundang-undangan ( verandering in de wetgeving )? Apakah yang dimaksud dengan aturan yang paling meringankan ( gunstigste bepalingen )?

Ajaran formil ( formele leer ) Ajaran formil dipelopori oleh Simons yang menyatakan bahwa ’ perubahan perundang-undangan’ yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) hanya jika terdapat perubahan redaksi dalam undang-undang pidana. Ajaran materiil terbatas (Beperkte materiele leer ) Ajaran materiil terbatas dianut oleh van Geuns yang menyatakan bahwa makna ’ perubahan perundang-undangan’ dalam Pasal 1 ayat (2) adalah setiap perubahan keyakinan hukum pada pembuat undang-undang. Ajaran materiil tidak terbatas ( onbeperkte materiele leer ) Ajaran materiil tidak terbatas menyatakan bahwa setiap perubahan, baik dalam keyakinan hukum pembuat undang-undang maupun dalam keadaan karena waktu, dapat diterima sebagai perubahan perundang-undangan menurut Pasal 1 ayat (2) KUHP. Apakah yang dimaksud dengan perubahan perundang-undangan?

Apakah yang dimaksud dengan aturan yang paling meringankan? Tidak hanya mengenai pemidanaan semata , tetapi juga termasuk segala sesuatu yang mempunyai pengaruh atas penilaian suatu delik . Baik Vos maupun Jonkers berpendapat bahwa apa yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP Lama terhadap ketentuan-ketentuan yang memuat kaidah pidana dan ketentuan-ketentuan dapat dituntut – tidaknya si pelaku

MENURUT TEMPAT – ASAS TERITORIAL Pasal 4 – 8 KUHP Baru Asas teritorial ( territorialiteitsbeginsel ) Asas personal/nasional aktif ( personaliteitsbeginsel/actief nationaliteitsbeginsel ) Asas nasional pasif/asas pelindungan ( passief nationaliteitsbeginsel / beschermingsbeginsel ) Asas universal ( universaliteitsbeginsel ).

Asas Teritorial (territorialiteitsbeginsel) Menekankan bahwa hukum pidana Indonesia berlaku di wilayah negara itu sendiri Asas ini merupakan asas paling umum dan paling tua yang diakui karena dilandaskan pada kedaulatan negara Asas ini tidak mementingkan siapa pelakunya , tetapi dimana suatu tindak pidana itu dilakukan – dalam hal ini dilakukan di Indonesia– sehingga dapat diberlakukan hukum pidana negara tersebut (Indonesia). KUHP Lama maupun KUHP Baru mengatur asas wilayah atau asas teritorial dalam memberlakukan hukum pidana dengan sejumlah perbedaan dengan rincian sebagai berikut .

Asas Teritorial (territorialiteitsbeginsel) Pasal 4 KUHP Baru “Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan: a. Tindak Pidana di wilayah NKRI b. Tindak Pidana di Kapal Indonesia atau di Pesawat Udara Indonesia c. Tindak Pidana di bidang teknologi informasi atau Tindak Pidana lainnya yang akibatnya dialami atau terjadi di wilayah NKRI atau di Kapal Indonesia dan di Pesawat Udara Indonesia

Asas Nasional Pasif/Asas Pelindungan (passief nationaliteitsbeginsel/beschermingsbeginsel) Pasal 5 KUHP Baru “Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang di luar Wilayah NKRI yang melakukan Tindak Pidana terhadap kepentingan NKRI Indonesia yang berhubungan dengan: a. keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan; b. martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/atau Pejabat Indonesia di luar negeri; c. mata uang, segel, cap negara, meterai, atau surat berharga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia d. perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia; e. keselamatan atau keamanan pelayaran dan penerbangan; f keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional atau negara Indonesia; g. keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik; h. kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang; atau i. Warga Negara Indonesia berdasarkan perjanjian internasional dengan negara tempat terjadinya Tindak Pidana

Asas Nasional Pasif/Asas Pelindungan (passief nationaliteitsbeginsel/beschermingsbeginsel) Prinsip Nasional Aktif ⟶ Warga Negara Indonesia yang di luar Indonesia melakukan tindak pidana Prinsip Pelindungan dan Nasional Pasif ⟶ kepentingan Indonesia yang dirugikan atau menjadi korban dari tindak pidana yang dilakukan oleh warga negara lain dan juga Warga Negara Indonesia

Asas Universal (universaliteitsbeginsel). Pasal 6 KUHP Baru “ Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan sebagai Tindak Pidana dalam Undang-Undang ”. Pasal 7 Baru “ Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang penuntutannya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia atas dasar suatu perjanjian internasional yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan penuntutan pidana ”.

Asas Universal (universaliteitsbeginsel). Penjelasan Pasal 6 KUHP Baru “Ketentuan ini mengandr:ng asas universal yang melindungi kepentingan hukum Indonesia dan/atau kepentingan hukum negara lain. Landasan pengaturan asas ini terdapat dalam konvensi intemasional yang telah disahkan oleh Indonesia, misalnya: a. konvensi internasional mengenai uang palsu; b. konvensi internasional mengenai laut bebas dan hukum laut yang di dalamnya mengatur Tindak Pidana pembajakan laut; c. konvensi internasional mengenai kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana atau prasarana penerbangan; atau d. konvensi intemasional mengenai pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika”.

Asas Universal (universaliteitsbeginsel). Penjelasan Pasal 7 KUHP Baru “Ketentuan ini dimaksudkan unhrk mengantisipasi perkembangan adanya perjanjian antara Indonesia dan negara lain yang warga negara dari negara lain tersebut penuntutannya diambil alih dan diadili oleh Indonesia karena melakukan Tindak Pidana tertentu yang diatur dalam pe{anjian tersebut”.

Asas Personal/Nasional Aktif (personaliteitsbeginsel/actief nationaliteitsbeginsel) Pasal 8 (1) Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika perbuatan tersebut juga merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Tindak Pidana yang hanya diancam pidana denda paling banyak kategori III.

Asas Personal/Nasional Aktif (personaliteitsbeginsel/actief nationaliteitsbeginsel) Pasal 8 (5) Warga negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dijatuhi pidana mati jika Tindak Pidana tersebut menurut hukum negara tempat Tindak Pidana tersebut dilakukan tidak diancam dengan pidana mati . (4) Penuntutan terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan walaupun tersangka menjadi warga negara Indonesia, setelah Tindak Pidana tersebut dilakukan sepanjang perbuatan tersebut merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan.

THANK YOU