SUMBER HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI "يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِی الْاَمْرِ مِنْكُمْ ۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِیْ شَیْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَی اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْیَوْمِ الْاٰخِرِ ؕ ذٰلِكَ خَیْرٌ وَّاَحْسَنُ تَاْوِیْلًا ۟۠ "
SUMBER HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI Sumber dalam bahasa Arab adalah mashdar , jamaknya yaitu mashadir yaitu segala sesuatu dan tempat merujuk segala sesuatu . Dalam Ushul Fiqih kata ini berati rujukan pertama dalam menetapkan hukum islam seperti sumber air adalah tempat memancarnya air yang sering disebut mata air.
SUMBER HUKUM ISLAM YANG DISEPAKATI
Al-Qur’an Secara etimologis , Al- qur’an adalah mashdar dari kata qa - ra -a artinya bacaan . Secara istilah yaitu kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril , sebagai petunjuk umatnya yang diturunkan secara mutawatir .
Firman Allah dalam Surat Al-Isra (17) ayat 9 : إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا Al-Qur'an adalah petunjuk menuju jalan yang paling lurus dan memberikan kabar gembira bagi orang mukmin yang beramal saleh bahwa mereka akan mendapatkan pahala yang besar .
4. Kisah
Fungsi Turunnya Al-Qur’an Sebagai mukjizat . Sebagai petunjuk bagi kehidupan umat . Sebagai berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik . Sebagai penjelas terhadap sesuatu yang disampaikan Allah. Sebagai pembenar terhadap kitab yang sebelumnya . Sebagai s u mber kebijakan .
AS-SUNNAH Secara etimologis , sunah berarti cara yang senantiasa dilakukan . Menurut istilah syara ’ adalah sesuatu yang datang dari Rasulullah saw, baik berupa perkataan , perbuatan maupun ketetapan .
KEDUDUKAN SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM "يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِی الْاَمْرِ مِنْكُمْ ۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِیْ شَیْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَی اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْیَوْمِ الْاٰخِرِ ؕ ذٰلِكَ خَیْرٌ وَّاَحْسَنُ تَاْوِیْلًا ۟۠ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَ هُمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ‘Aku tinggalkan dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya yaitu Kitabullah dan Sunnahku, serta keduanya tidak akan berpisah sampai keduanya mendatangiku di Telaga (di Surga)
hadits mengenai akhlak عَنِ الْحَسَنِ بْنُ عَلِيٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّ اللَّهَ لَيُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الثَّوَابِ عَلَى حُسْنِ الْخُلُقِ، كَمَا يُعْطِي الْمُجَاهِدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، يَغْدُو عَلَيْهِ الْأَجْرُ وَيَرُوحُ” Dari Al-Hasan ibnu Ali yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: Sesungguhnya Allah benar-benar memberi seorang hamba pahala berkat kebaikan akhlaknya, sebagaimana Dia memberi pahala kepada seorang mujahid di jalan Allah; pahala berlimpahan baginya di setiap pagi dan petang. Hadits mengenai syariat عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ. Dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.” (HR. Bukhari) [Nomor 54 Fathul Bari] Shahih.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, berkata رَأَيْتُ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَرْمِي علَى رَاحِلَتِهِ يَومَ النَّحْرِ، ويقولُ: لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ، فإنِّي لا أَدْرِي لَعَلِّي لا أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتي هذِه. “Aku melihat Rasulullah melemparkan jumrahnya pada hari Nahr (hari raya Iduladha) dan bersabda, ”Hendaklah kalian pelajari manasik kalian dariku karena aku tidak tahu bisa jadi aku tidak akan bisa melaksanakan haji setalah hajiku ini.” [Hadis sahih di dalam Shahih Muslim no. 1297] Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, berkata أنَّ رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ، وإذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ، وإذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ، رَفَعَهُما كَذلكَ أَيْضًا، وقالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَن حَمِدَهُ، رَبَّنَا ولَكَ الحَمْدُ، وكانَ لا يَفْعَلُ ذلكَ في السُّجُودِ. Bahwa Rasulullah Saw mengangkat tangannya sejajar dengan pundaknya ketika memulai shalat, ketika takbir untuk rukuk dan ketika bangkit dari ruku Rasulullah Saw juga mengangkat kedua tangannya dengan mengucapkan: ‘Sami’Allaahu Liman Hamidah Robbana Wa Lakal Hamdu (Allah mendengar siapa saja yang memuji-Nya. Ya Rabb kami, milik Engkaulah segala pujian) ‘. Beliau tidak melakukan seperti itu ketika akan sujud.” [Hadis sahih di dalam Shahih Al-Bukhari no. 735 ].
Hadits Memakan Daging Biawak Pada hadis taqririyah ini terdapat hukum mengonsumsi daging biawak, sebagaimana pernyataannya disebutkan sebagai berikut. عَنْ خاَلِدِ بْنِ الوَلِيْدِ: أَنَهُ دَخَل مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْتَ مَيْمُونَةَ، فَأُتِيَ بِضَبِّ مَحْنَوْذِ، فَأَهْوَى إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النِسْوَةِ: أَخْبِرُوا رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا يُرِيْدُ أَنْ يَأْكُلَ، فَقَالُوا: هُوَ ضَبٌّ يَا رَسُولَ اللهِ، فَرَفَعَ يَدَهُ، فَقُلْتُ: أَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ فَقَالُ: لَا، وَلَكِنْ لَمْ يَكُنْ بِأَرْضِ قَوْمِي، فأَجِدُنِي أَعَافَهُ» قَالَ خَالِدُ: فَاجْتَرَرْتَهُ فَأَكَلْتَهُ، وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ [رواه البخاري]. Artinya: " Dari Khalid bin Walid (diriwayatkan): Sesungguhnya ia masuk bersama Rasulullah saw ke rumah Maimunah, lalu disajikan daging dhab panggang. Rasulullah menjulurkan tangannya (untuk mengambilnya). Berkatalah sebagian wanita (yang ada di rumah), Beritahukanlah kepada Rasulullah apa yang dimakannya. Mereka lantas berkata, wahai Rasulullah, itu adalah daging dhab. Rasul menarik kembali tangannya. Aku berkata, wahai Rasulullah, apakah binatang ini haram? Beliau menjawab, tidak, tetapi binatang ini tidak ada di tanah kaumku sehingga aku merasa jijik padanya. Khalid berkata: Aku pun mencuilnya dan memakannya sementara Rasulullah saw memperhatikanku ." [HR. Bukhari 5537].
Hadits Tayammum عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَتْهُمَا الصَّلَاةُ وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا فَصَلَّيَا ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ بَعْدُ فِي الْوَقْتِ فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا الصَّلَاةَ بِوُضُوءٍ وَلَمْ يُعِدْ الْآخَرُ ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَا ذَلِكَ فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ أَصَبْتَ السُّنَّةَ وَأَجْزَتْكَ صَلَاتُكَ وَقَالَ لِلَّذِي تَوَضَّأَ وَأَعَادَ لَكَ الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ Artinya: " Dari Abu Sa'id Al Khudri ra berkata: "Pernah ada dua orang bepergian dalam sebuah perjalanan jauh dan waktu shalat telah tiba, sedang mereka tidak membawa air, lalu mereka berdua bertayamum dengan debu yang bersih dan melakukan shalat, kemudian keduanya mendapati air (dan waktu shalat masih ada), lalu salah seorang dari keduanya mengulangi shalatnya dengan air wudhu dan yang satunya tidak mengulangi. Mereka menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan menceritakan hal itu. Maka beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya: 'Kamu sesuai dengan sunnah dan shalatmu sudah cukup'. Dan beliau juga berkata kepada yang berwudhu dan mengulangi shalatnya: 'Bagimu pahala dua kali ' ". [HR. ad-Darimi].
Fungsi Sunah
Ijma ’ اتفاق المجتهدين من أمة محمد صلى الله عليه وسلم فى عصر من العصور بعد وفاته على أمر شرع “ Kesepakatan para mujtahid dari umat Muhammad pada zamanya tentang perkara shar’i setelah meninggalnya Nabi Muhammad SAW ” Secara etimologi mengandung arti kesepakatan atau konsensus . Secara istilah adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa dikalangan umat Islam atas hukum syara’ mengenai suatu kejadian setelah wafatnya Rasulullah saw.
Dalil Kehujjahan Ijma “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” an nisa;59 perintah mentaati ulil amri setelah Allah dan Rasul berarti sama artinya dengan mematuhi ijma. Sebab ulil amri adalah orang-orang yang mengurus kehidupan umat, yaitu ulama Dari Umar bin Al-Khattab, Rasulullah bersabda: “Siapa saja yang ingin mendapatkan pertengahan Surga, maka ikutilah Jamaah (ummat Islam). Karena syaithan itu lebih suka bersama orang yang sendiri, dan dia lebih jauh ketika bersama dua orang.”
QIYAS Secara etimologi , qiyas berarti menyamakan , mengukur dan membandingkan . Menurut istilah ialah menyamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan suatu kasus yang ada nash hukumnya , karena terdapat persamaan kedua kasus tersebut dalam ‘ illat hukumnya .
DASAR HUKUM QIYAS Al-Qur'an : Ayat Surat An-Nisa ayat 59 menjadi dasar utama, yang memerintahkan umat Muslim untuk mengembalikan setiap perselisihan hukum kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul-Nya (sunah) jika tidak ada ketetapan yang jelas Ijma' Ulama : Kesepakatan mayoritas ulama (Jumhur ulama) secara kolektif mengesahkan qiyas sebagai dalil hukum yang sah untuk menetapkan hukum Islam, meskipun ada perbedaan pendapat dari beberapa kelompok seperti madzhab Zahiriyah dan Syi’ah Ijtihad : Qiyas merupakan alat ijtihad yang digunakan ketika hukum yang dicari tidak dapat ditemukan secara eksplisit dalam Al-Qur'an dan hadis, dengan cara menyamakan hukumnya dengan peristiwa lain yang memiliki kesamaan 'illat (sebab atau alasan hukum)
UNSUR QIYAS Al-ashl yaitu sesuatu yang hukumnya terdapat didalam nas, biasa disebut sebagai maqis alaih (tempat menqiyaskan sesuatu ) atau musyabbah bih (tempat menyerupakan sesuatu). Al-fa’u yaitu sesuatu yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam Al Qur’an, sunnah,ijma’. Hukmu al-ashl yaitu hukum syara ’ yang terdapat didalam nash berdasarkan ashl dan dipakai sebagai hukum asal bagi cabang .
Al-’illah yaitu keadaan tertentu yang dipakai sebagai hukum ashl , dan kemudian diterapkan didalam cabang dan disamakan hukumnya dengan ashl karena mempunyai sifat yang sama untuk mendasari hukum.