materiterkait dengan pemilu dan penguatan kelembagaan

baiqchairunnisa2 61 views 15 slides Sep 01, 2025
Slide 1
Slide 1 of 15
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15

About This Presentation

Pemilu yang berintegritas adalah jantung demokrasi yang sehat. Menguatkan pengawasnya adalah sebuah keniscayaan


Slide Content

Urgensi Penguatan Kelembagaan dan Pengawasan Bawaslu " Pemilu yang berintegritas adalah jantung demokrasi yang sehat . Menguatkan pengawasnya adalah sebuah keniscayaan ."

Refleksi Pemilu Serentak 2024: Tantangan Pemilu Berintegritas Tensi Politik Tinggi: Polarisasi tajam di tengah masyarakat yang mengancam persatuan. Darurat Politik Uang: Praktik jual beli suara yang masih masif dan sulit diberantas. Politisasi Sumber Daya Negara: Dugaan kuat penyalahgunaan wewenang, netralitas ASN, dan pemanfaatan bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan elektoral. Perang Disinformasi: Penyebaran hoaks dan kampanye hitam yang masif di media sosial merusak kualitas demokrasi.

Dilema Kewenangan ( mandukl ) Bawaslu : Kewenangan Terbatas: Putusan Bawaslu atas pelanggaran administrasi seringkali hanya bersifat rekomendasi , bukan eksekusi (PMK 104). Pembuktian Sulit: Kesulitan menindak pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) karena standar pembuktian yang sangat tinggi. Tumpul ke Atas: Bawaslu kerap tidak berdaya saat berhadapan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat negara atau elite politik. Persepsi Publik: Dianggap sebagai "keranjang sampah" laporan yang minim tindak lanjut konkret dan efek jera.

Dinamika Politik & Tuntutan Publik Suara Publik untuk Pemilu yang Adil Krisis Kepercayaan: Mayoritas publik menuntut adanya jaminan pemilu yang bersih, jujur, dan adil. Desakan Penguatan: Seruan dari masyarakat sipil, akademisi, dan pegiat pemilu agar Bawaslu diberi "taring" yang sesungguhnya. Ancaman Pilkada 2024: Kekhawatiran besar bahwa praktik-praktik pelanggaran di Pemilu 2024 akan terulang kembali dalam skala lokal di Pilkada serentak.

Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024: Titik Tolak Rereformasi Amanat Utama: Memisahkan penyelenggaraan Pemilu Nasional (Presiden, DPR, DPD) dan Pemilu Daerah (Kepala Daerah & DPRD). Tujuan Mulia: Mengurangi beban kerja penyelenggara demi meningkatkan kualitas dan profesionalisme pemilu. Mandat Yudisial: Putusan ini secara implisit memerintahkan DPR dan Pemerintah untuk merevisi total kerangka hukum pemilu . Pilkada Naik Kelas: Menegaskan Pilkada sebagai bagian dari rezim pemilu , sehingga standar pengawasannya harus setara dengan pemilu nasional.

Revisi Parsial (Tambal Sulam) saja Tidak Cukup? Dua UU Terpisah: Pengaturan pemilu terpecah dalam UU No. 7/2017 (Pemilu) dan UU No. 10/2016 (Pilkada). Disharmoni Aturan: Terjadi perbedaan definisi pelanggaran, sanksi, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang membingungkan. Tumpang Tindih & Kerancuan: Menciptakan ketidakpastian hukum bagi peserta, penyelenggara, dan pemilih. Tidak Efisien & Komprehensif: Perubahan yang tambal sulam gagal menyentuh akar persoalan kelembagaan.

Jalan Keluar : Kodifikasi Undang-Undang Pemilu Definisi : Kodifikasi adalah penyatuan seluruh aturan main pemilu ( Pileg , Pilpres , DPD, Pilkada dan Parpol ) ke dalam satu naskah undang-undang yang utuh dan sistematis . Tujuan Utama: Menciptakan harmonisasi dan sinkronisasi regulasi . Menjamin kepastian hukum bagi semua pihak . Menjadi momentum untuk mendesain ulang kelembagaan penyelenggara pemilu , termasuk penguatan Bawaslu .

Memberi "Taring": Kewenangan Eksekutorialkepada Bawaslu Putusan Final & Mengikat : Mengubah putusan Bawaslu terkait pelanggaran administrasi TSM dari sekadar rekomendasi menjadi putusan yang bersifat final dan wajib dilaksanakan ( eksekutorial ) . Contoh Konkret : Putusan Bawaslu untuk mendiskualifikasi pasangan calon yang terbukti melakukan politik uang secara TSM harus langsung dieksekusi oleh KPU tanpa bisa ditawar .

Desain Penguatan Bawaslu (2)

Adaptif dengan Tantangan Zaman

Menjaga Keseimbangan Kekuasaan Check and Balances : Mengawasi Sang Pengawas Kekuasaan Cenderung Korup : Penguatan kewenangan Bawaslu wajib diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan . Peran Sentral DKPP: Memperkuat fungsi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam mengawasi dan memberikan sanksi etik yang tegas bagi jajaran Bawaslu yang melanggar kode etik . Akuntabilitas & Transparansi : Mewajibkan Bawaslu untuk mempublikasikan seluruh laporan , proses penanganan , dan putusan kepada publik secara real-time .

Langkah-Langkah Menuju Kodifikasi UU Pemilu Komitmen Politik: DPR & Pemerintah menjadikan RUU Kodifikasi Pemilu sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas . Tim Perumus Lintas Sektor: Membentuk tim/pansus yang melibatkan ahli hukum, pegiat pemilu, akademisi, dan penyelenggara pemilu. Penyusunan Naskah Komprehensif: Draf RUU harus mengadopsi penuh semangat Putusan MK 135 dan menjawab seluruh persoalan praktik di lapangan. Partisipasi Publik: Membuka ruang uji publik yang luas untuk mendapatkan masukan dari masyarakat. Target Pengesahan: UU Pemilu baru harus disahkan paling lambat 2 tahun sebelum tahapan Pemilu 2029 dimulai untuk memberikan waktu sosialisasi dan persiapan.

Manfaat Jangka Panjang Mengapa Ini Semua Penting ?

Rekomendasi & Seruan Aksi Langkah Konkret Kita Bersama Untuk DPR & Pemerintah: Segera mulai proses legislasi! Jangan biarkan momentum Putusan MK hilang begitu saja. Untuk Partai Politik: Tunjukkan komitmen pada demokrasi yang sehat dengan mendukung penuh penguatan Bawaslu. Untuk Masyarakat Sipil & Media: Terus kawal dan tekan! Pastikan proses pembahasan berjalan transparan dan substantif. Untuk Kita Semua: Edukasi lingkungan sekitar tentang pentingnya pengawasan pemilu untuk masa depan demokrasi Indonesia.

Terima Kasih " Pemilu yang berintegritas adalah jantung demokrasi yang sehat . Menguatkan pengawasnya adalah sebuah keniscayaan ."