24
“Tina….Tin…..Tin bangun, kenapa Tin? Mama mengguncang-guncang tubuhku. “Ada apa? Kau mimpi buruk”,
kata mama membangunkan aku. “Cepat sana mandi, adik-adikmu sudah berpakaian rapi, tinggal kau saja yang
belum siap”. Mama terus berlalu dari hadapanku.
Aku mengucap syukur pada Tuhan, “terima kasih Tuhan, ternyata cuma mimpi”. Tetapi aku tetap gelisah,
kepalaku mulai berdenyut-denyut, aku mandi dengan terburu-buru, aku tak mampu untuk sarapan seperti
biasanya, pikiranku terus melayang-
layang ke mimpi tadi, bagaimana jika mimpi itu jadi kenyataan.
Resolusi antungku berdebar keras, telapak tanganku sedikit dingin, kuberanikan diriku untuk mengetok pintu praktek
dokter gigi yang telah aku tipu ini. “tok….tok…tok..”,
“Iya masuk”, nampak sang dokter gigi yang telah aku tipu ini sedang merapikan meja prakteknya,
nampaknya dia akan segera pulang. Untung aku datang tepat waktu sebelum sang dokter ini pulang. Dia sedikit
terkejut melihat diriku. Aku tidak berani memandang wajahnya berlama-lama.
“Oh…kamu, yang kemarin.., silakan duduk”. Aku duduk, aku tidak tahu akan memulai dari mana
pembicaraanku. “Bagaimana?” Dengan suara lembut sang dokter menanyakan aku terlebih
dahulu.
Aku mulai berani memandang dokter ini dan berbicara masih dengan suara gemetar, “Dok, saya cuma punya
uang seratus ribu rupiah, nanti kekurangannya saya akan cicil, saya sekali lagi mohon maaf atas perbuatan saya
dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan ini”. Hampir tumpah tangisku.
“Baik, lain kali jangan kamu ulangi, perbuatan penipuan ini”.
“Sebenarnya dok, kemarin saya tidak ingin memeriksakan karang gigi, saya cuma menemani sahabat saya
Juliana untuk periksa batuk pileknya, setelah dia selesai periksa, dia bilang bersihkan saja karang gigimu, pakai