Menikmati Ibu dan Gadis Desa yang cantik

dindarandia 192 views 40 slides Feb 08, 2025
Slide 1
Slide 1 of 40
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40

About This Presentation

Sabtu 4 desember 2018, mobil hardtop tua milik temanku berjalan agak tersendat dimedan yg becek dan agak berlumpur dikawasan pedesaan sekitar kabupaten bogor, hampir 3 jam kami menempuh perjalanan dari Jakarta menuju ketempat yg menurut herman, temanku ini, adalah tempatnya mojang-mojang cantik seba...


Slide Content

Menikmati Ibu dan Gadis Desa

Sabtu 4 desember 2018, mobil hardtop tua milik temanku berjalan agak tersendat dimedan
yg becek dan agak berlumpur dikawasan pedesaan sekitar kabupaten bogor, hampir 3 jam
kami menempuh perjalanan dari Jakarta menuju ketempat yg menurut herman, temanku ini,
adalah tempatnya mojang-mojang cantik sebagai teman akhir pekan. “ Gila lu her, ini sih tempat jin buang anak..” ujarku kepada herman yg memegang kemudi.
“ Tenang aja hen, bentar lagi juga nyampe..pokoknya lu kalo udah kesini bakalan ketagian,
barangnya bagus-bagus, masih orisinil…” ujarnya meyakinkan, sambil pandangannya tetap
tertuju pada jalan becek diperkampungan yg telah mernyerupai medan offroad itu.

Aku sebetulnya ikut ketempat inipun karna ajakan temanku ini, yg menurutnya sudah sekitar
enam bulan lebih “malang- melintang” mencari hiburan dikawasan ini, yg berdasarkan
ceritanya konon didesa X yg akan kami tuju ini banyak terdapat janda-janda yg bisa diajak
kencan, dan yg menariknya, kita bisa dengan leluasa bermalam dirumah wanita itu layaknya
suami istri, dan tanpa kawatir ada pihak yg usil, baik orang tuanya, tetangga, ataupun
masyarakat sekitar,
menurutnya didesa itu hal seperti itu adalah lumrah adanya, dan masih menurut cerita
temanku ini, bahwa wanita-wanita disana itu bukanlah sejenis pelacur-pelacur yg biasa
menjajakan diri secara professional seperti di jakarta, jadi kesimpulannya masih belum
banyak dijamah oleh lelaki-lelaki hidung belang.
“ Pokoknya masih orisinil lah.. cukup cuma kita bayar 300 ribu untuk sehari semalam,
mereka sudah senang, mereka itu janda-janda yg enggak punya penghasilan hen, jadi
mereka senang kalo ada orang seperti kita ini yg berkunjung, pokoknya kalo lu enggak
percaya entar elu buktiin sendiri lah… itung-itung membantu perekonomian mereka hen..
ingat kata pak ustad, kita harus membantu janda-janda yg membutuhkan uluran tangan kita
ha..ha..ha..” itu kata temanku waktu membujukku untuk ikut bersamanya.

Tertarik juga aku mendengar penjelasannya itu, kalau dipikir-pikir dengan uang 300 ribu kita
bisa bebas “nancep” sehari semalam, bandingkan kalau kita memboking PSK di Jakarta,
paling tidak 500ribu semalam, itupun belum termasuk hotel, minimal kita musti merogoh
kocek sekitar 700 ribu untuk satu malam, dan yg pasti “barangnya” sudah pernah dipakai
oleh berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus lelaki, itu yg menjadi pertimbanganku, dan
sebagai seorang bujangan berusia 28 tahun, yg berpenghasilan hanya tak lebih dari 5 juta
sebulan, tentu aku harus pandai-pandai mempertimbangkan segala hal secara ekonomis,
termasuk dana untuk memenuhi kebutuhan biologis.

Tak beberapa lama kemudian akhirnya kami tiba juga dirumah “gacoan” temanku itu, rumah
yg sederhana dengan dinding yg separuh tembok dan sebagiannya lagi merupakan papan
kayu yg disusun sedemikian rupa sebagaimana rumah kebanyakan didesa itu, bahkan
sebagian rumah lain masih ada yg kondisinya jauh lebih memprihatinkan, untuk
peneranganpun tak semua penduduk disini menggunakan listrik,
sebagian masih menggunakan lampu teplok kecil sekedar untuk menerangi rumah, dan
jalan disinipun hampir seluruhnya masih jalan tanah tanpa aspal, sehingga pada saat musim
hujan seperti ini jalan-jalan tersebut persis menyerupai kubangan kerbau, ironis memang,

sebuah kawasan yg sebetulnya masih termasuk dalam wilayah jabotabek, yg kata orang
adalah termasuk kawasan yg lebih maju dibanding wilayah lain dipulau jawa, tetapi
mengapa disini sepertinya tak terjangkau oleh pembangunan, ah.. peduli amat, pikirku, toh
tujuanku kesini hanya untuk bersenang-senang seperti yg dijanjikan oleh temanku ini.
Akhirnya kami turun dari mobil, didepan rumah tampak berdiri seorang wanita muda yg
usianya aku taksir sekitar 22 tahun, wajah cukup cantik dengan kulit kuning langsat dengan
body yg cukup proporsional, dan tentunya enak dilihat, bahkan bisa dibilang seksi,
mengingatkan aku pada artis-artis dangdut ibu kota, mungkin wanita ini yg membuat
temanku itu begitu tergila-gila, benar-benar kembang desa pikirku, pantas dia rela jauh-jauh
datang kesini.

KUNJUNGI JUGA : COIN303 | BANDAR BOLA TERPERCAYA

“ Ayo masuk mas..mangga..” ujar wanita itu mempersilahkan kami untuk masuk.
“ Kenalkan is, ini teman mas, namanya hendi..panggil saja mas hendi..” ujar herman.
“ Saya Euis..” ujar wanita itu memperkenalkan diri.
Setelah ngobrol-ngobrol sebentar, ditemani segelas kopi yg disuguhkan oleh euis, herman
mulai menyinggung soal maksud dan tujuanku kesini.

“ Begini is, mas hendi ini pingin juga punya temen disini, ngomong-ngomong ada enggak
temen kamu disekitar sini yg bisa “digoyang”.. tapi yg begini lho..” ujar herman sambil
mengacungkan ibu jarinya.

“ Mmm.. ada mas, masih muda lagi, baru sebulan cerai dari lakinya.. waktu itu sih dia
pernah ngobrol-ngobrol sama saya, katanya dia minta tolong untuk dikenalin kalau ada
cowok dari Jakarta, saya sih cuma mau nolong saja sama temen, kasian mas, dia butuh
duit, maklumlah baru jadi janda, gak punya penghasilan, nanti saya panggil dia kesini.. tapi
kalau mas hendi enggak cocok enggak apa-apa nanti bisa saya carikan yg lain..” ujar euis,
seraya tak lama kemudian dia keluar rumah untuk memanggil temannya itu, dalam hatiku
mengapa enggak ditelpon saja, yg akhirnya kemudian baru aku tau kalau wanita yg akan
dijemput euis itu tidak memiliki pesawat telpon atau ponsel.

Sekitar setengah jam kemudian euis datang, kali ini bersama dengan seorang wanita muda,
kutaksir usianya sekitar 18 atau 19 tahun, dengan wajah cantik, hidung mancung, kulit
kuning langsat cenderung putih, tinggi sekitar 160cm, tidak terlalu gemuk juga tidak terlalu
kurus, bodynyapun cukup menawan, dengan bokong yg bulat dibalut oleh celana ketat
selutut, sehingga memperlihatkan betisnya yg begitu bening, ternyata ada juga wanita
seperti ini didesa terpencil seperti ini, mungkin inilah wanita yg dimaksud itu, semoga saja,
pikirku, tapi apa iya wanita semuda ini sudah menjadi janda.

“ Ini temen euis yg dimaksud mas.. ayo kenalan dulu mas, jangan malu-malu atuh..koq jadi
bengong begitu..” ujar euis kepadaku disaat pandanganku masih terpaku dengan wanita yg
baru saja hadir itu.

“ Oh iya.. saya hendi..” sambil aku mengulurkan tanganku untuk berjabat tangan
“ Saya lilis mas..” balas wanita itu sambil membalas uluran tanganku sehingga kami
berjabatan tangan, tangan yg terlihat putih dan halus itu ternyata kurasakan telapak

tangannya agak kasar mungkin karna keadaan sehingga mengharuskan wanita secantik ini
melakukan pekerjaan kasar, pikirku.

Setelah kami berbincang-bincang sebentar sekedar berbasa-basi, akhirnya euis
menanyakan kepadaku.

“ Gimana mas hendi, mau main kerumah lilis enggak? “ Tanya euis sambil tersenyum,
sebuah pertanyaan yg sebetulnya bisa diartikan sebagai permintaan kepastian apakah aku
tertarik pada lilis atau tidak, dan dari senyumnya itu aku rasa euis sudah dapat menebak
jawabanku.
“ Yah, saya sih oke..oke.. saja” jawabku mencoba untuk santai, agar tidak terlihat terlalu
bernafsu
“ Ya udah kalo begitu tunggu apalagi.. langsung sana..” ujar herman, sepertinya meminta
agar aku cepat-cepat meninggalkannya, mungkin sudah tidak sabar dia untuk cepat-cepat
ingin berasik masuk dengan pujaan hatinya itu.

Akhirnya aku dan lilis berjalan kaki menuju kerumahnya, rumah lilis ternyata lebih terisolir
lagi, bagaimana tidak aku katakan terisolir, untuk mencapainya saja kami harus
menyebrangi sungai, potong jalan biar lebih cepat, begitu alasan lilis, beruntung airnya tidak
terlalu dalam, namun arusnya cukup deras, sesekali lilis membantu menuntun tanganku
disaat kami menapaki bebatuan sungai, agak malu juga aku sebagai seorang laki-laki yg
harus dituntun oleh seorang wanita, tapi wajarlah aku pikir, toh aku belum pernah melalui
medan yg seperti itu, sedangkan dia memang sudah menjadi kesehariannya, terpaksalah
aku mengikuti tuntunannya, daripada nanti aku salah langkah dan jatuh terpeleset.

Lepas dari menyebrangi sungai, kini kami menyusuri pematang sawah yg lebarnya tak lebih
hanya sekitar 30 cm, namun entah mengapa aku menyukai perjalanan seperti itu, terlepas
karna aku bersama dengan wanita cantik disampingku, suasana alam pedesaan itu
memang aku suka, bebas dari kebisingan suara kendaraan, bebas dari polusi udara dari
asap kendaraan, dan bebas dari carut marutnya suasana kota Jakarta yg semakin hari kian
sumpek dan tak karuan.

Disini aku rasakan alam memainkan perannya dengan semestinya, tidak seperti yg aku
saksikan dijakarta, seolah alam telah diperkosa oleh berbagai macam kepentingan,
sehingga alam tidak bisa lagi memainkan perannya secara lami.

Berbeda dengan yg aku rasakan didesa ini, semua aku rasakan berjalan secara natural,
seperti burung-burung kecil yg beterbangan diantara padi-padi yg mulai menguning, atau
kupu-kupu yg berpindahan dari satu bunga kebunga lainnya, atau bila aku melihat kebawah,
disepanjang tepi pematang terdapat selokan kecil yg airnya jernih, sehingga tampak jelas
sekumpulan ikan kecil yg berenang sambil menyodok-nyodokan mulutnya pada tumbuhan
lumut untuk dimakannya, suatu keindahan yg alami pikirku, sealami keindahan dan
kecantikan lilis,
ya, lilis kuakui adalah wanita yg memiliki kecantikan dan keindahan yg alami, atau yg seperti
dikatakan herman “orisinil”, bukan karna polesan kosmetik atau kepiawaian seorang ahli
kecantikan dalam polesannya, apalagi oprasi hidung, mata, dagu, suntik silicon, sedot
lemak, bleacing atau apalah namanya itu semua, yg akhir-akhir ini rela dilakukan oleh

beberapa wanita di ibukota demi untuk kesempurnaan penampilannya, walaupun dengan
segala resiko yg harus mereka tanggung.

Seperti halnya lilis dan euis, wanita-wanita didesa ini menjalani hidupnya secara alami dan
hanya mengikuti alurnya, dalam artian mulai dari mereka lahir, lalu tumbuh menjadi gadis
remaja dan menemukan jodohnya. Dan dalam menentukan jodohpun mereka tak terlalu
berpikir sedemikian jlimet dengan mempertimbangkan bibit,bobot dan bebet.
Asal mereka laku dan ada pria yg bersedia menjadi suaminya, meski usia mereka masih 16
atau 17 tahun mereka akan kawin, kawin adalah suatu kehormatan ketimbang menjadi
perawan tua, begitu pikir mereka. namun akhirnya seiring jalannya waktu dan terdorong oleh
berbagai kebutuhan akhirnya terjadilah perceraian, bagaimana tidak sebagai seorang suami
yg tanpa pekerjaan tetap, dan hanya luntang lantung, satu tahun mungkin masih bertahan,
namun selanjutnya, bubar jalan, dan “terciptalah” janda, janda muda tentunya.

Namun juga sebaliknya, apabila sisuami itu sukses secara ekonomi, biasanya mereka
cenderung untuk ingin kawin lagi, mungkin merasa secara ekonomi dia sanggup menghidupi
lebih dari seorang istri, yg akhirnya itupun menjadi masalah, karna sebagian besar wanita
tak sudi untuk dimadu, dan akhirnya dia lebih memilih untuk diceraikan, dan lagi terciptalah
janda.

Akhirnya kami tiba ditepi empang yg tak seberapa luas, sesekali tampak beberapa ekor ikan
muncul kepermukaan untuk kemudian masuk kembali kedalam air kolam yg agak kehijauan
itu. diatas empang itu terdapat rumah yg tak jauh berbeda dengan rumah euis, yg ternyata
adalah rumah orang tua lilis,
kemudian kami menuju kerumah itu dengan jalan yg agak mendaki, ternyata rumah itu
memiliki halaman yg cukup luas, yg disalah satu sudut halaman itu terdapat semacam
bangunan yg tidak permanen dengan menggunakan tiang bambu dan beratapkan daun
kelapa yg sekedar untuk melindungi dari terpaan panas matahari bagi seorang wanita
dengan kepala dan wajah tertutup oleh kain, menggunakan baju kaos lengan panjang yg
agak lusuh dengan bawahannya dibalut kain sarung, ditangan wanita itu memegang palu yg
dengan sigapnya dihantamkan pada bongkahan batu kali yg besar,

rupanya wanita itu sedang memecahkan batu kali untuk dipecahkan menjadi kecil-kecil
sebagai bahan bangunan, yg kemudian aku ketahui bahwa itu adalah ibunya lilis, yg
mendapatkan penghasilan dari memecahkan batu kali yg didrop oleh pengepul dgn masih
dalam bentuk bongkahan batu yg besar-besar, untuk kemudian dipecah menjadi beberapa
bagian kecil,

dan untuk pekerjaan itu, ibu lilis memperoleh upah dengan hitungan perkubiknya, entahlah
berapa ribu rupiah upah yg didapat untuk setiap kubiknya, yg pasti tidaklah besar, dan
selama ini pula lilis pun ikut membantu sang ibu dalam pekerjaannya itu, dari situlah baru
aku paham mengapa telapak tangan lilis begitu kasar.
“ Mih, ini temen lilis.. dari Jakarta..” ujar lilis, agak berteriak, mendengar itu perempuan yg
sedang asik dengan pekerjaannya itu berhenti sejenak.

Mangga.. silahkan masuk jang..” ujar ibu lilis, seraya kembali tangannya diayunkan untuk
menghantamkan palunya kepada bongkahan batu yg hendak dipecahkannya.
Akhirnya kami masuk kerumah lilis, diteras tampak seorang pria setengah baya agak kurus,
duduk sambil menikmati sebatang rokok, yg kemudian aku tau bahwa itu adalah ayahnya
lilis.

“ Mangga jang, silahkan masuk.. maaf berantakan, maklumlah dikampung..

” ujarnya ramah, seraya menyodorkan tangannya kearahku untuk bersalaman.
Aku duduk diruang tengah sambil menikmati segelas kopi yg disuguhkan lilis, sementara lilis
menemaniku dengan duduk tepat disampingku.

“ Mas hendi mau mandi dulu?, biar seger mas..
” tawar lilis, yg langsung aku iyakan, karna memang terasa lengket sekali badanku oleh
keringat.

Seusai mandi kembali aku duduk ditempat yg sama, kemudian lilis meninggalkan aku, juga
untuk pergi mandi.

Beberapa menit kemudian lilis muncul, kali ini dengan mengenakan daster tanpa lengan yg
agak tipis, cantik sekali aku lihat lilis saat itu, membuatku agak sedikit terpukau, sebelum dia
menawarkan untuk istirahat dikamarnya.

“ Mas, ayu kita istirahat dikamar aja.. nanti mas saya pijitin, keliatannya mas hendi capak
ya..?
” ujar lilis.
“ Oh iya, boleh..
” jawabku agak gugup, seraya aku ikuti lilis yg berjalan menuju kamarnya.

Kamar yg sederhana namun cukup bersih, terdapat jendela yg menghadap kearah empang,
dari jendela itu kulihat ayah lilis sedang menaburkan sesuatu kedalam empang, mungkin
pakan ikan, yg kemudian aku tau bahwa empang itulah yg menjadi sumber mata
pencaharian keluarga lilis, menurutnya sekitar 3 bulan sekali ikan-ikan itu siap untuk
dipanen, bersamaan dengan itu pula tengkulak-tengkulak datang untuk mengangkut seluruh
ikan-ikan yg sudah siap dipasarkan itu,

menurut lilis pula bahwa hasil dari ternak ikan itu juga tak seberapa besar, tidak cukup untuk
biaya hidup 2 bulan, jadi untuk menutup kebutuhan yg satu bulan lagi, mereka
mengandalkan upah dari memecah batu yg dilakukan oleh ibu lilis dan dibantu oleh lilis
sendiri,
menurutnya ayah lilis sudah tidak lagi mampu untuk melakukan pekerjaan yg berat,
disebabkan dulu waktu ayah lilis masih bekerja dijakarta sebagai pekerja bangunan, pernah
mengalami kecelakaan kerja yg menyebabkan beberapa tulangnya patah dan tidak bisa
difungsikan lagi secara sempurna, dan bukan hanya itu, ada beberapa saraf-saraf ayah lilis
yg tak lagi dapat berfungsi secara normal, beruntung sampai saat ini masih dapat bertahan
hidup walaupun dengan kondisi yg seperti itu.


“ Mas hendi bajunya dibuka aja, biar lilis enak mijitnya…
” ujar lilis, seraya kuturuti sarannya itu, kubuka pakaianku sehingga hanya menyisakan
celana dalamku saja, aku tak sungkan, toh lilis pun sudah mengerti apa maksud
kedatanganku kesini. Lalu kubaringkan tubuhku telungkup diatas ranjang itu, lilis duduk
disampingku seraya telapak tangannya mulai membalurkan cairan baby oil keseluruh
punggungku, terasa kasar telapak tangan lilis dipunggungku, tapi itu sama sekali tak
menggangguku, justru ada sensasi tersendiri yg kurasakan.

Kemudian lilis mulai memijit, diawali dari belakang leherku kemudian pundak, cukup
bertenaga kurasakan pijitan tangan lilis, serasa sampai kesendi-sendi tulangku.

“ Terlalu keras enggak mas..?” Tanya lilis
“ Enggak apa-apa lis, mantep malah..biar pegel-pegelku cepet hilang..” jawabku
“ Tangan lilis kasar ya mas..? maklum mas, soalnya lilis suka bantuin emak mecahin batu
kali..yah mau gimana lagi mas, emang sudah keharusan..” ujar lilis, nadanya terdengar
seperti menyesali.

“ Enggak apa-apa lis, malah enak, kayak ada rasa geli-gelinya gitu he..he..he..” jawabku
“ Ah si mas bisa aja..” kali ini kulihat wajahnya tersenyum

Kini tangan lilis mulai memijit area pahaku, lalu tangan itu terus merayap lebih keatas hingga
nyaris kearah selangkanganku, uh..nikmatnya , batang zakarku kurasakan mulai berdiri, dan
rupanya lilis paham dengan apa yg aku rasakan, semakin agresif selangkanganku dipijitnya
hingga sedikit menyentuh pada testisku, geli kurasakan sampai-sampai pantatku agak
kunaikan keatas, kulirik kearah lilis, kulihat dia tersenyum, manis sekali senyumnya, pikirku.
“ Mas, sekarang telentang aja, biar lis pijit depannya..” ujar lilis, yg segera aku turuti.

Kini posisiku telentang menghadap kelangit-langit kamar, kulihat lilis tersenyum saat
matanya tertuju pada celana dalamku yg ternyata saat itu batang kontolku berdiri, sehingga
terlihat mengacung dibalik celana dalamku . agak malu juga aku, ah tapi setelah kupikir,
mengapa mesti malu, toh lilis pun sudah paham.
Kini lilis membaluri pahaku dengan baby oil, diratakannya sejenak keseluruh area pahaku,
barulah kemudian mulai memijit pahaku, tak beberapa lama kembali lilis memijit kearah
selangkanganku, punggung tangannya menyentuh-nyentuh biji pelirku menambah tegang
batang kontolku sehingga tambah mengacung tegak.
“ Sempaknya dibuka aja ya mas..? ujar lilis setengah berbisik, yg aku jawab dengan
mengangguk.
“ Iiihh.. gede amat mas, dulu mantan suami lilis mah enggak segede gini, hi..hi..hi..” ujar lilis
sedikit terkejut saat melepas celana dalamku
“ Emang segede mana lis..?
“ tanyaku
“ Lebih kecil mas, paling cuma separuhnya..
” jawabnya sambil tangannya mengurut-urut dengan lembut batang kontolku.
“ Kurang nikmat ya mas, kalo dikocok pakai tangan lilis, soalnya tangan lilis kasar..” ujar
lilis, memang sih, terasa seperti digosok-gosok benda kasar rasanya batang kontolku,

namun sebetulnya menurutku oke-oke saja, cukup nikmat, baby oil yg membaluri batang
kontolku cukup membantu menambah licin kocokan tangan lilis.

“ Lilis kocokin pakai mulut lilis aja ya mas..? pasti enggak kasar deh..” ujar lilis sambil sedikit
menundukan kepalanya kearah wajahku, kurasakan udara dari nafasnya yg hangat dipipiku.

“ Boleh lis, siapa takut..” ujarku, lalu dielapnya sebentar batang kontolku dengan
menggunakan dasternya, mungkin dimaksudkan untuk menyeka sisa-sisa baby oil yg
melekat pada batang kontolku.

Kini lilis mulai menjilati kontolku, digelitik-gelitiknya dengan lembut batang kontolku dengan
menggunakan ujung lidahnya, nikmat kurasakan hingga kupejamkan mataku sejenak, lalu
lidah itu menjalar menuju biji pilirku, kali ini dikulum dan diemut biji pelirku dengan mulutnya,
tak lama kemudian kembali lidah itu menyapu kebatang kontolku, lalu menggelitik kepala
kontolku, betapa ngilu aku rasakan terutama saat ujung lidahnya menjilti lubang kencingku.
“ Gimana mas, mulut lilis enggak kasar kan..?
“ ujarnya sambil tersenyum
“ Enggak lis, lembut, enak..terusin lis..aaaahhhhhh…
”
Nikmat kurasakan jilatan lidah lilis menyapu diseluruh area batang kontolku, bahkan kali ini
mulai dikulum batang kontolku dan dikocokannya naik turun dengan mulutnya. Sambil
mengulum batang kontolku sesekali tatapan lilis tertuju padaku mungkin ingin mengetahui
reaksiku saat menikmati hisapannya.
Semakin lama semakin dahsyat mulut lilis mengulum kontolku, serasa hampir ditelannya
seluruh batang kontolku hingga menyentuh kerongkongannya, air liur mulai banyak menetes
disela-sela bibirnya sehingga menimbulkan bunyi yg gemelocok saat mulutnyaa mengocok
turun naik ghlokk..ghlokk..ghlokk.. suara yg terdengar begitu merangsang bagiku,
menambah gairahku semakin besar.

Tak tahan aku melihat lilis yg sedang mengoral batang kontolku sedemikian rupa, aksinya itu
terlihat begitu seksi dimataku, terutama disaat matanya yg terus menatapku sambil
mengulum batang rudalku, tatapan itu begitu menggoda, dan menantang, tak tahan aku
melihatnya, seraya kutarik kepalanya hingga wajahnya mendekati kewajahku, kulumat
mulutnya yg masih belepotan oleh air liurnya sendiri, dengan rakus kami saling berpagutan,
kurasakan lidahnya bermain didalam mulutku, lidah itu mulai menggelitik-gelitik rongga
mulutku dan lidahku, air liurnya kurasakan menetes dalam mulutku yg kuhirup dengan
rakus, kutelan.

Puas kami berciuman, kubuka daster tipis lilis yg masih membaluti tubuhnya, tampaklah
tubuh yg sebelumnya terbalut oleh daster itu, tubuh yg putih, mulus nyaris tanpa noda,
kuraba mulai dari leher, bahu, lalu punggungnya, kurasakan kulitnya begitu lembut dan
halus, kontras sekali dengan telapak tangannya yg kasar.
Kini pandanganku tertuju pada buah dada yg masih terbungkus oleh kutang, buah dada yg
indah walaupun hanya kulihat belahannya saja dari atas, tak sabar aku untuk melihat secara
keseluruhan, kubuka kawat pengaitnya sambil lilis membantu membukakannya, dan kali ini
terpampanglah didepan mataku buah dada yg indah dan lumayan besar, walaupun tidak

terlalu besar,namun bentuknya itu sangat proporsional, bulat dan padat, dengan putingnya
yg agak berwarna merah jambu.

Sebelumnya sejak perjalanan dari Jakarta aku membayangkan bahwa wanita-wanita yg ada
didesa ini paling-paling berkulit agak hitam, busik, dan mata kaki agak bersisik, khas tipikal
penduduk desa yg pernah aku kunjungi dulu waktu aku kemping didaerah pedalaman jawa
barat saat masih SMA, tapi aku berpikir, ah, enggak apa-apa lah, yg pentingkan barangnya
masih orisinil dan masih belum banyak dimasuki oleh batang-batang kontol,

itu pertimbanganku sebelumnya, namun kenyataan yg aku dapati disini sungguh diluar
dugaanku, bahkan kulitnya jauh lebih bersih dan lembut dari pelacur-pelacur Jakarta yg
sering aku ajak kencan, bahkan kalau aku membanding-bandingkan tidak kalah juga dengan
artis-artis ibu kota, kecuali telapak tangannya.
Dengan gemas kuremas payu dara itu dengan kedu tanganku, tentu saja masih belum puas,
seraya kukulum putting susunya, ku emut dengan rakus, kulihat lilis memejamkan matanya
menikmati aksi yg aku lakukan, dari mulutnya terdengar desahan yg lembut, puas
mengulum putting yg sebelah kiri, kuberalih menikmati putting susu yg sebelah kanan,
reaksi lilis semakin menjadi, kali ini tangannya merangkul kepalaku, seolah-olah tak ingin
kalau aku menyudahi kulumanku pada putting susunya.

” Zzzzzzzzz…aaaaahhhh… maaasss, terus mas..enak mas, aaahhhhh…” gumam lilis pelan,
seolah hanya berbicara pada dirinya sendiri.
Sekitar lima menit aku menikmati putting susu wanita desa itu, lalu kulepaskan pagutanku
dari buah dadanya kukecup bibirnya dengan lembut, dan kubisikan ditelinganya.
” Lis, dibuka celana dalamnya ya..? mas, mau jilatin memek kamu..” bisikku dengan lembut
” Emang mas hendi enggak jijik jilatin memek lilis..” jawab lilis, agak kaget sepertinya
mendengar ucapanku.
” Enggak dong sayang… kamu saja enggak jijik ngisep kontol mas, iya kan? “ujarku
” Tapi lilis belum pernah mas, dulu laki lilis enggak pernah jilatin memek lilis, tapi kalau minta
kontolnya diisep sih sering..” ujarnya
” Itu artinya suami lilis dulu enggak sayang sama lilis..” jawabku
” Iya kali, emang orangnya maunya enaknya doang.. tapi memangnya mas hendi sayang
sama lilis..? ” Tanya lilis
” Tentu dong, mas sayang sama lilis, bodoh sekali laki-laki yg enggak sayang sama cewek
secantik lilis ” jawabku, sedikit gombal tentunya, atau banyak gombal barangkali he..he..he..
” Aaahh.. mas hendi bohong..” jawabnya manja, seraya mencubit pahaku, walaupun
demikian kulihat wajahnya bersemu merah, seolah perkataanku itu membuatnya begitu
tersanjung, tak sia-sia rayuan gombalku, pikirku.

KUNJUNGI JUGA : COIN303 | BANDAR BOLA TERPERCAYA

Dengan perlahan kulepas celana dalam yg masih membungkus selangkangannya, dan
terpampanglah vagina lilis didepan mataku, memek yg indah, dengan bibir vagina yg tidak
terlalu tebal berwarna agak kemerahan, bulu-bulu halus menghiasi bagian atasnya,
jembutnya belum terlalu lebat pikirku, usia memang tidak bisa dibohongi, walaupun lilis
sudah janda tapi usianya masih tergelong ABG, sehingga organ intimnyapun sebagaimana
anak anak ABG, masih terlihat imut, seimut wajahnya.

” lilis berbaring aja ya..? biar mas gampang jilat memek lilis..” ujarku lembut yg langsung
dituruti lilis dengan membaringkan tubuhnya diranjang, lalu kedua kakinya kurentangkan,
dan, wooww sampai menelan ludah aku saat menyaksikan memek lilis yg terbuka
memperlihatkan “jeroan”nya, betapa lubang memek itu berwarna merah jambu dengan
klitorisnya yg mungil, tak kuasa aku memandangnya untuk berlama-lama, kudekatkan
wajahku pada lubang memek yg terbuka lebar itu, kulirik sejenak kewajah lilis, kulihat lilis
menatapku, sepertinya dia masih menantikan apa yg selanjutnya akan aku perbuat.

Kusibak memek itu dengan dua tanganku, sehingga bertambah lebar terbuka, kuhirup
sesaat aromanya, tercium aroma yg khas yg makin membangkitkan birahiku, kujulurkan
lidahku dan mulai menjilati sekitar lubang memeknya, memek yg mulai basah, agak sedikit
asin kurasakan, kudengar ada lenguhan tertahan dari mulut lilis, kulirik sejenak, kali ini
matanya kulihat terpejam, dan mulutnya sedikit menganga, dari reaksinya sepertinya
memang betul seperti apa yg dikatakannya bahwa dia memang belum pernah merasakan
memeknya dioral oleh mantan suaminya dulu.

” Zzzzz…aaahhhhh.. enak banget masssss, aduuuuhhhh…” gumam lilis, sambil tangannya
meremas-remas rambutku, sepertinya lilis begitu menikmati aksi yg kuberikan.
Setelah puas kujilati lubang vaginanya hingga kedinding-dinding bagian dalamnya, kini
kualihkan jilatanku pada klitorisnya, sesekali kuemut “kacang” itu dengan lembut.

” Aaaaaahhhhh.. enak betuuulll, itil aing dijilatin…uuuhhhhh..” gumamnya, memeknya
kurasakan semakin basah, bertanda birahinya semakin memuncak.
Beberapa saat kemudian kuhentikan jilatanku pada memek lilis, seraya kuarahkan batang
kontolku pada lubang memeknya, dengan bantuan tanganku kubimbing agar ujung kontolku
tepat kearah yg kuinginkan, yaitu lubang senggamanya, setelah kurasakan pas,
bless..kutekan dengan perlahan, licinnya cairan memek lilis mempermudah batang kontolku
menembus lubang memeknya, kulihat desahan lembut lilis bersamaan dengan proses
masuknya batang kontolku untuk yg pertama kalinya.

Mulai kupompakan pantatku maju mundur, sambil kedua tanganku memegang kedua
pahanya, jelas kurasakan perbedaannya memek perempuan desa ini dengan pelacur2 yg
sering kupakai dijakarta, memek lilis kurasakan lebih sempit, batang kontolku serasa dijepit
oleh sesuatu, hingga kurasakan begitu nikmat, legit.
” Aaaaahhhh… terus mas, terus… entot memek lilis mas…uuuuuhhhhh…” racau lilis, sambil
kedua tangannya memegang bokongku, semakin bersemangat aku memompakan batang
kontolku dalam memeknya.
” Aaahh… Enak kan lis?, kontol aku enak kan lis? Gimana rasanya dibandingkan dengan
kontol mantan suamimu dulu lis…uuuhhh ” ocehku
” Aaaaahhh…jauh mas, jauh… kontol mantan laki saya sih kecil, mana enggak enak lagi..
aaahhh..” jawab lilis, semakin besar kepala aku dibuatnya oleh jawaban lilis itu, hingga ku
lumat bibirnya dengan rakus, sehingga menghentikan racauan dari mulutnya.

Beberapa menit telah berlalu, semakin gencar batang kontolku berpenetrasi didalam lubang
memek lilis, kurasakan birahi lilis semakin tinggi dengan memeknya yg semakin basah,

nafasnya yg memburu, dan dari mulutnya semakin bising keluar ocehan-ocehan yg tak
begitu jelas artinya karna menggunakan bahasa sunda.

Hingga akhirnya tubuhnya seperti kejang dan dipeluknya punggungku dengan erat, nyaris
kuku-kuku jarinya melukai punggungku akibat cengkramannya yg cukup kuat, dari mulutnya
keluar raungan yg panjang.

” Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh…..” hanya itu yg keluar dari mulut lilis, untuk
kemudian cengkramannya mulai mengendor, hingga akhirnya terlepas sama sekali, kini
tubuhnya hanya telentang pasrah mengikuti ayunan pantatku yg semakin gencar, dari
wajahnya yg berkeringat dan tampak lemas, terbersit senyum dibibirnya, senyum kepuasan. Aku masih memompakan batang kontolku didalam memeknya yg sudah demikian basah
oleh air mani lilis, sehingga terdengar suaranya sedemikian ramai jrroottt..jrroott..jrroottt…
mengingatkan aku pada suara sepatuku yg basah sehabis menyebrang sungai tadi, yg
setelah aku pakai berjalan menimbulkan suara bising seperti ini.
Hingga beberapa menit kemudian kucabut batang kontolku dari lubang memeknya,
kubaringkan tubuhku telentang, dan kusuruh lilis untuk jongkok diatasku dengan posisi
woman in top (WOT).

Digenggamnya batang kontolku yg berdiri mengacung, sambil berjongkok dituntunnya
kearah lubang memeknya, dan setelah dirasakannya tepat pada sasaran, diturunkan
pantatnya bless.. masuklah batang kontolku didalam memeknya dengan tandas, seraya
mulai digerakannya pantatnya naik turun secara berirama. kurasakan betapa nikmatnya
batang kontolku dikocok-kocok oleh memek lilis dengan berjongkok seperti itu,

aku hanya diam pasif, kali ini lilis lah yg sepenuhnya memegang kendali permainan,
sementara sambil berbaring telentang aku hanya menyaksikan bagaimana lilis dengan
tenaga penuh menaik turunkun pantatnya dengan kedua telapak tangannya yg bertumpu
pada dadaku, buah dadanya ikut bergerak-gerak seirama dengan gerakan naik turun
tubuhnya, dan keringat semakin membasahi sekujur badannya, sehingga tampak licin
berkilat,

beberapa tetes keringat dari lehernya jatuh menetes didada dan wajahku, bahkan satu dua
tetes ada yg masuk kemulutku, asin kurasakan, namun tetap kutelan. sesekali rambutnya yg
terurai menutupi wajahnya disibakannya sambil terus memompa. Setelah mengalami
klimaks yg pertama tadi, sepertinya gairah lilis kembali bangkit, itu dapat kulihat dan
kurasakan dari ekspresinya dan nafasnya yg memburu.

Dengan tubuh yg berkilat oleh keringat dan rambut yg mulai basah serta nafas yg memburu,
bagiku lilis terlihat begitu eksotis, tampak lebih menarik dia, hingga mengantarkan diriku
semakin mendekati pada puncak kenikmatan, pantatku mulai kunaikan keatas mengimbangi
kocokan lilis, dan akhirnya sampai juga klimaks yg pertama kurasakan bersamaan dengan
lenguhan panjang yg keluar dari mulutku,

kudekap tubuh lilis dengan kuat, hingga tubuhnya kini telungkup diatasku, kukecup dengan
rakus bibirnya, kini pantat lilis tidak lagi bergerak maju mundur, berganti pantatku yg kali ini
yg turun naik menghantamkan batang kontolku didalam memek lilis, cukup banyak

kurasakan semprotan sepermaku didalam rahim lilis, hingga beberapa detik kemudian aku
terdiam terkapar pertanda tuntas sudah hajatku untuk yg pertama dengan lilis.

Disaat aku terdiam dan tak bereaksi, lilis bangkit dari posisi telungkupnya, kini ia kembali
jongkok dan digoyangkan pantatnya naik turun, tak sampai satu menit dihentikan
goyangannya dikarnakan batang kontolku sudah tak lagi tegak seperti tadi, sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan penetrasi, lilis hanya tersenyum sambil mencabut batang
kontolku yg sudah lemas dan mulai mengecil,

KUNJUNGI JUGA : COIN303 | BANDAR BOLA TERPERCAYA

namun dari senyumnya itu aku dapat melihat adanya kekecewaan, yg tentu saja dikarnakan
hasratnya yg mulai kembali bangkit ternyata harus terhenti sampai disitu, namun sepertinya
lilis segera memahami posisinya sebagai “pelayan”, sedangkan aku sebagai klien, dan tugas
seorang pelayan adalah memberi kepuasan kepada klien, bukan sebaliknya.
” Maaf ya lis.. kamu masih kepingin ya? ” ujarku, sambil mengecup kening lilis yg saat itu
berbaring disampingku sambil memeluk dan menyandarkan kepalanya didadaku.
” Ah enggak apa-apa mas, kan lilis tadi udah duluan..” ujarnya, seraya kubelai rambutnya yg
telah basah oleh keringat.

Untuk beberapa saat lilis memeluk tubuhku dengan tangan kirinya dan kepalanya
menyandar dengan manja didadaku, dan dengan tubuh kami yg masih bugil, sebelum
akhirnya aku dengar suara seorang wanita dari luar kamar yg menyudahi kemesraan kami.
” Lis, masnya diajak makan dulu… sudah hampir jam satu..” ujar suara dari luar kamar
” Iya mih.. tunggu sebentar..” teriak lilis.

Akhirnya kami keluar dari kamar, aku hanya mengenakan celana pendek dengan t-shirt. lilis
mengajakku ke sebuah balai-balai bambu dengan ukuran sekitar 2×2 meter, tampak
diatasnya hidangan makan siang telah siap, dengan nasi didalam bakul bambu yg masih
mengepul asapnya, daun singkong rebus didalam piring kaleng, sambal yg masih didalam
cobek batu, dan dipiring yg lain aku lihat beberapa potong ikan lele goreng. Hidangan
sederhana yg sangat membangkitkan selera pikirku, tak sabar aku untuk mengisi perut
keroncongan ini, setelah berasik masuk dengan lilis tadi memang cukup menguras tenaga,
yg sudah pasti berdampak pada perut ini yg minta diisi.

” Ayo mas, silahkan dimakan.. ya beginilah makanan dikampung, seadanya.. maaf kalau
cocok, adanya cuma ini.. ” ujar lilis, seraya duduk lesehan diatas dipan, yg segera aku
mengikutinya.
” Wah, ini sih luar biasa lis, mantap…” ujarku
Belum sempat kami menuangkan nasi kedalam piring, datang seorang wanita yg usianya
kutaksir tak lebih dari 37 tahun, wanita yg cantik, pikirku, kulitnya putih seperti kulit lilis,
dengan hidung juga mancung, rambutnya diikat keatas menggunakan penjepit rambut,
sehingga memperlihatkan leher dan tengkuknya yg putih mulus, tubuhnya sedikit lebih
gemuk dan padat dibandingkan dengan lilis, daster tanpa lengan yg membalut tubuhnya
memperlihatkan lengannya yg agak berotot, lekukan tubuhnya bak gitar spanyol dengan
bokong yg padat berisi.

” Ini lalapannya..baru dipetik dari kebun ” ujar wanita itu, sambil meletakan sebaskom
daun-daunan segar yg belum dimasak, entah daun apa itu akupun tak terlalu paham.
Merasa baru pertama kalinya aku bertemu wanita ini, dan seperti biasa untuk sekedar
beramah tamah aku menjulurkan tanganku untuk bersalaman.
” Hendi…” ujarku, memperkenalkan diri.
” Komariah.. biasa dipanggil kokom..” ujarnya
” Mbak kokom, kakaknya lilis?” tanyaku, sekedar ingin tau.

Mendengar pertanyaanku itu wanita yg bernama kokom ini hanya tersipu, dan wajahnya yg
berkulit putih itu tampak sedikit kemerahan, lalu tumpahlah tawa dari mulutnya, sehingga
memperlihatkan deretan gigi putihnya yg berjejer dengan rapi, karuan membuat aku
celingukan kebingungan karna tak mengerti dengan sikap mbak kokom ini, sebelum
akhirnya lilis nyeletuk.

” Itu kan mamih, ibu lilis, yg tadi diluar mecahin batu, kan mas hendi sudah liat atuh…” ujar
lilis, juga sambil tertawa.
” Astaga.. maaf bu, maaf.. saya enggak tau.. habis tadi waktu diluar wajah ibu tertutup pakai
kain, jadi saya enggak ngenalin..” ujarku meminta maaf.
” Ah..enggak apa-apa mas, mamih malah GR tuh, hi..hi..hi..” celetuk lilis, yg langsung
dicubitnya lengan lilis oleh ibunya itu.

Jadi rupanya ini wanita pemecah batu tadi, yang oleh lilis biasa dipanggilnya mamih, seperti
sebagian besar warga desa itu dalam menyebut ibunya, aku pernah menyebutnya mami,
namun oleh lilis diralat, menurutnya bukan mami, tetapi mamih, pakai “h”, aku hanya
tersenyum, apa bedanya, kubilang, tapi malah dia bilang begini “beda dong mas, kalau
mami itu kan untuk orang-orang kaya, seperti papi,mami gitu, kalau mamih, itu sebutan ibu
untuk orang sini..” begitu menurutnya, ah, terserahlah, pikirku, apa pentingnya.

Benar-benar tak kusangka si mamih ini, wanita secantik ini melakukan pekerjaan kasar yg
sepantasnya dilakukan oleh seorang pria, yah, itulah keadaan, yg membuat dia memang
harus melakukan pekerjaan seperti itu, demi untuk menyambung hidupnya, benar-benar
wanita yg perkasa, pikirku.
Secara pisik, kokom tak kalah bila dibandingkan dengan istri-istri pejabatan dan pengusaha
kaya dijakarta, hanya nasiblah yg membedakan, dan kokom hanyalah istri seorang mantan
kuli bangunan yg sekarang nyaris lumpuh karna kecelakaan kerja yg dialaminya, kokom
termasuk seorang istri yg setia yg tetap mendampingi suaminya itu, walaupun bisa saja dia
mencari laki-laki lain yg lebih mapan, toh penampilan kokom masih sangat mendukung
untuk itu.

Akhirnya kami menikmati makan siang, sementara kokom meninggalkan aku berdua dengan
lilis, nikmat sekali makanan yg disediakan oleh kokom ini, walaupun hanyalah hidangan
sederhana, namun begitu pas dilidah ini, mungkin karna semua hidangan ini memang masih
segar dan dihasilkan dari proses pertumbuhan yg berlangsung secara alami, seperti nasi yg kumakan ini dihasilkan langsung dari persawahan disekitar sini dengan sistim
pertanian yg alami, bukan dengan teknologi kimiawi dengan maksud agar pertumbuhan
menjadi lebih cepat, sehingga mengabaikan kualitas dan rasa dari nasi itu sendiri, dan
masaknyapun dengan cara diliwet, bukan dengan rice-cooker listrik, begitupun dengan

daun-daunan ini begitu segar dan cocok sebagai teman sambal, lalu ikan goreng ini, yg pasti
baru saja diambil dari kolam belakang rumah,

rasanya pun begitu pas dilidah, berbeda dengan ikan goreng yg sering aku makan dirumah
makan, yg rasa bumbunya begitu mendominasi, sehingga justru menghilangkan cita rasa
ikannya sendiri. Yah, memang disini semuanya terasa alami, begitu organic dan natural,
begitu pula dengan lilis yg telah aku buktikan sendiri tadi, begitu organic dan natural, ah,
keterlaluan sekali aku, menyamakan lilis dengan makanan.

Sementara diluar mulai terdengar lagi suara ketukan palu yg menghantam batu, rupanya
kokom telah kembali dengan tugas rutinnya.

Setelah menghabiskan 2 piring nasi dengan 2 potong ikan goreng, akupun duduk diteras
rumah sambil menikmati sebatang rokok ditemani lilis. Tiba-tiba ponselku berbunyi, rupanya
herman menelponku.
” Gimana bro..cocok enggak? ” Tanya herman, dari ponselku
” Yah, boleh lah..” jawabku santai, sambil melirik lilis yg sedang menyapu lantai teras
” Boleh apa boleh? ” Tanya herman lagi, sedikit menggoda
” He..he..he.. mantaaaaaappp… tau aja lu ada tempat asik disini..” jawabku, kali ini
setengah berbisik
” Ya tau dong…, herman gitu looohhh…,ha..ha..ha.. oke deh selamat bersenang-senang
bro..” ujar herman, seraya menutup pembicaraan.

Smartphone yg masih dalam genggamanku tak langsung kuletakan, kukotak-katik sejenak
untuk membuka jaringan internet, sial, ternyata jaringan internet didesa ini kurang bagus
sinyalnya, lalu kulihat lilis yg masih menyapu, dengan iseng kurekam dengan ponselku,
agak salah tingkah lilis melihat apa yg kuperbuat.
Beberapa saat kemudian kusudahi merekam lilis dengan adegan menyapunya, kulihat
hasilnya sambil sesekali tersenyum, rupanya lilis penasaran dan menghampiri aku untuk
menyaksikan hasil rekamannya, setelah tayangan video lilis selesai, lilis memintanya untuk
diputar lagi dari awal. Aku turuti permintaannya, kelihatannya dia sangat tertarik dengan
rekaman dirinya itu, kucari file video yg dimaksud, tetapi ternyata aku salah memutar file
video, dan justru file video porno yg kusimpan di ponselku yg kuputar, lilis sempat melihat,
dan dengan cepat aku matikan, dan setelah kudapatkan file video yg diinginkan aku tekan
tombol play, kembali layar monitor ponselku menayangkan rekaman video lilis yg sedang
menyapu, yg langsung kuserahkan pada lilis.

” Mas, coba video yg tadi diputer dong..! ” pinta lilis, setelah selesai menyaksikan tayangan
video dirinya yg sedang menyapu.
” Video yg mana..? tanyaku
” Itu, yg tadi, video orang lagi gituan..” ujar lilis, mengertilah kini aku, apa yg dia maksud,
seraya aku kutak-katik sebentar ponselku dan kuputar file video porno, lalu kuserahkan
ponselku pada lilis

Dengan serius lilis menyaksikan tayangan video yg berdurasi cukup panjang itu, giliran aku
yg bengong sendiri sambil menikmati rokok sampurna A-mild kegemaranku. Ah, biar saja

lah.., pikirku, sukur-sukur dia terobsesi dengan adegan-adegan divideo tersebut, dan minta
untuk direalisasikannya denganku nanti, sehingga akan lebih inovatif dan variatif he..he..he..
” Emang belum pernah nonton film gituan lis..? ” tanyaku, yg hanya dijawab dengan
gelengan kepala oleh lilis, sambil pandangannya tetap tertuju pada layar monitor ponsel,
kampret.., pikirku.

Dengan meninggalkan lilis yg masih sibuk dengan “mainan barunya”, aku berkeliling sendiri
disekitar halaman rumah yg cukup luas itu.

Setelah kuperhatikan ternyata jarak antara rumah yg satu dengan rumah lainnya didesa ini
cukup jauh, sekitar 100 meter baru terlihat rumah tetangga. Lalu aku menuju kebelakang
rumah, dan dengan melalui jalan yg agak menurun, aku menuju kekolam ikan ayah lilis,
disana ayah lilis masih sibuk dengan ikan-ikan peliharaannya, entah apa yg dilakukannya,
kuhampiri laki-laki kurus setengah baya itu, dengan terlebih dulu kutawarkan rokok,
maksudnya untuk mengakrabkan diri.

yg akhirnya cukup lama aku terlibat perbincangan dengannya, tentang ikan-ikan
peliharaannya ini, termasuk proses pemeliharaan, pembibitan dan juga pemasarannya,
lengkap dengan harga dan keuntungannya, sampai obrolan tentang desa ini dengan segala
kehidupannya, bahkan tentang kehidupan pribadinya yg ternyata dulu pernah bekerja
dibeberapa proyek dijakarta sebagai buruh kontrak.

dan dari ceritanya pula aku ketahui bahwa ternyata lilis masih mempunyai seorang kakak
laki-laki berusia 20 tahun yg bekerja dijakarta sebagai buruh bangunan. Ayah lilis ini, yg
kuketahui bernama kosasih, atau biasa dipanggil dengan pak engkos, ternyata sosok yg
enak untuk diajak ngobrol, perkataannya polos dan apa adanya, sepertinya tak ada yg
ditutup-tutupi.

Setelah beberapa lama aku berbincang-bincang dengan pak engkos, akhirnya akupun
kembali kerumah bermaksud menemui lilis. dari arah teras aku dengar suara tawa seorang
wanita, yg ternyata adalah suara kokom, ibu lilis, sedang nimbrung duduk disamping lilis
untuk turut menyaksikan video porno dari ponselku, kuintip sejenak sebelum aku
menghampiri mereka,

kulihat kokom yg duduk disamping lilis sambil tangan kanannya menggelendot pada pundak
putrinya itu, begitu berbinar kokom menyaksikan video itu, sepertinya baru kali ini dia
menyaksikan tayangan begituan, sesekali keluar komentar dari mulutnya, kemudian diselingi
dengan tertawa, namun begitu melihat kehadiranku, kokom langsung berdiri salah tingkah
dan segera meninggalkan lilis yg juga masih asik dengan tontonannya.

” Filmnya ada banyak ya mas? ” Tanya lilis, yg ternyata telah “diobok-oboknya” video-video
simpananku didlm memory card ponsell, pantas belum selesai satu film yg tadi, ternyata dia
memainkan file video yg lainnya, yg memang banyak tersimpan disitu.
” Yah, buat iseng-iseng aja.., ngomong-ngomong ibu kamu suka juga ya nonton film gituan?”
Tanya ku.
” Bukan suka lagi, tapi getol.. hi..hi..hi..” jawab lilis
” Umur ibumu itu berapa sih lis? Koq keliatannya masih muda sekali..” Tanyaku

” 37 tahun, iya, dulu waktu umur 14 tahun mamih sudah menikah, tapi kalau abah umurnya
lebih tua 10 tahun dari mamih..” ujar lilis, pantaslah pikirku, sudah kukira usia kokom
memang tak lebih dari 37 tahun.

” Ibu kamu masih cantik ya kom, tadinya aku kira kakak kamu..” ujarku
” Emang kalau cantik kenapa..? naksir ? ” ujarnya, dengan perhatiannya masih tertuju pada
ponselku.

” Ah, enggak koq..” jawabku, agak gugup
” Kalau naksir, nanti lilis bilangin..” ujarnya, kali ini sambil menatapku, kaget juga aku
mendengarnya, dan sepertinya apa yg dikatakannya itu serius, dalam artian bukan sekedar
gurauan atau sindiran.

” Ah, jangan lis, malu aku.. ada-ada saja kamu..” ujarku gugup, dan aku masih belum
mengerti apa yg dimaksudnya, namun aku mencoba menyimpulkan bahwa maksud lilis
adalah menawarkan padaku kalau aku tertarik dengan ibunya, aku bisa saja tidur dengan
ibunya itu, namun dengan konsekuensi harus membayar juga tentunya, namun itu hanyalah
dugaanku saja, aku masih penasaran,

sebetulnya apa yg dimaksud lilis ini, karna aku tidak yakin kalau kokom bisa diajak tidur,
sedangkan kokom bukanlah seorang janda seperti lilis, dan dia masih memiliki seorang
suami yg juga tinggal dirumah itu, apa mungkin aku tidur dengan sorang wanita bersuami
sementara sang suami ada dirumah itu dan dengan sepengetahuannya, ah, gila.. gak
mungkin lah.. atau mungkin aku salah tanggap, pikirku.

Aku nyalakan sebatang rokok, kuhisap dalam-dalam. Dan kali ini lilis merapatkan tubuhnya
padaku, kali ini tayangan video dari ponselku sudah dimatikan.

” Mas marah ya..? dengan ucapan lilis tadi ” ujar lilis, sambil menyandarkan kepalanya
dipundakku, rupanya lilis mengira kalau aku tersinggung dengan ucapannya barusan,
mungkin dikarnakan aku terdiam setelah itu, padahal diamku itu adalah karna masih berpikir
dan menduga-duga didalam hati tentang apa maksud ucapannya barusan tadi. ” Ah enggak koq, emangnya marah kenapa? ” jawabku
” Habis, mas hendi koq diam sih..? ”
” Ah enggak, cuma bingung aja..”
” Bingung kenapa mas..? ”
” Tentang ucapan kamu itu, yg barusan kamu omongin itu lho? ”
” Oh, tentang mamih.. lilis enggak ada maksud apa-apa koq mas, lilis cuma mau bilang,
kalau mas hendi tertarik sama mamih, mas hendi juga bisa tidur dengannya, seperti mas
hendi tidur sama lilis tadi, tapi mas hendi mesti ngasih uang belanja sama mamih, itu sih
terserah mas hendi, jangan marah ya mas..” jelas lilis, agak kaget aku mendengarnya,
namun aku mencoba bersikap wajar sambil menghisap rokok ditanganku, fantasiku mulai
menari-nari, menarikan khayal tentang ibu dan anak yg cantik dan seksi ini untuk kusetubuhi
secara bersamaan.

Namun fantasiku kembali buyar, karna ada sesuatu yg menurutku masih mengganjal.
” Tapi bagaimana dengan bapakmu lis.. bisa-bisa dijadikannya umpan ikan aku nanti, kalau
dia tau aku tidur dengan istrinya..” ujarku, namun kekawatiranku yg kuutarakan pada lilis itu

sebetulnya bukanlah perasaanku sesungguhnya, akupun dapat menganalisa, lilis
menawarkan aku untuk tidur dengan ibunya tentu sudah dengan mempertimbangkan
berbagai factor, termasuk reaksi ayahnya itu, pastinya dia sadar bahwa ayahnya juga dapat
mentolerir semuanya itu, kalau tidak mana mungkin dia berani menawarkan itu. namun aku
tetap membutuhkan kepastian.

” Ah, itu sih beres.., mas enggak usah kawatir.. abah sih enggak apa-apa, lagian semenjak
abah mengalami kecelakaan dulu, “anu” abah sudah enggak bisa berfungsi lagi, jadi abah
enggak akan ambil pusing, malah abah akan senang kalau mamih juga bisa senang
hi..hi..hi..”
Lega aku mendengar penjelasan lilis itu, jadi intinya pak engkos bukanlah suatu rintangan.
” Terus, apa kira-kira mamih mau enggak ya, kalau…” belum selesai omonganku itu,
tiba-tiba lilis berteriak memanggil kokom yg sedang melakukan pekerjaan rutinnya,
memecah batu.

” Miiiihhhh… sini sebentar mih..” teriak lilis, yg dipanggil segera menghentikan kegiatannya,
melepaskan kain jarik lusuh yg menutup wajahnya, lalu melangkah menuju kearah kami.
” Ada apa lis..? ” Tanya kokom, sambil mengelap keringat diwajah dan lehernya dengan kain
yg sebelumnya digunakan untuk penutup wajah dan kepalanya itu.

” Begini mih, ini mas hendi naksir sama mamih, mamih mau enggak nemenin tidur mas
hendi? Nanti dikasih uang belanja mih..” Tanya lilis, yg ditanya agak salah tingkah, wajahnya
yg putih berubah sedikit memerah, lalu tertunduk dan tersenyum malu. Dari reaksi kokom itu
aku sudah dapat menerka apa yg ada didalam hatinya, ya, sepertinya kokom memang mau
tidur denganku, sebagaimana yg dilakukan anaknya denganku.

” Yah, mamih sih terserah mas hendi saja, kalau mas hendi suka, saya sih setuju aja.. tapi
mamih udah enggak muda lagi, udah enggak seperti lilis..” ujar kokom, sambil tertunduk
dengan agak malu-malu, sambil tangannya meremas-remas kain jarik yg dipegangnya.
” Ah, enggak koq mih, mamih masih cantik.. sukurlah kalau mamih mau ..he..he..he..”
ujarku, disertai tawa cengengesan, karna merasa bagaikan mendapatkan durian runtuh.
” Udah mih, sana mandi dulu.. dandan yg cantik, biar mas hendi semakin kesemsem
hi..hi..hi..” ujar lilis menggoda
” Ah, tapi mamih biar enggak dandan udah cantik koq..” ujarku, mendengar ucapanku itu
kokom semakin merah pipinya.

” Ya udah, kalau begitu mamih mandi dulu sebentar..” ujar kokom, yg dengan wajah
sumringah segera ngeloyor kedalam rumah.
Sepeninggalan kokom, lilis mendekati aku, seraya dengan setengah berbisik berkata.
” Mas, nanti kita main bertiga sama mamih ya..! seperti yang difilm tadi hi..hi..hi..” gayung
bersambut, pikirku. Memang sebelumnya aku membayangkan seandainya bisa threesome
dengan lilis dan ibunya, tapi itu hanyalah sebatas hayalanku belaka, yg sebenarnya aku tak
menuntut untuk itu, tadinya aku berpikir disaat kokom sedang melayaniku, paling-paling lilis
keluar, dan begitupun sebaliknya.

Dan itu pun bagiku sudah cukup, paling tidak aku bisa merasakan kenikmatan dari ibu dan
anak ini, tapi setelah apa yg dikatakan lilis yg katanya ingin “main” bertiga dengan ibunya,

sampai bergetar aku mendengarnya, hampir tak percaya, ada untungnya juga aku
mempertontonkan video porno dari ponselku kepada lilis, seperti yg kuharapkan dia
terobsesi dengan adegan-adegan dalam film itu, semoga masih lebih banyak lagi
adegan-adegan lainnya difilm itu yg membuatnya terobsesi, dan ingin diwujudkannya nanti
diranjang, ya, semoga. dan otak mesumku mulai menari-nari lagi.

Kini aku dan lilis telah kembali berada dikamar, dengan bernafsu lilis langsung menyosor,
dikecupnya mulutku dengan penuh nafsu sambil tangannya mendorong tubuhku, hingga
tubuh kami terbanting keatas ranjang dengan cukup keras, dilepasnya t-shirtku, lalu
dasternya hingga menyisakan celana dalamnya, karna memang sebelumnya lilis sudah tak
mengenakan bh.

Baru saja lilis hendak melepas celana pendekku, tiba-tiba terdengar ketukan dari pintu
kamar
” Siapa..? mamih ya..? ” teriak lilis
” Iya lis.. gimana, mamih udah siap nih..? ” terdengar jawaban kokom dari balik pintu
” Langsung masuk aja mih, enggak dikunci..” teriak lilis lagi
Pintu kamar terbuka, kulihat kokom agak terkejut melihat kami yg sudah setengah bugil,
sadar kami sedang memulai permainan, kokom segera menutup kembali pintu itu untuk
kemudian pergi.

” Eh, maaf.. nanti aja mamih kesini lagi..” ujar kokom
” Langsung masuk aja mih… enggak apa-apa..” teriak lilis, hingga beberapa saat kokom
masih belum juga masuk, hingga lilis kembali berteriak.
” Mih, ayo masuk atuh.. mas hendi juga mau emak masuk sekarang…” ujarnya, rupanya
namaku dijadikan senjata untuk memanggil mamihnya itu.
Tak lama kemudian pintu terbuka kembali, kali ini kokom masuk kedalam, agak malu-malu
dia melihat kami yg sudah setengah bugil.

Kulihat kokom cantik sekali saat itu, setelah ia selesai mandi dan sedikit dandan seperti itu,
tak seorangpun akan percaya kalau wanita yg berdiri didepanku ini adalah seorang pekerja
kasar pemecah batu, pantasnya istri pejabat, pikirku.

” Mamih disini aja.. kita main sama-sama mih, kayak yang difilm tadi..” ujar lilis
” Yah, terserah, mamih sih ikut aja kalau mas hendi setuju…” ujar kokom
Tiba-tiba lilis langsung menarik celana pendekku, sehingga terpampanglah batang kontolku
yg mulai mengacung, kulihat kokom agak terperanjat melihatnya, entah apa yg ada dalam
pikirannya.
” Gimana mih, gede kan, kontolnya mas hendi…? ” ujar lilis
” Mamih duduk sini, deket mas hendi mih.. jangan malu-malu atuh..” ajak lilis kepada kokom
yg masih diam berdiri, seolah bingung hendak melakukan apa.

Sepertinya aku harus sedikit agresif kepada kokom untuk mencairkan kekakuannya padaku,
karna entah mengapa kulihat dia masih agak canggung saat berdekatan denganku. Kutarik
lengan kokom yg duduk dibibir ranjang, sehingga kini kokom tepat berada disampingku,
sementara lilis sudah mulai mengoral batang kontolku.

Kurangkul tubuhnya dengan tangan kiriku, lalu kukecup bibirnya, kokom membalas
ciumanku, kami berciuman cukup lama, sambil batang kontolku masih dikulum oleh lilis.
Hembusan nafas kokom agak hangat dan nafasnya mulai memburu, sepertinya hasratnya
mulai bangkit, lalu kubuka dasternya, terlihatlah lekuk-lekuk tubuh kokom yg indah, padat
berisi, putih dan mulus.

Tak kuasa aku melihatnya, hingga kucium-cium sekujur tubuhnya, mulai dari lengan, leher,
sampai ketiak. Lalu dengan tak sabar kubuka BHnya, dan tersembulah bukit kembarnya yg
besar dengan putting berwarna coklat kemerah-merahan, kukulum dengan rakus putingnya,
teteknya kurasakan benar-benar padat dan tidak lembek atau gembyor.
Mulai terdengar desahan lembut dari mulut kokom, kulihat matanya mulai terpejam
menikmati kulumanku pada putting susunya, dirangkulnya kepalaku dengan kedua
tangannya.

” Zzzzzzz…aaaaahhhhh…. Terusss mas hendiiii…enaakkk..aaahhhh..” desahnya pelan
Sementara lilis semakin liar mengoral batang kontolku, kepalanya tampak naik turun dengan
berirama, dikocok-kocoknya batang zakarku dengan tempo yg cepat dan dalam, hingga
sampai menyentuh tenggorokannya, glohhggg… glohhggg… glohhggg… suara gemelocok
yg bagiku terdengar begitu erotis, kulihat dari sela-sela bibir lilis menetes cairan ludah yg
kental, hingga membasahi area testis dan bulu jembutku.

Setelah puas aku “nenen” pada tetek kokom, kulepas celana dalam kokom yg masih
membungkus memeknya, tersembulah memek yg dengan bibir luarnya bewarna kecoklatan
dengan bulu-bulu jembut yg cukup lebat, begitu nafsu aku melihat pemandangan itu, tak
sabar diri ini untuk mencicipinya, ya, ingin kucicipi dulu memek kokom ini dengan mulutku,
ingin kurasakan nikmatnya, dengan tak sabar kubimbing tubuh kokom untuk menyodorkan
memeknya pada mulutku.

” Mamih dudukin muka saya, biar saya jilatin memek mamih…” perintahku pada kokom,
kulihat kokom masih agak bingung, namun setelah aku arahkan dia mulai paham maksud
dan keinginanku.

Kokom dengan pantatnya yg besar dan bulat itu berdiri sejenak, seraya kedua kakinya
dikangkangkan kewajahku yg sedang berbaring telentang, dan dengan hati-hati diturunkan
pantatnya hingga memeknya tepat berada didepan wajahku, segera kutarik pantatnya
dengan maksud agar memeknya yg menggemaskan itu menempel pada mulutku, dengan
rakus kukecup memek itu, setelah puas aku “memakannya”,

kusibak memek itu dengan kedua ibu jariku, sehingga memperlihatkan lubang memeknya yg
berwarna kemerahan, bentuk yg indah dan menggoda, pikirku, dengan aroma khasnya yg
menggoda, mmm..tak kuasa aku menatapnya berlama-lama, gemas diri ini dibuatnya hingga
kukecup kembali memek itu, seolah ingin kutelan saja rasanya, kulihat kokom mengerang
merasakan nikmatnya, matanya kulihat sayu, mulutnya terbuka, sesekali lidahnya disapukan
kebibirnya, sementara kedua tangannya bertumpu pada dadaku.

Kini aku mulai menjilati rongga-rongga bagian dalam memek kokom, sesekali klitorisnya ku
kulum dan kuhisap, bahkan karna gemas kugigitnya walaupun tak seberapa keras, sampai

kokom memekik kaget sesaat. Rupanya kokom mulai terbuai dengan aksi oralku, nafsunya
semakin tinggi, hingga ditekan-tekannya pantatnya sampai memeknya begitu rapat
menyentuh mulutku sampai aku sulit untuk bernafas, bahkan sesekali diputarkannya
pantatnya sambil kedua tangannya menjambak rambutku, benar-benar kewalahan aku
dibuatnya.

Sementara lilis, setelah puas mengoral batang kontolku, dilepasnya celana dalamnya yg
masih melekat, seraya berjongkok mengangkangi tubuhku dan menggenggam batang
kontolku untuk kemudian dituntunannya memasuki lubang memeknya yg sudah basah oleh
cairan birahinya bless..
masuklah dengan tandas seluruh batang kontolku didalam memeknya, dipompakannya
pantatnya naik turun untuk mengocok-ngocok batang kontolku, legit kurasakan pijitan
otot-otot vagina lilis yg menjepit batang kontolku, lalu kedua tangan lilis berpegangan pada
pundak kokom yg berjongkok mengangkangi wajahku, sehingga lilis lebih leluasa
memompakan pantatnya dengan lebih cepat dan bertenaga.

Kokom semakin histeris, yg kemudian aku tahu bahwa ternyata baru saat inilah untuk
pertama kalinya kokom merasakan memeknya dioral, cairan bening agak keasinan
membasahi memeknya, semakin bersemangat lidahku bergerilya menjilati dan
mengunyam-ngunyam memeknya, hingga beberapa saat kemudian kokom memekik
panjang disertai keluarnya cairan kenikmatan dari memeknya, rupanya kokom telah
mencapai klimaks yg pertama.

” Aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh…… enaaaaaaakkkkk euuuuiiiiiiiiyyyyyy…” hanya itu yg
keluar dari mulutnya sambil matanya terpejam dan wajahnya menghadap kelangit- langit
kamar.
Kuhirup dengan rakus cairan yg keluar membanjiri memeknya, kutelan sampai tak ada yg
tersisa cairan asin, gurih dan agak sedikit anyir itu. akhirnya kokom terdiam, namun dengan
posisi masih seperti itu, dan memang itu yg aku inginkan, saat itu aku ingin memek kokom
tetap berada dimulutku sambil aku menikmati kocokan memek lilis. Kulihat keringat telah
membasahi sekujur tubuh kokom, wajahnya memancarkan kepuasan, sambil tersenyum dia
menatapku yg masih mengemut-emut memeknya.

Goyangan lilis semakin gencar, dengan isengnya dimasukannya tangannya kesela-sela
ketiak kokom untuk kemudian diremasnya buah dada kokom dari belakang. Kali ini
pegangan lilis tidak lagi bertumpu pada pundak kokom, melainkan kedua payudara kokom
itu yg diremasnya dengan kedua tangannya dari belakang, menerima aksi dari putrinya itu
dan juga jilatan lidahku yg masih aktif bergerilya dimemeknya,

gairah kokom mulai bangkit kembali, itu dapat kurasakan dari memeknya yg sebelumnya
hanya pasrah menempel dimulutku, kali ini pantatnya mulai terangkat dan mulai di
desak-desakannya memeknya kemulutku, begitupun dari ekspresi wajahnya yg kini kembali
memancarkan ekspresi birahi.
Beberapa menit kemudian lilis mencapai puncak kenikmatannya, diikuti dengan kocokannya
yg semakin cepat dan bertenaga sehingga menimbulkan suara jrott..jrott..jrott.. yg keras,
diremasnya dengan kuat kedua tetek kokom, nafasnya memburu, dirasakan hembusan

nafas lilis ditengkuk kokom, hembusan nafas yg panas, sepanas adegan ranjang yg terjadi
disore itu.
” Aaaaaaaaaahhhhhhhh…. Sedaaaaappp.. maaaaassssssss….” Pekik lilis, dengan cukup
keras, sebagai ekspresi dari rasa nikmat yang ia rasakan.

Akhirnya lilis lunglai terdiam, namun batang kontolku masih berada didalam memeknya,
hanya kali ini tanpa adanya gesekan. Kudorong tubuh lilis dari selangkanganku, lilis
mengerti maksudku, seraya dicabutnya memeknya dari kontolku, lalu dia beringsut dan
berbaring disampingki.
Kali ini bangkit, kudorong tubuh kokom yg sebelumnya masih mengangkangi wajahku,
kokom telentang dengan kaki mengangkang memperlihatkan lubang memeknya yg becek
kemerahan, tanpa basa-basi kutancapkan batang kontolku kedalam lubang memek itu,
kupompakan pantatku sekuat yg aku bisa, kutundukan wajahku, dan kucium mulutnya
dengan rakus, kutelan air liurnya, lidahnya kukulum, nikmat kurasakan lubang memek
kokom, begitu hangat dan legit.

” Aduuuhhh.. mih, memek mamih enak banget mih…aaaahhh..” gumamku
” Kontol mas hendi juga enak pisan, terus maaasss… entotin memek mamih mas, mamih
betul-betul seneng …uuuhhhh ” ujar kokom, sambil pantatnya mulai ikut bergoyang
mengimbangi pompaan pantatku.

Ucapan kokom yg seperti itu membuatku semakin gemas, semakin rakus aku melumat
mulutnya. Goyangan pantatku yg maju mundur membuat tetek kokom yg bulat besar itu juga
ikut bergoyang seirama dengan gerakan pantatku, sungguh indah dan menggoda, sehingga
kukulum putting susunya secara bergantian kiri dan kanan, puas aku melumat pentilnya lalu
kubenamkan wajahku pada belahan buah dadanya, kuhirup sepuasnya.

Sekitar sepuluh menit kontolku menghujami memek kokom dengan posisi konfensional
seperti itu, lalu kusuruhnya kokom untuk menungging. Huuhhh.. tak tahan diri ini melihat
pemandangan didepan mata, betapa tubuh montok kokom dengan pantatnya yg besar dan
padat dengan posisi menungging seperti itu, pantat yg putih, nyaris tanpa cacat, bulat bagai
buah tomat, sebelum kumasukan batang kontolku dengan posisi doggie style,

kujilati terlebih dahulu memek kokom yg tampak terjepit diantara kedua pahanya, lidahku
terus bergerilya, kali ini kusapu sekujur bokongnya yg licin mulus itu, hingga kepahanya, tak
puas hanya itu, kini pandanganku tertuju pada lubang anusnya, dengan garis-garis
kerutannya yg khas yg berpusat pada satu titik ditengahnya, kuarahkan ujung lidahku pada
titik pusatnya,

kudengar kokom merintih, rintihan nikmat, manakala ujung lidahku mulai menggelitik
anusnya, kurasakan lubang anus kokom kembang kempis bagaikan pantat ayam, semakin
bergairah aku dibuatnya, titik pusat anus kokom mulai sedikit terbuka, terlihat berwarna agak
kemerahan, kuarahkan lidahku tepat pada lubang itu, aroma khas anus semakin membuatku
terbuai, semakin aktif lidahku menari. Kulihat kokom semakin blingsatan, diremasnya sprei
ranjang itu, matanya terpejam, dan mulutnya terus bergumam pelan.

” Uuuuuuhhhhhh…. Terusss mas hendi, jilatin terus dubur mamih, enaakkk..uuuuhhh”
gumam kokom.
Kulihat lilis seperti terkesima melihat aksi yg kulakukan, entah apa yg ada dalam pikirannya
itu.

Puas aku mengoral lubang anus kokom, kuarahkan batang kontolku pada lubang memek
kokom yg menungging, dengan posisi doggie style kuhujamkan batang kontolku didalam
memeknya, pantatku mulai bergerak maju mundur, sementara kedua tanganku meremas
buah pantatnya yg besar dan montok itu, benar-benar nikmat kurasakan memek kokom
dengan posisi seperti ini, sampai terpejam mataku menikmatinya.

Kokom mulai mengimbangi goyanganku dengan gerakan pantatnya yg maju mundur,
sehingga hantaman kontolku menjadi lebih tandas dan mantap, dari mulutnya mulai
terdengar erangan-erangan nikmat yg menandakan dirinya telah terhanyut dalam arus
nikmat.
Sementara aku menikmati memek kokom sambil memejamkan mataku, tiba-tiba kurasakan
benda yg lembut menyentuh-nyentuh lubang anusku, terkaget aku dibuatnya, seraya
kutengok kebelakang, yg ternyata kulihat lilis ssambil berjongkok menjilati lubang anusku,
rupanya dia terinfirasi melihat aksiku tadi kepada kokom, aku hanya tersenyum sesaat, lalu
kulanjutkan kembali aksiku menghantam memek kokom, kali sambil menikmati jilatan lidah
lilis pada lubang anusku, wuuiiihhh…betapa nikmat kurasakan, seperti melayang sukma ini.
Hingga beberapa saat kulihat kokom semakin histeris, dan akhirnya kembali kokom
mencapai puncak kenikmatannya untuk yg kedua kalinya disertai dengan lenguhan panjang.

Tak beberapa lama kemudian kurasakan nikmat yg teramat sangat menjalari tubuhku, dan
aku berteriak keras
” Aaaaahhhhhhhh…. Aku keluaaaaaaarrrrrrr….” Teriakku.
Namun, disaat aku menikmati puncak birahi itu, dengan cepat lilis mencabut batang kontolku
dari memek ibunya.
” Mas, pejuhnya dikeluarin dimulut lilis aja, biar lilis makan, seperti yg difilm tadi..” ujarnya.
Rupanya lilis kembali terinfirasi oleh adegan film tadi. Diarahkannya ujung kontolku tepat
didepan mulutnya yg menganga lebar, dan crootttt..crooottt.. tumpahlah seluruh air maniku
tertampung didalam rongga mulutnya, dan beberapa saat kemudian setelah dirasakan tak
ada lagi tetesan sperma yg keluar dari lubang kontolku, ditelannya seluruh cairan kental yg
tertampung dimulutnya itu, glekkk.. masuklah seluruhnya kedalam perut lilis.

” Mmmmm.. enak mas, gurih..hi..hi..hi..” ujarnya, seraya dikulumnya kembali batang
kontolku dengan maksud membersihkan sisa-sisa seperma yg masih melekat disekitar
kontolku.
Sementara kokom menyaksikan aksi yg dilakukan anaknya itu sambil berbaring.
” Emang enak lis..? Tanya kokom kepada lilis
” Enak mih, nanti mamih harus cobain atuh.. pasti ketagihan..” ujar lilis, sambil sesekali
menyapukan lidahnya kebibir. Kokom hanya tersenyum menanggapinya.
Kurebahkan tubuhku disamping kokom, puas rasanya diri ini setelah menikmati klimaks yg
mengasikan.
” Mau dipijitin mas..? ” tawar kokom, padaku
” Boleh, kalau mamih enggak capek sih..” jawabku

” Ah, mamih sih enggak capek… ayo sekarang mas hendi tengkurep ” ujarnya, yg segera
aku turuti, kutelungkupkan badanku.

” Ah,enggak apa-apa mas, abah mah, enggak bakalan marah, malah abah seneng, soalnya
kontol abah udah enggak bisa lagi dipake buat ngentot, semenjak kecelakaan 7 tahun lalu..”
jawabnya, sebuah jawaban yg lugas, namun juga vulgar, terutama saat menyebut kata
kontol dan ngentot itu,
rupanya memang didesa itu bukanlah menjadi suatu hal yg tabu orang mengucapkan
kata-kata seperti itu, mereka sudah terbiasa dan sudah menjadi keseharian mereka, tanpa
perlu memperhalus bahasa, bahkan orang-orang tua disana tak akan melarang anak-anak
mereka untuk bicara paling cabul sekalipun, itulah kehidupan masyarakat didesa X, sebuah
kehidupan keseharian yg apa adanya, tanpa basa-basi, namun jujur.

Jadi tak heran, desa X kadang-kadang dijadikan contoh buruk bagi masyarakat desa lain
disekitarnya, yg menganggap bahwa desa mereka jauh lebih beradab, seperti mereka akan
mengatakan kepada anak mereka ” hey kamu jangan ngomong jorok begitu, kayak orang
desa X aja..” atau seorang tokoh masyarakat dalam wejangannya ” kita itu harus jaga nama
baik desa ini, kita harus punya aturan dan tata krama, tidak baik kalau perempuan dan
laki-laki yg belum terikat oleh tali pernikahan bertamu lama-lama, apa kata orang nanti, ini
bukan desa X, yang…..” begitulah kira-kira gambaran desa X ini dimata orang-orang desa
lain.

” Jadi selama 7 tahun itu mamih enggak pernah enggak pernah ngentot lagi…?” Tanyaku,
dengan gaya bicara apa adanya, seperti yg dilakukan kokom.
” Ya, enggak pernah..” jawab kokom, sambil tangannya kini mulai memijiti kepalaku, pandai
juga dia memijit.
” Sama orang lain juga enggak pernah? ” tanyaku,penasaran
” Enggak pernah, kecuali sama mas hendi ini..” jawabnya, dari nada bicaranya aku percaya
dengan apa yg dikatakannya, dan memang sudah menjadi sifat orang-orang didesa itu yg
senantiasa berkata jujur dan apa adanya, sebuah sifat jujur yg telah menjadi watak
dasarnya, bukan jujur karena takut akan sesuatu, takut akan hukuman, atau jujur karena
takut dosa.

” Mamih seneng enggak bisa ngentot sama saya? ” godaku
” Hi..hi..hi…ya seneng mas.. seneng banget hi..hi..hi..” jawabnya
” Apanya yang bikin mamih seneng..?
” Kontol mas hendi yg gede itu, hi..hi..hi.. ”
” Emangnya kontol abah enggak gede mih..? ” pancingku
” Ya enggak segede punya mas hendi, paling-paling separuhnya mas..” jawabnya, sambil
tangannya mulai memijiti bagian punggungku, masih kurasakan gesekan-gesekan bulu
jembutnya yg menyentuh pantatku, dan kurasakan pula hangatnya memek kokom
menempel dipantatku, hingga gairahku sedikit-demi sedikit kembali bangkit, ditandai dengan
batang kontolku yg mulai agak mengeras.

” Terus, selain itu apa lagi..? ” tanyaku lagi

” Itu mas, waktu mas hendi jilatin memek mamih, aduuuhhh..enak banget…seumur-umur
mamih enggak pernah, apalagi waktu mas hendi jilatin lubang dubur mamih..hi..hi..hi…enak
pisaaannn..” ujarnya,besar kepala juga aku mendengarnya.

Kini mamih mulai memijat pahaku, sesekali pijitannya mengarah hampir mendekati area
selangkanganku, membuatku semakin terangsang. Lalu pijitannya mulai kearah betis,
hingga kemudian sampai ketelapak kaki, dipijitinya pula setiap jari kakiku, dan telapak
kakiku, ahli juga wanita ini dalam hal mijit- memijit.
“Mas hendi sekarang telentang, biar mamih pijitin bagian depannya..” perintah kokom,
setelah dirasa rampung memijit bagian belakangku, tanpa banyak Tanya segera kuturuti.
” Hi..hi…hi… mas hendi, kontolnya udah bangun lagi tuh..” ujar kokom saat aku
telentangkan tubuhku, sehingga batang kontolku yg mulai berdiri tampak mengacung tegak,
walaupun belum sepenuhnya ereksi.

” Habis, sentuhan mamih sih, yg bikin si otongku bangun lagi…” jawabku
Kini dikangkanginya tubuhku yg telentang, sehingga memeknya bersentuhan dengan batang
kontolku, mulai dipijitnya tanganku, kemudian mulai dipijitnya keningku dengan kedua ibu
jarinya, tubuhnya yg agak menunduk membuat kedua teteknya yg bergelantungan nyaris
menyentuh diwajahku, membuatku tergoda hingga dengan jail kugigit-gigitnya putting
susunya yg membuatnya memekik manja.

” Auuww.. ih, mas hendi nakal… koq pentil mamih digigit sih..” pekiknya manja, seraya
dicubitnya lenganku, yg membuatku justru semakin tergoda untuk melakukan hal yg sama.
Kini kokom bergeser agak kebawah, dipijitinya pahaku, lalu selangkanganku, ini yg paling
aku suka disaat tangannya bersentuhan dengan biji pelirku, lalu dipijitnya area sekitar
kantung pelirku.

” Dipijitin sininya mas.. biar aliran darahnya lancar, supaya kontol mas hendi ngaceng terus
hi…hi..hi..” ujar kokom, sambil memijit-mijit dengan lembut kantung pelirku, lalu mulai
merambat, kali ini tangannya mulai mengurut batang kontolku.

” Mamih isep sekalian ya mas..? mamih gemes nih sama kontol mas hendi..hi..hi..hi..”
pintanya
” Iya mih..isep sekalian aja, aku juga udah enggak tahan pingin ngerasain isepan mami…”
ujarku
Langsung dikulumnya batang kontolku, dan digerakannya maju mundur kepalanya sehingga
batang kontolku terkocok-kocok oleh mulutnya, hisapan kokom begitu dalam dan tandas,
sepertinya ujung kontolku sampai menyentuh kerongkongannya, kulihat hanya biji pelirku
saja yg tertinggal diluar, sementara seluruh batangkontolku tenggelam didalam rongga
mulutnya ghlogg..ghlogg..ghlogg cukup keras bunyi gemelocok itu, sehingga lilis yg
sebelumnya tertidur disaat kokom sedang memijit tubuhku, kulihat kini telah terjaga, dan
kembali kini lilis menyaksikan aksi ibunya itu.

Setelah puas kokom mengulum batang kontolku, diangkatnya sedikit pantatku, rupanya
kokom ingin menyibak lubang anusku, kusegera tanggap dengan apa yg diinginkannya,
kuposisikan tubuhku seideal mungkin agar lubang anusku dapat dengan mudah terjangkau,
kini pahaku agak sedikit kuangkat, sehingga lubang anusku jelas terlihat, disibaknya anusku

dengan kedua ibu jarinya lalu dijulurkannya lidahnya untuk kemudian mulai dijilatinya
sekujur lubang duburku, begitu nikmat kurasakan lidah kokom yg mengelitik-gelitik lubang
anusku, seraya terbang sukmaku. Bokep Korea
” Enak ya mas, lubang duburnya mamih jilatin…? ” Tanya kokom, disela-sela kesibukannya.
” Enak banget mih..terus miiiihhhh.. jilatin lubang dubur saya mih..mamih hebaaattt..” pujiku
” Mamih juga baru kali ini jilatin lubang pantat, ternyata enak juga hi..hi..hi…” ujar kokom
Beberapa menit kemudian setelah puas kokom dengan aksi oralnya, digenggamnya batang
kontolku, lalu dimasukannya kedalam memeknya, kali ini kokom mengentot kontolku dengan
posisi berjongkok, dinaik turunkannya pantatnya secara berirama, rupanya nafsu kokom
sudah semakin memuncak, terlihat dari ekspresinya yg begitu liar saat memompa batang
kontolku, dengan mata setengah terpejam dan nafas yg memburu.

” Uuuuuuhhhh… kontol mas hendi enak.. aaaahhhhh, mas hendi sering-sering datang kesini
lagi ya mas, biar mamih bisa ngentotin kontol mas hendi lagi…mamih seneng banget…
uuuhhh.. udah lama sih mami enggak pernah dientot…aaahhh” kicau kokom disela-sela
gairahnya yg mulai memuncak.
” Iya mih, saya pasti akan sering kesini, ngentotin memek mamih yg legit ini.. dan juga
ngentotin memek anak mamih yg cantik itu..” ujarku, menanggapi ocehan mamih
” Betul ya mas, jangan bohong.. uuuuuhhhh..” ujar kokom
Beberapa menit kemudian kokom mengejang, goyangan pantatnya semakin cepat, hingga
akhirnya ambruk disertai dengan lenguhan panjang, kokom mengalami klimaks untuk yg
kesekian kalinya.

Lilis yg sedari tadi hanya menyaksikan, kini birahinya kembali bangkit, melihat sang ibu
sudah tak member perlawanan, lilis memposisikan diri menungging.

” Mas, ayo mas..entot lilis dari belakang mas, sambil nungging..” pinta lilis, sambil
menggosok-gosokan memeknya dengan tangan kanannya.
Ku segera bangkit, dengan terlebih dulu kupinggirkan tubuh kokom yg masih jongkok
mengangkangi batang kontolku. Lalu kuhampiri lilis yg menungging, langsung kumasukan
kedalam memeknya dan kupompakan.

KUNJUNGI JUGA : COIN303 | BANDAR BOLA TERPERCAYA

Hingga beberapa menit aku mengentot lilis dengan posisi doggie style, hingga akhirnya lilis
mengejang dan memekik pertanda dirinya telah mencapai klimaks.

Tiba-tiba kokom bangkit dan mendekatiku, dibisikannya dengan lembut ketelingaku
” Mas, air maninya dikeluarin dimulut mamih aja ya.. mamih kepingin..” bisiknya lembut,
mendengar bisikan kokom itu membuat gairahku semakin tinggi, dan akhirnya tubuhku mulai
mengejang, segera kucabut batang kontolku dari memek lilis, kokom segera cepat
bertindak, digenggamnya batang kontolku dan diarahkan ujungnya kemulutnya yg
menganga lebar croortt..crroooott.. tumpahlah semprotan spermaku didalam mulut kokom,
lalu ditelannya, terakhir dikulumnya batang kontolku, aahhh..benar-benar nikmat, pikirku,
segeeeeerrrr.

” Mmmm.. gurih mas, hi..hi..hi.. enaaaak..” ujar kokom setelah memakan air maniku.

” Sering-sering minum air mani mih, biar tambah cantik dan awet muda he..he..he..” ujarku
bergurau.
” Ah bisa aja mas hendi, tapi mamih bakal ketagian nih, hi..hi..hi..” ujar kokom, seraya
kukecup bibirnya dengan mesra.
Akhirnya setelah letih mengarungi samudra birahi, kami bertiga tertidur diranjang itu dalam
keadaan masih bugil, dan dengan senyum kepuasan tentunya.

Menjelang petang aku baru terbangun, kulihat diponselku telah menunjukan jam 5 sore, lilis
dan kokom sudah tak kulihat lagi disitu, rupanya mereka telah terlebih dahulu bangun,
ternyata cukup lama juga aku tertidur, mungkin sekitar dua jam.

Sekeluarnya dari kamar, kudapati lilis sedang berbenah membersihkan debu-debu disekitar
kursi dan meja dengan kemoceng, tampaknya lilis sudah selesai mandi, terlihat dari
penampilannya yg segar, sepertinya dia habis keramas
” Udah bangun mas.., enak tidurnya? ” tegurnya, sambil mengusap bagian atas televisi
dengan kemoceng.

” Enak dong… apalagi yg sebelum tidur tadi, lebih enak lagi..” godaku
” Ih, bisa aja mas hendi..” ujarnya
” Mamih dimana lis? ” tanyaku
” Wah, yang ditanyain koq mamih.., kangen nih..? tuh ada diluar..” ujarnya sambil terus sibuk
dengan kemocengnya.

” Ah, enggak, cuma tanya aja..” jawabku, agak malu.
” Tuh, kopinya aja dimeja depan mas, ayo dimunum, keburu dingin..” ujarnya.
Tak lama kemudian aku duduk diteras depan rumah sambil menikmati kopi dan sebatang
rokok, kulihat kokom sibuk memindahkan tumpukan batu-batu yg telah selesai dipecahkan
dengan menggunakan pengki anyaman bambu. Kuhampiri kokom yg sibuk dengan
pekerjaan rutinnya.
” Enggak capek mih, koq sudah kerja lagi..” tanyaku
” Yah, namanya juga udah kerjaan sehari-hari mas, ya capek enggak capek, harus
dilakonin..” jawabnya, sambil meraup tumpukan batu-batu kecil yg telah dipecahkan, lalu
dimasukan kedalam pengki bambu, untuk kemudian dipindahkannya ditempat yg lebih
lapang, dan esok atau lusa siap diangkut oleh truk.
” Maaf mih, bukannya saya ikut campur, apa enggak sebaiknya mamih berhenti dulu kerja
seperti ini, enggak pantes mih, terlalu berat, ini sih kerjaan laki-laki..” ujarku
” Bukan masalah pantes enggak pantes mas, ini masalah perut, kalau mamih berhenti kerja
seperti ini, bisa-bisa keluarga mamih enggak makan, hasil empang abah enggak seberapa,
enggak cukup untuk hidup kami..” jawabnya

” Mmmm..begini mih, mulai sekarang saya usahakan seminggu sekali saya datang kesini,
dan tentunya saya akan ngasih uang belanja sama mamih..bagaimana mih.? ” ujarku, entah
mengapa aku berani berjanji seperti itu, sepertinya aku sudah begitu yakin dengan
ucapanku itu, yakin akan selalu datang kesitu setiap akhir pekan. Kokom berhenti sejenak
mendengar ucapanku itu, entah apa yg dipikirkannya, namun kemudian dilanjutinya lagi

pekerjaannya, tak ada komentar sepatahpun darinya, apakah dia meragukan ucapanku?,
pikirku.

Kugenggam pegelangan tangan kokom yg masih sibuk meraup batu, kali ini dia berhenti
dengan pekerjaannya itu, ditatapnya mataku, aku tatap kembali mata itu, kutatap dengan
penuh keyakinan dan kesungguhan.

” Aku janji mih..” hanya itu yg aku ucapkan, seraya aku ngeloyor pergi, meninggalkan kokom
yg masih membisu. kini aku kembali duduk diteras dan menenggak kopi yg tersisa.
Tak lama kemudian kokom datang dan duduk disampingku, kami berdua duduk dikursi
bambu yg panjang, kokom hanya diam sesaat wajahnya hanya menatap kedepan, hingga
beberapa saat kemudian mulailah keluar kata dari mulutnya.

” Mas hendi sungguh mau datang kesini seminggu sekali..? ” tanyanya, dengan tatapannya
masih kedepan, tidak menatapku. Sebuah pertanyaan namun nadanya mengandung
harapan, Yg aku jawab hanya dengan anggukan pelan.

” Kalau memang begitu, nanti mamih akan berhenti mecah batu, tapi masih ada sedikit sisa
yg harus mamih selesaikan, karna sudah terlanjur didrop, paling-paling dua atau tiga hari
rampung, setelah itu mamih tidak lagi minta untuk didrop batu lagi ..” ujar kokom, lega aku
mendengarnya, seraya kurapatkan tubuhku pada kokom, kurangkul tubuhnya dengan
tangan kananku, direbahkannya kepalanya dibahuku, kukecup keningnya dengan lembut,
kokom hanya tersenyum.

Hingga beberapa lama kami bercengkrama seperti itu, bagaikan sepasang kekasih yg
sedang dimabuk asmara, ternyata kokom sosok wanita yg hangat, tidak hanya hangat
diranjang, tetapi juga pandai menciptakan suasana romantis, ya, romantis seperti saat ini,
hingga dibuatnya aku terlena.

” Mas hendi mandi dulu sana, bau hi..hi..hi..” ujarnya
” Kalau dimandiin sih mau..” godaku
” Mau..mamih mandiin? hi..hi..hi.. ” ujarnya
” Mau dong.. ayo..” ajakku, seraya aku berdiri dan kutuntun tangannya
Dilepaskannyalah t-shirtku, lalu celana pendekku, kini tinggal menyisakan celana dalamku
saja, tampak batang kontolku menonjol dibalik celana dalamku, kokom hanya tersenyum
melihatnya.

” Wah.. kontol mas hendi udah bangun tuh..hi..hi..hi..” ujarnya, seraya ditariknya sempakku
sehingga terpampanglah batang bazokaku yg mulai tegak.
” Mamih juga buka bajunya dong, biar kita sama-sama telanjang..” pintaku
” Bukain dong..hi..hi..hi..” jawabnya manja, sambil mengelus-elus batang kontolku.
Kulepas satu persatu pakaian kokom, hingga telanjang bulat, sehingga tubuh montok itu kini
polos, dan kami sama-sama bugil, mengingatkan pada masa kecilku dulu saat sering mandi
bersama dengan adikku.

KUNJUNGI JUGA : COIN303 | BANDAR BOLA TERPERCAYA

” Ayo, sekarang mamih mulai mandiin mas hendi ya? ” ujar kokom, seraya diambilnya
gayung dan disiramkannya ketubuhku, lalu dibalurinya tubuhku dengan sabun batangan,
digosoknya sekujur tubuhku dengan telapak tangan kasarnya, sampai keselangkanganku,
bahkan lubang pantatku tak luput dari gosokannya, saat gosokan tangannya sampai pada
batang kontolku, diliriknya wajahku sambil tersenyum, lalu diusapnya sebentar dengan
sabun, dikocok-kocok sebentar lalu dimasukannya kedalam mulutnya, namun tiba-tiba
dikeluarkannya lagi, dan beberapa kali meludah.

” Fuaaahh… pahit, rasa sabun..” ujarnya, aku hanya tersenyum. Kemudian dengan segera
kokom membilas sekujur badanku dengan air, setelah dirasa busa-busa sabun diseluruh
tubuhku telah bersih, kembali ia berjongkok, untuk kemudian melanjutkan aksi oralnya yg
tadi tertunda.
Uuuuhhhh, nikmat kurasakan kokom mengulum batang kontolku, betapa nikmatnya
memang, sudah dimandikan, selesainya, masih diservis oral pula.
Gemas aku menyaksikan aksi kokom mengulum batang kontolku, hingga kuangkat
kepalanya sejenak mendekati wajahku, kucium bibirnya dengan rakus, kurasakan penuh air
ludah dimulutnya, yg dengan rakus kuhirup dan kutelan, kemudian kutundukan kembali,
agar dia kembali mengulum batang kontolku.
Setelah beberapa saat kokom mengulum batang kontolku, kokom menerobos kebawah
selangkanganku, rupanya dia mulai menjilati lubang anusku dari bawah, aahhh..nikmatnya,
digelitiknya lubang duburku, agak kukangkangkan sedikit kakiku, agar kokom lebih leluasa
melakukan aksinya, kurasakan ujung lidah itu menyodok-nyodok bagian dalamnya, seolah
ingin ditembusnya sampai kedalam.

” Enak ya mas, lubang duburnya mamih jilatin..? ” ujarnya, sambil terus beraksi.
” Aaaaahhhh…bukan enak lagi miiiihhh.. nikmaaaatt..terus mih..aahhh” erangku, sambil
menjambak pelan rambut kokom.

Beberapa saat kemudian kutarik kokom agar berdiri dan menyudahi aksi oralnya.
” Sudah mih..sekarang giliran mamih yg saya jilatin..” ujarku, seraya kukecup bibirnya.
” Aiiiihhh.. asiiiiikkk..mamih paling suka nih, dijilatin hi..hi..hi..” ujarnya seperti anak kecil
yang akan diberikan mainan
Segera aku jongkok, kusibak memek kokom, langsung kujilati memek kokom yg mulai basah
oleh cairan birahi, kutelusuri lidahku keseluruh area lubang memeknya, kokom merintih,
dijambaknya rambutku.

” Zzzzzz…aaaaahhhh.. enak maaaassss… jilatin terus memek mamih mas,
zzzzz…aaaahhh..” erangnya, dengan mata setengah terpejam.
” Aaaahhh…mas, itil mamih mas, itil mamih tolong diemut mas, diisep mas…aaahh..” pinta
kokom, yg segera kuturuti, kujilati klitorisnya itu, lalu kukulum dan kuhisap-hisap.
” Aaaaaahhhh…iya mas, terus mas…mas hendi pinter iiihhh…aaaahhhh, enak euuuiiiii…”
racaunya, semakin menjadi.

Masih kukulum-kulum “kacang” kokom dengan rakus, hingga aku gemas, lalu kugigitnya,
namun tidak terlalu keras tapi cukup untuk membuatnya tersentak kaget.

” Aaauuuwww…. Aaeeeeeng.. mas hendi nakal, itil mamih digigit..nakal..” ujarnya manja,
membuat aku semakin gemas dibuatnya.

Setelah puas aku menjilati memeknya, kusuruh kokom untuk berdiri dengan berpegangan
pada bibir bak mandi, dengan pantat agak dibusungkan sehingga seperti posisi
menungging, sehingga memperlihatkan pantatnya yg besar padat.

” Sekarang saya mau jilatin dubur mamih, mamih suka kan..? ” tanyaku
” Assiiiikkk mas, mamih suka banget mas.. ayo mas, cepet jilatin dubur mamih mas..”
pintanya tak sabar
Masih sambil berjongkok, kusibak lubang anus kokom, dan langsung kutelusuri ujung
lidahku kearea anusnya, mmmm..seperti biasa aroma khasnya memang benar-benar
membuatku terangsang, semakin liar lidahku mengelitiki seluruh permukaan anus kokom.
Kulihat ekspresi kokom yg merebahkan kepalanya miring dibibir bak mandi, sehingga pipi
kirinya bertumpu pada bibir bak, sedangkan mulutnya mengulum-ngulum jari telunjuk
kanannya, dengan matanya yg setengah terpejam, suatu ekspresi yg seksi untukku, ya,
memang terlihat seksi dan menggoda kokom dengan ekspresi seperti itu, semakin
bersemangat aku menjilati anusnya.

” Zzzzz…uuuuhhh… enak maaaassss, terus jilatin lubang dubur mamih mas..aaahhh..
mamih seneng sekali mas… mamih bahagia pisan.. aaahhh ” gumamnya.
Sesekali kukenyot-kenyot lubang duburnya, seolah ingin kusedot isi dari lubang anusnya,
nafsuku semakin tinggi.

Beberapa saat kemudian aku berdiri, dan tanpa basa-basi kutancapkan batang kontolku
kedalam lubang memeknya masih dengan posisi seperti itu blesss.. masuklah batang
kontolku, didikuti oleh desahan nafas kokom. Kupompa batang kontolku maju mundur
brroott….brroott..brroott.. memek kokom yg sudah basah menimbulkan suara yg seperti itu. ” Aaaaahhhh…terus mas, entotin memek mamih mas…aaahhh..” gumam kokom
” Iya mih..mulai sekarang, tiap seminggu sekali saya pasti kesini, memek mami bakalan
saya entot terus mih, mamih suka kan memeknya dientotin sama kontol saya mih..? suka
kan mih? ” ocehku
” Iya mas…mamih suka sekali mas..suka dientotin sama kontol mas hendi yg gede pisan
itu..uuuhhh” oceh kokom, menanggapi ocehanku.

Beberapa menit kemudian kucabut batang kontolku dari memeknya, kusuruh kokom untuk
duduk dibibir bak mandi, lalu kubentangkan kedua kakinya sehingga lubang memeknya yg
sudah licin berair tampak menganga, dengan tak sabar kubimbing batang kontolku memasui
memeknya dan bless…dengan mudah kontolku masuk, dipeluknya tubuhku dengan erat,
sementara kedua kakinya mengapit melingkar dipinggulku. Segera kupacu pantatku maju
mundur, kontolku dengan mantap keluar masuk dilubang memeknya.

dengan bernafsu kokom melumat bibirku, kubalas lumatan kokom dengan tak kalah
rakusnya, kuemut-emut lidahnya, kureguk air liur dari mulutnya, sehingga aksi kami kali ini
tanpa adanya ocehan yg keluar dari mulut kami, kecuali suara pagutan mulut kami disertai
dengan erangan tertahan. Semakin erat kokom memeluk punggungku, begitupun kakinya yg
menjapit dipinggulku, kurasakan begitu kuat, sehingga sedikit mengganggu keleluasaan
dalam memompa pantatku, namun itu bukanlah masalah.

Hingga beberapa saat kemudian, tubuh kokom mengejang, pelukan dan jepitan kakinya
ditubuhku semakin kencang, nafasnyapun memburu, hangat kurasakan hembusannya,
kokom mencapai klimaks namun kali ini tanpa diikuti dengan teriakannya yg panjang karna
mulutnya kusumbat dengan pagutan mulutku, hanya lenguhan tertahan yg terdengar,
dicengkramnya punggungku, hingga agak perih kurasakan. Dan akhirnya beberapa detik
kemudian cengkraman dan jepitan kakinya mulai mengendor,hingga dilepasnya sama
sekali, hanya senyumnya kini yg tersisa, tersenyum padaku.

Terlepasnya jepitan kaki kokom pada pinggulku, membuat gerakanku untuk memompakan
pantatku semakin leluasa, kuhantamkannya pantatku maju mundur dengan sekuat tenaga,
hingga tubuh kokom ikut bergoyang-goyang mengikuti irama kocokanku. Dan akhirnya aku
mengerang panjang pertanda telah sampai diriku pada puncak kenikmatan.
” Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhh……” hanya itu yg keluar dari mulutku, kutumpahkan
seluruh spermaku didalam rahim kokom, nikmat kurasakan, seperti tuntas semuanya,
fuuuuhh..legaaaaa…
Kukecup bibir kokom, dan kucabut batang kontolku dari dalam memeknya, kulihat cairan
putih kental mengintip disela-sela lubang memek kokom yg ternyata adalah air maniku.
Kokom yg masih duduk dibibir bak mandi, mengangkat sedikit kedua kakinya sehingga
lubang memeknya tampak menganga, dimasukannya jari tengah dan telunjuknya kedalam
memeknya, dikorek-koreknya beberapa saat, lalu dikeluarkannya kembali, kali ini kedua
jarinya itu telah terbaluri oleh air maniku yg kusemprotkan tadi.
” Sayang mas, mubajir…hi..hi..hi..” seraya dimasukannya kedua jari yg telah terbaluri air
maniku itu kedalam mulutnya, dikulum-kulumnya beberapa saat sambil memejamkan
matanya, seolah-olah sedang menikmati makanan yg lezat, untuk kemudian dikoreknya
kembali lubang memeknya seperti sebelumnya dan kembali diemutnya, begitu seterusnya,
sekitar lima kali dia melakukannya.

” Enak mih..? ” tanyaku
” Sedap mas, gurih-gurih asin hi..hi..hi..” jawab kokom sambil masih mengulum-ngulum jari
telunjuknya.
Tampak begitu erotis bagiku apa yg dilakukan kokom itu, sehingga menginsfirasi bagiku
untuk melakukan hal yg serupa, walaupun mungkin terlalu ekstrim.
“Mamih sih enak, sudah makan air maniku, tapi saya juga pingin mih..” ujarku
” Emangnya kepingin apa mas, sudah terlambat, sudah abis mamih makan hi..hi..hi..”
ujarnya
” Bagaimana kalau saya minum air kencing mamih..?” ujarku, agak tersentak kokom
mendengar ucapanku.

” Ah, mas hendi ada-ada saja, masa’ air kencing mamih mau diminum sih, jijik ah..” ujarnya
” Enggak apa-apa mih, saya suka, saya kepingin banget nih..tolong mih..” ujarku sedikit
memelas
” Ya udah, kalau mas hendi emang kepingin sekali sih.. tapi bagaimana? ” ujarnya
Lalu aku berjongkok dibawah kokom yg masih duduk dipinggir bak mandi
” Ayo mih, mamih kencingin mulut saya..” pintaku, sambil kubuka mulutku lebar-lebar

Lalu kokom menyibakan memeknya dengan kedua tangannya, berkonsentrasi sejenak, dan
surrrrrrr…. Mancurlah air kencingnya yg berwarna agak kekuningan, kutampung air kencing
kokom didalam mulutku dan kuminum, namun begitu banyak air kencingnya yg memancur
sehingga belum habis aku menelannya sudah penuh terlebih dulu air kencing itu dimulutku,
sehingga sebagian bertumpahan kesekujur tubuhku dan kelantai kamar mandi, beberapa
pancurannya mengenai wajah dan rambutku, hingga basahlah sekujur tubuhku oleh air
kencingnya.

Sebuah sensasi yg gila memang, tapi entah mengapa aku begitu menyukainya, dan
akhirnya berhentilah pancuran air kencing yg keluar dari memeknya, puas rasanya diri ini,
sampai beberapa kali aku bersendawa.

” Memang enak mas..? ” tanya kokom
” Wow..sedap kom segaaarrr..” jawabku, lalu kokom diam sejenak, entah apa yg
dipikirkannya.
” Kenapa mih, koq bengong..” ujarku
” Ah enggak, mas..mmm.. mamih mau juga dong, minum air kencing mas hendi, boleh
enggak?” pintanya, malu-malu.
” Wow, dengan senang hati mih.. ayo sekarang mamih jongkok..” ujarku, seraya kokom
segera jongkok sambil membuka mulutnya lebar-lebar.

Kuarahkan ujung kontolku tepat diatas mulutnya yg menganga, dan serrrrrrr… keluarlah air
kencingku masuk kedalam mulutnya, tampak lehernya bergerak-gerak pertanda sedang
menelan air kencingku, sebagian tumpah mengenai buah dadanya, ada beberapa
semprotan yg sengaja kuarahkan kewajah dan rambutnya.
” Iya bagus mih..minum mih..biar mamih awet muda.. ini juga mih buat cuci muka, biar
mamih tambah cantik.. ini lagi mih, untuk keramas..” godaku
Cukup banyak juga air kencingku yg diminum kokom, sebagian dibuatnya untuk membasuh
wajahnya, dengan kedua tangannya digosok-gosoknya wajahnya menggunakan air
kencingku, juga rambutnya seolah-olah seperti orang yg sedang keramas. Akhirnya
berhentilah aliran air kencingku. Kubimbing tangan kokom untuk berdiri, kukecup bibirnya yg
beraroma pesing air kencingku, kami berkecupan dengan mesra.

” Bagaimana mih, enak? ” tanyaku
” Wah, mantap mas, betul-betul enak.. lain kali lagi ya mas.. puas saya mas, sampai
bertahak terus hi..hi..hi.. ” ujarnya, sesekali dibarengi dengan sendawa dari mulutnya
bertanda cukup banyak air kencingku yg diminumnya.

Akhirnya kami mandi bersama, aku dimandikan kokom, dan setelah itu bergantian aku yg
memandikannya, diselingi dengan tawa dan canda.

Selesai mandi kami keluar kamar mandi bersama beriringan, kokom hanya mengenakan
handuk yg dililitkan ditubuhnya, sedangkan aku bertelanjang dada hanya mengenakan
celana pendek, saat melintas ruang tengah kulihat lilis dan pak engkos berada disana
sedang menonton tv. ” Wah penganten baru mandi bareng lama banget, ngapain aja nih…? Abah mau mandi jadi
kelamaan nunggu tuh..” goda lilis

” Rahasia dong, pokoknya yg asik-asik lah.. hi..hi..hi..” jawab kokom genit, seraya tangannya
dilingkarkan ke pinggulku, salah tingkah juga aku dengan adanya pak engkos disitu,
bagaimanapunh dia adalah suaminya, namun dengan melihat sikap pak engkos yg hanya
tersenyum, rasa tak enakku berangsur sirna. Sore itu aku dan lilis berjalan-jalan disekitar desa, sambil menikmati indahnya senja di
persawahan yg tak jauh dari rumah lilis.

Setelah lelah kami berjalan, kami duduk direrumputan dipinggir sawah, tampak begitu indah
kulihat pemandangan persawahan dari sini, terutama pada senja itu, dengan matahari yg
hanya tinggal beberapa saat lagi tenggelam dibalik gunung salak yg menjadi latar belakang
persawahan itu, dengan cahayanya yg merah keemasan menyinari air sungai yg melingkar
ditepi persawahan, air sungai tampak berkilat bagaikan emas, serasi dengan pohon-pohon
kelapa yg tumbuh dipinggirnya yg menambah keindahan senja itu, suatu lukisan alam
dengan komposisinya yg begitu sempurna.

Tak kurelakan momen yg indah itu untuk berlalu begitu saja dari hadapanku, seraya
kukeluarkan ponselku, dan kuabadikan dengan kamera photonya, namun hasilnya tak
seperti yg kuinginkan, ternyata hasil photo dari kamera ponsel memang kurang memuaskan,
semestinya aku membawa kamera DSLR yg kutinggal dirumah, dengan kamera itu aku
dapat mengatur diaprahgma,shutter speed,ISO, dan beberapa pengaturan yg lainnya,
sehingga bisa menghasilkan gambar sesuai dengan keinginanku, terutama efek siluet yg
kuinginkan untuk momen sunset seperti ini.

“Pulang yuk mas, udah mahgrib nih..? ” ajak lilis, dan kamipun pulang. Sepanjang
perjalanan yg menyusuri pematang sawah sesekali kami menjumpai petani yg baru pulang
bekerja dengan senyumnya yg ramah kepada kami, berhenti beberapa saat untuk kemudian
berbincang-bincang dengan lilis dengan menggunakan bahasa daerah yg tak sepenuhnya
kumengerti, untuk kemudian kami lanjutkan lagi perjalanan pulang.

Hari mulai sedikit gelap, dilangit kulihat burung-burung mulai pulang kesarangnya, seolah
melakukan pergantian shift dengan kelelawar yg justru baru keluar dari sarang mereka
setelah tidur sepanjang siang hari. Lapat-lapat terdengar suara azan mahgrib dari desa
sebelah, ya, dari masjid atau surau didesa sebelah, bukan dari desa ini, karna didesa X ini
memang tak ada satupun masjid atau surau,

begitupun gereja dan tempat ibadah lainnya, sehingga masyarakat didesa lain sering
mengatakan bahwa desa X ini sebagai desa yg jauh dari tuhan, kampung kafir, kampungnya
orang gak bermoral, atau apalah lagi sebutan mereka, sehingga desa X ini menjadi desa yg
tersisih dan terisolir, bahkan dalam pembangunanpun desa ini juga terdiskriminasikan, dan
tidak terjangkau atau tepatnya tidak ingin dijangkau oleh aparatur pembangunan,

sebagai contoh adalah jalan, sewaktu dari Jakarta kesini tadi, kami melintasi jalan didesa
sebelah yg jalannya sudah beraspal, namun begitu telah tiba memasuki wilayah desa X ini,
aspal itu terputus sampai disitu, sehingga mobil temanku harus menyusuri jalan tanah yg
becek, itu baru salah satu contoh, belum lagi dengan fasilitas yg lainnya seperti puskesmas,
sekolah dll, disitu tak tersedia, sehingga untuk keperluan itu warga desa X harus
mendapatkannya ke desa lain.

pernah suatu hari seorang camat berkunjung kedesa itu untuk sekedar bersosialisasi
dengan penduduk sekitar, namun apa yg didapat, cemo’oh dan hujatanlah yg diterimanya
dari warga dan beberapa tokoh masyarakat, dianggap camat yg mendukung kemaksiatan
lah, camat kafir lah, dan buntut-buntutnya beberapa bulan kemudian sang camat sudah
berganti orang, konon dituntut mundur oleh warga, semenjak itu aparat birokrasi seolah
enggan untuk menjamah desa itu, dan desa itu mungkin dianggap tak ada didalam tata
wilayah daerah.

Bukan sekali dua beberapa tokoh agama berusaha untuk mengubah pola hidup mereka,
baik dengan pendekatan yg halus atau radikal, namun sama sekali tak membawa hasil,
mereka tak bisa merubah apapun dari desa itu, desa X tetap berjalan dengan iramanya
sendiri, irama yg menurut mereka benar, mereka menjalankan hidup mereka sesuai dengan
hati dan rasa mereka, yg berpedoman dengan tidak merugikan diri sendiri, diri orang lain,
dan juga alam, itulah irama yg mereka jalankan, irama yg sederhana sebenarnya.

Dengan pola pemikiran dikehidupan mereka yg seperti itu, walaupun tidak tertulis, namun
mereka menjalaninya dengan konsisten, dan itu telah ter mind-set dalam pikiran mereka
semenjak mereka lahir. Dengan demikian praktis memang didesa itu tak pernah terjadi
pencurian, perkelahian, apalagi tawuran antar warga, karna berpulang dari prinsip mereka
itu tadi, yaitu tidak ingin melakukan tindakan yg merugikan diri sendiri dan merugikan orang
lain, tidak juga merugikan alam.

Hal itu memang kurasakan tadi saat jalan berkeliling desa dengan lilis, disitu kurasakan
betapa masyarakatnya begitu ramah, senyum dan tegur sapa selalu kutemukan dari
wajah-wajah mereka, dan mereka saling menghargai satu sama lain.

Akhirnya kami sampai dirumah, makan malam telah tersedia dibalai-balai bambu, tak jauh
berbeda menunya dengan siang tadi, menu yg menggoda selera, dan seperti tadi siang pula
dua piring nasi kandas didalam perutku.

Selaesai makan kami duduk bersantai diruang tengah sambil menonton tv, lilis berbaring
dilantai yg beralaskan tikar pandan, sedang pak engkos duduk dikursi sambil tak
henti-hentinya merokok, bagaikan asap cerobong kereta api yg senantiasa mengepul tak
putus-putus, kulihat asbak dimeja disampingnya hampir penuh oleh puntung rokok keretek.
Sementara aku duduk dikursi panjang semacam sofa, hanya tak layak untuk disebut sofa
karna hanya terbuat dari kayu dan tanpa plitur, juga tak ada busa sebagai pelapisnya, dan
kokom entah kemana, mungkin sedang sibuk mencuci piring sisa makan malam kami.
Beberapa menit kemudian kokom muncul dengan dua gelas berisikan kopi panas, satu
untuk pak engkos suaminya itu, dan yg satu untuk ku.

” Ayo diminum, mumpung masih panas..” ujarnya, seraya dihempaskan dirinya duduk
disampingku.
” Masih panas diminum, bisa melepuh dong mulut saya mih..” ujarku menggoda, yg dibalas
oleh cubitan kokom diperutku.

Untuk beberapa saat kami cukup serius menyaksikan tayangan sepakbola piala AFF antara
kesebelasan Indonesia melawan Laos, hingga keseriusan kami terhenti sejenak setelah

dibunyikannya pluit oleh sang wasit pertanda babak pertama telah usai, untuk sementara
kesebelasan kesayangan kita unggul 2-0.

Sementara menunggu babak kedua dimulai, kokom yg duduk satu kursi denganku mulai
merapatkan tubuhnya padaku, mula-mula diusap-usapnya pahaku, lalu tangan itu terus
merayap menyentuh-nyentuh kontolku, hingga “adik kecilku” itu terbangun.
” Wah, mas hendi kontolnya mulai bangun nih…” goda kokom, lilis yg sedang berbaring
menengok sesaat kearah kami.

” Aduuuhh..penganten baru, mesra terus nih, belum puas nih dari tadi..” goda lilis
Tak enak hati juga aku, karna pak engkos masih ada disitu, aku hanya senyum-senyum
saja, canggung dengan pak engkos.
Seolah paham dengan yg aku rasakan, pak engkos beranjak dari situ.

” Abah mau tidur dulu ya, ngantuk nih..” ujarnya, sebenarnya aku yakin pak engkos belum
mengantuk, terlihat begitu antusiasnya tadi dia menyaksikan pertandingan dibabak pertama,
dan tentu sudah tidak sabar lagi untuk menyaksikan babak kedua.

Sepeninggalan pak engkos aku menjadi lebih leluasa, kukecup bibir kokom yg masih asik
memijit-mijit batang kontolku yg masih terbungkus celana pendek, koni kokom menarik
celana pendekku dan mencampakkannya dilantai sehingga batang kontolku menyembul
keluar setengah tegak, kokom turun dari kursi disampingku, kini dia berjongkok dengan
wajahnya menghadap keselangkanganku, digenggamnya batang kontolku, dijilatinya
dengan lembut sekujur kontolku mulai dari lubang pipisku, sampai kebiji pelirku, nikmat
kurasakan hingga aku mendesah, tak kuhiraukan ocehan-ocehan lilis yg terus menggoda
kami.

Kini kokom mulai mengulum batang kontolku, kepalanya bergerak maju mundur dengan
berirama, sementara tangan kanannya digunakan untuk menggenggam pangkal batang
kontolku, tangan kirinya digunakan untuk meremas-remas kantong pelirku.
Tampaknya lilis tak tahan melihat aksi kami, dilucutinya seluruh pakaiannya hingga kini lilis
benar-benar bugil, lilis naik dan berdiri diatas kursi yg aku duduki, dikangkanginya wajahku,
sehingga memeknya tepat berada diwajahku, sementara kedua tangannya bertumpu pada
dinding kayu yg berada tepat dibelakang kursi,.
” Ayo mas, jilatin memek lilis mas.. mas hendi curang ya, tadi ngentot sama mamih lilis
enggak diajak..” ujarnya manja, dengan rakus segera ku”makan” memek yg ada
dihadapanku itu, kujilati seluruh areanya, tak terkecuali dinding bagian dalamnya
kukerek-korek dengan lidahku.
” Zzzzzz..aaaaahhh enak mas..terus jilatin memek lilis mas…” gumamnya
Tampaknya birahi lilis semakin tinggi ditandai dengan memeknya yg mulai basah, asin-asin
gurih kurasa cairan pelumas yg mulai membaluri memeknya. Kini lilis menggosok-gosokan
dan menekan-nekan memeknya dengan kasar kewajahku, sampai-sampai belakang
kepalaku terbentur-bentur dinding kayu dibelakang kursi. Beberapa saat kemudian lilis turun dari kursi, kini lilis memposisikan dirinya menungging
dilantai yg beralaskan tikar pandan.

” Ayo mas, entot lilis mas..biar mamih nanti saja, kan mamih tadi sudah…” ujarnya.
Kusuruh kokom untuk “merelakan” kontolku keluar dari hisapan mulutnya, kuhampiri lilis yg
menungging, kupegang batang kontolku dengan tangan kanan, dan bless.. masuklah
kontolku kedalam memeknya yg sudah basah oleh cairan birahi, bersamaan dengan itu pula
dari pesawat televisi pluit babak kedua pertandingan sepakbola berbunyi, bertanda
pertandingan segera dilanjutkan, begitu juga dengan pertandinganku dengan kedua
wanita-wanita yg cantik dan seksi ini.

Kupompakan pantatku maju mundur mendobrak pertahanan lilis, begitu juga dengan
pertandingan sepakbola ditv pemain-pemain Indonesia mulai menggebrak pertahanan laos
dengan gencar.

Hingga beberapa menit kemudian lilis mencabut kontolku dari memeknya , lalu dia
mendekatiku
” Mas, lilis ingin lubang dubur lilis dientot, seperti yg difilm tadi, boleh ya mas..mas hendi
mau kan ngentotin dubur lilis..mau ya mas..? ” pintanya memelas, seolah begitu memohon
” Sudah tentu sayang, mas akan dengan senang hati ngentotin lubang dubur lilis..” ujarku
seraya kukecup bibirnya dengan mesra.

Mendengar jawabanku lilis tampak begitu senang, sambil memekik kegirangan
digoyang-goyangkannya tubuhnya seolah seperti menari.
” Horeeee…asik, mas hendi mau ngentotin lubang dubur lilis, makasih ya mas hendi…”
ujarnya sambil diciuminya bibirku berkali-kali.

Kini lilis kembali denganposisi menungging, kujilati sebentar lubang anusnya, kuludahi
beberapa kali, kuraih kepala kokom agar dia mengoral kontolku, dioralnya batang kontolku
oleh kokom, setelah itu kusuruh kokom untuk membaluri batang kontolku dengan air
ludahnya, setelah kurasa cukup banyak air ludah membaluri kontolku dan kupikir itu cukup
sebagai pelumas didalam lubang anus lilis nanti.

Kuarahkan batang kontolku tepat kelubang anus lilis, dan bless..masuklah ujung kontolku
kedalam lubang anus lilis, terlihat dari pesawat tv bola menjebol gawang laos, gol tambahan
untuk tim Indonesia,tepat bersamaan dengan masuknya kontolku kedalam anus lilis.
” Aaaaahhh… agak sakit mas, pelan-pelan.. ” erang lilis pelan
” Enggak apa-apa lis, sakitnya cuma sebentar koq..sebentar lagi kamu pasti keenakan..”
ujarku

Mulailah kudorong lebih kedalam batang kontolku hingga tandas seluruh batang kontolku
memasuki lubang anusnya, lilis masih merintih, lalu mulai kupompakan maju mundur,
namun tak terlalu cepat, aku paham anus lilis belum familier dengan gesekan-gesekan.
Hingga beberapa saat kemudian kulihat lilis mulai enjoy, kini lilis mulai dapat menikmati
penetrasi dari lubang anusnya, itu ditandakan dengan senyum yg mulai menghiasi
wajahnya, yg sebelumnya merintih kesakitan kini berganti dengan merintih nikmat.
” Zzzzzzz…aaaaahhh.. enak mas, ternyata sekarang enak mas.. aaahh nikmaaaattt..”
gumamnya.

Sementara kokom yg sebelumnya hanya bengong menyaksikan aksi sodomiku dengan lilis,
kini dia mendekatiku dan berkata setengah berbisik ditelingaku.

” Mas hendi, sambil ngentotin dubur lilis, mas hendi jilatin juga dubur mamih ya mas..biar
mas hendi puas dapat sekaligus dua lubang dubur hi..hi..hi..” ujarnya, sebuah ucapan vulgar
yg membuatku semakin bergairah, kukecup bibirnya.

” Iya mih..ayo mih, aku jilatin lubang dubur mamih, cepet mih..” ujarku tak sabar
Kini kokom bangkit berdiri, dia berdiri mengangkangi lilis yg menungging, posisinya
membelakangiku, sehingga pantatnya tepat berada dihadapanku, seraya disibaknya lubang
anusnya dengan kedua tangannya, sehingga memperlihatkan lubang anusnya yg menganga
dengan warna agak kemerahan, begitu bernafsu aku melihatnya.
” Ayo mas, jilatin lubang dubur mamih…” pintanya manja
Segera dengan rakus kijilati lubang anusnya yg menganga, nikmat kurasakan, sebuah
sensasi yg luar biasa, batang kontolku menyodomi anus lilis, sementara mulutku menikmati
anus ibunya, wuiihh..mantap, sungguh berkah, pikirku.​
Sementara lilis semakin liar, lilis yg untuk pertama kalinya melakukan sodomi rupanya dia
merasa mendapatkan kenikmatan tersendiri yg tidak dirasakan saat penetrasi dengan
lubang memeknya.

“Aaaaaahhhh…enak mas..terus mas, entotin lubang dubur lilis mas, rasanya nikmat, terasa
sampai ke ulu hati aaaahhh…” oceh lilis, sambil tangan kirinya mengobel-ngobel lubang
memeknya.

Semakin bersemangat aku memompakan kontolku menghujami anus lilis, yg sebelumnya
aku memompakannya hanya dengan pelan, kini telah dengan kecepatan penuh, hingga
tubuh lilis ikut terguncang-guncang.
Sementara makin rakus aku menjilati lubang anus mamih, sesekali kusedot anus itu, atau
kubenamkan wajahku kedalamnya, sehingga wajahku menyusup masuk kedalam belahan
bokongnya yg besar dan montok itu.

” Zzzzzz…uuuuhhh… terus mas..terus jilatin lubang dubur mamih mas, lubang pantat
mamih, lubang tai mamih..hi..hi..hi..” ujarnya
Hingga beberapa menit kemudian tubuh lilis tampak mulai mengejang, semakin sepat
lubang memeknya dikocok-kocok dengan jari-jarinya, rupanya lilis telah sampai pada
puncak birahinya

” Aaaaaaaahhhhh….lilkis keluar maaaaaaaasssss….” Setelah teriakan keras yg terakhir itu
tubuh lilis terdiam, klimaks untuk yg pertama kalinya dalam kenikmatan anal seks.
Melihat lilis yg sudah tak berdaya, kokom segera menjauhkan lubang anusnya dari wajahku,
seraya dia menungging disamping lilis.

” Mas, sekarang entotin lubang dubur mamih.. langsung lubang dubur mamih aja ya mas,
enggak usah dimemek dulu, soalnya mamih belum pernah, kalau lubang memek kan sudah
sering.. ayo mas, mamih udah kepingin nih.. cepet dong mas..” pinta kokom
Kucabut batang kontolku dari anus lilis, dan kuhampiri kokom yg menungging, pantatnya yg
montok tampak lebih besar dan bulat dalam posisi menungging seperti itu, kujilati sejenak,
kuludahi beberapa kali seperti yg tadi kulakukan pada lilis, setelah cukup kutancapkan
kontolku pada lubang anusnya, seperti juga lilis, untuk pertama kalinya kokom merintih sakit,
namun tak sampai satu menit, rintihan kokom berubah menjadi rintihan nikmat.

” Aaaaaahhhh… terus mas, entotin lubang dubur mamih…aaaahhh..” ujarnya
” Enak mih.. lubang pantatnya saya entot..? enak ya mih..? ” ocehku, sambil terus
memompakan batang kontolku dalam lubang anusnya
” Iya mas, sedap mas…mas hendi harus ngentotin lubang dubur mamih terus ya mas,
aaahhh” jawab kokom
” Lubang apanya lis yang dientot..? ” tanyaku, menggoda
” Lubang dubur mamih mas, lubang pantat, lubang tai, lubang berak hi..hi..hi..” jawab lilis,
sambil tertawa merasa lucu dengan ucapannya itu.

Kini tangan kananku kugunakan untuk mengobel-ngobel lubang memek kokom, sambil terus
aku memompakan pantatku maju mundur, kokom tampak semakin blingsatan, basah
kurasakan tanganku oleh cairan memeknya, semakin cepat kukobel-kobel jari tengah dan
jari telunjukku yg sekaligus masuk dalam lubang memeknya.
Sedang asiknya aku menikmati lubang pantat kokom, iba-tiba pak engkos muncul
” Maaf mengganggu.. saya cuma mau ambil korek api saya yg ketinggalan, maaf…” ujar pak
engkos, sambil membungkuk-bungkukan badannya. Sial.., pikirku, dia melihatku sedang
menyodomi istrinya, namun dengan sikapnya yg masih ramah seperti itu tadi, sikap yg tak
sedikitpun menunjukan rasa tidak senang atau tersinggung, aku merasa itu bukanlah suatu
masalah, sepertinya pak engkos memang sudah rela istrinya diperlakukan apapun olehku,
selama istrinya itu suka dan tidak keberatan barangkali. dan kalau dilihat dari ekspresi
kokom saat itu, yg tentu saja juga telah dilihat oleh pak engkos tadi, adalah ekspresi
kenikmatan, mungkin dalam hatinya tadi pak engkos berkata “wah, rupanya istriku suka
sekali disodomi.. begitu menikmatinya dia, sukurlah kalau itu memang membuatnya
bahagia” mungkin itu yg pak engkos pikirkan, semoga saja.

Beberapa menit kemudian kokom mencapai puncak kenikmatan , disertai dengan pekikan
yg cukup keras, begitu banyak kurasakan cairan yg membasahi memeknya sehingga saat
tanganku mengobel-ngobel memeknya berbunyi clok..clok..clokk.. akhirnya kokom diam,
tuntas sudah birahinya.
Hanya selang beberapa detik, tubuhku mulai mengejang, kocokan batang kontolku dilubang
pantat mamih semakin kencang, dan crottt..crott..crott.. kutumpahkan seluruh air maniku
didalam lubang dubur kokom, nikmat rasanya.

Tiba-tiba lilis sudah berada disampingku, ditariknya batang kontolku yg masih menancap
didalam lubang anus kokom, lalu dikulumnya dengan rakus, sepermaku yg melekat pada
batang kontolku ditelannya, lalu dikocok-kocoknya batang kontolku dengan harapan masih
keluar satu atau dua tetes air mani, namun setelah dirasakannya tidak ada setetespun
spermaku yg keluar, tampak terlihat raut wajahnya yg kecewa, lalu terdiam sejenak,
kemudian tersenyum, entah apa arti senyumnya itu, seolah-olah lilis mendapatkan suatu yg
cemerlang.

Ternyata lilis mendekati lubang anus ibunya yg masih dalam posisi menungging, dari
sikapnya itu aku mulai mengerti dengan apa yg akan dia lakukan.
” Tunggu lis, biar aku bantu..” ujarku.

Kusuruh lilis untuk telentang tepat dibawah pantat kokom, sambil membuka mulutnya
dengan lebar, setelah itu kukorek-korek lubang anus kokom, lalu kutarik, surrrrr.. mengalirlah
air maniku yg tersimpan didalam lubang anusnya, mengalir keluar dan menetes tepat
kedalam mulut lilis yg menganga lebar, kembali kukorek anus kokom, keluar lagi sisa-sisa
sperma dari dalam namun kali ini tidak sebanyak sebelumnya, lalu lilis menelan seluruh air
maniku yg tertampung dimulutnya, setelah habis lilis bangun dan dijilatinya lubang anus
ibunya itu dengan rakus untuk mendapatkan sisa-sisa spermaku yg masih melekat, sebuah
aksi yg sensual bagiku, yg membuat jantungku berdebar.

KUNJUNGI JUGA : COIN303 | BANDAR BOLA TERPERCAYA

” Bagaimana, enak lis..? ” ujarku, sambil memasukan jari telunjukku yg masih melekat
sisa-sisa spermaku kedalam mulutnya, dengan rakus lilis mengulum jari telunjukku itu.
” Enak mas, sedap..rasanya tambah enak, mungkin karna bercampur dengan bau dubur
mamih, jadi lebih gurih hi..hi..hi..” jawabnya, yg langsung kukecup mulutnya itu, kurasakan
aroma air maniku pada mulutnya.

Kokom yg sebelumnya masih dalam posisi menungging, kini duduk dan menghampiriku
” Mas, minta lagi dong, seperti yg tadi dikamar mandi..” pinta kokom, kulihat lilis penasaran
dengan apa yg diminta ibunya itu
” Minta apa-an sih mih..? ” ujar lilis
” Iya nih mamih, minta apa sih..? ” ujarku, berpura-pura tak tau
” Ah, mas hendi pura-pura, itu lho, air kencing mas hendi, ayo dong mas..mamih udah
kepingin nih,,” ujarnya merajuk, kulihat lilis mengerutkan alisnya, sepertinya dia belum
paham dengan yg dimaksud kokom.

” Oke deh..kalau emang mamih sudah kepingin..” ujarku
Tiba-tiba kokom menggulung tikar pandan yg tergelar dilantai, mungkin maksudnya agr tikar
itu jangan sampai basah terkena air kencing.

“Ayo mas.. mamih udah enggak sabar nih aaaaakkkk..” ujarnya sambil jongkok dilantai dan
membuka mulutnya dengan lebar, bersiap menerima kucuran air kencingku,
Aku berdiri menghadap kokom, kuarahkan batang kontolku sekitar 50cm dari mulut kokom
yg menganga, memang sengaja untuk tidak terlalu dekat dengan maksud agar terlihat
pancurannya, itu akan lebih sensasional pikirku, kulirik lilis yg masih melongo, dan..
suuuuurrrrr mengucurlah air maniku tepat tertuju kedalam mulut kokom yg langsung
ditelannya, belum lagi habis air kencing dimulutnya tertelan, sudah banyak lagi supply air
kencing yg keluar dari lubang pipisku membanjiri mulutnya, sebagian ada tumpah dilantai,
sebagian membasahi wajahnya, kulihat lilis yg duduk disamping kokom tampak takjub,
akhirnya berhentilah kucuran air kencingku.

” Mih.. lilis minta dong mih..” ujar lilis, sambil membuka mulutnya.
Sisa air kencingku yg masih tertampung didalam mulut kokom kali ini tidak ditelannya,
seraya kokom berdiri dan membungkukan badannya sehingga wajahnya tepat berada diatas
wajah lilis yg duduk sambil menganga, dimuntahkannya air kencingku dari mulut kokom
kedalam mulut lilis, lilis langsung menelannya dengan rakus, sepertinya lilis belum puas,
diraih kepala ibunya itu dan dikecupnya dengan rakus, sehingga mereka saling berpagutan,
betul-betul aku disuguhi aksi yg erotis oleh ibu dan anak ini.

” Huuhhh…sedap mas, segaaaaarrrr…” ujar kokom
” Wah, rupanya mamih tadi sore sudah minum air kencing mas hendi dikamar mandi ya,
curang enggak ngajak-ajak..” protes lilis
” Hi..hi..hi.. rahasia dong… ” ujar kokom, menggoda anaknya itu.
” Bukan cuma itu lis, tapi mas hendi juga sudah minum air kencing mamih ..he..he..he..
makanya sekarang giliran mamih yg kencingin saya, sekalian kamu juga lis, biar banyak,
biar mas hendi kenyang..” ujarku
Aku duduk dilantai sambil membuka mulutku lebar-lebar, siap menantikan cairan yg
menurutku begitu menyegarkan mengalir masuk kemulutku dan tentunya akan kuhirup dan
kuminum sepuasnya.

” Ayo dong aku udah enggak sabar nih, menikmati air kencing kalian yg segar dan nikmat itu
aaaakkk..” ujarku, seraya membuka mulutku selebar yg aku bisa.

Kokom dan lilis bersiap dengan aksinya mereka berdiri tepat didepanku dengan memek yg
menganga siap untuk mengeluarkan air seninya, disibakannya memek mereka dengan
kedua tangannya, dan..currrrrrr.. keluarlah kucuran air kencing dari memek kokom, yg tak
lama berselang diikuti oleh lilis, dua kucuran dari arah yg berbeda bermuara kesatu pusat,
yaitu kedalam mulutku yg menganga lebar, langsung kutelan dengan rakus, begitu banyak
air kencing yg mengucur hingga kewalahan aku dibuatnya.
” Ayo mas..minum mas.. nih mas, buat cuci muka mas, biar tambah ganteng hi..hi..hi..” ujar
kokom menggodaku.

Terasa kembung perutku meminum begitu banyak air kencing dari kokom dan lilis, hingga
sebagian tumpah kelantai dan sebagian lagi kugunakan untuk membasuh wajahku.
Akhirnya berhentilah aliran air kencing dari keduanya, namun dimulutku masih tertampung
penuh air kencing mereka, aku berdiri dan kudekati lilis, kubuka mulutnya dengan tanganku,
dia mengerti maksudku hingga dibukanya mulutnya leber-lebar dan kumuntahkan isi dari
mulutku kedalam mulutnya yg dengan rakus langsung ditelannya.
” Bonus kusus dariku lis, kan kamu tadi masih kurang he..he..he..” ujarku, seraya kukecup
bibir lilis
” Makasih mas, nikmat juga..tapi ini kan air kencing mamih dan lilis sendiri hi..hi..hi..”
jawabnya
Bersamaan dengan itu dari televisi terdengar wasit telah meniup peluit panjang bertanda
selesai pertandingan antara kesebelasan Indonesia vs Laos, Indonesia menang telak 6-0.
Begitupun dengan permainan kami yg telah selesai untuk malam itu, akhirnya kamipun
mandi bersama untuk membersihkan tubuh kami yg sudah berbau sedemikian rupa, bau
keringat bercampur dengan bau air kencing.

Keesokan sorenya aku balik kejakarta, setelah pagi dan siang harinya aku masih menikmati
pesta seks dengan lilis dan kokom tentunya, kuberikan lilis uang sebesar 300ribu, seperti yg
dikatakan herman, begitupun kokom kuberikan dengan jumlah yg sama, pak engkos
sebagai suami kokom yg telah merelakan istrinya kunikmati selama sehari semalam
kuberikan dia 50ribu sekedar untuk beli rokok.

Hartop tua herman telah terparkir dihalaman rumah itu, lilis dan kokom mengantar
kepergianku sampai aku memasuki mobil herman.
” Hati-hati dijalan mas, jangan lupa minggu depan kesini lagi ya mas..” ujar lilis, seraya
mengecup bibirku
” Terima kasih banyak mas hendi, minggu depan kami tunggu.. hati-hati dijalan..” ujar
kokom, juga dikecupnya bibirku, kulihat herman mengerutkan alisnya saat melihat kokom
mengecup bibirku, entah apa yg dipikirkannya.

” Makasih jang..sering-sering dateng kesini ya..” teriak pak engkos, yg duduk diteras rumah.
Akhirnya mobil herman meluncur menuju Jakarta, dari kaca spion masih kulihat lilis dan
kokom melambaikan tangan.
” Hen, elu koq tadi ciuman sama ibunya lilis..? ” tanya herman heran, yg kujawab hanya
dengan senyum.

Malam mulai menyelimuti desa X, kepergianku meninggalkan desa yg unik itu diiringi oleh
nyanyian jangkrik dengan iramanya yg khas, yg selalu konsisten mereka nyanyikan disetiap
malam hari tanpa pernah merubah arasemennya sedikitpun, seperti halnya dengan irama
kehidupan didesa X itu, yg tetap berjalan dengan iramanya sendiri, yg tetap mereka
mainkan secara konsisten, tak pernah berubah walau oleh pengaruh apapun.

TAMAT