MI 7 - Gangguan Perkembangan dan Perilaku pada Anak dan Remaja (1).pptx

andhykadarmawansyah1 7 views 54 slides Sep 17, 2025
Slide 1
Slide 1 of 54
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43
Slide 44
44
Slide 45
45
Slide 46
46
Slide 47
47
Slide 48
48
Slide 49
49
Slide 50
50
Slide 51
51
Slide 52
52
Slide 53
53
Slide 54
54

About This Presentation

Ganguan perkembangan remaja


Slide Content

“Banyak gangguan perkembangan dan perilaku pada anak dan remaja baru dibawa ke fasilitas kesehatan setelah keluarga tidak mampu mengatasi perilaku mereka .”

Manajemen Kesehatan Jiwa Terpadu Materi Inti 7. Gangguan Perkembangan dan Perilaku Pada Anak dan Remaja

Pokok Bahasan Konsep gangguan perkembangan dan perilaku pada anak dan remaja 01 02 03 Pengenalan gejala dan diagnosis gangguan perkembangan dan perilaku pada anak dan remaja Penatalaksanaan dan rujukan kasus gangguan perkembangan dan perilaku pada anak dan remaja

01 Konsep gangguan perkembangan dan perilaku pada anak dan remaja

Tahap-tahap perkembangan anak Motorik Kasar Motorik halus Bahasa Personal sosial Emosional Kognitif Penilaian perkembangan anak dilihat dari aspek berikut Cara paling mudah: membandingkan dengan perkembangan saudara atau anak lain yang tumbuh kembangnya normal

Tahap-tahap perkembangan anak Perkembangan Motorik Kasar Tengkurap 4 bulan Terlentang dan tengkurap 5 bulan Duduk ditopang 5 bulan Duduk tanpa ditopang 6 bulan Merayap 7 bulan Duduk sendiri 8 bulan Merangkak 8 bulan Rambatan 9 bulan Berjalan 12 bulan Berjalan mundur 14 bulan Berlari 16 bulan Berjalan naik tangga 20 bulan Melompat 27 bulan Perkembangan motorik halus Telapak tangan terbuka 3 bulan Menyatukan kedua tangan 4 bulan Memindahkan benda antara kedua tangan 5 bulan Meraih unilateral 6 bulan Mengambil benda kecil dengan jari 9-11 bulan Minum dari gelas sendiri/menggunakan sendok 12 bulan Mencoret 12 bulan Meniru membuat garis 15 bulan Menyusun 2 kubus 15 bulan Menyusun 3 kubus 16 bulan Membuat garis spontan 18 bulan Membuat garis horisontal dan vertikal 25-27 bulan Meniru membuat lingkaran 30 bulan Membuat lingkaran tanpa melihat contoh 3 tahun motorik kasar, motorik halus, bahasa dan kognitif anak

Perkembangan Berbahasa Reaksi terhadap suara 0,5 bulan Senyum sosial 5 minggu Mengeluarkan suara ―aguu-aguu..‖ 2 bulan Menggumam 6 bulan Mengucapkan ―dada-dada..‖ 8 bulan Kata pertama yang benar 11 bulan Kata kedua yang benar 12 bulan Kata baru 4-6 kata 12-15 bulan Menguasai 7-20 kata 16-17 bulan Menguasai 50 kata, kalimat pertama (2 kata) 18-30 bulan Kalimat terdiri dari 3 kata 2-3 tahun Perbendaharaan sampai 14000 kata, menyebut 3 kata sifat, kegunaan benda, bicara sebagian/seluruhnya dimengerti, menyebut 4 warna, menyebut jenis kegiatan 3-5 tahun Pengertian bahasa yang lebih kompleks, ucapan dan nada sudah lebih jelas dan bulat 6 tahun Tahap-tahap perkembangan anak motorik kasar, motorik halus, bahasa dan kognitif anak

Tahap-tahap perkembangan anak Perkembangan kognitif anak dan karakteristiknya Usia Tahap Karakteristik 0-2 tahun Sensorimotor Kecerdasan diperoleh dari aktivitas motorik dan sensorik 2-7 tahun Pre-operasional Mulai mampu memahami simbol, melakukan aktivitas mental tetapi belum terorganisir, tidak sistematik, tidak beraturan, sering tidak logis Contoh: seekor anjing memiliki 4 kaki dan kuda memiliki 4 kaki, maka anjing adalah kuda (kesimpulan transduktif) 7-11 tahun Konkret-operasional Mampu menyelesaikan masalah dengan pengalaman yang sifatnya konkret. 11 tahun ke atas Formal-operasional Mampu berpikir abstrak, sistematis, menarik kesimpulan dari hipotesis

02 Pengenalan gejala dan diagnosis gangguan perkembangan dan perilaku pada anak dan remaja

I. Gangguan Perkembangan Disabilitas intelektual/ Retardasi Mental Gangguan perkembangan pervasi f (menetap) termasuk autisme Perkembangan yang terlambat Ketidaknormalan dalam komunikasi serta perilaku yang terbatas dan berulang Kesulitan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari yang sesuai dengan seusianya

1. Disabilitas Intelektual/Retardasi Mental Ditandai dengan gangguan pada beberapa area perkembangan seperti kognitif, bahasa, motorik, dan sosial , selama periode perkembangan . Kemampuan intelektual yang rendah menurunkan kemampuan anak untuk beradaptasi terhadap tuntutan-tuntutan dalam kegiatan sehari-hari pasien. Tes Intelligence Quotient (IQ ) dapat menjadi petunjuk tingkat kemampuan intelegensi atau kecerdasan seseorang. 1-3 % dari populasi umum Penyebabnya bersifat multifaktorial

1. Disabilitas Intelektual/Retardasi Mental Penyebabnya : Gangguan selama kehamilan Gangguan setelah lahir Penyebab yang tidak diketahui Gangguan genetik atau kromosom Infeksi Radiasi Trauma Penggunaan alkohol atau zat psikoaktif lain selama kehamilan Toksin Nutrisi ibu Kelainan bawaan yang dapat dialami oleh janin Trauma lahir Prematuritas Infeksi Toksin Nutrisi Faktor psikososial keluarga

1. Disabilitas Intelektual/Retardasi Mental Klasifikasi Disabilitas Intelektual atau Retardasi Mental (RM) Disabilitas Intelektual/Retardasi Mental Ringan 85% dari populasi orang dengan RM Hampir sama dengan individu yang tidak RM namun tampak lambat dan butuh bantuan dalam menyelesaikan masalah hidup dan tugas-tugas. Baru tampak ketika memasuki sekolah formal Bisa mencapai sekolah kelas VI SD dan beberapa hingga tamat SMA, bekerja, menikah, berkeluarga. IQ 55 – 70 Disabilitas Intelektual/Retardasi Mental Sedang 10% dari populasi orang dengan RM Dapat didiagnosis pada saat usia pra sekolah hanya bisa memiliki kemampuan akademis setara SD kelas II – III Sering disertai masalah emosi dan perilaku dan memerlukan pelayanan pendidikan yang khusus . Dapat dilatih untuk melakukan hal-hal yang bersifat keterampilan IQ 40-55

1. Disabilitas Intelektual/Retardasi Mental Klasifikasi Disabilitas Intelektual atau Retardasi Mental (RM) Disabilitas Intelektual/Retardasi Mental Berat 3-4% dari populasi orang dengan RM Memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang menyebabkan keterlambatannya dan memiliki masalah emosi dan perilaku yang cukup besar. Memerlukan supervisi yang ketat & pelayanan khusus sepanjang hidup Tugas yang sederhana untuk bina diri dan melakukan pekerjaan keterampilan IQ 25 – 40 Disabilitas Intelektual/Retardasi Mental Sangat Berat 1-2% dari populasi orang dengan RM memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang menyebabkan keterlambatannya Memiliki masalah emosi dan perilaku berat dan mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa kanak Memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan bina diri yang sangat mendasar (makan, BAB dan BAK) dan memerlukan supervisi total dan perawatan sepanjang hidupnya IQ <25

1. Disabilitas Intelektual/Retardasi Mental Beberapa gangguan fisik atau mental yang sering menyertai disabilitas intelektual, antara lain: Epilepsi Gangguan perilaku : hiperaktivitas, impulsivitas, perilaku menyakiti diri sendiri, agresif, menentang Gangguan mood : depresi Gangguan cemas : cemas perpisahan, gangguan obsesif kompulsif, gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh Gangguan makan : menolak makan, pica (memakan bahan-bahan yang bukan makanan) Gangguan mental organik oleh karena kondisi medis umum Gangguan psikotik Gangguan mood sering ditemukan pada anak RM karena terdapat gangguan belajar, kesulitan dalam bergaul dan berinteraksi sosial dan kepercayaan diri yang kurang Keluhan yang muncul dapat berupa : mudah untuk menangis, mudah marah, sulit tidur, agitasi, mood yang labil, sulit bergaul dengan anak seusianya.

2. Gangguan Perkembangan Pervasif atau Gangguan Spektrum Autisme Biasanya memiliki hambatan dalam perilaku sosial, komunikasi dan bahasa Memiliki rentang minat dan aktivitas yang terbatas dan dilakukan secara berulang-ulang Gangguan- gangguan tersebut dimulai pada masa bayi atau kanak awal Biasanya, namun tidak selalu , juga dapat disertai dengan disabilitas intelektual Gambaran klinis: Hendaya kualitatif dalam interaksi sosial Gangguan komunikasi verbal, non verbal dan bermain Aktivitas dan minat yang terbatas Perilaku stereotipik (berulang-ulang dan tidak spesifik, tidak ada maksud yang jelas) Emosi yang sering tidak stabil Respon berlebih atau kekurangan terhadap beberapa stimuli sensorik Gejala-gejala perilaku lain yang terkait (seperti hiper/hipo-kinesis, agresi, tantrum, melukai diri, rentang perhatian pendek, kurangnya kemampuan untuk berfokus pada tugas, insomnia, masalah makan) Faktor Etiologi Sampai saat ini penyebab pasti masih belum diketahui. Faktor yang berperan antara lain: Genetik Biologis Imunologis Perinatal: infeksi, komplikasi kehamilan dan kelahiran Neuroanatomis Biokimia Psikososial dan keluarga 

3. Defisit Perawatan Diri Merupakan salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya. Gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (kebersihan diri, berhias, makan, toileting) Hal yang mempengaruhi: Faktor prediposisi Biologis :Tingkat IQ yang rendah, gangguan muskuloskletal, gangguan neuromuskular Psikologis :penilaian diri negtif Sosial : kurang dukungan dan situasi lingkungan mempengaruhi kemampuan dalam perawatan diri Faktor presipitasi: faktor yang dapat menimbulkan defisit perawatan diri pada anakn yang mengalami gangguan perkembangan dan perilaku adalah perubahan mobilitas fisik (kurang maturnya mobilitas fisik). Tanda dan Gejala: Tanda dan gejala defisit perawatan diri dapat dinilai dari pernyataan keluarga bahwa anak mereka: Tidak mampu untuk mandi Tidak mampu memakai pakaian Tidak bisa membawa makanan dari piring ke mulut Tidak bisa BAB atau BAK sendiri tanpa bantuan

Algoritma penilaian ada atau tidaknya gangguan perkembangan pada anak

II. Gangguan Perilaku Gejala Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH): Gangguan dalam atensi yang berat dan tidak mampu untuk fokus, berhenti mengerjakan tugas secara berulang-ulang sebelum menyelesaikannya dan pindah mengerjakan tugas lainnya Aktivitas berlebihan yang berat : lari-lari berputar yang tidak bisa dikontrol, sulit untuk dapat duduk diam, bicara terus atau bergerak terus Impulsivitas yang berlebihan : melakukan sesuatu tanpa berpikir terlebih dahulu Perilaku berulang dan mengganggu yang lain (temper tantrums yang sering dan berat, perilaku yang kejam, tidak patuh yang berat, mencuri) Perubahan yang tiba-tiba dalam perilaku atau hubungan dengan teman sebaya termasuk kemarahan dan penarikan diri Untuk memutuskan adanya gangguan perilaku lainnya sebaiknya juga memperhitungkan tingkat perkembangan anak atau remaja dan durasi problem perilaku tersebut (sedikitnya 6 bulan)

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Umumnya telah timbul sebelum anak berusia 12 tahun Biasanya orang tua dari anak dengan GPPH baru membawa anaknya ke ruang konsultasi saat anak mulai bersekolah secara formal , oleh karena pada saat ini mereka dituntut untuk mampu mengontrol perilaku mereka dan mengikuti peraturan yang berlaku di sekolah Keluhan yang sering disampaikan adalah anak nakal, tidak kenal takut, berjalan-jalan di dalam kelas, seringkali berbicara dengan kawannya pada saat pelajaran berlangsung , dsb. Pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, kondisi ini seringkali sulit dibedakan apakah anak menderita gangguan ini atau merupakan suatu hal yang wajar sesuai dengan tingkat perkembangannya. Gejala yang muncul tampak lebih sering dan intensitasnya lebih berat jika dibandingkan dengan anak lain dengan taraf perkembangan yang sama

Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Epidemiologi Prevalensinya di seluruh dunia diperkirakan berkisar antara 2 – 9.5 % dari anak-anak usia sekolah. Anak laki-laki dikatakan memiliki insidensi yang lebih tinggi Remaja dan dewasa lebih sedikit dibandingkan dengan anak sekolah dasar Etiologi Sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari GPPH. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan dikatakan adanya keterlibatan dari faktor genetik struktur anatomi neurokimia otak dalam terjadinya GPPH. Komorbiditas Anak dengan GPPH mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami Gangguan belajar Gangguan cemas Gangguan mood Gangguan penggunaan zat dibanding dengan populasi umum

Gangguan Perilaku Lainnya Perilaku disosial, agresif, atau menentang yang berulang dan menetap, seperti: Berkelahi atau mengganggu anak-anak lain yang berlebihan Kejam terhadap binatang atau orang lain Merusak barang-barang Bermain api Mencuri Berulang-ulang berbohong Gangguan perilaku lainnya pada anak dan remaja dapat disebabkan oleh masalah psikososial Bolos dari sekolah Kabur dari rumah Sering mengalami temper tantrum yang berat Perilaku provokatif yang menyimpang Terus menerus tidak patuh atau menentang

1. Ketergantungan Internet Merupakan penggunaan secara berlebihan atau pemakaian internet yang bersifat kompulsif (berulang-ulang) sehingga mengganggu aktivitas harian . Bentuk perilaku dari ketergantungan terhadap internet belakangan ini banyak dijumpai pada siswa sekolah, khususnya kelompok usia remaja . Prevalensi angka kejadian adiksi internet di Asia antara 6,7% sampai 10,15%. Studi melaporkan 1 dari pengguna internet mengalami ketergantungan internet. Ketergantungan internet d apat muncul dalam perilaku yang beragam sebagai berikut: Kecanduan pornografi Kecanduan bermain game online Kecanduan nonton video streaming Kecanduan cybersex Kecanduan belanja online Kecanduan selfies/posting Kecanduan menggunakan gadget Kecanduan media sosial Kecanduan ponsel Kecanduan berjudi Kecanduan teknologi lain

1. Ketergantungan Internet Faktor risiko: Pola asuh dari orang tua Variable interpersonal (kondisi psikologis) Jenis kelamin dan lama berfrekuensi berinternet Tekanan terkait ekspektasi orang tua terhadap prestasi sekolah Akses terhadap internet (rumah, sekolah, warung internet) Tingkatan kelas di sekolah Bullying Pemakaian gadget usia dini Komorbiditas: Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) Gangguan emosi dan perilaku Gangguan kejiwaan lainnya ( depresi, kecemasan samapi percobaan bunuh diri)

2. Ketergantungan Narkotika, Psikotopika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) Merupakan pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan pengobatan atau yang digunakan tanpa mengikuti aturan atau pengawasan dokter , digunakan berkali-kali atau terus-menerus Keluhan: Murung, gugup, insomnia, komplikasi fisik, mengalami kecelakaan/cedera akibat penggunaan NAPZA Problem hukum atau sosial (problem perkawinan, kehilangan pekerjaan) Seringkali keluarga yang terlebih dahulu minta pertolongan (pasien mudah tersinggung, kehilangan pekerjaan)

2. Ketergantungan Narkotika, Psikotopika dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) Penyebab: Faktor individu : Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja sebab remaja yang sedang mendalami perubahan biologis, psikologik maupun sosial yang pesat (individu rentan) Faktor lingkungan keluarga (terutama orang tua) : Antara lain komunikasi kurang baik, hubungan kurang harmonis, orang tua sibuk/acuh, orang tua serba membolehkan, disiplin keluarga yang selalu berubah, kurangnya orang yang dapat dijadikan teladan/model, kurangnya kehidupan beragama Faktor lingkungan sekolah : Kurang disiplin, kurang memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan diri, ada murid yang menggunakan NAPZA Faktor lingkungan teman sebaya : Berteman dengan penyalahgunaan, tekanan, ancaman teman kelompok atau pengedar Faktor lingkungan masyarakat : Lemahnya penegakan hukum, situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung Faktor NAPZA : Mudahnya NAPZA dapat dimana-mana, banyak iklan minuman beralkohol dan rokok yang menarik dicoba, khasiat farmakologik NAPZA, menenangkan, menghilangkan nyeri, menidurkan , membuat euphoria.

3. Penyimpangan Seksual Merupakan suatu kondisi dimana terjadi gangguan pada keinginan seksual dan perubahan-perubahan psikofisiologik siklus respon seksual dan menyebabkan distress yang nyata dan kesulitan interpersonal Penyebab Faktor Psikososial Gagal menyelesaikan proses perkembangan menjadi heteroseksual Pengalaman dini yang mengkondisikan atau mensosialisasikan anak ke dalam penyimpangan seksual Faktor Organik Kadar hormon abnormal Kelainan berubah tanda-tanda neurologis samar maupun nyata Kromosom yang abnormal Riwayat kejang Kelainan rekaman otak tanpa kejang Gangguan jiwa berat Retardasi mental

3. Penyimpangan Seksual Macam-macamnya: Parafilia , gangguan seksual yang nyata dimana beberapa diantaranya bisa berbuntut tindakan kriminal yaitu Voyerisme yaitu fikiran berulang dengan fantasi dan tindakan-tindakan seperti mengamati orang telanjang atau melakukan aktifitas seksual Exhibitionisme , keinginan yang berulan-ulang untuk memperlihatkan alat kelaminnya pada orang yang tidak dikenal Pedofilia , dorongan seksual yang kuat dan berulang-ulang terhadap anak-anak Diekspresikan secara pribadi: Fetihism , focus seksual pada benda-benda(sepatu, sarung tangan, celana pendek, stocking) yang berhubungan erat dengan manusia Transvetisme , ditandai dengan fantasi dan dorongan seksual oleh laki-laki heteroseksual untuk berpakaian Wanita bertujuan merangsang dan sebagai pelengkap untuk aktifitas masturbasi atau hubungan seksual Seksual sadism , pemuasan seksual dengan penyiksaan pada korban Seksual masochisme , pemuasan seksual dengan penyiksaan pada korbannya

3. Penyimpangan Seksual Macam-macamnya (2): Gangguan identitas kelamin pada masa anak, remaja, atau kehidupan dewasa. Manifestasinya berupa perasaan distress, atau tidak adekuat berkenaan dengan peran sosioseksualnya, tubuh, genital, atau standar maskulinitas atau feminitasnya Gangguan orientasi seksual disebut juga homoseksual egodistonik Homoseksualitas (pada laki-laki dan Wanita), jika egosintonik (orientasi seksual tidak terganggu) tidak termasuk kategori ini Biseksualitas (menyukai kedua jenis kelamin)

1. Diagnosa GPPH Rujukan datang dari sekolah atau keluarga Penilaian/observasi perilaku anak berdasarkan kuesioner untuk orang tua/guru (SPPAHI, Conner’s Teacher Rating Scale/Conners’s Parent rating scale ) Pemeriksaan dan penilaian terhadap anak pra sekolah, anak usia sekolah dan remaja dengan orang tua pengasuh (keadaan pasien dalam melaksanakan tugasnya di sekolah maupun di rumah, menilai adanya komorbid , riwayat keluarga, riwayat sosial dan riwayat kesehatan/penyakitnya Wawancara harus dilakukan ter pisah terhadap orang tua dan remaja

1. Diagnosa GPPH Pemeriksaan dilakukan dokter spesialis jiwa (psikiater) atau dokter spesialis anak: Pemeriksaan fisik Skrining keracunan timah hitam, anemia defisiensi besi, defisiensi nutria lainnya, Pemeriksaan neurologic lengkap termasuk tes perseptual motoric Pemeriksaan fungsi kelenjar gondok Wawancara Riwayat Penyakit (Riwayat antenatal, perkembangan psikomotorik, ritme tidur, keluarga, sekolah, medik) Pemeriksaan inteligensi, kesulitan belajar, dan sindrom otak organik (tes inteligensi/Weschler Inteligence Scale For Children, Tes Woodock-Johnson) Pemeriksaan psikometrik/kognitif perseptual (Continous performance test/test of variable of attention, Wisconsin Card sort, Stroop Color word Test Evaluasi situasi rumah (hubungan dengan lingkungan) Hasil pemeriksaan yang sesuai DSM V atau PPDGJ III/ICD - 11 maka langsung pengobatan dengan psikostimultan Pemeriksaan dan monitor efek samping pengobatan 3 bulan.

2. Ketergantungan Internet Masuk ke dalam diagnosis ICD 11, Disorder due to addictive behaviours

Algoritma penilaian ada atau tidaknya gangguan perilaku pada anak

Algoritma penilaian ada atau tidaknya gangguan perilaku pada anak

03 Penatalaksanaan dan rujukan kasus gangguan perkembangan dan perilaku pada anak dan remaja

1. Tatalaksana Gangguan Perkembangan 1. Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien dan keluarga (pelaku rawat). Tanda dan gejala kerusakan interaksi sosial dapat ditemukan dari keluarga melalui pertanyaan sebagai berikut: Apakah anak mereka dapat melakukan kontak mata atau memberikan perhatian kepada orang lain ? Bagaimana perasaan anak saat berinteraksi dengan orang lain? Apakah anak dapat mengungkapkan rasa puas, memiliki, kepedulian, ketertarikan dan berbagi ? Apakah perilaku anak sesuai dengan usianya dalam berinteraksi dengan orang lain ? Tanda dan gejala kerusakan interaksi sosial yang dapat ditemukan melalui observasi adalah sebagai berikut: Menyendiri Kontak mata kurang Kurang tanggap atau peduli terhadap orang lain Tidak mau dipeluk Ketidakpedulian atau keengganan untuk kasih sayang dan kontak fisik Tidak mampu bermain bekerja sama dan menjalin persahabatan Terbatsnya rentang perhatian Kegiatan mudah beralih Impulsif Mengganggu orang lain Perilaku yang tidak dapat diterima sesuai usia A. Asuhan keperawatan

A. Asuhan keperawatan 2. Diagnosis Keperawatan Berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh dari hasil pengkajian, maka dirumuskanlah diagnosis keperawatan : Kerusakan Interaksi Sosial Tindakan keperawatan untuk individu: 1. Bina hubungan saling percaya dengan klien : a. Tetap bersama klien pada awal interaksi. b. Berikan kehangatan, penerimaan, dan penuhi kebutuhan dasar klien. Jujur dan menapati janji, terima diri klien dan bedakan dengan perilaku yang diterima, misalnya : bukan kamu, tapi perilakumu yang tidak dapat diterima c. Dapatkan perhatian anak atau kontak mata anak dengan memanggil namanya atau berikan anak objek yang dikenalnya seperti boneka atau selimut. d. Pergilah perlahan-lahan, jangan memaksa anak untuk berinteraksi. Beri pujian atas adanya kontak mata. Secara bertahap kenalkan sentuhan, senyuman dan pelukan. 2. Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain 3. Diskusikan kepada anak perilaku yang di terima dan tidak boleh dilakukan saat berinteraksi dengan orang lain. 4. Jelaskan secara jelas dampak perilaku yang tidak boleh dilakukan 5. Anjurkan anak untuk interaksi dengan orang lain dengan ditemani perawat. 3. Tindakan Keperawatan Tujuan : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat ditandai dengan adanya respon wajah dan kontak mat a, klien dapat berinteraksi dengan orang lain. 1. Tatalaksana Gangguan Perkembangan

Tindakan keperawatan untuk keluarga: a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien. b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya kerusakan interaksi sosial pada anak c. Melatih keluarga cara merawat anak dengankerusakan interaksi sosial d. Membimbing keluarga merawat anak dengan kerusakan interaksi sosial. e. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung klien untuk interaksi sosial. f. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan g. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur 3. Tindakan Keperawatan Tujuan untuk keluarga : a. Mengenal masalah kerusakan interaksi sosial pada anak b. Memutuskan untuk melakukan perawatan pada anak dengan kerusakan interaksi sosial c. Merawat anak dengankerusakan interaksi sosial dengan mengajarkan dan mendampingi anak dalam melakukan interaksi sosial. d. Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar anak mampu melakukan interasi sosial dengan orang lain. e. Mengenal tanda kekambuhan, dan mencari pelayanan kesehatan 1. Tatalaksana Gangguan Perkembangan A. Asuhan keperawatan

Untuk keluarga: 1) Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat klien (pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya kerusakan interaksi sosial) 2) Mencegah terjadinya kerusakan interaksi sosial 3) Menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai klien 4) Memotivasi klien dalam melakukan interaksi sosial 5) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung klien berinteraksi sosial. 4. Evaluasi Untuk klien: 1) Membina hubungan saling percaya dengan perawat. 2) Memulai interaksi dengan orang lain 3) Ada kontak mata, respon wajah dan perilaku non verbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain 4) Tidak menolak diri dari kontak fisik 1. Tatalaksana Gangguan Perkembangan A. Asuhan keperawatan

B. Pendekatan Psikoedukasi Hal-hal yang perlu dijelaskan pada orang tua atau keluarga: Pelajari apa yang membuat anak senang; apa yang memicu timbulnya perilaku bermasalah dan apa yang dapat mencegahnya; potensi apa yang dimiliki anak Memahami bahwa anak dengan gangguan perkembangan sering mengalami kesulitan dalam situasi baru Buat jadwal yang teratur untuk aktivitas harian seperti makan, bermain, belajar dan tidur. Libatkan anak dalam kegiatan sederhana sehari-hari Upayakan sedapat mungkin agar anak dapat tetap bersekolah Pantau kebersihan diri dan latih anak untuk dapat melakukannya Psikoedukasi sangat penting dalam tata laksana Gangguan Perkembangan agar keluarga dapat menerima anak apa adanya dan memberikan perawatan dan dukungan yang optimal bagi anak. 1. Tatalaksana Gangguan Perkembangan

B. Pendekatan Psikoedukasi Autisme: Minta orang tua melakukan diet bebas gluten (terigu) dan bebas casein (susu sapi) serta mempraktikkan terapi perilaku setiap saat di rumah dalam pengasuhan sehari-hari Terapi perilaku dengan kontak mata pada pengasuh (agar anak keluar dari dunianya sendiri) 1. Tatalaksana Gangguan Perkembangan C. Medikamentosa Pada retardasi mental tidak ada pengobatan yang dapat meningkatkan fungsi mental, kecuali pada kasus fisik tertentu atau gangguan psikiatrik Retardasi mental dapat terjadi bersama dengan gangguan lainnya memerlukan pengobatan medis (misalnya kejang, ganguan psikiatrik dengan spastisistis seperti depresi) Autisme yang terdapat perilaku agresif , hipersensitif dan stereotipik dapat diberikan antipsikotik dosis rendah misal Risperidon 3x 0,5 mg/hari

2. Defisit Perawatan Diri 1. Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada klien dan keluarga (pelaku rawat). Tanda dan gejala defiisit perawatan diri dapat ditemukan melalui pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimana kebersihan diri klien? b. Apakah klien bisa mandi, mencuci rambut, menggosok gigi, menggunting kuku? c. Bagaimana penampilan klien? d. Apakah klien menyisir rambut , berdandan, bercukur (untuk laki-laki)? e. Apakah pakaian klien rapi dan sesuai? f. Apakah klien menggunakan alat mandi / kebersihan diri ? g. Bagaimana makan dan minum klien ? h. Apakah klien menggunakan alat makan dan minum saat makan dan minum ? i. Bagaimana BAB dan BAK klien ? j. Apakah klien membersihkan diri dan tempat BAB dan BAK setelah BAB dan BAK ? k. Apakah klien mengetahui cara perawatan diri yang benar ? A. Asuhan keperawatan

2. Defisit Perawatan Diri Tanda dan gejala defisit perwatan diri yang dapat ditemukan melalui observasi adalah sebagai berikut: Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor. Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada klien laki-laki tidak bercukur, pada klien wanita tidak berdandan. Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makan dan minum sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya. Ketidakmampuan BAB dan BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB dan BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB dan BAK. A. Asuhan keperawatan

2. Diagnosis Keperawatan Berdasarkan tanda dan gejala yang diperoleh dari hasil pengkajian, maka dirumuskanlah diagnosis keperawatan : Defisit Perawatan Diri Tindakan keperawatan untuk individu: a. Identifikasi aspek perawatan diri yang masih dapat dilakukan klien. b. Latih satu aspek perawatan diri pada satu waktu. misalnya cara makan, memotong kuku. c. Berikan penjelasan sederhana dan konkret misal melatih makan ambil nasi dari piring, masukkan ke mulut. d. Berikan pujian atas keberhasilan yang dapat dicapai klien. e. Latih aspek perawatan diri lainnya apabila satu aspek perawatan diri telah dikuasai dengan baik. f. Anjurkan klien untuk mandiri namun apabila tidak mampu berikan bantuan. 3. Tindakan Keperawatan Tujuan : Klien mampu melakukan pemenuhan kebutuhan perawatan diri secara mandiri. 2. Defisit Perawatan Diri A. Asuhan keperawatan

d. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung perawatan diri klien e. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas kesehatan. f. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur. 3. Tindakan Keperawatan Tindakan keperawatan untuk keluarga: a. Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat klien defisit perawatan diri b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri dan mengambil keputusan merawat klien c. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh klien untuk menjaga perawatan diri klien. 2. Defisit Perawatan Diri Tujuan untuk keluarga : Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami defisit perawatan diri A. Asuhan keperawatan

Untuk keluarga: 1. Mengenal masalah yg dirasakan dalam merawat klien (pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri) 2. Menyediakan fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh klien. 3. Merawat dan membimbing klien dalam merawat diri : kebersihan diri,berdandan (wanita), bercukur (pria), makan dan minum, BAB dan BAK. 4. Follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh dan rujukan 4. Evaluasi Klien mampu: 1. Mandi, mencuci rambut, menggosok gigi dan menggunting kuku dengan benar dan bersih 2. Mengganti pakaian dengan pakaian bersih 3. Membereskan pakaian kotor 4. Berdandan dengan benar 5. Mengambil makanan dan minuman dengan rapi 6. Menggunakan alat makan dan minum dengan benar 7. BAB dan BAK pada tempatnya 8. BAB dan BAKdengan bersih. 2. Defisit Perawatan Diri A. Asuhan keperawatan

Tatalaksana: Psikoedukasi keluarga Pertimbangkan pelatihan keterampilan bagi keluarga, bila tersedia Hubungi guru (jika anak bersekolah dan setelah mendapatkan persetujuan dari anak dan orangtua), berikan saran dan perencanaan kebutuhan pendidikan khusus. Antisipasi adanya perubahan kehidupan yang besar (seperti pubertas, mulai bersekolah, atau kelahiran saudara kandung) dan aturlah dukungan personal dan sosial. Pertimbangkan intervensi psikososial seperti terapi kognitif perilaku dan pelatihan keterampilan sosial sesuai dengan ketersediaan. Nilai dampak pada pelaku rawat akibat dari gangguan perilaku dan tawarkan dukungan terhadap kebutuhan personal, sosial, dan kesehatan jiwa. Pertimbangkan pemberian methylphenidate hanya pada kondisi-kondisi yang sesuai dengan gangguan hiperkinetik 3. Tatalaksana Gangguan Perilaku

1. Psikoedukasi keluarga Menerima anak apa adanya dan memberikan perawatan dan dukungan yang optimal bagi anak Konsisten dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak Beri penghargaan pada perilaku baik yang dilakukan anak dan hindari konfrontasi langsung dengan anak Mulai modifikasi perilaku dengan berfokus pada beberapa perilaku bermasalah yang jelas terlihat dan yang mungkin dilakukan anak Beri instruksi yang singkat dan jelas serta tekankan secara tegas pada anak untuk melakukannya. Jangan pernah menggunakan kata-kata atau tindakan kekerasan pada anak. Lebih banyak menekankan pada penghargaan daripada hukuman, misalnya tunda/tidak memberikan penghargaan atau hadiah (contoh melakukan aktivitas yang menyenangkan bagi anak) setelah anak berperilaku tidak sesuai. Sebagai pengganti hukuman, dapat menggunakan ―time out yang singkat dan jelas, yaitu memisahkan sementara anak dari lingkungan yang menyenangkan baginya sebagai bagian dari usaha memodifikasi perilaku 3. Tatalaksana Gangguan Perilaku

1. Psikoedukasi keluarga Jangan lupa untuk membahas hal ini setelah anak tenang Kontak pihak sekolah dengan persetujuan anak tersebut dan orang tua, kemudian berikan saran sederhana seperti: Minta agar anak dapat duduk di barisan depan kelas Beri anak waktu tambahan dalam memahami dan mengerjakan tugas Membagi tugas yang panjang dan kompleks menjadi beberapa bagian yang lebih sederhana Memantau adanya kemungkinan perilaku yang tidak wajar atau kekerasan dari teman sebaya dan ambil langkah yang sesuai untuk menghentikan hal tersebut. Beri dukungan pada keluarga dan nilai dampak psikososial masalah anak bagi keluarga 3. Tatalaksana Gangguan Perilaku

3. Tatalaksana Gangguan Perilaku C. Medikamentosa GPPH Prinsip dalam penggunaan obat dalam tatalaksana GPPH, antara lain: Konsultasikan ke spesialis untuk kemungkinan penggunaan obat untuk mengatasi gangguan perilaku Penggunaan obat golongan methylphenidate bagi anak dengan GPPH harus dengan supervisi spesialis (psikiater) Gunakan obat hanya sebagai bagian dari rencana tatalaksana menyeluruh yang melibatkan intervensi psikologis, perilaku dan edukasional Kasus berat untuk mengurangi aktivitas berlebihan Methylphenidate 15-45 mg/hari dibagi 2 dosis pagi dan siang, Jika ada tics dapat diberikan klonidin 25-50 mg/hari

3. Tatalaksana Gangguan Perilaku C. Medikamentosa GPPH Penggunaan methylphenidate dibatasi pada beberapa negara. Ada beberapa hal yang harus dinilai sebelum penggunaan, antara lain: Fungsi jantung dan pembuluh darah, karena metilphenidate tidak boleh digunakan pada anak dengan penyakit jantung dan pembuluh darah Berat dan tinggi badan Risiko penyalahgunaan obat Penyakit medis yang menyertai (misal penggunaannya perlu berhati-hati pada anak dengan epilepsi) Gangguan mental yang lain (dapat menambah gejala cemasa dan kontra indikasi pada gangguan psikosis)

3. Tatalaksana Gangguan Perilaku C. Medikamentosa GPPH Methylphenidate: Sediaan obat methylphenidate yaitu tablet immediate release (10 mg) dan tablet extended release (18 mg, 20 mg, 36 mg). Penggunaan awal 5mg tablet immediate release (satu atau dua kali sehari di pagi dan siang hari) dan bisa ditingkatkan perlahan-lahan dalam 4-6 minggu dengan dosis maksimal 1mg/kgBB/hari , dibagi dua dosis . Penggunaan tablet tablet extended release 1x sehari di pagi hari. Efek samping yang sering terjadi antara lain: insomnia, nafsu makan menurun, anxietas, perubahan mood. Efek samping lain yang mungkin timbul, namun jarang: nyeri perut, pusing, mual, muntah, tic. Perlu konsultasikan ke spesialis untuk penggunaan obat methylphenidate.

Rujukan Gangguan Perilaku GPPH → Jika tidak ada perbaikan dengan tata laksana Metilfenidate Ketergantungan internet Ketergantungan NAPZA → Perlu fasilitas rawat inap karena memerlukan pengawasan medis

Terima kasih
Tags