MKH-REFERAT BIPOLAR-DIAH ayu lestari tahun

diahayulestari0014 8 views 40 slides Feb 27, 2025
Slide 1
Slide 1 of 40
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40

About This Presentation

studi kasus


Slide Content

REFERAT
GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
Pembimbing : dr. Linda Kartikasari Sp.KJ
Disusun oleh :
Diah Ayu Lestari 112017225
KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN JIWA
RSJD AMINO GONDHOHUTOMO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2019
1

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul gangguan bipolar, yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh kepaniteraan
klinik bagian ilmu kesehatan jiwa RSJD Dr. Amino Gondhohutomo.
Di dalam penyusunan referat ini penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki, tetapi penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Linda
Kartikasari Sp.KJ, berkat bantuan dan bimbingan dalam penyusunan referat ini. penulis juga
mengucapkan terima kasih atas bantuan dari teman-teman di bagian ilmu kesehatan jiwa
RSJD Dr. Amino Gondhohutomo, sehingga penyusun referat ini dapat diselesaikan walaupun
masih jauh dari sempurna.
Semarang, 27 Oktober 2019
Penulis
2

DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................................................1
Kata Pengantar....................................................................................................................... 2
Daftar isi................................................................................................................................. 3
BAB I : Pendahuluan
a.Latar belakang...................................................................................................... 4
BAB II : Pembahasan
a.Definisi................................................................................................................. 5
b.Epidemiologi........................................................................................................ 6
c.Etiologi................................................................................................................. 7
d.Perjalanan penyakit.............................................................................................. 9
e.Gambaran klinis atau manifestasi klinis.............................................................. 10
f.Kriteria diagnosis................................................................................................. 12
g.Pemeriksaan penunjang....................................................................................... 17
h.Differensial diagnosis.......................................................................................... 18
i.Penatalaksanaan................................................................................................... 20
j.Prognosis.............................................................................................................. 33
k.Kompikasi............................................................................................................ 34
l.Peranan dokter umum dalam penanganan gangguan bipolar.............................. 37
BAB III : Penutup
Kesimpulan............................................................................................................................ 38
Daftar pustaka.........................................................................................................................39
3

BAB I
Pendahuluan
a.Latar belakang
Gangguan mood bipolar (GB) sudah dikenai sejak zaman Yunani kuno. Emil
Kraepelin, seorang psikiater Jerman, menyebut GB sebagai manik-depresif. la melihat
adanya perbedaan antara manik- depresif dengan skizofrenia. Awitan manik-depresif
tiba-tiba dan perjalanan penyakitnya berfluktuasi dengan keadaan yang relatif normal
di antara episode, terutama di awal-awal perjalanan penyakit. Sebaliknya, pada
skizofrenia, bila tidak diobati, terdapat penurunan yang progresif tanpa kembali ke
keadaan sebelum sakit. Walaupun demikian, pada keadaan akut kedua penyakit
terlihat serupa yaitu adanya waham dan halusinasi.
1
Bipolaritas artinya pergantian antara episode manik atau hipomanik dengan
depresi. Istilah GB sebenamya kurang tepat karena ia tidak selalu merupakan dua
emosi yang berlawanan dari suatu waktu yang berkesinambungan. Kadang-kadang
pasien bisa memperlihatkan dua dimensi emosi yang muncul bersamaan, pada derajat
berat tertentu. Keadaan ini disebut dengan episode campuran. Sekitar 40% pasien
dengan GB memperlihatkan campuran emosi. Keadaan campuran yaitu suatu kondisi
dengan dua emosi tersebut dapat muncul bersamaan atau pergantian emosi tersebut
(mania dan depresi) sangat cepat sehingga disebut juga mania disforik.
1
Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II. gangguan siklotimia, dan GB
yang tak dapat dispesifikasikan.
1-3
Gangguan bipolar (GB) sering salah atau tidak terdiagnosis. Karena salah atau tidak
terdiagnosis, pengobatan GB sering tidak efektif sehingga menjadi beban keluarga,
disabilitas psikososial jangka panjang, dan tingginya risiko bunuh diri. Sekitar 20%-
50% pasien yang mulanya didiagnosis sebagai episode depresi mayor unipolar
ternyata adalah GB. Bila manifestasi yang muncul adalah mania akut, penegakan
diagnosisnya lebih mudah. Meskipun demikian, mania akut sulit dibedakan dengan
skizofrenia.

Prevalensi GB= 0,3-1,5% (belum termasuk misdiagnosis).
1
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan
ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta
dapat berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi.
4

Tingginya angka mortalitas disebabkan oleh seringnya terjadi komorbiditas antara GB
dengan penyakit fisik, misalnya, dengan diabetes melitus, penyakit jantung koroner,
dan kanker. Komorbiditas dapat pula terjadi dengan penyakit psikiatrik lainnya
misalnya, dengan ketergaotungan zat dan alkohol yang juga turut berkontribusi dalam
meningkatkan mortalitas. Selain itu, tingginya mortalitas juga dapat disebabkan oleh
bunuh diri. Sekitar 25% penderita gangguan bipolar pemah melakukan percobaan
bunuh diri, paling sedikitsatu kali dalam kehidupannya. Oleh karena itu, penderita GB
harus diobati dengan segera dan mendapat penanganan yang tepat.
1,2
BAB II
Pembahasan
a.Definisi
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa bersifat episodik dan ditandai
oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi dan campuran, biasanya rekuren serta
dapat berlangsung seumur hidup.
1-4
Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas
yang menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan
suasana perasaan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan
tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan
itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.
5
Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II. gangguan siklotimia, dan GB
yang tak dapat dispesifikasikan.
1-3
Gangguan Bipolar I adalah suatu perjalanan klinis yang dikarakteristikkan
oleh terdapatnya satu atau lebih episode manik atau campuran, dimana individu
tersebut juga mempunyai satu atau lebih episode depresi mayor. Kekambuhan
ditunjukkan oleh perpindahan polaritas dari episode atau terdapatnya interval diantara
episode-episode paling sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala-gejala mania.
1
b.Epidemiologi
Prevalensi GB I selama kehidupan mencapai 2,4%, GB II berkisar antara 0,3-
4,8%, siklotimia antara 0,5-6,3%, dan hipoania antara 2,6-7,8%. Total prevalensi
spectrum bipolar, selama kehidupan, yaitu antara 2,6-7,8%.
1,2
5

Menurut American Psychiatric Association gangguan afektif bipolar I
mencapai 0.8% dari populasi dewasa, dalam penelitian yang dilakukan dengan
komunitas mencapai antara 0,4-1,6%. Angka ini konsisten di beragam budaya dan
kelompok etnis. Gangguan bipolar II mempengaruhi sekitar 0,5% dari populasi.
Sementara gangguan bipolar II tampaknya lebih umum pada wanita hal ini
dperkirakan dipengaruhi oleh hormon, efek dari melahirkan, stressor psikososial
untuk wanita, dan pembelajaran budaya yang mengajarkan wanita tidak dapat
berusaha sendiri (behavioral models of learned helplessness), gangguan bipolar I
mempengaruhi pria dan wanita cukup merata. Ini perkiraan prevalensi dianggap
konservatif. Episode manik lebih banyak didapatkan pada pria dan depresi lebih
umum pada wanita. Saat seorang wanita mengalami episode manik gelaja yang timbul
dapat bercampur antara manik dan depresi. Pada wanita juga lebih sering ditemukan
siklus cepat atau rapid cycling seperti memiliki 4 episode manik dalam 1 tahun
periode.
3,4
Epidemiologi Penelitian melaporkan usia rata-rata saat onset 21 tahun untuk
gangguan bipolar. Ketika studi meneliti usia saat onset yang bertingkat menjadi
interval 5 tahun, usia puncak pada timbulnya gejala pertama jatuh antara usia 15 dan
19, diikuti oleh usia 20 - 24. Onset mania sebelum usia 15 telah kurang dipelajari.
Gangguan bipolar mungkin sulit untuk mendiagnosis pada kelompok usia ini karena
presentasi atipikal dengan ADHD. Dengan demikian, benar usia saat onset bipolar
disorder masih belum jelas dan mungkin lebih muda dari yang dilaporkan untuk
sindrom penuh, karena ada ketidakpastian tentang presentasi gejala pada anak-anak.
Penelitian yang mengikuti kohort keturunan pasien dengan gangguan bipolar dapat
membantu untuk mengklarifikasi tanda-tanda awal pada anak-anak. Onset mania
setelah usia 60 kurang mungkin terkait dengan riwayat keluarga gangguan bipolar dan
lebih mungkin untuk dihubungkan dengan diidentifikasi faktor medis umum,
termasuk stroke atau lainnya pusat sistem saraf lesi.
3

Bukti dari studi epidemiologi dan kembar sangat menunjukkan bahwa
gangguan bipolar adalah penyakit diwariskan. Kerabat tingkat pertama pasien dengan
gangguan bipolar memiliki pengaruh signifikan tinggi gangguan mood daripada
kerabat kelompok pembanding yang tidak menderita gangguan psikis. Namun, modus
warisan tetap tidak diketahui. Dalam praktek klinis, keluarga dengan gangguan mood,
terutama dari gangguan bipolar, memberikan bukti-bukti yang nyata yang kuat dari
potensi gangguan mood primer pada pasien dengan sebaliknya didominasi fitur
6

psikotik. Demikian juga, besarnya peran yang dimainkan oleh stres lingkungan,
terutama di awal perjalanan penyakit, masih belum jelas. Namun, ada bukti yang
berkembang bahwa fitur lingkungan dan gaya hidup dapat berdampak pada tingkat
keparahan dan perjalanan penyakit. Peristiwa stres kehidupan, perubahan jadwal
tidur-bangun, dan alkohol saat ini atau penyalahgunaan zat dapat mempengaruhi
perjalanan penyakit dan memperpanjang waktu untuk pemulihan.
3,4
b.Etiologi
Faktor biologi
Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine,
serotonin, dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti hingga saat ini.
Sebagai biogenik amin norepinefrin dan serotonin adalah neurotransmitter yang
paling berpengaruh dalam patofisiologi gangguan mood ini.
1,3,4
-Norepinefrin. Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan
sensitivitas dari reseptor β adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh
respon pada penggunaan anti depresan yang cukup baik sehingga mendukung
adanya peran langsung dari system noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya
melibatkan reseptor β2 presinaps pada depresi karena aktivasi pada reseptor ini
menghasilkan penurunan dari pelepasan norepinefrin. Reseptor β2 juga terletak
pada neuron serotoninergic dan berperan dalam regulasi pelepasan serotonin.
3
-Serotonin. Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin
reuptake inhibitor) dalam mengatasi depress. Rendahnya kadar serotonin dapat
menjadi factor resipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri
memiliki konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan cerebropinalnya dan
memiliki kadar konsentrasi rendah uptake serotonin pada platelet.
3
-Dopamine. Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga memiliki
peran. Data memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi
dan meningkat pada mania. Dua teori mengenai dopamine dan depresi adalah
bahwa jalur mesolimbic dopamine tidak berfungsi terjadi pada depresi dan
dopamine reseptor D1 hipoaktif pda keadaan depresi.
3
-Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar.
Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission
tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang
7

berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam
Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdale
dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus merupakan
bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek). Penelitian lain
menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita
bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang
membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf.
Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar
saraf tidak berjalan lancar.
3
Faktor genetik
-Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan gangguan
mood, anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita gangguan
mood. Jika kedua orang tuanya menderita gangguan mood, maka
kemungkinannya menjadi 2 kali lipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota
keluarga dari 1 generasi sebelumnya daripada kerabat jauh. Satu riwayat keluarga
gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum,
dan lebih spesifik pada kemungkianan munculnya bipolar.
1,3

-Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya menjelaskan 50-
70% etiologi dari gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang gangguan mood
pada monozigot sekitar 70-90% dibandingkan dengan kembar dizigot sekitar 16-
35%.
1,3,4
Faktor psikososial
-Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian telah
membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam Gangguan
perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan
psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor
lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama dari Gangguan bipolar dapat
menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan
lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai
neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin
termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil
akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang
8

lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stressor eksternal.
3
-Faktor kepribadian. Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa gangguan
kepribadian tertentu berhubungan dengan berkembangnya gangguan bipolar I,
walaupun pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko untuk dapat
berkembang menjadi depresi mayor atau gangguan bipolar I. Kejadian tiba-tiba
yang memicu stress yang kuat adalah prediktor dari onset episode depresi.
3
c.Perjalanan penyakit
Siklus tipikal bipolar
Dalam sebagian besar kasus bipolar, fase depresi jauh melebihi fase manik,
dan siklus mania dan depresi tidak menentu dan tidak dapat diprediksi. Banyak pasien
mengalami episode campuran, yang merupakan episode manik dan depresi muncul
bersamaan selama 7 hari.
1
Rapid Cycling
Pasien dengan gangguan bipolar 1, perputran cepat kemungkinan adalah
wanita dan pernah mengalami episode depresif dan hipomanik, cenderung pada
gangguan pada faktor ekternal bukan dari genetik. Pada fase ini episode manik dan
depresi timbul bergantian sedikitnya 4 kali setahun dan pada kasus yang parah, bisa
mencapai sejumlah siklus sehari.rapid cycling cenderung untuk timbul lebih sering
pada wanita dan pada pasien bipolar II. Umumnya, rapid cycling bermula pada fase
depresi, dan episode depresi yang sering dan parah bisa menjadi ciri khas dari
kejadian ini. Fase ini sulit untuk ditangani, khususnya karena antidepresan bisa
mencetuskan perubahan ke mania dan memunculkan pola melingkar.
1
Dengan Pola Musiman
Pasien dengan gangguan pola musiman dalam gangguan moodnya cenderung
mengalami episode depresi selama waktu tertentu dalam satu tahun, biasanya pada
musim dingin dan hanya terjadi satu kali dalam satu tahun. Bisa juga terjadi remisi
penuh dimana adanya perubahan dari depresi menjadi mania atau hipomania.
1,6
Onset pasca persalinan
Menungkinkan untuk menentukan gangguan mood pasca persalinan jika onset
gejalanya empat minggu pasca persalinan. Gangguan mental pasca persalinan
biasanya adalah gangguan psikotik.
1,3

9

Perbedaan antara anak-anak dan dewasa
Peneliatan menunjukkan gejala bipolar pada anak-anak dan remaja berbeda
dari dewasa. Dewasa dengan bipolar biasanya periode mania dan depresi yang
berbeda dan persisten, anak-anak dengan bipolar berfluktuasi secara cepat dalam
mood dan kelakuan mereka. Manik pada anak-anak dikarakteristikan dengan iritabel
dan agresif sedangkan dewasa cenderung mengalami euphoria. Anak-anak dengan
bipolar episode depresi sering marah-marah dan tidak bisa diam, dan dapat memiliki
gangguan tambahan mood dan perilaku seperti anxietas, ADHD, dan penyalahgunaan
zat.

Masih belum jelas seberapa sering bipolar pada anak-anak bertahan sampai
dewasa atau bila menangani bipolar pada masa kanak-kanak bisa membantu
mencegah gangguan di masa depan.
1,3
d.Gambaran klinik atau manifestasi klinik
Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode depresi
dan episode mania.
1-3
Episode manic:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood
yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih
gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:
1-3,6-9
a.Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b.Berkurangnya kebutuhan tidur
c.Cepat dan banyaknya pembicaraan
d.Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e.Perhatian mudah teralih
f.Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
g.Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
h.Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang
matang).
1-3,6-9
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik,
hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya Gangguan fungsi
sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien
hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien
10

hipomania tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau
pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi.
1-3,6-9
Episode Depresi Mayor
Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom atau tanda
yaitu :
1-3,6-9
a.Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang
b.Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan
c.Sulit atau banyak tidur
d.Agitasi atau retardasi psikomotor
e.Kelelahan atau berkurangnya tenaga
f.Menurunnya harga diri
g.Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi
h.Pesimis
i.Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana)
atau tindakan bunuh diri.
1-3,6-9
Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya fungsi personal,
sosial, pekerjaan.
1-3,6-9
Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang
terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik),
iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri,
insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-
kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan
untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan
mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan.
1-3,6-9
Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood,
ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat gejala bila
mood irritable) yaitu:
1-3,6-9
a.Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b.Berkurangnya kebutuhan tidur
11

c.Meningkatnya pembicaraan
d.Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e.Perhatian mudah teralih
f.Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g.Pikiran menjadi lebih tajam
h.Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan aneh)
tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal, sosial, dan
pekerjaan. Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga.
1-3,6-9
Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling
sering yaitu:
1-3,6-9
a.Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b.Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan
waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak
serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai
skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi pasien
dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan prognosis
yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara Gangguan
mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid yang buruk.
Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang penting, pasien dengan
symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di samping anti
depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk
mendapatkan perbaikan klinis.
1-3,6-9
e.Kriteria diagnosis
Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi
dari keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria yang
terdapat dalam DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi symptom Gangguan bipolar adalah The Structured clinical
12

Interview for DSM-IV (SCID). The Present State Examination (PSE) dapat pula
digunakan untuk mengidentifikasi symptom sesuai dengan ICD-10.
3,4
Pembagian menurut DSM-IV:
3,4
Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal
A.Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi mayor
sebelumnya.
B.Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
C.Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic
umum
D.Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting
lainnya.
3,4
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini
A.Saat ini dalam episode manic
B.Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik,
depresi, atau campuran.
C.Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpang
tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D.Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum.
E.Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting
lainnya.
3,4
Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
A.Saat ini dalam episode campuran
B.Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau
campuran
13

C.Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan
waham, atau Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan
D.Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi
medik umum
E.Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting
lainnya.
3,4
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
A.Saat ini dalam episode hipomanik
B.Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic atau
campuran
C.Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya
D.Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
3,4
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
A.Saat ini dalam episode depresi mayor
B.Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran
C.Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
D.Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik
umum
E.Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting
lainnya.
3,4
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini
A.Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik,
campuran atau episode depresi.
14

B.Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau
campuran.
C.Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan di tempat lain.
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna
atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting
lainnya.
3,4
Ganggguan Mood Bipolar II
Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu
episode hipomanik.
1,3,4,8
Gangguan Siklotimia
A.Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-
gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang
tidak memenuhi criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak
dan remaja durasinya paling sedikit satu tahun.
B.Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-
gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
C.Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran,
selama dua tahun Gangguan tersebut
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih
dengan manic atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan
siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II
dengan Gangguan siklotimia dapat ditegakkan)
D. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak
bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham,
atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
E.Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
F.Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan atau aspek
fungsi penting lainnya.
1,3,4,8
15

Pembagian menurut PPDGJ III:
1,2,5,8
F31 Gangguan Afek bipolar
a.Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi
dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang
khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih
lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali
pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah
peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya
stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
b.Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30).
1,2,5,8
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
a.Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30);
dan
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik
, depresif, atau campuran) di masa lampau.
1,2,5,8
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
a.Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
1,2,5,8
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
a.Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik (F30.2); dan
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran) di masa lampau.
1,2,5,8
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
a.Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi
ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
16

b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
1,2,5,8
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
a.Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
1,2,5,8
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
a.Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3);dan
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran dimasa lampau.
1,2,5,8
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a.Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa
terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
b.Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
1,2,5,8
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depres if atau campuran).
1,2,5,8
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT.
1,2,5,8
f.Pemeriksaan penunjang
-Darah lengkap
17

Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai
penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat
mensupresi sumsum tulang, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan sel darah
merah dan sel darah putih untuk mengecek supresi sumsum tulang. Lithium dapat
menyebabkan peningkatan sel darah putih yang reversibel.
6,7
-Elektrolit
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah diagnostic, terutama
dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi. Hiponatremi dapat bermanifestasi
sebagai depresi. Penatalaksanaan dengan lithium dapat berakibat pada masalah
ginjal dan gangguan elektrolit. Kadar natrium rendah dapat berakibat pada
peningkatan kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu, skrining kandidat
untuk terapi litium maupun yang sedang dalam terapi lithium, mengecek elektrolit
merupakan indikasi.
6,7
-Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang berkaitan
dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid). Hiperparatiroid, yang
dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah, mencetuskan depresi. Beberapa
antidepresan, seperti nortriptyline, mempengaruhi jantung, oleh karena itu,
mengecek kadar kalsium sangat penting.
6,7
-Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil dari tidak
makan. Kadar protein rendah, menyebabkan meningkatkan bioavailabilitas
beberapa medikasi, karena obat-obat ini hanya memiliki sedikit protein untuk
diikat.
6,7
-Hormone tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan hipotiroid
(depresi). Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan hipotiroid, yang
berkontribusi pada perubahan mood secara cepat.
6,7
-Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium dapat
mempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN dapat meningkat.
6,7

-Skrining zat dan alkohol
18

Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat memperlihatkan sebagai
mania atau depresi. Contohnya, penyalahgunaan amfetamin dan kokain dapat
timbul sebagai mania, dan penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai
depresi.
6,7
-EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat berefek
pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga dapat berakibat pada
perubahan reversibel flattening atau inversi pada T wave pada EKG.
6,7
-EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar:
6,7
EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan masalah
neurologi. Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan kejang dan tumor
otak.
Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasi timbulnya dan durasi kejang.
Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG sebagai
indikasi efektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik, penemuan abnormal dari
EEG dapat memprediksi respons dari asam valproate.
Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan, terutama
antidepresan.
6,7
g.Diffrensial diagnosis
-Skizofrenia
Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga dapat
menjadi salah satu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi, dan pengaruh
mood lebih banyak ditemukan pada episode manik dibandingkan pada skizofrenia.
Kombnasi dari mood manik, cara bicara yang cepat dan hiperaktivitas yang
berlebihan daapt ditemukan dalam episode manik. Onset pada episode manik
berlangsung cepat dan menimbulkan sebuah perubahan pada perubahan perilaku
pasien. Sebagian dari pasien bipolar I memiliki riwayat keluarga dengan gangguan
mood. Kataonik dapat menjadi bagian dari fase depresif gangguan bipolar I. Saat
mengevaluasi pasien dengan katatonia dokter harus teliti dengan riwayat
19

sebelumnya untuk manik atau episode depresi serta riwayat keluarga dengan
gangguan mood.
3

-Depresi berat
Gangguan bipolar tipe I sering dapat bertumpang tindih dengan depresi berat,
perlu dibedakan antara depresi berat yang berdiri sendiri atau depresi yang
merupakan bagian dari gangguan bipolar. Gejala dari kedua gangguan ini hampir
sama dimana seseorang mengalai afek depresi, kehilangan semangat, putus asa
dan tidak bersemangat ditambah gelaja seperti sulit tidur, napsu makan menurun
dan lain sebagainya. Sehingga teknik wawancara yang baik diperlukan untuk
menggali apakah pasien memiliki episode manik atau hipomanik sebelumnya dan
apakah pasien menunjukan gejala-gejala yang sesuai dengan episode manik,
sehingga dapat dibedakan antara depresi yang berdiri sendiri dangan depresi yang
menjadi bagian dari gangguan afek bipolar.
3,6
-Intoksikasi obat
Penyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik. Selain itu,
penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu keadaan depresif.
1,6,7
-Hiper dan hipotiroid
Gangguan bipolar dapat berupa epidose manik atau hipomanik maupun episode
depresi. Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan pasien menunjukan
gejala-gejala yang mirip dengan gangguan bipolar. Pada hipertiroid pasien akan
merasa mudah tersinggung, dan dapat terjadi hiperaktivitas yang harus dibedakan
dengan episode manik pada gangguan bipolar. Sedangkan pada hipotiroid pasien
dapat mengalami penurunan aktivitas, pasien menjadi lemas dan tidak
bersemangat. Pemeriksaan fisik yang baik serta penggalian informasi pada
anamnesis dapat membedakan gangguan bipolar dengan hiper atau hipotiroid,
penemuan gejala lain gangguan pada tiroid seperti penurunan berat badan cepat
adanya pembesaran pada leher maupun gejala hiper dan hipotiroid lainnya dapat
membedakan kedua gangguan ini.
6,7
-Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi
20

dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun
episode manik atau depresif.
6,7
h.Penatalaksanaan
Terapi psikososial
1,3,4,8
-Terapi kognitif (Aaron Beck)
Tujuannya :
a.Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan
membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.
b.Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif, serta melatih
kembali respon kognitif dan perilaku yang baru.
8
-Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)
Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien
dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam
mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang.

Terapi ini difokuskan
pada problem interpersonal yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama, problem in-
terpersonal yang ada saat ini merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan in-
terpersonal. Problem interpersonal saat ini berperan dalam terjadinya gejala
depresi. Biasanya sesi berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai
dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena
intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal. Keterbatasan asertif,
gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola berpikir hanya ditujukan
bila memang mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut.
8
-Terapi perilaku
Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan
seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan
kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan demikian pasien belajar untuk
berfungsi di dunia dengan cara tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan
positif.
8
-Terapi berorientasi-psikoanalitik
Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman, mekanisme
penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta kemampuan dalam
merasakan perubahan emosional secara luas.
8
21

-Terapi keluarga
Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien atau
fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh situasi keluarga.
Terapi keluarga meneliti peran suasana hati teratur dalam keseluruhan
kesejahteraan psikologis dari seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh
keluarga dalam pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood
memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50 persen dari semua pasangan
melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah atau memiliki anak jika mereka
tahu bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood.
1,3,4,8
-Rawat Inap
Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat adalah apakah
untuk memutuskan pasien rawat inap atau pasien rawat jalan. Jelas indikasi untuk
rawat inap adalah risiko bunuh diri atau pembunuhan, pasien yang sangat
berkurang kemampuannya untuk makan dan kebutuhan untuk prosedur
diagnostik. Suatu onset yang berkembang cepat gejala juga dapat menjadi
indikasi untuk rawat inap. Seorang dokter dapat dengan aman mengobati depresi
ringan atau hypomania dengan rawat jalan jika evaluasi pasien terus rutin
dilakukan. Tanda-tanda klinis dari gangguan penilaian, penurunan berat badan,
atau insomnia harus minimal. Sistem pendukung pasien harus kuat, tidak ada
menarik diri dari pasien. Setiap perubahan negatif dalam gejala-gejala pasien atau
perilaku mungkin cukup untuk menjadi indikasi rawat inap rawat inap. Pasien
dengan gangguan mood sering tidak mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan
mungkin harus sengaja dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat membuat
keputusan karena pemikiran mereka melambat, Weltanschauung negatif
(pandangan dunia), dan keputusasaan. Pasien yang manik sering memiliki seperti
kurangnya wawasan gangguan mereka yang rawat inap tampaknya benar-benar
tidak masuk akal bagi mereka.
3,8
Terapi Fisik : Electro Convulsive Therapy (ECT)
Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode yang
ditempatkan pada bagian temporal kepala.
Sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri
yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik (dengan dosis
yang sudah adekuat).
22

Farmakoterapi
Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan
perubahan besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi
perjalanan gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita.
1,2
Episode mania atau hipomania
1.Mood Stabilizer
2.Antipsikotik atipikal
3.Mood stabilizer antipsikotik
atipikal.
1,2
Episode depresi
1.Antidepresan
2.Mood stabilizer
3.Antipsikotik atipikal
4.Mood stabilizer +
antidepresan
5.Antipsikotik atipikal +
antidepresan
1,2
23

Table 1 Penatalaksanaan kedaruratan agitasi akut.
1
Lini I•Injeksi IM Aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien dengan episode mania
atau campuran akut. Dosis adalah 9,75mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 29,25mg/hari
(tiga kali injeksi per hari dengan interval dua jam). Berespons dalam 45-60 menit.
• Injeksi IM Olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode mania atau
campuran akut. Dosis 10mg/ injeksi. Dosis maksimum adalah 30mg/hari. Berespons dalam
15-30 menit. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien menerima
hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama. Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis
maksimum Lorazepam 4 mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM
Aripiprazol atau Olanzapin. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik karena mengganggu
stabilitas antipsikotika
Lini II•Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimum adalah 15 mg/hari.
• Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi
haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik.
Rekomendasi terapi pada mania akut
Tabel 2 Terapi mania.
1
Lini I Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR,
aripiprazol, litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat +
quetiapin, litium atau divalproat + olanzapin, litium atau divalproat +
aripiprazole
Lini II Karbamazepin, ECT, litium + divalproat, paliperidon
Lini III Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium +
karbamazepin, klozapin
Tidak direkomendasikanGabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon
+ karbamazepin, olanzapin + karbamazepin

Gambar 1. Algoritma terapi mania akut.
2
Penatalaksanaan pada Episode Depresi Akut, GB I
Tabel 3 Penatalaksanaan episode depresi akut.
1
Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRI,
olanzapin + SSRI, litium + divalproat
Lini II Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigine
Lini III Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
venlafaksin, litium + MAOI, ECT, litium atau divalproat atau AA + TCA, litium
atau divalproat atau karbamazepin + SSRI + lamotrigin, penambahan topiramat
Tidak direkomendasikan Gabapentin monoterapi, aripiprazol monoterapi
25

Gambar 2 Alogaritma terapi GB I, episode depresi.
2
Rekomendasi terapi rumatan pada GB I
Tabel 4 Terapi rumatan GB I.
1
Lini I Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium atau
divalproat + quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang (RIJP), penambahan
RIJP, aripirazol
Lini II Karbamazepin, litium + divalproat, litium + karbamazepin, litium atau divalproat
+ olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin + fluoksetin
Lini III Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin,
penambahan ECT, penambahan topiramat,
penambahan asam lemak omega-3, penambahan okskarbazepin
Tidak direkomendasikan Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi
26

Rekomendasi terapi akut depresi, GB II
Tabel 5 Terapi akut depresi, GB II.
1
Lini I Quetiapin
Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan, litium +
divalproat, antipsikotika atipik + antidepresan
Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang jarang mengalami
hipomania)
Rekomendasi terapi rumatan GB II
Tabel 6 Terapi Rumatan GB II.
1
Lini I Litium, lamotrigine
Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik + antidepresan,
kombinasi dua dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau antipsikotika atipik
Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
Tidak direkomendasikan Gabapentin
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan bipolar:
1,2
Mood stabilizer
Litium
Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu. Memiliki
efek akut dan kronis dalam pelepasan serotonin dan norepineprin di neuron terminal
sistem saraf pusat.
1,2
Farmakologi
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan dalam bentuk utuh
hanya melalui ginjal.
1,2
Indikasi
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi
rumatan GB.
1,2
Dosis
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis
hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi
dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut
lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar
27

antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan.
Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
1,2
Perbaikan klinis
7-14 hari
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan
berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat
pula terjadi akibat litium. Neurotoksisitas bersifat irreversible. Akibat intoksikasi litium,
deficit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, deficit memori, dan gangguan
pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan.
Litium dapat merusak tubulus ginjal. Factor resiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi
litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik yang lainnya. Pasien yang mengkonsumsi
litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak
meminum air.
1,2
Pemeriksaan laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid,
harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan
EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa Setiap Setiap 2-3 bulan dan fungsi
tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa
sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi.
1,2
Wanita hamil
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin.
Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita
dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan
litium selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium darahnya harus dipantau
dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk memantau janin, harus dilakukan. Selama
kehamilannya, wanita tersebut harus disupervisioleh ahli kebidanan dan psikiater.
Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap ibu
harus didiskusikan.
1,2
Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania.
Valproat tersedia dalam bentuk:
1,2
28

1.Preparat oral;
a.Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium
valproat adalah sama (1:1)
b.Asam valproat
c.Sodium valproat
d.Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat
dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.
e.Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.
1,2
2.Preparat intravena
3.Preparat supositoria
Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasi
puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan
sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila
dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan
dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah
lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak.
1,2
Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum
berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan
konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20
mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai
konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu
makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100
mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah
antara 75-100 mg/mL.
1,2
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi
rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB
pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.
1,2
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya
anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim
29

transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan
dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping
gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium
bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.
1,2
Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal
Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.
1,2
Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan
mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan
dalam bentuk utuh.
1,2
Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun
rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
1,2
Dosis
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
1,2
Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk kemerahan
di kulit.
1,2
Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai
terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin,
risperidon, quetiapin, dan aripiprazol.
1,2
Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik
pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.
1,2
Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme oleh
enzim hepar yaitu CYP 2D6.
1,2
30

Dosis
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan
cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan
hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari.
Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB.
Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua
minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50
mg per dua minggu.
1,2
Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan.
1,2
Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya
gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila dibandingkan
dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor
kolinergik muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada
beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin
dapat pula terjadi pada pemberian risperidon.
1,2
Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadap
dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1),
dan a1- adrenergik.
1,2
Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan
campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.
1,2
Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
1,2
Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama.
Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah dan tidak
menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila
31

dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan
melakukan psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.
1,2
Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai
antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik
a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap
serotonin 5-HT2A.
1,2
Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia
dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan
300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR
dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
1,2
Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus
cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
1,2
Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping
yan sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan
dalam berat badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian
pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika
tipikal.
1,2
Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin.
1,2
Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta
antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas
sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin
reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.
1,2
Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis
efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara
10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia,
32

dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5
mg dapat meningkatkan tolerabilitas.
1,2
Indikasi
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga
efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada
GB I, episode depresi.
1,2
Efek Samping
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan
kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang
mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna
dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu
pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula
ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan
aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak
menyebabkan perubahan interval QT.
1,2
Antidepresan
1)Derivat trisiklik
•Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai
maksimum 250-300 mg sehari)
•Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis
maksimum 150-300 mg sehari).
1,2
2)Derivat tetrasiklik
•Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90
mg/ hari).
1,2
3)Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor)
•Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan
sampai dengan 600 mg/ hari).
1,2
4)Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
•Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr)
•Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari
dalam dosis tunggal atau terbagi)
•Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam
hari, maksimum dosis 300 mg)
33

•Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari).
1,2
5)Derivat SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor)
•Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-
250 mg 1x/hari), Duloxetine.
1,2
i.Prognosis
Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang kurang baik
dibandingkan depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan bipolar 1 memiliki
kemungkinan mengalami episode manik kedua dalam 2 tahun episode pertama.
Walaupun dnegan penggunaan litium sebagai profilaksis meningkatkan prognosis
bipolar I, kemungninan hanya 50-60% pasien mencapai control signifikan akan gejala
mereka dengan litium. Pasien bipolar I dengan premorbid status pekerjaan yang tidak
mendukung, ketergantungan alkohol, gejala psikotik, gejala depresi dan jenis kelamin
laki-laki juga mempengaruhi prognosis yang kurang baik. Durasi pendek dari manik,
usia yang tidak terlalu muda saat onset menghasilkan prognosis yang lebih baik.
Sekitar 7% pasien dengan gangguan bipolar tidak memiliki gejala rekuren; 45%
memilii lebih dari 1 episode, dan 40% memiliki gangguan kronik. Pasien mungkin
memiliki 2 hingga 30 episode, walaupun angka rata-ratanya adalah 9 episode. Sekitar
40% dari keseluruhan pasien mengalami lebih dari 10 episode. Pada follow up jangka
panjang 15% dari seluruh pasien dengan bipolar I dapat hidup dengan baik, 45% hidup
dengan baik namun memiliki multirelaps, 30% pasien dengan remisi parsial, dan 10%
pasien dengan sakit kronis.
1,3,4
Untuk prognosis bipolar II, sampai saat ini masih dilakukan penelitian. Bipolar
II adalah penyakit kronik dimana memerlukan strategi penatalaksana jangka
panjang.
,3,4
j.Komplikasi
Gangguan emosi atau gangguan neurologik
Pasien dengan bipolar, terutama tipe II atau siklotimik, memiliki episode
depresi berat yang sering. Gangguan anxietas, seperti panik, juga sering timbul pada
pasien ini. Pasien dengan bipolar, terutama tipe II, juga sering menderita fobia.
6
Suicide
34

Risiko untuk suicide sangat tinggi pada pasien dengan bipolar dan yang tidak
menerima tindakan medis. 10-15% pasien dengan Bipolar I melakukan percobaan
bunuh diri, dengan risiko tertinggi saat episode depresi atau campuran. Beberapa studi
memperlihatkan risiko suicide pada pasien dengan bipolar II lebih tinggi dibanding
bipolar I atau depresi berat. Pasien yang menderita gangguan anxietas juga memiliki
resiko tinggi untuk suicide.
6-8
Masalah memori dan berpikir
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan bipolar bisa memiliki masalah yang
bervariasi pada ingatan jangka pendek dan panjang, kecepatan memproses informasi,
dan fleksibilitas mental. Masalah seperti ini bahkan dapat muncul diantara episode.
Masalah ini cenderung lebih parah ketika seseorang memiliki episode manik lebih
sering.
6-8
Efek perilaku dan emosional saat fase manik pada pasien
Dalam persentase kecil dari pasien bipolar mendemonstrasikan kenaikan
produktivitas dan kreativitas saat episode manik. Kelainan cara berpikir dan penilaian
yang merupakan karakterisik dari episode manik dapat berujung pada perilaku
berbahaya seperti:
6-8
-Mengeluarkan uang dengan ceroboh, yang dapat menghancurkan finansial
-Mengamuk, paranoid, dan bahkan kekerasan
-Perilaku keinginan untuk sex terhadap banyak orang
Perilaku seperti di atas sering diikuti dengan rasa bersalah dan penurunan harga diri,
yang diderita saat fase depresi.
6-8
Penyalahgunaan zat
Merokok merupakan salah satu hal tersering yang digunakan pada pasien
bipolar, dibandingkan mereka yang memiliki gejala psikotik. Beberapa dokter
berspekulasi, dalam skizofren, nikotin digunakan sebagai self-medication karena efek
spesifik pada otak.
6-8
Sampai 60% pasien dengan gangguan bipolar menyalahgunakan zat lain
(paling sering merupakan alcohol, diikuti marijuana atau kokain) pada suatu titik
dalam perjalanan penyakitnya.
6-8
Beberapa factor resiko untuk alkoholisme dan penyalahgunaan zat pada pasien
dengan bipolar:
6-8
-Memiliki episode campuran dibandingkan pasien dengan mania murni
35

-Laki-laki dengan bipolar.
6-8
Efek pada orang yang disayangi
Pasien tidak mengembangkan perilaku negatif dalam sekejap. Mereka
memiliki efek langsung pada orang sekitar mereka. Sangat sulit bahkan bagi keluarga
atau pengasuh untuk objektif dan secara konsisten simpatis dengan individu yang
secara periodic dan tidak terduga membuat kekacauan disekitar mereka.
6-8
Banyak pasien dan keluarga mereka merasa sulit untuk menerima episode ini
sebagai bagian dari penyakit dan bukan hal ekstrim, tapi normal, karakteristik.
Penyangkalan seperti itu sering dibesar-besarkan oleh pasien yang pintar, yang dapat
menjustifikasi kelakuan destruktif mereka, tidak hanya kepada orang lain, namun juga
kepada diri mereka sendiri.
6-8
Anggota keluarga juga dapat merasakan dikucilkan secara sosial dengan fakta
bahwa memiliki kerabat dengan gangguan jiwa, dan merasa dipaksa untuk
menyembunyikan informasi ini dari kenalan mereka.
6-8
Asosiasi dengan gangguan fisik
Orang dengan gangguan mental memiliki insiden lebih tinggi pada banyak
kondisi medis, termasuk penyakit jantung, asma dan masalah paru lainnya, kelainan
gastrointestinal, infeksi kulit, diabetes, hipertensi, migraine, sakit kepala, hipotiroid,
dan kanker. Pasien dengan bipolar lebih jarang mendapatkan penanganan medis
dibanding orang dengan gangguan mental. Penyalahgunaan zat, termasuk merokok,
alcohol, dan penyalahgunaan obat, juga berkontribusi untuk masalah penyakit ini,
termasuk mengurangi akses kepada penanganan medis. Pengobatan untuk bipolar bisa
meningkatkan resiko untuk masalah medis.
6-8
Diabetes didiagnosa hamper 3x lebih sering pada orang dengan bipolar
dibanding pada populasi umum. Banyak pasien dengan biporal mengalami
overweight, dengan 25%-nya berkriteria obesitas. Mengalami overweight merupakan
factor resiko besar untuk diabetes. Obat yang digunakan untuk menangani bipolar bisa
juga menyebabkan kenaikan berat badan dan diabetes. Factor genetic dalam diabetes
dan bipolar dapat menyebabkan gangguan yang jarang seperti wolfram syndrome dan
masalah lainnya yang terkait metabolisme karbohidrat.
6-8
36

Hipertensi. Pasien dengan bipolar dapat beresiko tinggi untuk hipertensi
dibanding pasien tanpa bipolar. Tingginya prevalensi dari hipertensi diantara pasien
dengan bipolar juga memperbesar resiko untuk penyakit dan kematian akibat kondisi
yang berkaitan dengan jantung.
6-8
Migraine. Migraine merupakan masalah umum pada pasien dengan gangguan
mental, tapi lebih sering terjadi pada gangguan bipolar II. Pasien dengan bipolar II
menderita dari migraine lebih sering dibanding pasien bipolar I, diperkirakan bahwa
berbagai factor biologis dapat terlibat dengan berbagai bentuk bipolar.
6-8
Hipotiroid. Hipotiroid merupakan efek samping yang sering terjadi pada
lithium, penanganan standar untuk bipolar. Namun, bukti juga menyatakan bahwa
pasien, terutama wanita, memiliki resiko lebih besar untuk memiliki kadar tiroid
rendah terlepas dari obat apa yang digunakan. Hipotiroidism dapat menjadi factor
resiko untuk bipolar pada beberapa pasien.
6-8
Beban ekonomi. Beban ekonomi pada bipolar sangat signifikan. Diperkirakan
bahwa gangguan tersebut menimbulkan kerugian pada sector industry di US sebesar
14,1 miliar dollar per tahun akibat hilangnya produktivitas, sebagian besar akibat
rendahnya fungsi kerja. Berdasarkan studi pada tahun 2006 yang disponsori US
National Institute of Mental Health, bipolar 2x lebih besar menimbulkan hilangnya
produktivitas sebagai Major Depressive Disorder (MDD). Walau nyatanya MDD lebih
sering terjadi. Setiap pekerja dengan bipolar kehilangan 66 hari kerja setahun
dibandingkan 27 hari kerja setahun orang dengan MDD. Penelitian memperlihatkan
episode depresi pada bipolar lebih merusak produktivitas dibanding episode manik.
6-8
k.Peran dokter umum dalam penanganan gangguan bipolar
Dokter umum saat ini dituntun untuk melihat pasien sebagai mahluk
biopsikososial sehingga dalam memberi penanganan dan pelayanan kesehatan dokter
tidak hanya mengobati gangguan fisik pasien saja melainan juga melihat masalah atau
gangguan pada psikologis dan masalah sosial yang mungkin mempengaruhi pasien.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tugas dokter umum
dalam peran menangani gangguan afektif bipolar adalah mendeteksi gangguan afektif
tersebut. Sebagai lini pertama dalam pemberian pelayanan kesehatan dokter umum
dan puskesmas akan menjadi yang pertama dalam menangani gangguan afektif karena
pada umumnya tidak semua orang peka terhadap adanya gangguan afektif. Gangguan
afektif bipolar dengan episode manik apalagi disertai dengan gejala psikotik sering
37

disalahartikan dengan gejala skizofrenia. Pada lini inilah seorang dokter umum
bertugas mendeteksi apakah sesorang menderita gejala bipolar. Tugas dokter umum
sesuai dengan SKDI termasuk dalam mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan- pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan
baik dalam keadaan darurat pada episode manik gangguan bipolar dan dalam keadaan
tidak darurat pada episode depresi gangguan bipolar. Dokter umum dan puskesmas
dapat menjadi yang pertama mendeteksi gangguan afektif, selain itu dokter umum dan
puskesmas dapat memberikan pengobatan pendahuluan seperti pemberian obat
antipsikotik atau mood stabilizer yang tersedia, dokter umum diharusnya dapat
memahami gejala dan membuat diagnosis gangguan bipolar dan dapat membuat
rujukan pada psikiatri untuk penanganan lebih lanjut.
10
Selain pada pemberian obat dokter umum dan puskesmas sebagai lini pertama
dapat memberikan informasi mengenai gangguan ini, hingga saat ini di Indonesia
paradigma masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa masih buruk, tidak jarang
pandangan dan paradigma masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa menjadikan
sering terjadinya pemasungan terhadap pasien. Dokter puskesmas dan dokter umum
dapat berperan sebagai pemberi informasi dan mediator dengan tokoh masyarakat
lainnya untuk menyebarluarkan informasi yang benar mengenai gangguan jiwa
terutama dalam hal ini gangguan afektif bipolar sehingga masyarakat dapat lebih
meyadari dan mengetahui keadaan serta mengenali gejala sehingga pasien-pasien
gangguan jiwa dapat ditolong dan mendapatkan penanganan yang tepat sedini
mungkin dan mengurangi sikap yang memusuhi apalagi memasung pasien dengan
gangguan jiwa.
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan
ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi.
Gangguan mood ini disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik,
38

biologik, dan psikososial. Dalam perjalanan penyakitnya, gangguan bipolar ini
berbeda-beda, tergantung pada tipe dan waktunya. Onsetnya biasanya pada usia 20-30
tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama. Semakin muda seseorang
terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk mengalami gejala psikotik
dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk penatalaksanaan gangguan
bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri, apakah itu fase manik, fase depresi,
fase campuran. Diperlukan teknik wawancara dan pendekatan yang baik sehingga
dapat menegakkan diagnosis bipolar dan membedakan bipolar dari gangguan jiwa
maupun penyakit lainnya. Penegangkan diagnosis penting untuk memberikan
penatalaksaan yang tepat bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan obat
antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2010. h. 3-32.
2.
Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana gangguan bipolar.
Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar; 2010.hlm.2-21.
3.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan’s and sadock’s synopsis of psychiatry behavioral
sciences and clinical psychiatry. 10
th
edition.Philadelphia: Lippincott William and
Wilkins;2007.p.527-62.
4.
American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of patients with
bipolar disorder. 2
nd
edition. 2002. Diunduh dari apa.org, 27 Oktober 2019.
5.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di
Indonesisa III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.hlm.140-50.
6.
Soreff S, Ahmed I. Bipolar affective disorder. 22 April 2013. Diunduh dari
emedicine.medscape.com, 27 Oktober 20139.
7.
Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari www.umm.edu
28 Oktober 2019.
8.
Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2010.hlm.197-208.
9.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan
perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.hlm.791-853.
39

10.
Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensi dokter Indonesia.2012. Diunduh
dari pdk3mi.org, 28 Oktober 2019.
40
Tags