Panduan Bersuci (berwudu) dalam agama islam.pptx

dfofficial68 3 views 23 slides Sep 19, 2025
Slide 1
Slide 1 of 23
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23

About This Presentation

Panduan Besuci


Slide Content

Perbedaan Pendapat Tentang Pembatal Wudhu

Menyentuh Kemaluan Menyentuh kemaluan tanpa sekat, membatalkan wudhu menurut Syafi’i dan Ahmad , seperti dalam hadits Burah binti Shafwan, bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ “ Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu. ” ( HR. Abu Daud no. 181)

Menurut madzhab Abu Hanifah , salah satu pendapat Imam Malik dan merupakan pendapat beberapa sahabat , disebutkan bahwa menyentuh kemaluan tidaklah membatalkan wudhu sama sekali. Di antara dalil dari pendapat ini adalah hadits dari Thalq bin ‘Ali di mana ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya, مَسِسْتُ ذَكَرِى أَوِ الرَّجُلُ يَمَسُّ ذَكَرَهُ فِى الصَّلاَةِ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ قَالَ « لاَ إِنَّمَا هُوَ مِنْكَ “ Aku pernah menyentuh kemaluanku atau seseorang ada pula yang menyentuh kemaluannya ketika shalat, apakah ia diharuskan untuk wudhu? ” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “ Kemaluanmu itu adalah bagian darimu. ” ( HR. Ahmad 4/23. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan )

Darah Mengucur Darah yang mengucur, membatalkan wudhu menurut Abu Hanifah , seperti dalam hadits Aisyah bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ أَصَابَهُ قَيْءٌ أَوْ رُعَافٌ أَوْ قَلَسٌ أَوْ مَذْيٌ فَلْيَنْصَرِفْ فَلْيَتَوَضَّأْ ثُمَّ لِيَبْنِ عَلَى صَلَاتِهِ وَهُوَ فِي ذَلِكَ لَا يَتَكَلَّمُ أَخْرَجَهُ اِبْنُ مَاجَ ه وَضَعَّفَهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ " Barangsiapa yang muntah atau mengeluarkan darah dari hidung (mimisan) atau mengeluarkan dahak atau mengeluarkan madzi maka hendaklah ia berwudlu lalu meneruskan sisa shalatnya namun selama itu ia tidak berbicara" (HR. Ibnu Majah, namun dianggap lemah oleh Ahmad dan Al Baihaqi).

Menurut Asy Syafi’i dan Malik bahwasannya keluarnya darah tidak membatalkan wudhu . Karena hadits yang menyebutkan tentang hal itu menurutnyatidak kokoh, juga karena ada hadits Anas radhiyallahu ‘anhu : ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻﻠّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍﺣْﺘَﺠَﻢَ ﻭَﺻَﻠَّﻰ ﻭﻟَﻢْ ﻳَﺘَﻮَﺿَّﺄ “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dan shalat setelahnya tanpa berwudhu.” ( HR. Ad-Daraquthni, 1/157 dan Al-Baihaqi, 1/141)

Muntah Menurut pendapat mazhab Hanafi , muntah yang banyak dan menjijikkan menyebabkan batal wudhu, seperti disebutkan dalam hadits Ma’dan bin Abi Thalahah dari Abu Darda’, أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَاءَ فَأَفْطَرَ فَتَوَضَّأَ فَلَقِيتُ ثَوْبَانَ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ صَدَقَ أَنَا صَبَبْتُ لَهُ وَضُوءَهُ ” Bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam muntah lalu berwudhu. Ia berkata: Kemudian aku berjumpa dengan Tsauban di masjid Damaskus, aku tanyakan kepadanya tentang ini. Ia menjawab: “Betul, saya yang menuangkan air wudhunya. ” ( HR At Tirmidzi)

Menurut Syafi’i dan Malik bahwa muntah tidak membatalkan wudhu, karena tidak ada hadits yang menyebutkannya . Hadits Ma’dan di atas dimaknai Istihbab/sunnah

Menyentuh Lawan J enis atau Bersalaman M embatalkan wudhu menurut Syafi’iyah , karena firman Allah, وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ “...dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan , lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu ...”

Namun tidak membatalkan menurut jumhurul ulama , عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُول اللَّهِ وَرِجْلاَيَ فِي قِبْلَتِهِ فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي فَقَبَضْتُ رِجْلِي فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata, "Aku sedang tidur di depan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan kakiku berada pada arah kiblatnya. Bila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sujud, beliau beliau sentuh kakiku sehingga kutarik kedua kakiku. Jika beliau bangkit berdiri kembali kuluruskan kakiku .” (HR. Bukhari Muslim )

وَعَنْهَا أَنَّهُ قَبَّل بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mencium sebagian istrinya kemudian keluar untuk shalat tanpa berwudhu' lagi. ( HR. At-Tirmidzi)

Tertawa Terbahak-bahak Membatalkan wudhu menurut madzhab Hanafi , karena ada hadits, أَنَّ أَعْمَى تَرَدَّى فِي بِئْرٍ , فَضَحِكَ نَاسٌ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , فَأَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ضَحِكَ أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ وَالصَّلاةَ “ Bahwasannya ada seorang buta yang terjatuh ke dalam sumur, lantas tertawalah orang-orang yang sholat di belakang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh siapa saja yang tertawa agar mengulangi sholat dan wudhu.” ( HR. Ad-Daruqutni)

Menurut jumhurul ulama tertawa terbahak-bahak membatalkan shalat tetapi tidak membatalkan wudhu. الضَّحِكُ يُنْقِضُ الصَّلَاةَ وَلَا يُنْقِضُ الْوُضُوءَ " Tertawa itu membatalkan sholat, dan tidak membatalkan wudhu." ( Sunan Ad-Daruquthni, no. 658).

Kapan Wajib atau Sunnah Berwudhu?

Berwudhu untuk Shalat Untuk shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah. Meskipun shalat jenazah, karena firman Allah: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ( QS. Al Maidah: 6)

Berwudhu untuk Thawaf Thawaf di ka’bah, karena hadits mauquf dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma , الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاَةٌ إِلاَّ أَنَّ اللهَ أَبَاحَ فِيْهِ الْكَلاَمَ “Thawaf di Baitullah adalah shalat. Hanya saja, Allah membolehkan berbicara dalam thawaf.”

Berwudhu untuk Menyentuh Mushaf Menurut jumhur ulama, menyentuh mushaf mewajibkan berwudhu, berdasarkan hadits Nabi, عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ رَحِمَهُ اَللَّهُ أَنَّ فِي اَلْكِتَابِ اَلَّذِي كَتَبَهُ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وِسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ: أَنْ لاَ يَمَسَّ اَلْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ Dari Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Amr bin Hazm tertulis : “Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci ”( HR. Malik ).

Ibnu Abbas, Hammad, dan Zhahiriyah berpendapat bahwa menyentuh mushaf boleh dilakukan oleh orang yang belum berwudhu, jika telah bersih dari hadats besar. Sedangkan membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf, semua sepakat memperbolehkan.

Sunnah Berwudhu Ketika Dzikrullah Berdasarkan hadits, عَنِ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ، أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى تَوَضَّأَ، ثُمَّ اعْتَذَرَ إِلَيْهِ فَقَالَ : إِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أَذْكُرَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا عَلَى طُهْرٍ أَوْ قَالَ: عَلَى طَهَارَة " Dari al-Muhajir bin Qunfudz rodhiyallohu 'anhu, bahwasanya dia mendatangi Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam ketika sedang buang air kecil. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah namun beliau tidak menjawab salamnya hingga beliau berwudhu, lalu beliau mengemukakan alasan kepadanya, seraya bersabda:"Sesungguhnya aku tidak suka menyebut nama Allah Azza wa Jalla melainkan dalam keadaan suci." ( Sunan Abu Dawud, no.17)

Sunnah Berwudhu Ketika Hendak Tidur Disebutkan dalam hadits Nabi dari Al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الْأَيْمَنِ “Apabila engkau hendak tidur, berwudhulah sebagaimana wudhu ketika hendak shalat. Kemudian berbaringlah miring ke kanan...”

Sunnah Berwudhu: Bagi orang junub yang hendak makan, minum, mengulangi jima’, atau tidur. Disunnahkan pula ketika memulai mandi, seperti yang disebutkan dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha

عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ص اِذَا اَرَادَ اَنْ يَأْكُلَ اَوْ يَشْرَبَ اَوْ يَنَامَ وَ هُوَ جُنُبٌ يَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يَأْكُلُ وَ يَشْرَبُ. احمد و النسائى Dari ‘ Aisyah, ia berkata : “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak makan-minum atau tidur sedang beliau junub, beliau membasuh kedua tangannya, sesudah itu beliau makan dan minum” . (HR . Ahmad dan Nasai) قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,  “Jika salah seorang dari kalian mendatangi istrinya (maksudnya berjima’) kemudian berniat mengulanginya lagi, maka hendaklah ia berwudhu’.”  (Shahiih Muslim no. 311) عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ص اِذَا اَرَادَ اَنْ يَنَامَ وَ هُوَ جُنُبٌ غَسَلَ فَرْجَهُ وَ تَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلاَةِ. الجماعة Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam apabila akan tidur sedang beliau junub, beliau membasuh kemaluannya dan berwudlu sebagaimana wudlunya untuk shalat” . (HR. Jama’ah)

Memperbaharui Wudhu Setiap Akan Shalat Disunnahkan pula memperbaharui wudhu setiap shalat, عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ ص قَالَ: لَوْ لاَ اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى َلاَمَرْتُهُمْ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ بِوُضُوْءٍ وَ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ بِسِوَاكٍ. احمد باسناد صحيح Dari Abu Hurairah dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sekiranya tidak akan memberatkan ummatku, tentu aku perintahkan kepada mereka supaya berwudlu untuk tiap-tiap shalat dan setiap berwudlu supaya bersiwak (menggosok gigi)” . ( HR. Ahmad dengan sanad yang shahih)

Wallahu A’lam...
Tags