Pembelajaran fikih Pintu Masuk Ilmu Fikih.pdf

MiftahulJanah56 11 views 26 slides Sep 21, 2025
Slide 1
Slide 1 of 26
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26

About This Presentation

Materi fikih


Slide Content

Pintu Masuk Ilmu Fikih
Dialihbahasakan dari Al-Madkhal Ilaa Al-Fiqh Al-Islamiy
Karya Asy-Syaikh Dr. Amir Bahjat
Alih Bahasa: Fadhil Mulyono
Tidak diperkenankan untuk disebar kepada selain peserta belajar Pintu Masuk Ilmu Fikih

FIKIH
Definisi
Konteks
Keutamaan
Perluasan
Hukum
Mempelajarinya
Bahasa
Syar’i
Istilah
Perbuatan hamba ditinjau dari keterkaitan
hukum syar’i-nya
Keutamaan ilmu syar’i secara umum
Keutamaan ilmu fikih secara khusus
Fardhu ‘Ain
Fardhu Kifayah
“Fikih” = “Pemahaman”
Ilmu terkait seluruh permasalahan agama
ilmu tentang hukum2 syar’i atas
perbuatan hamba
Berkata Ibnul Jauzy:
“Keutamaan sesuatu itu dilihat dari
hasil akhirnya. Barang siapa yang
memperhatikan hasil akhir dari ilmu
fikih, dia akan tahu bahwa inilah
sebaik-baiknya ilmu”

Fase
Ilmu Fikih
Pembentukan
Syari’at
Sebelum
adanya
madzhab
Madzhab
Fikih
Sekarang
<= 11 H
<= 100 H
<= 1300 H
> 1300 H

Fase
Pembentukan
Syari’at
Sejarah
Sumber Syari’at
Milestone
Sejak diutusnya Nabi
sampai wafatnya
shallallahu ‘alayhi
wasallam
Fase Mekkah
Fase Madinah
Pembentukan
Pondasi
Agama
Masih sedikit
perincian
Pemeliharaan
pondasi
agama
Mulai banyak
perincian
Al-Qur’an
As-Sunnah
Spontan
Pertanyaan
Ada sebab
Syari’at telah terbentuk
Sedikitnya ikhtilaf
Tahapan2 Aplikasi Syari’at
Aplikasi Sahabat Dalam
Ijtihad
Khusus
Umum

Setelah wafatnya nabi shallAllaahu ‘alayhi wasallam maka pembentukan syari’at sudah usai. Tapi fikih belum usai.
Dahulu para sahabat mengambil hukum dari al-Qur’an dan as-Sunnah dan memberikan fatwa kepada manusia.
Dan ada yang menonjol sebagai ahli fikih yang dinukil cara berfikih dan fatwanya dalam perbedaan pendapat
antar mereka. Kemudian, ada pula ahli fikihnya para tabi’in yang memang belajar fatwa dari Sahabat. Jadilah dua
generasi ini menjadi fase awal fikih sebelum adanya fase madzhab-madzhab fikih.
Fase Sebelum
Madzhab Fikih
Zaman Sahabat
Zaman Tabi’in
Referensi Fikih
pada fase ini
musnad
bukan
musnad
Mushannaf ‘Abdur-Razzaq
Mushannaf ‘Ibnu Abi Syaibah
al-Ausath-nya Ibnul Mundzir
Kitab Fikih Perbandingan

Ada 130 sahabat yang dinukil dari mereka fatwa
Jumlah
Banyak
Jumlah
Menengah
Jumlah
Sedikit
‘Umar, ‘Ali, Ibnu Mas’ud, ‘Aisyah, Zayd, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar
-radhiAllahu’anhum-
Abu Bakar, ‘Utsman, Umm Salamah, Anas, Abu Sa’id, Abu Hurairah, ‘Abdullah bin ‘Amr, Ibnu Zubair, Abu Musa,
Jabir, Mu’adz, Sa’d bin Abi Waqqash, Salman
-radhiAllahu’anhum-
Abu Darda, Al-Hasan, Al-Husain, Ubay bin Ka’b, Abu Ayyub, Asma, Zayd bin Arqam, Tsauban, Buraidah, dst
-RadhiAllahu’anhum-

“Ilmu dan Fikih terus tersebar di tengah umat dari murid-muridnya Ibnu Mas’ud, murid-muridnya Zayd bin
Tsabit, murid-muridnya ‘Abdullah bin ‘Umar dan murid-muridnya Ibnu ‘Abbas” - Ibnul Qayyim
Framework Fikih Masa
Sahabat
Framework
Madinah Mekkah Iraq
Zayd
Ibnu
‘Umar
Ibnu
‘Abbas
Ibnu
Mas’ud
Pembentuk

Fikih Di Zaman Tabi’in
Madinah
Mekkah
Ahli Fikih 7 Salim Nafi’ Az-Zuhri
Atha’ Thawus Mujahid ‘Ikrimah
Bashrah
Al-Hasan Ibnu Sirin Abu Qilabah Qatadah
Kufah
‘Alqamah, Ibrahim Masruq ‘Abidah Syuraih

Imam Yg 4
Abu Hanifah (80 - 150H)
Malik (93 - 179H)
Asy-Syafi’i (150 - 204H)
Ahmad (164 - 241H)

Kesinambungan Kerangka Fikih Para Sahabat
Madinah Mekkah Iraq
Zayd (w.45H)
Ibnu ‘Umar
(w.73H)
Ibnu ‘Abbas
(w. 68H)
Ibnu Mas’ud
(w. 32H)
‘Amr bin Dinar
(w. 126H)
Nafi’
(w. 126H)
Salim
(w. 126H)
‘Alqamah
(w. 126H)
Az-Zuhri
(w. 124H)
Ibnu ‘Uyainah
(w. 198H)
Ibrahim
(w. 96H)
Hammad
(w. 120H)
Malik
(w. 179H)
Asy-Syafi’i
(w. 204H)
Abu Hanifah
(w. 204H)
Muhammad bin al-
Hasan (w. 189H)
Ahmad
(w. 241H)

Di antara Imam Madzhab Yang Sudah Sirna
Al-Hasan Al-Bashri
(w.110H)
Sufyan Ats-Tsaury
(w.161)
Al-Auza’i
(w.157H)
Al-Laits bin Sa’ad
(w.175H)
Sufyan ibnu
‘Uyainah (w.198H)
Ishaq bin Rahawaih
(w.238)
Abu Tsaur
(w.246H)
Ibnu Jarir Ath-
Thabari (w.310)

Abu Hanifah
Nama dan Nasab
Sejarah Singkat
Ibadah & Taqwa
Keilmuan
An-Nu’man bin Tsabit. Nasabnya diperselisihkan. Ada yang
mengatakan “Orang Persia”, ada juga yang bilang “Orang Arab”
80H - 150H. Bertemu Anas bin Malik.
Pernah khatam al-Qur’an dalam satu raka’at
Berkata Abu Ashim an-Nabil: “Abu Hanifah dijuluki dengan ‘Tiang’
karena banyak shalatnya”
Ada yang berkata kepada Abu Hanifah: “Bertakwalah kamu
kepada Allah”. Beliau pun bergetar, mukanya menguning
kemudian membalas: “JazaakAllaah khayra”, betapa butuhnya
aku atas nasehat ini di setiap waktu
Ada yang bertanya ke Malik: “Pernah bertemu Abu Hanifah?”
Malik menjawab: “Pernah. Beliau seseorang yang seandainya
berkata bahwa ini terbuat dari emas padahal ternyata terbuat
dari batu, orang akan percaya. Dikarenakan kuat hujjahnya”
Berkata Ibnul Mubarak: “Abu Hanifah itu manusia paling faqih”
Berkata asy-Syafi’i: “Manusia berhutang budi dalam fikih kepada
Abu Hanifah”

Sejarah
madzhab
Hanafiyyah dan
para
punggawanya
Fase
pertumbuhan dan
perkembangan
Fase perluasan
dan penyebaran
Fase pembakuan
Abu Hanifah
Al-Qadhi Abu Yusuf
Muhammad bin al-Hasan
Zufar bin al-Hudzail
Al-Hasan bin Ziyad
Ath-Thahawi
As-Sarakhsi
Al-Kasani
Al-Karkhi
Al-Quduri
Al-Mirghinani
An-Nasafi
Ibnu Nujaim
Ibnu ‘Abidin
Al-Ashl
Muktashar ath-Thahawi
Al-Mabsuth
Bada’i ash-Shana’i
Muktashar al-Karkhi
Muktashar al-Quduri
Bidayah al-Mubtadi
Kanz ad-Daqaiq
Al-Bahr ar-Ra’iq
Radd al-Mukhtar

Malik
Nama dan Nasab
Sejarah Singkat
Ibadah & Taqwa
Keilmuan
Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir al-Ashbahi. Setelah ini,
nasabnya diperselisihkan, walaupun sepakat bahwa sukunya dari
Bani Qahthan
93H - 179H. Wafat dengan kalimat syahadat, kemudian berkata
“Allaah lah sebelum dan sesudah setiap perkara”
Ditanyakan kepada adik perempuannya Malik: “Apa kesibukan
Malik di rumah?”. Dijawab: “Membaca al-Qur’an”
Berkata Ibnu Wahb: “Seandainya aku mau membuat sebuah buku
catatan yang berisikan jawaban Malik ‘Aku tidak tahu’, maka akan
aku lakukan”
Berkata ibnu Mahdy: “Belum pernah aku melihat orang yang lebih
cerdas dan lebih bertakwa dari Malik”
hadits: “Manusia mengencangkan untanya untuk menuntut ilmu.
Mereka tidak akan mendapatkan seorang yang lebih berilmu
daripada seorang ‘alim di Madinah.” Berkata Ibnu ‘Uyainah: Orang
itu adalah Malik.
Menjadi ahli fatwa dan mengajar di usia 21, bersamaan dengan
ucapannya “tidaklah aku berfatwa sampai 70 orang bersaksi
bahwa aku pantas untuk hal itu”
Berkata asy-Syafi’i: “Jika disebutkan tentang para ulama, maka
Malik adalah bintangnya”

Sejarah
madzhab
Malikiyyah dan
para
punggawanya
Fase
pertumbuhan dan
perkembangan
(sampai 282H)
Fase penyebaran
Fase pembakuan
Malik
Ibnul Qasim
Asad bin al-Furat
Suhnun
Ibnu Abi Zayd
Al-Qadhi ‘Abdul-Wahhab
Ibnu ‘Abdil-Barr
Al-Baji
Ibnu Rusyd
Al-Qadhi ‘Iyadh
Ibnul Hajib
Al-Qarrafi
Khalil
Al-Mudawwanah
Ar-Risalah
At-Talqin
Al-Kafi
Al-Muntaqa
Al-Muqaddimat
Jami al-Ummahat
Adz-Dzakhirah
Al-Mukhtashar
Mawahib al-Jalil
Ad-Dardir
Ad-Dusuqi
Al-Muwaththa’
Al-Mustambathah
Al-Hathab
Asy-Syarh Al-Kabir
Al-Hasyiah

Asy-Syafi’i
Nama dan Nasab
Sejarah Singkat
Ibadah & Taqwa
Keilmuan
Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, nasabnya bersambung kepada
Nabi via ‘Abdu Manaf
150H (di Gaza) - 204H (di Mesir). Rihlah ke Makkah, Madinah dan
Baghdad
Berkata ar-Rabi’ bin Sulaiman: “Dahulu asy-Syafi’i khatam Qur’an
60 kali di setiap bulan Ramadhan”
Berkata Husain al-Karabisi: “Aku pernah bermalam bersama asy-
Syafi’i. Beliau shalat sepertiga malam. Maka aku melihat beliau
membaca tidak lebih dari 50 atau 100 ayat”
Berkata ar-Rabi’ bin Sulaiman: “Asy-Syafi’i membagi malam
menjadi 3. Yang pertama, untuk belajar. Yang kedua, untuk shalat.
Yang ketiga untuk tidur”
Hafal al-Qur’an di usia 7 dan al-Muwaththa’ di usia 10. Dan
gurunya, yaitu Muslim bin Khalid az-Zanji, memberikan izin untuk
berfatwa di usia 15.
Berkata Ibnu ‘Uyainah: “Asy-Syafi’i adalah sebaik2nya manusia
pada zamannya”
Berkata Ahmad: “Tidaklah satupun menulis, kecuali ada
kontribusi asy-Syafi’i disitu”

Sejarah
madzhab
Syafi’iyyah dan
para
punggawanya
Fase
Pembentukan
Pondasi
Fase
Perkembangan
Fase Pembakuan
Kedua
Asy-Syafi’i
Al-Buwaythi
Ar-Rabi’ al-Muradi
Al-Muzani
Ibnu Suraij
Al-Qafal
Al-Isfarayini
Al-Mawardi
Imamul Haramain
Asy-Syirazi
Al-Ghazali
Ar-Rafi’i
An-Nawawi
Al-Mukhtashar
Al-Kabir asy-Syasyi
Ash-Shaghir al-Marwazi
Al-Hawi
Nihayah al-Mathlab
Al-Wasith
Al-Muharrar
Minhaj ath-Thalibin
Tuhfatul Muhtaj
Ar-Ramli
Al-Umm
Al-Muhadzdzab
Ibnu Hajar al-Haitami
Nihayatul Muhtaj
Al-Mukhtashar
Thariqah
al-Khurasan
Thariqah
al-’Iraq
Fase Pembakuan
Pertama

Ahmad
Nama dan Nasab
Sejarah Singkat
Ibadah & Taqwa
Keilmuan
Ahmad bin Muhammad bin Hambal asy-Syaibani
164H - 241H. Berkata Ibnul Jauzy: “Beliau mengelilingi dunia dua
kali untuk menulis al-Musnad”
Berkata ‘Abdullah bin Ahmad: “Dahulu ayahku shalat setiap
harinya 300 raka’at. Tatkala sudah sakit2an dan semakin lemah,
beliau shalat setiap harinya 150 raka’at”
Berkata Ahmad: “Tidaklah aku menulis sebuah hadits, kecuali
telah aku amalkan, bahkan hadits bahwa Nabi pernah berbekam
dan memberikan Abu Thaybah 1 dinar, maka akupun berbekam
dan memberikan si tukang bekam 1 dinar”
Berkata ar-Rabi’: “Asy-Syafi’i pernah bilang bahwa Ahmad
merupakan imam pada 8 bidang. Imam dalam hadits, fikih,
bahasa, al-Qur’an, kefakiran, kezuhudan, wara’, dan Sunnah”
Berkata ‘Abdullah bin Ahmad: “Abu Zur’ah pernah bilang
kepadaku bahwa ayahku menghafal 1 juta hadits.”
Berkata ‘Abdur-Razzaq: “Tidak pernah aku melihat yang lebih
fakih dan lebih wara’ dari Ahmad ibnu Hambal”
Berkata asy-Syafi’i: “Aku keluar dari Baghdad meninggalkan
seorang yang paling baik, paling berilmu, paling fakih, paling
bertakwa yaitu Ahmad ibnu Hambal”
Berkata asy-Syafi’i: “Yaa Aba Abdillah, ketika sebuah hadits
engkau nilai shahih, beritahukanlah kepada kami agar kami
merujuknya. Engkau lebih berilmu terkait riwayat2 dari kami”

Sejarah
madzhab
Hanabilah dan
para
punggawanya
Fase
Pembentukan
Pondasi (sampai
403H)
Fase Penelitian
Dan Pemilihan
(sampai 885H)
Fase Pembakuan
Al-Imam Ahmad
Para Penanya
Al-Khallal
Ghulam al-Khallal
Al-Khiraqi
Al-Hasan bin Hamid
Al-Qadhi Abu Ya’la
Ibnu Qudamah
Ibnu Taymiyyah (kakeknya)
Ibnu Muflih
Al-Mardawi
Al-Hajjawi
Ibnu an-Najjar
Abu Dawud, Anak2nya, Al-Kausaj
Al-Mukhtashar
Tahdzib al-Ajwibah
Al-Muqni’
Al-Muharrar
Al-Inshaf
Al-Iqna’
Al-Muntaha
Ghayah al-Muntaha
Al-Buhuti
Tidak memaparkan madzhabnya
Al-Furu’
Mar’i al-Karmi
Kasysyaf al-Qina’
Zaad al-Musafir
Al-Jami’
Ar-Riwayatain wal Wajhain
Pondasi: al-Imam Ahmad
Penukilan: Para Penanya
Pengumpulan: Al-Khallal
Kaidah: Ibnu Hamid

Yang Setujui
Dari Perkara
Bermadzhab
Fanatik (ta’ashub) itu tercela: Membangun al-wala
wal-Bara sesuai dengan madzhab fikih
Diterimanya madzhab fikih yang empat. Dan tidak
mengajak untuk mengacuhkannya dan
meninggalkan karya-karyanya
Jika sudah sampai derajat mujtahid, kemudian
menyelisihi pendapat madzhabnya karena
pendapat yang menurutnya lebih kuat, maka orang
ini telah melakukan sesuatu yang lebih baik
Diterimanya bermadzhab berdasarkan makna
menggunakan kerangka fikih dan ushulnya,
bersamaan dengan perhatian kepada dalil dan
mencari yang lebih kuat
Boleh memilih pendapat yang memang lebih
sesuai dengannya setelah melihat kepada dalil dan
pemaparan dari pendapat tersebut

Perspektif
Bermadzhab
WAJIB
Berkata Muhammad al-Amin asy-Syinqithy: “Ulama
ahli ushul periode belakangan dari berbagai macam
madzhab semua satu kata tentang wajibnya
bermadzhab”
BOLEH
Berkata al-Qadhi Iyyadh: “Ada ijma’ bahwa kaum
muslimin itu mengikuti ulama dan belajar madzhab
mereka”
Berkata Ibnu Hubairah mensifati madzhab yang
empat: “Bahwa yang disepakati ummat adalah
bolehnya beramal dengan pendapat-pendapat
mereka”
Berkata Ibnu Firhun: “Telah terbentuk ijma’ atas
bertaklid, ber-ittiba’ dan meneladani mereka serta
mempelajari kitab-kitab mereka juga memperdalami
fikih lewat cara-cara mereka.
DILARANG
Berkata Ibnu Hazm: “Hendaknya diketahui, barang
siapa yang mengambil semua pendapatnya Abu
Hanifah, atau semua pendapatnya Malik, asy-Syafi’i
atau Ahmad, dari siapa saja yang memiliki
kemampuan memilah dalil... bahwa dia telah
menyelisihi ijma’ umat ini”

Keadaan Fikih
Zaman Ini
Dicetaknya buku-buku fikih
Adanya komunitas fikih internasional
Munculnya buku yang mengumpulkan
semua masalah fikih
Munculnya majalah-majalah bertema
fikih
Munculnya situs website bertema fikih
Munculnya wacana “fikih pembaharuan”
Banyaknya permasalahan kontemporer
Jurusan fikih dalam perkuliahan
Mandzhumah At-Ta’awun Al-Islami
Rabithah Al-Alam Al-Islami
Cetakan: Al-Mausu’ah Al-Kuwaitiyyah
Elektronik: Jami’ Al-Fiqh
Makalah-makalah Ilmiyyah

Tak diragukan, bahwa hadits merupakan pondasi utama dalam penetapan hukum syari’at dan fikih menurut
seluruh ulama. Akan tetapi peran ulama dalam menjaga hadits dan penelitiannya bertingkat-tingkat.
Di masa tabi’in, maka madrasah hijaz sangat menonjol dikarenakan banyaknya sahabat yang tinggal disana dan
tersebarnya riwayat-riwayat yang shahih; dari situ kebutuhan kepada qiyas belum banyak.
Mereka tidak menolak qiyas, kecuali ketika ada nash.
Keadaan ini berbeda dengan keadaan di Kufah atau Iraq, dimana hadits saat itu sedikit, begitupun jumlah sahabat
yang tinggal disitu. Periwayat haditspun demikian.
Banyak riwayat-riwayat yang tidak valid, sehingga qiyas diutamakan ketika itu. Dan ini merupakan fikih mereka,
dimana dibangun di atas al-Qur’an dan hadits inti yang memang menurut penilaian mereka shahih.
Maka qiyas dan perluasan pikiran menjadi pondasi dari amalan mereka, sehingga merekapun tercirikan dengan
hal tersebut.
Inilah yang mengantarkan kepada perbedaan ciri antara dua madrasah fikih: madrasah ahli hadits dan madrasah
ahli ra’yi/pikiran/logika --> logika yang shahih
Setelah itu, muncul pula madrasah yang menolak qiyas, yaitu madrasah ahli dzhahir.
Dan tatkala masuk pemikiran Mu’tazilah ke kaum muslimin, muncul lagi madrasah yang mengedepankan akal
dibanding hadits Ahad.

Madrasah
Fikih
Madrasah
Ahli Hadits
Madrasah
Ahli Ra’yi
Madrasah
Ahli Dzhahir (kaum
tekstual)
Madrasah
Ahli Akal
Perhatian yang kuat terhadap hadits dan riwayat
adapun qiyas prioritas nomor dua
Mengedepankan hadits di atas qiyas terlepas hadits
Ahad atau bukan
Perhatian terhadap hadits lebih sedikit dibanding
Ahli Hadits
Perhatian terhadap qiyas kuat
Mengedepankan qiyas atas hadits Ahad
Membataskan perhatian kepada dzhahir nash saja,
menolak pendalilan dengan qiyas dan riwayat
sahabat
Ketika tidak ada nash, maka menggunakan istishhab
Menolak hadits Ahad dan mengecilkan validitasnya
Perhatian kepada perspektif maslahat dan
mengedepankan akal dalam maslahat di atas nash

Dzhahiriyyah Ahli Ra’y
dzhahir nash
istishhab
Qiyas
Diketahui bahwa Ahli
Ra’yi tidak menolak
hadits, akan tetapi
perbedaan dengan Ahli
Hadits pada masalah
hadits ahad dan
prioritas qiyas,
terutama jika ada
kontradiksi antara
keduanya.
Dan perbedaan antara
Ahli Hadits dengan
Dzhahiryyah adalah
tentang teranggapnya
qiyas atau tidak.
Dzhahiriyyah menolak
qiyas dengan tingkat
tertentu di antara
mereka.
Adapaun Ahli Aql,
maka lebih
mengedepankan
mashalahat menurut
akal dibanding nash
Ahli Aql
Ahli Hadits
Qiyas
Hadits Ahad
Hadits Ahad
Qiyas
Nash
Mashlahat akal

Perbedaan
Pendapat Antar
Ulama
Awal mula Sebab Cara bersikap
Zaman
Sahabat
Validitas
Dalil
Pemahaman
Dalil
Dalil belum
sampai
Penentuan
kevalidan riwayat
Penentuan jenis
kevalidan dalil
Dalil yang
kontradiktif
Pendalilan
berbeda dari
susunan kata
Konteks terkait
pendalilan
Tidak menjadikan
sebab
permusuhan dan
perpecahan
Udzur dalam
permasalahan
ijtihad
Kebenaran itu
satu
Tags