PEMERIKSAAN KADAR MIKROALBUMIN URINE.pdf

niniekyusdia 153 views 11 slides Nov 07, 2024
Slide 1
Slide 1 of 11
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11

About This Presentation

pemeriksaan mikroalbumin urin


Slide Content

PEMERIKSAAN KADAR MIKROALBUMIN URINE
MENGGUNAKAN ALAT WONDFO POCT ANALYZER
DI KLINIK BUDI SEHAT SRAGEN





LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
LABORATORIUM KLINIK BUDI SEHAT SRAGEN
KABUPATEN SRAGEN

PERIODE
31 MEI – 17 JULI 2021

OLEH:
REZKY ISNA FADILLA
NIM 1181093



PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI LABORATOIU M MEDIS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL
SUKOHARJO
2021

2

BAB II
TINJAUAN PROSEDUR

A. Ilustrasi Prosedur
Proteinuria adalah manifestasi paling umum dari penyakit ginjal. Definisi
proteinuria menurut National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney
Disease (NIDDK) adalah sebuah keadaan dimana terdapat komponen protein
dalam kandungan urine. Albumin adalah komponen protein dalam darah yang
sering ditemui. Albumin akan meningkat sejalan dengan meningkatnya
kerusakan pada pembuluh darah baik ginnjal maupun jantung. Albuminuria
tidak hanya menunjukkan bahwa terdapat tanda kerusakan pada ginjal, tapi
juga berpartisipasi dalam perkembangan penyakit ginjal (Sardi dan Pusparini,
2019).
Rapid test mikroalbumin wondfo adalah immunoassay fluoresensi yang
digunakan bersama system FIA Wondfo (Nomor model FS-112/FS-113/FS-
205) untuk penentuan kuantitatid mikroalbumin urine (MAU) dalam urine
manusia. Pemeriksaan ini digunakan sebagai bantuan untuk diagnose
kerusakan ginjal. Rentang hasil dalam pemeriksaan ini adalah 5 – 300 mg/L.
Pemeriksaan ini mempunyai prinsip: rapid test mikroalbumin wondfo
didasarkan pada uji immunofluoresensi. Rapid test mikroalbumin wondfo
menggunakan metode deteksi imun sandwich. Ketika sampel ditambahkan ke
dalam sumuran sampel test cartridge, antibody mikroalbumin detector yang
berlabel fluoresensi pada pad sampel mengikat antigen mikroalbumin dalam
sampel urin, lalu membentuk kompleks imun. Saat kompleks berpindah
merambat pada matriks nitroselulosa strip test, kompleks antibody detector
mikroalbumin ditangkap ke antibody mikroalbumin yang telah dimobilisasi.
Jadi semakin banyak antigen mikroalbumin dalam sampel urin, semakin
banyak pula kompleks yang terakumulasi pada strip test. Intensitas sinyal
fluoresensi antibody detector yang ditangkap mencerminkan mikoralbumin.

B. Uraian Prosedur
Pemeriksaan laboratorium sangat penting untuk menegakkan diagnose
penyakit, agar pemeriksaan laboratorium akurat dan dapat dipercaya harus
dilakukan pengendalian terhadap faktor-faktor mulai dari tahap pra-analitik,
analitik, maupun post analitik. Tahap pra analitik mekiputi persiapan pasien,
identifikasi pasien, penanganan, persiapan alat dan bahan, dan pengambilan
sampel. Tahap analitik meliputi identifikasi sampel, pengelolaan sampel, dan
interpretasi hasil. Kemudian tahap post analitik meliputi pencatatan hasil dan
pelaporan.

3

Berikut merupakan factor pra analitik, analitik, dan post analitik yang
perlu diperhatiksan dalam melakukan pemeriksaan mikroalbumin urine
menggunakan alat Wondfo POCT Analyzer:
1. Pra Analitik
Pasien yang sudah terdaftar, perlu dilakukan cross check identitas
pasien menggunakan minimal tiga data, yaitu nama, nomor rekam medis,
dan alamat pasien, setelah itu petugas menyerahkan pot urine yang sudah
diberi barcode identitas pasien. Pada pemeriksaan ini tidak diperlukan
puasa, tetapi jika pasien melakukan pemeriksaan kimia darah dalam waktu
yang bersamaan maka harus tetap berpuasa.
Sampel yang akan digunakan untuk pemeriksaan mikroalbumin
kuantitatif adalah sampel urine. Terdapat beberapa jenis sampel urine,
antara lain:
a. Urine pagi : memiliki konsentrasi yang paling pekat.
b. Urine sewaktu : dapat diambil kapan saja, dapat digunakan untuk
pemeriksaan screening terhadap zat yang merupakan indicator infeksi
ginjal.
c. Urine 24 jam : sampel urine ditampung dalam botol berkapasitas 2
liter, urine yang ditampung merupakan urine kedua setelah bangun
pagi.
d. Urine midstream : urine pancaran tengah, ditampung kira-kira 20 ml.
e. Urine terminal : urine yang ditampung merupakan porsi terakhir.
f. Urine kateter : dilakukan oleh dokter atau perawat, biasanya untuk uji
bakteriologis tertentu. (Mahode, 2011)

Dari penjelasan diatas, maka sampel urine sewaktu bisa digunakan
untuk pemeriksaan mikroalbumin kuantitatif. Hal-hal yang harus
diperhatikan untuk pengambilan sampel urine atara lain:
a. Pasien sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
mempengaruhi pemeriksaan.
b. Pasien sedang tidak menstruasi.
c. Pasien yang menderita gangguan pada fungsi system urinaria
pengambilan sampel dilakukan dengan bantuan kateter.
Prosedur pengambilan sampel urine:
a. Membersihkan area kemaluan dengan tisu kering.
b. Membuka tutup pot urine.
c. Menampung aliran urine ke pot urine.
d. Buang sisa aliran urine ke toilet jika sampel sudah mencukupi.
e. Tutup rapat pot yang sudah berisi sampel agar tidak tumpah.
f. Bersihkan bagian luar pot menggunakan tisu kering.

4

g. Cuci tangan setelah melakukan pengambilan sampel.
h. Serahkan ke petugas laboratorium.
Jika sampel tidak dapat diperiksa langsung, dapat disimpan pada
suhu 2 - 8°C sampai 48 jam. Untuk penyimpanan jangka panjang harus
disimpan pada suhu -20°C, sebelum dilakukan pemeriksaan sampel harus
diletakkan pada suhu kamar dan dipastikan benar-benar mencair dan
dihomogenkan. Sampel tidak boleh dibekukan ulang.

2. Analitik
Pemeriksaan harus dilakukan pada suhu kamar.
a. Cara menyalakan alat
1) Pastikan kabel sudah tercolok pada stop kontak.
2) Tekan tombol “ON”
3) Tunggu beberapa menit hingga alat siap di-running.
b. Cara Quality Control reagen
1) Pada menu utama, tekan “TEST”
2) Lalu tekan “QC”
3) Masukkan cartridge reagen control low, middle, dan high, secara
bergantian.
4) Kemudian baca hasil dan jika hasil masuk dalam range maka reagen
bisa digunakan.
c. Cara pembacaan sampel
 Langkah 1 : Persiapan
Sebelum pemeriksaan aktifkan “USE” di pengaturan, lalu simpan.
Pastikan nomor lot test cartridge sama dengan ID Chip. Kemudian
masukkan ID Chip ke system FIA Wondfo.
 Langkah 2 : pemipetan
Pipet sampel sebanyak 75 µl menggunakan micro pipette. Masukkan
ke dalam sumuran/lubang pada test cartridge.
 Langkah 3 : pengujian
Terdapat 2 macam tes yang dapat dilakukan
1) Standard test mode : masukkan test cartridge ke slot Wondfo
tepat setelah menambahkan sampel ke sumuran/lubang
cartridge. Kemudian tekan “TEST” untuk melakukan
pemeriksaan.
2) Quick test mode : atur timer dan hitung mundur tepat setelah
menambahkan sampel ke sumuran/lubang cartridge dan
biarkan selama 3 menit pada suhu kamar. Setelah itu
masukkan cartridge ke slot Wondfo. Masukkan ID pasien,
kemudian tekan “TEST” untuk dilakukan pembacaan sampel.
Hasil akan ditampilkan pada layar, tekan “PRINT” untuk
mencetaknya.

5

3. Post Analitik
a. Pembuangan limbah
Sampel urine, cartridge bekas, dan yellow tip yang sudah digunakan
dibuang pada limbah infeksius dan tidak boleh dipakai berulang.
b. Interpretasi hasil
System Wondfo FIA menghitung hasil tes mikroalbumin kuantitatif
secara otomatis dan konsentrasi yang ditampilkan di layar dalam
bentuk XXX.X mg/L. Nilai normalnya adalah <20 mg/L.
c. Input hasil
Karena alat Wondfo tidak bisa tersambung ke Laboratory Information
System (LIS) maka hasil yang sudah dicetak diinput secara manual ke
LIS sesuai dengan ID pasien.

C. Identifikasi Masalah
Wondfo POCT Analyzer melakukan prosedur pemeriksaan dengan semi-
automatis. Karena alat ini tidak mampu memipet sampel, namun bisa
melakukan pembacaan sendiri. Prosedurnya pun tidak rumit, karena hanya
memerlukan test cartridge untuk mikroalbumin, sampel, dan mikropipet. Hal
ini memberikan keuntungan pada tahap analitik, karena pemeriksaan dapat
dilakukan dengan cepat dan mudah. Namun ada yang beberapa hal yang perlu
diperhatikan seperti penyimpanan sampel ketika belum bisa dilakukan
pemeriksaan sehingga harus memastikan sampel tetap dalam kondisi yang
baik. QC reagen juga harus dilakukan dengan tepat, apabila hasil yang keluar
diluar range yang sudah ditentukan, maka QC harus diulang.

D. Pembatasan Masalah
Masalah yang dibahas dalam laporan ini mengenai pemeriksaan
mikroalbumin kuantitatif menggunakan alat Wondfo POCT Analyzer.

E. Rumusan Masalah
Apakah pemeriksaan mikroalbumin kuantitatif dengan alat Wondfo
POCT Analyzer efektif dan dapat membantu meningatkan pelayanan
laboratorium?

6

BAB III
ANALISIS PEMERIKSAAN MIKROALBUMIN URINE
MENGGUNAKAN WONDFO POCT ANALYZER

A. Tinjauan teori
Istilah proteinuria dan albuminuria sering disamakan dalam literatur
medis, karena pada umumnya protein urin yang paling banyak pada
pasien dengan penyakit ginjal adalah albumin. Pada orang dewasa dalam
keadaan normal mengekskresikan kurang dari 150 sampai 200 mg/d
protein dalam urin. Sebagian kecil dari protein ini adalah albumin.
Ekskresi Albumin dalam kisaran 30 sampai 300 mg/d disebut sebagai
mikroalbuminuria. (Sardi dan Pusparini, 2019).
Mikroalbuminuria adalah peningkatan ekskresi albumin dalam urin yang
lebih besar dari batas atas nilai normal, tetapi masih lebih rendah dari
albuminuria klinis. Ekskresi albumin normal bervariasi antara 1-22 mg/hari,
Variasi harian berkisar antara 31-52% yang dipengaruhi oleh sikap tubuh,
latihan dan tekanan darah. Ada dua faktor utama terjadinya mikroalbuminuria,
yaitu faktor hemodinamik (tekanan hidrostatik glomerulus) dan non-
hemodinamik (permeabilitas membran basalis glomerulus). Tekanan
hidrostatis glomerulus diatur oleh kontraksi arteriol afferent (yang lebih
dipengaruhi Atrial Natriuretik Peptide dan Calcium Channel Blocker) dan
arteriol efferent (yang lebih dipengaruhi angiotensin II). Sebagai respon
hemostasis normal, naiknya tekanan darah sitemik akan terjadi peningkatan
resistensi vaskuler ginjal, penurunan aliran darah ginjal, lanjut filtrasi
glomerulus (LFG) yang normal dan meningkatnya fraksi filtrasi. LFG yang
normal dapat dipertahankan oleh mekanisme auto regulasi dengan cara
meningkatkan resistensi dan konstriksi arteriol afferent, membuat tekanan
tekanan darah sistemik secara langsung mempengaruhi glomerulus sehingga
akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik glomerulus yang akan
menimbulkan kerusakan pada ginjal dan memudahkan terjadi ekskresi protein
dan glomerulosklerosis. Patofisiologi glomerulosklerosis tidak terlepas dari
kelainan endotel pembuluh darah seperti aterosklerosis dimana faktor resiko
seperti usia tua, laki-laki, hipertensi, diabetes melitus, merokok, peningkatan
LDL kolesterol, penurunan HDL kolesterol, aktifitas, stress, menopouse dan
riwayat keluarga sangat berperan terhadap resiko penyakit kardiovaskuler.
(Agustiningsih, 2016)
Selain itu, hipertensi juga merupakan penyebab tersering penakit ginjal
atau End Stage Renal Disease (ESRD). Kendali hipertensi yang buruk melalui
beberapa mekanisme seperti disfungsi endotel akan menyebabkan penuruan
fungsi ginjal yang linear. Sehingga populasi hipertensi dianggap sebagai

7

populasi Chronic Kidney Disease (CKD). Hipertensi dalam perjalanannya
teruatama pasien dengan control yang buruk menimbulkan proteinuria,
sehingga proteinuria dijadikan tolak ukur perburukan penyakit ginjal akibat
hipertensi. (Berlan dkk, 2020)

B. Analisis SWOT
Berdasarkan hasil pengamatan di Laboratorium Klinik Budi Sehat
Sragen, penulis akan melakukan analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, Threat) terhadap pemeriksaan mikroalbumin urine secara
kuantitatif menggunakan alat Wondfo POCT Analyzer.
1. Strength (kekuatan)
Pemeriksaan mikroalbumin urine dengan alat Wondfo POCT
Analyzer memiliki beberapa kelebihan seperti, prosedur pemeriksaan yang
mudah dan pembacaan hasil yang cepat, Alat mampu menyimpan history
pemeriksaan, ketika hasil print out hilang atau tulisan tidak terbaca maka
masih bisa dilihat di alat dan dicetak ulang. Selain itu alatnya berukuran
kecil, sehingga tidak memakan tempat.
2. Weakness (kelemahan)
Kelemahan alat tersebut belum dapat tersambung ke LIS, sehingga
kemungkinan bisa terjadi human error saat input hasil entah mengenai
hasil pemeriksaan atau ID pasien. Test cartridge yang digunakan import
dari luar negri, kemungkinan terjadi kekosongan stok karena proses
pengiriman lama yang mengakibatkan sampel menumpuk karena belum
dapat dilakukan pemeriksaan.
3. Opportunity (peluang)
Wondfo POCT Analyzer memiliki peluang untuk digunakan dalam
beberapa parameter pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan yang mudah dan
pembacaan hasil yang cepat, sehingga tidak membutuhkan waktu lama dan
dapat melakukan pemeriksaan dengan jumlah sampel yang banyak.
Pemipetan manual, tetapi menggunakan mikropipet satu ukuran (75 µl)
sehingga lebih akurat. Alat mampu menyimpan history pemeriksaan, ketika
hasil print out hilang atau tulisan tidak terbaca maka masih bisa dilihat di
alat dan dicetak ulang. Selain itu alatnya berukuran kecil, sehingga tidak
memakan tempat.
4. Threat (ancaman)
Jika dilihat dari kelemahannya, alat tersebut membutuhkan
ketelitian lebih dari seorang Ahli Teknologi Laboratorium Medis (ATLM)
untuk memastikan sampel yang digunakan dalam kondisi yang layak.
Selain memastikan sampel, dibutuhkan ketelitian pula saat input hasil
pemeriksaan ke LIS.

8

C. Pembahasan
Hasil pemeriksaan laboratorium yang bermutu harus memiliki ketepatan
dan ketelitian yang tinggi. Karena pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk
membantu dalam menegakkan diagnose suatu penyakit. Seluruh metode dan
prosedur operasional harus terpadu mulai dari pra analitik, analitik, dan post
analitik.
Pemeriksaan ini mempunyai prinsip: rapid test mikroalbumin wondfo
didasarkan pada uji immunofluoresensi. Rapid test mikroalbumin wondfo
menggunakan metode deteksi imun sandwich. Ketika sampel ditambahkan ke
dalam sumuran sampel test cartridge, antibody mikroalbumin detector yang
berlabel fluoresensi pada pad sampel mengikat antigen mikroalbumin dalam
sampel urin, lalu membentuk kompleks imun. Saat kompleks berpindah
merambat pada matriks nitroselulosa strip test, kompleks antibody detector
mikroalbumin ditangkap ke antibody mikroalbumin yang telah dimobilisasi.
Jadi semakin banyak antigen mikroalbumin dalam sampel urin, semakin
banyak pula kompleks yang terakumulasi pada strip test. Intensitas sinyal
fluoresensi antibody detector yang ditangkap mencerminkan mikoralbumin.
Terdapat beberapa factor pengganggu dalam pemeriksaan ini, seperti:
1. Albumin manusia >110 mg/L
2. Bilirubin >6 mg/L
3. Hemoglobin >10 mg/L
4. Kreatinin >4 mg/L
Selain beberapa pengganggu tersebut, terdapat juga beberapa factor yang
mempengaruhi hasil pemeriksaan
1. Pre analitik
a. Persiapan pasien
Sebelum pengambilan sampel pasien dipastikan bahwa tidak sedang
mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kadar mikroalbumin.
b. Persiapan alat dan strip test
Alat harus dipastikan siap untuk melakukan pemeriksaan, control dan
kalibrasi yang tidak sesuai akan mengakibatkan kesalahan teknis.
Begitu juga masalah strip test, diperhatikan tanggal kadaluarsa, dan
memastikan kemasan tidak terbuka.
2. Analitik
Dalam pemeriksaan apapun, tahap analitik sangat penting. Beberapa
hal yang harus diperhatikan:
a. Input data pasien
Salah memasukkan ID pasien merupakan suatu kesalahan fatal. Karena
bisa mengakibatkan salah diagnose pada pasien.
b. Pemeriksaan

9

Sampel dikerjakan harus sesuai kit insert yang terlampir pada strip test.
Selain itu ketepatn waktu inkubasi juga sangat penting.
3. Post analitik
a. Pada tahap ini juga diperlukan ketelitian yang tinggi karena menginput
hasil secara manual pada LIS.
b. Hasil Rapid Test Mikroalbumin Wondfo harus dievaluasi dengan data
klinis dan laboratorium yang tersedia.
c. Hasil positif palsu meliputi reaksi silang dengan beberapa komponen
serum dari individu ke antibodi; dan adhesi non-spesifik dari beberapa
komponen dalam urin manusia yang memiliki epitop serupa untuk
menangkap dan mendeteksi antibodi.
d. Hasil negatif palsu, faktor yang paling umum adalah: antigen tidak
responsif terhadap antibodi karena komponen tertentu yang tidak
diketahui menutupi epitopnya, sehingga antigen tidak dapat dilihat
oleh antibody.

10

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pemeriksaan mikroalbumin kuantitatif dengan alat Wondfo POCT
Analyzer efektif dalam menentukan mikroalbumin dalam sampel urine pasien.
Hal tersebut dapat dilihat dari analisis SWOT yang menunjukkan pemeriksaan
mikroalbumin dapat dilakukan dnegan cepat, tepat, dan mudah. Meskipun
terdapat kemungkinan kecil kesalahan karena human error.

B. Saran
1. Memperhatikan penyimpanan sampel.
2. Memperhatikan factor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan.
3. Mengevaluasi hasil yang meragukan dengan melihat riwayat pemeriksaan
atau melihat klinis pasien.

11

DAFTAR PUSTAKA

Agustiningsih, Lutvia Dwi. 2016. Deteksi Dini Nefropati Pada Diabetes Mellitus
Tipe 2. Karya Tulis Ilmiah Program Studi DIII Analis Keehatan. Jombang :
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Media.
Berlan Chandra, Septriati Hening, Yunita Siokh, Jefren Bulan, dan Widhyanti
Adhy. 2020. Prevalensi Proteinuria dengan Pemeriksaan Dipstik Urin pada
Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Daerah Terpencil Kabupaten
Rote Ando. Cendana Medical Journal. Vol 20 No 2 : 235 – 243.
Mahode, Albertus Agung. 2011. Pedoman Teknik Dasar Untuk Laboratorium
Kesehatan Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sardi, Kamia Puspita dan Pusparini. 2019. Hubungan Antara Hipertensi dengan
Albuminuria pada Usia 40 – 70 tahun. Jurnal Biomedika dan Kesehatan. Vol
2 No 1 : 3 – 9.