Penugasan Hadis Tematis 1 penjelasan hadis.docx

AhmadWahyudiHafid1 0 views 7 slides Sep 29, 2025
Slide 1
Slide 1 of 7
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7

About This Presentation

Hadis


Slide Content

Penugasan Hadis Tematis 1
Nama: Abdurrahman Assidiq
Bab:
Rawi Terjemah Hadis No
(HR. Ibnu
Majah)
Artinya: Dari Abdullah bin Amr r.a., Rasulullah ﷺ melewati Sa’d
ketika ia sedang berwudhu, lalu beliau bersabda: “Janganlah
berlebih-lebihan, wahai Sa’d!” Sa’d bertanya: “Apakah dalam
wudhu ada israf (pemborosan)?” Beliau menjawab: “Ya, sekalipun
engkau berada di sungai yang mengalir.”

ُفَرَّسلا اَذَه اَم :َلاَقَف
ُ
أَّضَوَتَي َوُهَو ٍدْعَسِب ُّيِبَّنلا َّرَم :َلاَق اَمُهْنَع ُللها َي ِضَر وٍرْمَع ِنْب ِللَّها ِدْبَع ْنَعﷺ
ٍ
راَج ٍرَهَن ىَلَع َتْنُك ْنِإَو ،ْمَعَن :َلاَق ؟ٌفاَرْسِإ ِءوُضُوْلا يِف
َ
أ :َلاَق ؟ُدْعَس اَي
(هجام نبا هاور)
1
(HR.
Muslim)
Artinya: Dari Jabir r.a., Rasulullah ﷺ melarang buang air kecil di
air yang tenang.
ِدِكا
َّرلا ِءاَمْلا يِف َلاَبُي ْن
َ
أ ِللَّها ُلوُسَر ىَهَن :َلاَق ٍرِباَج ْنَعﷺ
(ملسم هاور)
2
HR.
Bukhari &
Muslim)
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah ﷺ bersabda:
“Janganlah salah seorang dari kalian mandi di air yang tergenang
sementara ia dalam keadaan junub.”
ٌ
بُنُج َوُهَو
ِ
مِئاَّدلا ِءاَمْلا يِف ْمُكُدَح
َ
أ ْل ِسَتْغَي لَا :َلاَق ِللَّها َلوُسَر َّن
َ
أ َةَرْيَرُه يِب
َ
أ ْنَعﷺ
(ملسمو يراخبلا هاور
3
(HR.
Bukhari &
Muslim)
Artinya: Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah salah seorang dari
kalian buang air kecil di air yang tidak mengalir, lalu mandi di
dalamnya.”
ِهيِف
ُل ِسَتْغَي َّمُث يِرْجَي لَا يِذَّلا
ِ
مِئاَّدلا ِءاَمْلا يِف ْمُكُدَح
َ
أ َّنَلوُبَي لَا : ِللَّها ُلوُسَر َلاَقﷺ
(ملسمو يراخبلا هاور)
4
(HR. Abu
Dawud)
Artinya: Dari Mu’adz bin Jabal r.a., Rasulullah ﷺ bersabda:
“Hindarilah tiga hal yang mendatangkan laknat: buang hajat di
tempat sumber air, di tempat berteduh, dan di tengah jalan.”

ِّل ِظَو ،ِدِراَوَمْلا يِف َزاَرَبْلا :َثلَاَّثلا َنِعلَاَمْلا اوُقَّتا : ِللَّها ُلوُسَر َلاَق :َلاَق ٍلَبَج ِنْب ِذاَعُم ْنَعﷺ
ِ
قيِر
َّ
طلا ِةَعِراَقَو ،ِقيِر
َّ
طلا
5

Allah Ta’ala berfirman: “Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu
yang hidup.”
ٍّ
يَح ٍءْيَش َّلُك ِءاَمْلا َنِم اَنْلَعَجَو :ىَلاَعَت َلاَق
(
6
(HR.
Bukhari)
Artinya: Rasulullah ﷺ bersabda: “Janganlah seseorang melarang
orang lain memanfaatkan sisa airnya sehingga menghalangi orang
lain dari mendapatkan rumput (makanan ternak).”
َ
لَأَكْلا ِهِب َعَنْمَيِل ِءاَمْلا َلْضَف ْعَنْمَي لَا : ِللَّها ُلوُسَر َلاَق :َلاَق ُهْنَع ُللها َي ِضَر َةَرْيَرُه يِب
َ
أ ْنَعﷺ
7
(HR. Abu
Dawud)
Artinya: Rasulullah ﷺ bersabda: “Kaum muslimin berserikat
dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api.”
ِ
راَّنلاَو ،ِءاَمْلاَو ،
ِ
لَإَكْلا يِف : ٍثلَاَث يِف ُءاَكَرُش َنوُمِلْسُملا : ِللَّها ُلوُسَر َلاَقﷺ
8
HR.
Muslim)
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah melaknat
orang yang merusak batas-batas tanah.”
ِ
ضْر
َلْأ
ا َموُخُت َرَّيَغ ْنَم ُللَّها َنَعَل : ِللَّها ُلوُسَر َلاَق :َلاَق َةَرْيَرُه يِب
َ
أ ْنَعﷺ
9
HR.
Bukhari &
Muslim
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah ﷺ bersabda: “Pada
setiap yang bernyawa basah (diberi minum) ada pahala.”
ٌ
رْج
َ
أ ٍةَب
ْ
طَر ٍدِبَك ِّلُك يِف : ِللَّها ُلوُسَر َلاَق :َلاَق َةَرْيَرُه يِب
َ
أ ْنَعﷺ
10
Outline
No Sub-Judul Nomor Hadis
1Air sebagai sumber kehidupan 3, 5, 6,
2Penggunaan air 9, 10, 3
3Menjaga air 2,5,7,8

4
Penjelasan
1. Dalam hadis ini menjelaskan tentang pemborosan, yg di mna pemborosan adalah hal yg tidak baik di lakukan walaupun dalam keadaan yg melimpah.
Hadis ini menegaskan bahwa isrâf (pemborosan) dilarang, bahkan ketika sedang melakukan ibadah seperti wudhu. Rasulullah ﷺ mencontohkan wudhu
dengan sangat hemat air: dalam beberapa riwayat, beliau hanya memakai sekitar satu mud (± 600–700 ml) air untuk wudhu. Kalimat “sekalipun engkau
berada di sungai yang mengalir” menunjukkan bahwa ketersediaan air yang banyak tidak menjadi alasan untuk boros. Islam mengajarkan keseimbangan
dan tidak berlebih-lebihan dalam segala hal.

Hadis ini bukan hanya tentang wudhu, tapi juga mengandung prinsip etika: jangan merusak atau menyia-nyiakan nikmat Allah, termasuk air. Ini
sesuai dengan ayat Al-Qur’an : “Sesungguhnya orang-orang yang boros itu adalah saudara-saudara setan.” (QS. Al-Isrâ’: 27).
Gunakan air secukupnya untuk bersuci, mandi, mencuci, dll. Hemat air adalah bagian dari syukur dan kepedulian terhadap kelestarian alam. Hadis ini
mengajarkan keseimbangan (tawazun) dalam ibadah dan kehidupan. Islam menolak isrâf walaupun pada sesuatu yang baik atau tersedia melimpah, karena
setiap nikmat adalah amanah yang harus dijaga.
2. Air yang diam (al-mâ’ al-râkid) mudah tercemar karena tidak mengalir. Jika terkena najis seperti urine, maka bau, rasa, dan warnanya bisa berubah
sehingga tidak layak dipakai bersuci atau diminum. Larangan ini termasuk dalam prinsip menjaga kebersihan dan kesucian air, yang sangat penting dalam
syariat thaharah (bersuci).
Tujuan larangan yaitu air yang tercemar kotoran bisa menjadi sumber penyakit. Menjaga kesucian untuk ibadah: Air adalah alat utama untuk wudhu
dan mandi janabah. Jika najis, ibadah bisa terganggu. Etika sosial & lingkungan: Islam melarang perilaku yang mengganggu orang lain atau merusak
lingkungan. Kedudukan hukum dalam hadis ini adalah ulama menyepakati bahwa buang air kecil di air tenang hukumnya haram bila airnya sedikit dan
menyebabkan najis. Jika airnya banyak (melebihi dua qullah) dan tidak berubah sifatnya, sebagian ulama membolehkan, tetapi tetap dimakruhkan karena
melanggar adab.
Hadis ini juga berkaitan dengan kaidah fiqh "Janganlah membuat mudarat bagi diri sendiri atau orang lain." Larangan ini sejalan dengan prinsip “ لا
رارض لاو ررض” (tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri atau orang lain). Hadis Jabir r.a. menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan kebersihan
dan kelestarian lingkungan. Tidak boleh membuang kotoran, termasuk urine, ke dalam air tenang karena akan merusaknya dan mengganggu orang lain
yang memanfaatkannya.
3. Larangan mandi langsung di air yang tergenang ketika seseorang sedang junub (dalam keadaan wajib mandi besar).Yang
dimaksud air tergenang adalah air yang diam dan tidak mengalir, seperti kolam, sumur, atau danau kecil. Menjaga kesucian air
agar tidak terkena najis atau kotoran yang bisa mengubah sifat air. Menghindari kemungkinan air menjadi media penyebaran
kuman atau penyakit, karena mandi janabah biasanya membersihkan sisa kotoran tubuh. Islam sangat memperhatikan kebersihan
dan kelestarian sumber air, apalagi air yang digunakan untuk bersuci.

Larangan ini menunjukkan makruh bahkan bisa menjadi haram bila menyebabkan air menjadi najis atau tidak bisa dipakai
untuk bersuci lagi. Cara yang dianjurkan bila harus mandi di tempat seperti itu adalah mengambil air dengan gayung atau bejana,
lalu mandi di luar genangan tersebut. Air yang sedikit dan tergenang mudah berubah sifatnya jika terkena sesuatu yang kotor,
sedangkan air yang banyak atau mengalir tidak mudah berubah. Karena itu, Nabi ﷺ melarang mandi langsung di dalam air yang
tenang, tetapi membolehkan mengambil air darinya. Islam mengajarkan etika menjaga kebersihan lingkungan, terutama sumber
air yang digunakan untuk wudhu, mandi, dan minum. Larangan ini bukan hanya untuk mandi janabah, tetapi juga memberi prinsip
umum agar kita tidak mencemari air yang dipakai orang lain
4. Hadis ini melarang seseorang memonopoli air yang ia miliki atau yang ada di tanah lapang, sehingga orang lain tidak bisa mengambil manfaat untuk
ternaknya atau untuk mengairi tanaman yang membutuhkan rumput. “Rumput” di sini maksudnya adalah tanaman liar atau hijau yang tumbuh karena air,
yang dibutuhkan untuk pakan hewan. Islam menekankan prinsip tolong-menolong dalam hal yang bermanfaat, terutama dalam kebutuhan pokok makhluk
hidup seperti air, padang rumput, dan kayu bakar. Air dan padang rumput yang sifatnya umum atau melimpah bukanlah hak milik eksklusif; menutup
aksesnya dapat menyulitkan orang lain dan bertentangan dengan semangat rahmat dalam Islam.
Mayoritas ulama memahami bahwa air yang melimpah dan tidak berada dalam wadah khusus tidak boleh dimonopoli sehingga orang atau hewan tidak
bisa memakainya. Tetapi jika air itu sudah dikumpulkan dalam bejana pribadi atau dimiliki dengan cara yang sah, pemiliknya boleh menggunakannya
sesuai haknya, namun tetap dianjurkan untuk bersikap dermawan
Islam juga mengajarkan agar kita tidak serakah terhadap sumber daya yang dibutuhkan bersama. Air, rumput, dan sumber daya alam lain hendaknya
dijaga kelestariannya agar tetap bermanfaat bagi manusia dan hewan. Tidak boleh seseorang menghalangi pihak lain dari kebutuhan hidup yang mendasar
jika ia sendiri tidak dirugikan secara sah.
5. Tiga hal yang mendatangkan laknat maksudnya tiga perbuatan yang membuat pelakunya mendapatkan doa keburukan dari orang lain atau murka Allah
karena menimbulkan gangguan. Tiga tempat yang dilarang:
1. Tempat sumber air: sumur, mata air, kolam, sungai kecil, atau tempat orang biasa mengambil air bersih.
2. Tempat berteduh: lokasi yang biasa dipakai orang beristirahat dari panas atau hujan, seperti bawah pohon rindang, gazebo, atau tempat teduh umum.
3. Tengah jalan: jalan yang dilalui manusia, hewan, atau kendaraan.
Menjaga kebersihan dan kesehatan: buang hajat di lokasi tersebut akan mencemari lingkungan dan bisa menyebarkan penyakit. Menghindari
gangguan terhadap orang lain: Orang yang hendak mengambil air akan jijik atau terganggu bila airnya tercemar.Mereka yang mencari keteduhan akan
enggan singgah bila ada kotoran. Pejalan kaki atau kendaraan akan terganggu bila jalan kotor.
Menumbuhkan akhlak sosial yang baik: Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga adab terhadap sesama dan lingkungan. Mayoritas ulama
menilai perbuatan ini haram, karena mengandung unsur menyakiti manusia dan merusak fasilitas umum. Jika tidak sampai merusak, minimal dihukumi
makruh tahrim, karena bertentangan dengan adab dan kebersihan. Hadis ini juga menjadi dasar kaidah fiqih: > “Tidak boleh menimbulkan mudarat bagi
diri sendiri atau orang lain.” (رارض لاو ررض لا)
Islam memperhatikan lingkungan hidup jauh sebelum berkembangnya konsep modern tentang sanitasi dan kesehatan. Seorang muslim harus selalu
memperhatikan hak orang lain atas kenyamanan dan kebersihan tempat umum. Menjaga fasilitas umum adalah bagian dari ibadah dan akhlak yang terpuji.

6. Allah memberitakan salah satu tanda kekuasaan-Nya: semua makhluk hidup diciptakan dan keberlangsungannya bergantung pada air. Ayat ini
menunjukkan bahwa air adalah unsur utama kehidupan: tanpa air, tumbuhan, hewan, dan manusia tidak akan dapat hidup.
Ibnu Katsir: maksudnya, “Setiap makhluk hidup berasal dari air; baik secara zat penciptaannya, maupun kelangsungan hidupnya.”
Al-Qurthubi: “Ayat ini umum, mencakup hewan, manusia, tumbuhan — semuanya bergantung pada air untuk hidup. ”Ada yang memahaminya secara
lebih khusus: penciptaan asal makhluk hidup dimulai dari unsur air yang kemudian bercampur dengan tanah atau bahan lain sesuai jenisnya.
Air adalah nikmat besar yang wajib disyukuri dan dijaga kelestariannya. Ketergantungan makhluk pada air mengingatkan manusia akan kelemahan
dirinya dan besarnya rahmat Allah. Ayat ini juga menjadi tanda kebenaran Al-Qur’an, karena sejalan dengan pengetahuan sains modern: sel hidup
sebagian besar tersusun dari air, dan air menjadi medium utama proses biologis. Menjaga kebersihan dan ketersediaan air adalah bagian dari amanah
manusia sebagai khalifah di bumi. Menggunakan air secara hemat dan tidak mencemarinya termasuk ibadah, sesuai ajaran Nabi ﷺ yang melarang israf
(boros) dalam menggunakan air, bahkan ketika wudhu di sungai yang mengalir.
7. Hadis ini melarang seseorang menutup akses orang lain terhadap air yang ia tidak perlukan, sehingga orang itu tidak bisa menyirami atau memberi
minum ternak yang membutuhkan rumput atau tanaman hijau. “Sisa air” yang dimaksud ialah air yang berlimpah atau air yang tersisa setelah kebutuhan
pemiliknya terpenuhi. “Rumput” maksudnya hijauan yang tumbuh karena air itu, yang biasanya menjadi makanan ternak.
Islam menanamkan sikap tolong-menolong dan berbagi sumber daya, terutama dalam kebutuhan hidup yang bersifat umum: air, padang rumput, dan
kayu bakar. Air adalah sumber kehidupan; bila seseorang memonopoli air berlebih, ia bisa mematikan potensi tanaman dan merugikan hewan maupun
manusia lain.
Air yang melimpah dan berada di tempat umum (sungai, danau, mata air) tidak boleh dihalangi orang lain untuk mengambil manfaat darinya. Jika air
sudah dikumpulkan di tempat pribadi (sumur atau kolam milik seseorang), pemiliknya tetap dianjurkan memberi izin orang lain setelah kebutuhannya
tercukupi, selama tidak menimbulkan kerugian nyata. Hadis ini menjadi dasar prinsip: “Sumber daya yang bersifat umum tidak boleh dimonopoli bila
menghalangi hajat hidup orang banyak.
Islam mendorong empati sosial dan melarang sikap egois terhadap fasilitas bersama. Menjaga dan berbagi air adalah bagian dari akhlak seorang
muslim. Hadis ini sejalan dengan kaidah “tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain” (la dharar wa la dhirar).
8. Hadis ini menjelaskan bahwa ada tiga sumber daya dasar yang pada asalnya dimiliki bersama, bukan untuk dimonopoli:
1. Padang rumput (al-kalā’): tempat tumbuhnya rumput atau tanaman liar yang menjadi pakan ternak.
2. Air: baik sumber air alami (mata air, sungai, danau) maupun air hujan yang tidak berada di bawah kepemilikan pribadi.

3. Api: maksudnya sumber energi yang diperlukan orang banyak (pada masa Nabi berupa api/arang untuk memasak dan menghangatkan diri; dalam
konteks modern bisa meliputi bahan bakar umum atau listrik yang sifatnya publik).
Islam menjaga kemaslahatan umum dan menghindarkan umat dari kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar. Sumber daya vital yang tidak dapat
diciptakan ulang oleh manusia dan sifatnya luas atau melimpah sebaiknya dimanfaatkan bersama, bukan menjadi alat penindasan atau monopoli. Hadis ini
tidak berarti semua orang bebas mengambil tanpa aturan.
Beberapa rincian yang dijelaskan para fuqaha: Jika seseorang mengolah atau menguasai sebagian sumber daya tersebut dengan cara yang benar
(misalnya menggali sumur di tanahnya atau mengumpulkan kayu bakar sendiri), maka ia memiliki hak atas usahanya, selama tidak menutup akses
masyarakat terhadap bagian umum. Negara atau penguasa boleh mengatur distribusi dan penggunaannya demi kemaslahatan (misalnya membuat aturan
tentang irigasi, pembagian listrik, atau pengelolaan hutan). Bila persediaan terbatas atau bisa rusak bila diambil sembarangan, maka dibolehkan adanya
regulasi atau biaya pemeliharaan.
Islam menekankan keadilan sosial dalam pemanfaatan sumber daya alam. Hadis ini menjadi dasar prinsip pengelolaan lingkungan dan sumber daya
publik: hak masyarakat harus dilindungi, dan penyalahgunaan (monopoli, pencemaran, perusakan) dilarang. Dalam konteks modern, “air dan api” bisa
meliputi: air bersih, irigasi, energi listrik, gas, minyak, bahkan informasi atau fasilitas publik lain yang menopang kelangsungan hidup.
9. “Melaknat” berarti Allah menjauhkan orang tersebut dari rahmat-Nya karena besarnya dosa yang ia lakukan. “Merusak atau mengubah batas tanah”
maksudnya: Memindahkan patok, batu, atau tanda yang menjadi batas antara dua bidang tanah. Menggeser garis pembatas untuk memperluas milik sendiri
atau mengurangi hak orang lain. Segala bentuk penyerobotan tanah yang telah jelas kepemilikannya.
Islam sangat menjaga hak milik dan kehormatan harta orang lain. Mengubah batas tanah bukan hanya mencuri, tetapi juga menimbulkan permusuhan,
kerusakan sosial, bahkan pertumpahan darah. Menetapkan batas lahan yang jelas menjaga keadilan dan mencegah persengketaan. Perbuatan ini termasuk
dosa besar, karena Nabi ﷺ menyebutkan laknat (kutukan). Dalam fikih, mengubah batas tanah termasuk bentuk ghashb (perampasan hak), yang
mewajibkan pelaku mengembalikan hak yang diambil dan bertaubat. Negara atau hakim berhak memberikan sanksi bagi pelaku penyerobotan tanah untuk
menjaga kemaslahatan.
Islam mengajarkan agar kita menghormati kepemilikan orang lain dan menjaga kejelasan hak atas tanah. Menyerobot tanah sekecil apa pun adalah
dosa besar; dalam riwayat lain Nabi ﷺ bersabda: > “Barang siapa mengambil sejengkal tanah dengan zalim, maka pada hari kiamat akan dikalungkan
kepadanya tujuh lapis bumi.” (HR. al-Bukhari & Muslim). Pencatatan dan batas yang jelas dalam jual beli atau hibah tanah sangat dianjurkan untuk
menghindari sengketa.
10. Kabbid ratbah” (ةبطر دبك) secara harfiah berarti “hati yang basah”, maksudnya setiap makhluk hidup yang masih bernyawa. Hadis ini menegaskan
bahwa memberi manfaat atau kebaikan kepada makhluk hidup — terutama yang sedang membutuhkan air atau makanan — akan mendapatkan pahala,
meskipun makhluk itu bukan manusia. Hadis ini diucapkan Nabi ﷺ setelah menceritakan kisah seseorang yang memberi minum seekor anjing yang
kehausan. Orang itu turun ke sumur, mengambil air dengan sepatunya, lalu memberi minum anjing tersebut. Nabi ﷺ bersabda: “Allah berterima kasih
kepadanya dan mengampuni dosanya.”
(HR. al-Bukhārī & Muslim).
Islam menekankan kasih sayang kepada seluruh makhluk, bukan hanya manusia, tetapi juga hewan bahkan tumbuhan. Memberi minum, memberi
makan, atau menghilangkan penderitaan makhluk hidup adalah bentuk ibadah yang berpahala. Sebaliknya, menyakiti atau menyiksa hewan adalah dosa

besar; dalam hadis lain, seorang wanita diazab karena mengurung kucing hingga mati kelaparan. Memberi makan dan minum hewan peliharaan atau
hewan liar yang kehausan adalah amal saleh. Menjaga kelestarian lingkungan, menyediakan sumber air untuk hewan, atau tidak mencemari sungai dan
danau adalah bagian dari amal kebajikan. Dalam konteks sosial, membantu manusia yang membutuhkan air, makanan, atau perlindungan juga termasuk
dalam keutamaan ini.

.
Tags