PERAN NAKES DAN STAKEHOLDER DALAM MANAJEMEN GADAR MATERNAL.pptx
BidanLindayani
13 views
29 slides
Sep 03, 2025
Slide 1 of 29
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
About This Presentation
Presentasi ini menjelaskan bagaimana peran tenaga kesehatan dalam melaksanakan manajemen kegawatdaruratan maternal
Size: 196.97 KB
Language: none
Added: Sep 03, 2025
Slides: 29 pages
Slide Content
PERAN NAKES DAN STAKEHOLDER DALAM MANAJEMEN GADAR MATERNAL NEONATAL OLEH KOMANG LINDAYANI
REVIEW KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL
PRINSIP UTAMA PENANGANAN GADAR KEBERHASILAN
REGULASI & KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT MANAJEMEN GADAR MATERNAL DAN NEONATAL LANDASAN HUKUM 1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan → Menjamin hak ibu dan bayi memperoleh pelayanan kesehatan yang aman , bermutu , dan terjangkau . 2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 53 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial Regulasi ini mengatur standar pelayanan kesehatan neonatal esensial di fasilitas kesehatan dasar 3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan , dan Masa Sesudah Melahirkan , Pelayanan Kontrasepsi , dan Pelayanan Kesehatan Seksual
KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT KESEHATAN IBU DAN ANAK Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai indikator utama . 2. Strategi Nasional ( Stranas ) Percepatan Penurunan AKI dan AKB Peningkatan kualitas pelayanan maternal-neonatal emergensi . Penguatan sistem rujukan dan jejaring fasilitas kesehatan . Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan .
PROGRAM DAN PEDOMAN TEKNIS
Upaya pencegahan dan Respons Cepat
TANTANGAN IMPLEMENTASI
BAGAN ALUR SISTEM RUJUKAN MATERNAL NEONATAL
KEBIJAKAN IBI DALAM MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN LANDASAN DAN REGULASI PROFESI BIDAN Kode Etik Bidan (IBI, 2007, revisi terbaru 2022) : Bidan wajib memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu , termasuk pada situasi kegawatdaruratan . Standar Profesi Bidan (IBI, 2018) : Salah satu kompetensi utama bidan adalah asuhan kebidanan pada kondisi kegawatdaruratan maternal dan neonatal . Selaras dengan Permenkes No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan → bidan diberi kewenangan melakukan pertolongan pertama pada kasus gawat darurat sebelum rujukan .
KEBIJAKAN IBI DALAM MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN 1. Deteksi dini komplikasi Bidan wajib melakukan skrining dan pemantauan ketat pada kehamilan , persalinan , nifas , dan bayi baru lahir untuk menemukan tanda bahaya lebih awal . 2. Pertolongan pertama dan stabilisasi Memberikan tindakan penyelamatan jiwa dasar (life saving skills), misalnya : Penanganan perdarahan post partum ( uterotonika , kompresi bimanual). Tatalaksana awal eklampsia ( pemberian MgSO ₄). Resusitasi bayi baru lahir (APN/ Asfiksia ). 3. Kewajiban rujukan Bidan wajib merujuk kasus komplikasi yang tidak bisa ditangani ke fasilitas PONED/PONEK sesuai sistem rujukan nasional . 4. Kolaborasi interprofesional Bekerja sama dengan dokter , perawat , tenaga gawat darurat untuk memastikan kesinambungan pelayanan . 5. Pendidikan berkelanjutan (CPD/Continuing Professional Development) IBI mendorong bidan mengikuti pelatihan kegawatdaruratan : BLSO (Basic Life Saving Obstetric) APN ( Asuhan Persalinan Normal) + resusitasi neonatal PONED ( untuk bidan di Puskesmas rawat inap ).
PROGRAM IBI UNTUK MENDUKUNG MANAJEMEN GADAR Kemitraan dengan Kemenkes & donor internasional melalui program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) untuk mempercepat penanganan gawat darurat ibu dan bayi . Workshop dan seminar nasional IBI → penguatan kapasitas bidan dalam manajemen obstetri dan neonatal emergensi . Sertifikasi kompetensi bagi bidan sebagai syarat praktik , termasuk kemampuan menangani kegawatdaruratan .
MENGAPA KOLABORASI PENTING? Kasus kegawatdaruratan maternal–neonatal ( perdarahan postpartum, eklampsia , asfiksia , sepsis, dll .) bersifat time sensitive → harus ditangani cepat dan tepat . Tidak ada satu tenaga kesehatan yang bisa menanganinya sendirian , perlu kerja tim multiprofesional . Kolaborasi mencegah keterlambatan pada 3 fase keterlambatan (three delays model) : Keterlambatan mengenali tanda bahaya . Keterlambatan mencapai fasilitas kesehatan . Keterlambatan mendapatkan pelayanan yang memadai
BENTUK KOLABORASI 1. Antar tenaga kesehatan Bidan : deteksi dini , pertolongan pertama , resusitasi neonatal, stabilisasi awal . Dokter umum & spesialis ( Obgyn , anak , anestesi ) : penanganan definitif . Perawat & tenaga gawat darurat : monitoring, pemberian obat , perawatan intensif . 2. Antar fasilitas pelayanan Puskesmas PONED ↔ RS PONEK. Fasilitas primer ↔ rujukan tingkat lanjut (RS rujukan regional/ nasional ). Memanfaatkan sistem rujukan berjenjang dengan komunikasi efektif ( misalnya menggunakan SPO rujukan , telemedicine, atau hotline rujukan ). 3. Kolaborasi dengan sistem non- medis Keluarga & masyarakat : mendukung pengambilan keputusan cepat . Pemangku kebijakan lokal : penyediaan ambulans desa , dana darurat . Lintas sektor (PMI, aparat desa , BPJS) → memastikan transportasi & pembiayaan rujukan .
PRINSIP KOLABORASI EFEKTIF Komunikasi jelas & cepat ( misalnya teknik SBAR: Situation, Background, Assessment, Recommendation). Koordinasi lintas profesi dengan memahami peran masing-masing. SPO ( Standar Prosedur Operasional ) yang terintegrasi di semua fasilitas . Rujukan dua arah → rumah sakit memberi feedback ke fasilitas pengirim untuk meningkatkan mutu layanan . Latihan simulasi bersama (drill) → meningkatkan kesiapsiagaan tim.
MANFAAT KOLABORASI
RUJUKAN Rujukan adalah proses pengiriman pasien dari fasilitas pelayanan kesehatan yang kemampuan / fasilitasnya terbatas ke fasilitas yang lebih mampu , disertai komunikasi , transportasi , dan tindak lanjut . Pada kegawatdaruratan maternal–neonatal, rujukan harus dilakukan dengan cepat , tepat , dan aman untuk menyelamatkan nyawa ibu dan bayi
TUJUAN RUJUKAN Menjamin pasien mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan . Menurunkan angka kesakitan & kematian ibu-bayi . Meningkatkan efisiensi sistem pelayanan dengan memanfaatkan fasilitas sesuai tingkatannya . Memberikan kelanjutan pelayanan (continuity of care) .
PRINSIP DASAR RUJUKAN Cepat & tepat waktu → kegawatdaruratan tidak boleh ditunda . Aman → pasien distabilisasi dulu sebelum dipindahkan ( misalnya atasi perdarahan , pasang infus , resusitasi awal neonatal). Efektif → memilih fasilitas tujuan yang mampu (PONED → PONEK → RS rujukan ). Komunikasi baik → tenaga pengirim harus berkoordinasi dengan tenaga penerima . Dua arah → RS rujukan memberi umpan balik pada faskes pengirim
SISTEM RUJUKAN MATERNAL NEONATAL DI INDONESIA Faskes primer (Bidan, Puskesmas non-PONED) : deteksi dini , pertolongan pertama . Puskesmas PONED ( Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) : stabilisasi kasus gawat darurat dasar . RS PONEK ( Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif ) : penanganan definitif ( operasi caesar , transfusi darah , ventilasi neonatal). RS rujukan regional/ nasional : menangani kasus kompleks dengan ICU maternal-neonatal.
JENIS RUJUKAN Rujukan Medis : berdasarkan kebutuhan pelayanan ( misalnya preeklamsia berat → RS PONEK). Rujukan Non- Medis : dukungan transportasi , pembiayaan (BPJS, dana desa ), logistik . Rujukan Horizontal: antar fasilitas dengan level sama ( misalnya antar RS PONEK). Rujukan Vertikal : dari fasilitas dengan kemampuan rendah → lebih tinggi .
TANTANGAN RUJUKAN 1. Keterlambatan 3 hal (Three Delays Model): Mengenali tanda bahaya & mengambil keputusan . Mencapai fasilitas kesehatan . Mendapat pelayanan yang memadai . 2. Terbatasnya sarana transportasi ( ambulans ), biaya , atau koordinasi antar fasilitas .
PERSIAPAN RUJUKAN PADA KASUS KEGAWATDARURATAN 1. Stabilisasi Pasien Sebelum Rujukan Ibu (maternal): Pastikan jalan napas, pernapasan , dan sirkulasi (ABC) terjaga . Pasang infus , cairan , atau obat sesuai kondisi ( misalnya oksitosin untuk perdarahan , MgSO ₄ untuk eklampsia ). Kontrol perdarahan ( kompresi bimanual, pemasangan balon tamponade bila tersedia ). Monitor tanda vital ( nadi , tekanan darah , respirasi , suhu ). Bayi (neonatal): Pastikan jalan napas terbuka , lakukan resusitasi dasar bila perlu . Hangatkan bayi (skin to skin atau incubator portable). Pasang akses intravena atau nasogastrik jika diperlukan .
2. Komunikasi dengan Fasilitas Rujukan Hubungi fasilitas tujuan (PONEK/RS rujukan ) → laporkan kondisi pasien dengan metode SBAR : Situation: kondisi darurat saat ini . Background: riwayat kehamilan / persalinan . Assessment: hasil pemeriksaan & tindakan yang sudah dilakukan . Recommendation: alasan rujukan & permintaan bantuan . Konfirmasi kesediaan menerima pasien agar tidak terjadi penolakan 3. Persiapan Administrasi & Dokumen Siapkan surat rujukan lengkap berisi data ibu / bayi , diagnosis, tindakan , obat yang sudah diberikan . Sertakan rekam medis penting ( hasil lab, USG, partograf , catatan resusitasi ). Pastikan keluarga mendapat penjelasan singkat & jelas terkait alasan rujukan .
4. Persiapan Transportasi Gunakan ambulans dengan peralatan emergensi ( oksigen , suction, infus , inkubator transport bila tersedia ). Pastikan tenaga kesehatan yang kompeten mendampingi pasien selama perjalanan . Perhitungkan jarak , waktu tempuh , dan jalur tercepat . Bila transportasi terbatas → koordinasi dengan pemerintah daerah / desa / aparat untuk mendukung transportasi darurat .
5. Persiapan Keluarga & Pendamping Edukasi keluarga terkait urgensi rujukan untuk mencegah keterlambatan . Tentukan siapa yang akan mendampingi pasien . Siapkan dokumen pribadi & jaminan pembiayaan (BPJS/dana darurat ) 6. Pendampingan & Monitoring Saat Perjalanan Lanjutkan terapi selama transportasi ( misalnya cairan infus , oksigen , kompresi uterus). Pantau tanda vital ibu / bayi secara berkala . Catat kondisi pasien sepanjang perjalanan .
Aspek Rujukan Dini Rujukan Berencana Definisi Rujukan yang dilakukan segera setelah ditemukan tanda risiko/komplikasi awal, sebelum terjadi keadaan gawat darurat. Rujukan yang sudah diputuskan sejak awal kehamilan/ANC karena ibu atau bayi memiliki faktor risiko tinggi. Tujuan Mencegah kondisi berkembang menjadi kegawatdaruratan. Memastikan persalinan/perawatan dilakukan di fasilitas dengan kemampuan lebih tinggi. Waktu Pelaksanaan Dilakukan segera ketika tanda risiko muncul. Direncanakan jauh-jauh hari sebelum terjadi masalah. Kondisi Pasien Sudah ada tanda masalah, tapi belum gawat darurat (contoh: preeklamsia ringan, perdarahan sedikit). Pasien berisiko tinggi sejak awal (contoh: penyakit jantung, DM, kehamilan kembar). Sifat Bersifat antisipatif terhadap komplikasi. Bersifat terencana & preventif sejak awal. Kesiapan Persiapan bisa terbatas karena perlu segera dilakukan. Persiapan lebih lengkap (transport, biaya , fasilitas , pendamping ). 🔹 Perbedaan Rujukan Dini dan Rujukan Berencana
Sumber Asmalinda , W., & Sapada , E. (2021). Buku ajar kegawatdaruratan maternal neonatal . Litnus . ISBN 978-623-519-959-7 Maryunani , A. (2021). Buku saku kegawatdaruratan maternal dan neonatal terpadu : Pengenalan praktis Program EMAS . Trans Info Media. ISBN 978-602-202-180-3 Wijaya, P., dkk . (2023). Buku ajar asuhan kebidanan dalam kegawatdaruratan maternal dan neonatal . K-Media. ISBN 978-623-174-287-2 Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., & Hansen, A. R. (2017). Manual of neonatal care (8th ed.). Wolters Kluwer. Blackburn, S. T. (2017). Maternal, fetal , & neonatal physiology: A clinical perspective (5th ed.). Elsevier.