PARADIGMA QUR’ANI DALAM MENGHADAPI PERKEMBANGAN SAINS DAN TEKNOLOGI MODERN MEMBANGUN Dr. (c). M. IMAN PUTRA, M.Pd.
Konsep dan Karakteristik Paradigma Qurani dalam Menghadapi Modernisasi Mengapa penting untuk memiliki strategi bisnis yang kuat: Modernisasi secara etimologis berasal dari bahasa latin modo danernus. Modo artinya cara sedangkan ernus berarti menunjuk pada adanya peniode waktu masa kini. Pada dasarnya modernisasi mencakup suatu transformasi keséluruhan kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola pola ekonomi dan politik yang menjadi ciri negara-negana barat yang stabil. Modernisasi menupakan bentuk perubahan sosial. Biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah (directed-change) yang didasarkan pada perencanaan (planned-change). Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, moderniasi adalah hal atau tindakan yang menjadikan modern. Karakteristik umum modernisasi menyangkut aspek-aspek sosio-demografis masyarakat dan sosio-demografis sendiri digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang ke arah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku.
Era Globalisasi Dalam sudut pandang psikologis teori modernisasi menekankan pada faktor internal dan motif psilcologi sebagai motar pengerak “kebutuhan untuk prestasi”1 keinginan untuk menjalankan sesuatu dengan bait motivasi berkembang dalam transisi ke modernitas melalui sarana pendidikan. Perkemngan teknologi yang sedemikian pesat dapat kita sadari telah merenggut beberapa kebudayaan, etika, moral dan karakteristik serta perilaku bangsa bahkan para pemuda dan anak-anak yang masih sangat labil maka bagaimana agar generasi kita mampu menyikapi gelombang modernisasi yang sedemikian cepat, dan yang terpenting adalah bagi generasi mendatang mampu memanfaatkan era globalisasi dan modernisasi secara positif dan komprehensif.
Membangun Paradigma Qur’an Heddy Shri Ahimsa Putra Kuntowijoyo Paradigma adalah seperangkat konsep yang secara logis berkaitan antara satu sama lainnya dan membentuk suatu kerangka pemikiran (frame of thinking) yang digunakan untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan realitas atau permasalahan yang dihadapi. adalah mode of knowing atau sebuah konstruksi pengetahuan yang berisi konsep-konsep yang saling berbubungan satu sama lainnya dan dimaksudkan agar seseorang muslim dapat memahami realitas sebagaimana Al-Qu’an memahaminya. Dalam paradigma Al-Qur’an, petunjuk wahyu Al-Qur’an menjadi sumber pengetahuan
Al-Qur’an menurut Kuntowijoyo berisi dua bagian, yakni bagian konsep-konsep (ideal type) dan bagian kisah-kisah historis dan perumpamaan-perumpamaan atau amsal (arche type). Muatan konsep-konsep yang terdapat dalam A1-Quran menurut Kuntowijoyo dapat dikiasifikasi menjadi dua, yaitu konsep yang bersifat abstrak maupun yang bersifat konkret Misalnya konsep tentang Allah, tentang akhirat, tentang ma’ruf dan munkar merupakan konsep-konsep yang bersifat abstrak, sementara konsep yang bersifat konkret seperti konsep fuqara (orang-orang fakir), dhu’afa (golongan lemah), zalimun (para tiran), mufsidun (pelaku koruptor) adalah fenomena-fenomena konkret yang dapat diobservasi. Abdurrahman dengan penelusuran pada tiga wilayah interpretasi, yakni: (1) memahami konstruk social, (2) membawa konstruk itu berhadapan dengan interpretasi teks (Al-Qur’an), dan (3) hasil penghadapan konstruk sosial dan model ideal teks diwujudkan dalam aksi transformasi sosial.
Jika dalam bagian konseptual diperkenalkan berbagai ideal-type tentang konsep-konsep, maka dalam bagian yang berisi kisah dan amtsal kita diajak untuk mengenali arche-type tentang kondisi-kondisi yang universal, misalnya kisah kesabaran Nabí Ayyub, kezaliman Fir”aun, perjuangan pembebasan Nabi Musa dan lain sebagainya. Pemahaman pesan-pesan Al-Qur’an dengan cara ini, disebut oleh Kuntowijoyo sebagal pendekatan sintetik, dengan mensitesiskan penghayatan dan subjektivitas penafsir dengan ajaran normatif Al-Qur’an yang bersifat objektif yang memunculkan transfomasi psikologis penafsir sampai pada tahap transformasi kemasyarakatan.
Urgensi Paradigma Qur’ani dalam Menghadapi Modernisasi Modernisasi Membentuk Manusia Berparadigma Qurani Imam Al-Ghazali (w. 505 H.) berpandangan bahwa jumlah total ilmu pengetahuan dalam Al-Quran adalah sebanyak 77.200 ilmu , sebab setiap kata ( kifaz ) dan Al-Qui-an terhitung satu ilmu pengetahuan dan jumlah itu masih bisa berlipat ganda mengingat setiap ayat dan Al-Qur’an memiliki empat tingkatan makna , yakni makna lahiriah , batin , hadd
Era Globalisasi Islam berkepentingan mendidik generasi umatnya menjadi manusia literat dan ilmuwan . Asumsi demikian didukung oleh fakta sebagai berikut : (1) kewajiban menuntut ilmu pengetahuan bagi setiap muslim , (2) kenyataan ayat pertama yang diturunkan adalah penintah untuk membaca ( iqra ’), (3) terdapat 300 ayat Al-Qur’an yang berisi tentang aktivitas penalaran , tadabur dan tafakur , (4) aksioma bahwa mukjizat terbesar l3aginda Nabi SAW. adalab Al-Qur’an yang bersifat rasional , (5) banyaknya jumlah hadis baginda Nabi SAW. yang menekankan pentingnya tafakur yang melampaui kualitas ibadah-ibadah lainya , (6) terdapat sekian banyak ilmuwan terkenal dan penemu-penemu dunia muslim , misalnya lbnu Sina, Ibnu Haitsam , Jabir bin Hayyan , al KhawaraZmi dan deretan nama lainnya yang memiliki pengaruh besar terhadap peradaban dunia.
Al-Qur’an menurut Kuntowijoyo ( pelaku koruptor ) adalah fenomena-fenomena konkret yang dapat diobservasi . Alasan-alasan di atas , merupakan ajakan bagi setiap muslim untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai paradigma dalam memahami pelbagai realitas kehid upan , baik realitas korporal maupun realitas spiritual. Paradigma qur’ani meniscayakan penan unsur petunjuk transendental berupa wahyu dan ilham sebagai sumber pengetahuan yang penting selain persepsi indrawi dan penalaran rasio . Petunjuk transendetal tensebut adalab unsur pembentuk yang membedakan paradigma sains modern yang berdampak negatif pada kemanusiaan dan kealaman . Dengan demikian , mcmandang realitas melalui paradigma qur’ani menaruh harapan besar untuk terwujudnya keseimbangan , keteraturan dan harmoni antara Tuhan , manusia dan alam
Adapun perumusan paradigma qur’ani dapat ditempuh melalul tahapan-tahapan berikut ini : (1) Tahap pembacaan . Pada tahapan ini , A1-Qur’an dibaca dengan tartil , diperindah bacaannya melalui tahsin dan dibaca berulang-ulang untuk dihafalkan atau tahflz , (2) tahap pemahaman . l’ada tahapan ini A1-Qur’an dipelajari kandungan makna-maknanya , balk padatingkatan makna lahiriah , batin , hadd maupun makna muttal &- nya , melakukan tafakur , tadabur dan perenungan mendalarn terhadap ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat qauliyah (al- qur’an ), afaqiyah ( makrokosmos ) maupun anfusiyah ( mikrokosmos ),
serta mengadakan riset terhadap konsep-konsep (ideal-type) untuk dirumuskan menjadi kerangka kerangka ilmu teoretis dan menadaburkan kisah-kisah sejarah dan amsal (arche-type) untuk dijadikan kerangka pemahaman terhadap reatitas kehidupan konteinporer , (3) Tahap pengamalan . Pada tahapan ini , nilai-nilai A1-Qur’an diimplementasikan dalam wujud kesadaran , paradigma , tindakan , bahkan menjadi pribadi Qur’ani sebagaimana pribadi Baginda Nabi Muhammad SAW. sebagai rahmat bagi keseluruhan semesta alam .