PPD ca be fine with thishwiwnw good n.pdf

MOkanFauziF 10 views 11 slides Apr 29, 2025
Slide 1
Slide 1 of 11
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11

About This Presentation

hoho


Slide Content

MAKALAH
KONSEP DAN PANDANGAN ALIRAN BEHAVIORISME UNTUK
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Makalah diajukan sebagai tugas kelompok mata kuliah Perkembangan Peserta Didik
Dosen Pengampu : Budi Santoso, S.Pd., M.Pd.
Oleh : 1. M. Okan Fauzi Firmanzah (1303623012)
2. Azzah Hanifah (1302623043)
3. Risma Dwi Rahmadanti (1303623059)
4. Risliyawati Ayudiah Ningrum (1303623030)
5. Salsabila Naira Putri
(1302623035)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
SEMESTER 120

2024
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan karunia-NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Portofolio yang berjudul “Konsep dan
Pandangan Aliran Behaviorisme untuk Perkembangan Peserta Didik” dengan lancar. Kami
ucapkan Terima kasih pula kepada Dosen Pengampu yang Prof. Dr. Yuliani Nurani M.Pd
yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah portofolio ini. Dengan disusunnya
Makalah portofolio ini kami harapkan dapat menjadi bahan literatur untuk dapat
menyelesaikan isu isu permasalahan praktek pendidikan di tingkat SMA.
Maret ,2024
Tim penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar merupakan aktivitas fundamental dalam pendidikan. Para ahli
dari berbagai aliran psikologi telah berupaya menjelaskan dan memahami bagaimana
individu belajar dan berkembang. Salah satu aliran berpengaruh yang mewarnai praktik
pembelajaran adalah behaviorisme. Aliran behaviorisme menekankan perilaku sebagai fokus
utama kajian psikologi. Aliran ini memandang belajar sebagai perubahan perilaku yang dapat
diamati dan diukur. Dengan demikian, konsep dan pandangan behaviorisme menawarkan
perspektif tersendiri dalam memahami dan mendukung perkembangan peserta didik.
Pada abad ke-20, behaviorisme mencapai puncak popularitasnya dalam dunia
psikologi dan pendidikan. Tokoh-tokoh seperti Ivan Pavlov, John B. Watson, dan B.F.
Skinner menjadi pusat perhatian dalam mengembangkan teori dan konsep-konsep
behaviorisme. Pendekatan ini menekankan pada pengamatan perilaku secara eksternal tanpa
memperhatikan proses mental internal. Dengan demikian, behaviorisme memandang bahwa
perilaku dapat dipelajari melalui stimulus yang diberikan dari lingkungan eksternal dan
respons yang dihasilkan oleh individu.
Dalam konteks pendidikan, konsep-konsep behaviorisme telah memberikan landasan
bagi pengembangan metode-metode pembelajaran yang berfokus pada perubahan perilaku
melalui penguatan dan pemberian reward. Teori-teori behaviorisme juga memberikan
pemahaman yang mendalam tentang proses pembelajaran, termasuk kondisioning klasik dan
operant, yang telah diimplementasikan dalam berbagai strategi pengajaran di berbagai
tingkatan pendidikan. Namun, meskipun behaviorisme telah memberikan kontribusi yang
besar dalam pengembangan pendidikan, pendekatan ini juga menuai kritik. Beberapa kritik
mengenai pendekatan behaviorisme mencakup pemusatan terlalu banyak pada perilaku luar
tanpa memperhatikan proses mental internal, serta kurangnya perhatian terhadap aspek
individualitas dan kreativitas peserta didik.
Dalam makalah ini, akan dibahas secara mendalam konsep-konsep utama dalam
aliran behaviorisme serta implikasinya dalam perkembangan peserta didik. Melalui
pemahaman yang mendalam terhadap behaviorisme, diharapkan dapat memberikan wawasan
yang lebih luas dalam merancang strategi pembelajaran yang efektif dan memahami
dinamika perkembangan peserta didik secara menyeluruh.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme adalah teori belajar yang berfokus pada perubahan
perilaku peserta didik sebagai hasil proses pembelajaran. Menurut teori ini, belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya pengalaman dan latihan dalam hubungan
stimulus dan respon.Teori behaviorisme berorientasi pada perilaku yang lebih baik dan
berfokus pada membimbing pembelajar mencapai hasil pembelajaran yang telah ditetapkan
sebelumnya. Teori ini mengedepankan faktor lingkungan, menekankan pada tingkah laku
yang tampak dengan mempergunakan metode objektif, dan berorientasi pada perilaku yang
lebih baik.
Ivan Petrovich Pavlov merupakan ahli psikologi dari Rusia yang
mengemukakan bahwa individu dapat dikendalikan dengan cara stimulus alami yang tepat
untuk mendapatkan respons yang diinginkan.Sedangkan individu tidak sadar dikendalikan
oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.Dalam teori behaviorisme Thorndike menemukan
hukum-hukum belajar seperti: hukum kesiapan, hukum latihan dan hukum akibat.
Menurut Watson, belajar adalah proses refleks yang terjadi atau respon bersyarat
melalui stimulus pengganti. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan stimulus
respons baru melalui conditioning.Bagi Hull tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga
kelangsungan hidup. Oleh karena itu dalam teori Clark Hull, behaviorisme disebutkan
sebagai kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi
sentral.Edwin Guthrie mengemukakan teori kontiguitas yang memandang bahwa belajar
merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respons tertentu.
Teori behaviorisme bercirikan pada :
1.Mementingkan faktor lingkungan
2.Menekankan pada tingkah laku yang tampak dengan mempergunakan metode
Objektif
3.Bersifat mekanis
4.Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil
5.Mementingkan pembentukan reaksi atau respons
6.Menekankan pentingnya latihan
7.Mementingkan mekanisme belajar

Teori behaviorisme memiliki 7 prinsip utama yakni:
* Stimulus dan Response
* Reinforcement (penguatan)
* Penguatan Positif dan Negatif
* Penguatan Primer dan Sekunder
* Urgensi memberi penguatan pembentukan perilaku
* Kepunahan
Teori behaviorisme cocok untuk mendapatkan kemampuan yang mengandung unsur-unsur
kecepatan, spontanitas, dan daya tahan. Dengan teori ini, guru dapat mengganti cara mengajar
(stimulus) yang satu dengan stimulus lainnya hingga mendapatkan apa yang diterima oleh
murid (respon).
Kelebihan Teori Belajar Behaviorisme :
1.Guru akan terbiasa untuk bersikap teliti dan peka saat kondisi belajar mengajar.
2.Guru lebih sering membiasakan muridnya untuk belajar mandiri, tetapi ketika murid
kesulitan baru bertanya kepada guru.
3.Dapat mengganti cara mengajar (stimulus) yang satu dengan stimulus lainnya hingga
mendapatkan apa yang diterima oleh murid (respon).
4.Dengan teori belajar ini sangat cocok untuk mendapatkan kemampuan yang mengandung
unsur-unsur kecepatan,spontanitas,dan daya tahan.
5.Teori ini bisa membentuk perilaku yang diinginkan. Dengan kata lain, perilaku yang
berdampak baik bagi murid diberi perhatian lebih dan perilaku yang kurang sesuai dengan
murid perhatiannya dikurangi.
Kekurangan Teori Belajar Behaviorisme :
1.Tidak semua pelajaran dapat memakai teori belajar behavioristik.
2.Guru diharuskan untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
3.Murid cenderung diarahkan untuk berpikir linier, konvergen, tidak kreatif, dan
memposisikan sebagai murid pasif.
4.Dalam proses belajar mengajar, murid hanya bisa mendengar dan menghafal yang
didengarkan.
5.Murid membutuhkan motivasi dari luar dan sangat bergantung pada guru.

2.2 Teori Classical Conditioning (Ivan Pavlov) dan Operant Conditioning (B.F. Skinner)
Aliran behaviorisme dalam psikologi memandang belajar sebagai perubahan
perilaku yang dapat diamati dan diukur. Dua tokoh utama dalam behaviorisme adalah
Ivan Pavlov dan B.F. Skinner, yang masing-masing mengembangkan teori
pembelajaran yang berbeda namun saling berhubungan:
1. Classical Conditioning (Ivan Pavlov):
Teori ini berfokus pada hubungan antara stimulus netral (stimulus yang
awalnya tidak memunculkan respon tertentu) dengan stimulus tak
terkondisi (stimulus yang secara alami memunculkan respon tertentu)
untuk menghasilkan respon terkondisi. Pavlov menemukan bahwa
anjing yang dihubungkan dengan stimulus tertentu (misalnya, bunyi
bel ketika makanan diberikan) akan mulai mengaitkan stimulus
tersebut dengan makanan, sehingga anjing tersebut mulai
mengeluarkan air liur ketika hanya mendengar bunyi bel, bahkan tanpa
adanya makanan. Pavlov menyimpulkan bahwa stimulus netral (bunyi
bel) dapat memicu respons yang awalnya hanya dimunculkan oleh
stimulus lain yang tidak terkait (makanan). Proses ini disebut sebagai
conditioning. Dengan demikian, dalam classical conditioning, stimulus
yang semula netral (tidak menimbulkan respons) menjadi kondisional
(menimbulkan respons) setelah dipasangkan secara berulang dengan
stimulus lain yang sudah menimbulkan respons.
Contoh dari classical conditioning dalam pembelajaran adalah ada
seorang peserta didik yang kurang berprestasi dalam sebuah mata
pelajaran, kemudian peserta didik tersebut dipermalukan oleh guru
mata pelajaran tersebut. Karena hal itu peserta didik tersebut mungkin
mengembangkan ketidaksukaan terhadap mata pelajaran yang
diikutinya bahkan hingga dewasa.
2. Operant Conditioning (B.F. Skinner):
Burrhus Frederic Skinner, lahir pada tanggal 20 Maret 1904 di
Susquehanna, Pennsylvania, Amerika Serikat. Beliau terkenal sebagai
seorang psikolog yang mengembangkan teori conditioning operan.
Ketertarikan Skinner pada psikologi berawal dari rasa ingin tahunya
tentang perilaku manusia dan hewan. Beliau terinspirasi oleh karya
E.L. Thorndike, yang mengemukakan Hukum Efek, yang menyatakan
bahwa perilaku yang diikuti dengan konsekuensi yang menyenangkan
akan cenderung diulang, sedangkan perilaku yang diikuti dengan
konsekuensi yang tidak menyenangkan akan cenderung dihindari.
Skinner kemudian melakukan serangkaian eksperimen untuk menguji
dan mengembangkan teorinya. Salah satu eksperimen terkenal adalah
dengan menggunakan kotak Skinner, sebuah kotak kecil yang di
dalamnya terdapat tikus. Tikus tersebut akan mendapatkan makanan
jika menekan tuas atau menginjak pedal. Seiring waktu, tikus tersebut
belajar untuk mengulangi perilaku yang menghasilkan makanan.

Berdasarkan eksperimennya, Skinner menyimpulkan bahwa perilaku
dibentuk oleh konsekuensinya. Konsekuensi yang positif (penguatan)
akan meningkatkan kemungkinan perilaku diulang, sedangkan
konsekuensi yang negatif (hukuman) akan menurunkan kemungkinan
perilaku diulang. Teori conditioning operan Skinner telah memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap bidang psikologi. Teorinya telah
diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, pelatihan
hewan, dan terapi perilaku. Terdapat empat prinsip Operant
Conditioning ini yaitu
1.Penguatan Positif: Penguatan positif terjadi ketika stimulus
positif (misalnya pujian, hadiah, atau penghargaan) diberikan
setelah perilaku yang diinginkan, sehingga meningkatkan
kemungkinan perilaku tersebut akan terjadi lagi di masa depan.
Contoh: Seorang guru memberikan pujian kepada siswa setiap
kali mereka menjawab pertanyaan dengan benar.
2.Penguatan Negatif: Penguatan negatif terjadi ketika stimulus
negatif (misalnya menghindari hukuman atau menghilangkan
ketidaknyamanan) dihapus atau dihindari setelah perilaku yang
diinginkan, sehingga meningkatkan kemungkinan perilaku
tersebut akan terjadi lagi di masa depan.
Contoh: Seorang mahasiswa tidak dikenakan denda karena
membayar uang kas BEM tepat waktu..
3.Hukuman Positif: Hukuman positif terjadi ketika stimulus
negatif (misalnya penambahan ketidaknyamanan atau kerugian)
diberikan setelah perilaku yang tidak diinginkan, sehingga
mengurangi kemungkinan perilaku tersebut akan terjadi lagi di
masa depan.
Contoh: Seorang mahasiswa harus mengulang mata kuliah
Kimia Dasar karena mendapatkan nilai dibawah batas
minimum..
4.Hukuman Negatif:
Hukuman negatif terjadi ketika stimulus positif (misalnya
menghilangkan hal yang diinginkan) dihapus atau dihindari
setelah perilaku yang tidak diinginkan, sehingga mengurangi
kemungkinan perilaku tersebut akan terjadi lagi di masa depan.
Contoh: Seorang mahasiswa kehilangan hak untuk
menggunakan mobilnya karena selalu pulang larut malam.
Hubungan antara kedua teori ini yaitu Teori classical conditioning dapat menjadi
dasar untuk operant conditioning. Misalnya, anak yang takut dokter (respon
terkondisi) akibat pengalaman disuntik (stimulus tak terkondisi) mungkin juga
menunjukkan perilaku menghindari dokter (operan) untuk menghindari rasa takut
(konsekuensi yang tidak menyenangkan).

2.3 Konsep dasar Social Learning Theory (Albert Bandura)
Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang
memperoleh penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan
diulang dibandingkan dengan perilaku yang tidak memperoleh penguatan atau
perilaku yang terkena hukuman (punishment). Pada kenyataannya, konsep motivasi
belajar dan penganut teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa
telah belajar untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil
yang diinginkan.
Pada Pendidikan modern penganut teori konstruktivisme memperluas fokus
pembelajaran individual ke dimensi pembelajaran kolaboratif dan sosial.
Konstruktivisme sosial bisa dipandang sebagai perpaduan antara aspek-aspek dari
karya Piaget dengan karya Bruner dan karya Albert Bandura dengan Vygotsky. Istilah
Konstruktivisme komunal dikenalkan oleh Bryn Holmes di tahun 2001. Pada model
ini, “siswa tidak hanya mengikuti pembelajaran seperti halnya air mengalir melalui
saringan namun membiarkan mereka membentuk dirinya (Santrock, 2008).” Pada
perkembangannya munculah istilah Teori Belajar Sosial. Pijakan awal teori belajar
sosial adalah bahwa manusia belajar melalui pengamatannya (observation) terhadap
perilaku orang lain.
Meskipun Classical dan Operant Conditioning dalam hal-hal tertentu masih
merupakan tipe penting dari belajar, namun orang belajar tentang sebagian besar apa
yang ia ketahui melalui aktivitas observasi. Belajar melalui pengamatan berbeda dari
Classical dan Operant conditioning karena tidak membutuhkan pengalaman personal
langsung dengan stimulus, penguatan, maupun hukuman. Belajar melalui pengamatan
secara sederhana melibatkan pengamatan perilaku orang lain, yang disebut model, dan
kemudian meniru perilaku model tersebut.
Baik anak-anak maupun orang dewasa, belajar banyak hal dari pengamatan dan
imitasi (peniruan). Hal ini terlihat misalnya ketika anak muda belajar bahasa,
keterampilan sosial, kebiasaan, dan banyak perilaku lain dengan cara mengamati
orang tuanya atau anak yang lebih dewasa lainnya. Banyak orang belajar akademik,
atletik, dan keterampilan musik dengan mengamati dan kemudian menirukan.
Menurut psikolog Amerika Serikat kelahiran Kanada yaitu Albert Bandura,
menyatakan bahwa belajar melalui pengamatan merupakan tipe belajar yang
memainkan peran penting dalam perkembangan kepribadian anak.
❖Pandangan Albert Bandura Terhadap Teori Humanisme
Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, menekankan pada
komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura,
Teori belajar sosial sering disebut sebagai jembatan antara teori behavioristik

dan kognitivistik karena meliputi perhatian, memori, dan motivasi (Bandura,
A., 1977). Teori belajar sosial menjelaskan bahwa perilaku manusia
mempunyai interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif,
perilaku, dan pengaruh lingkungan. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari
observasional melalui pemodelan yaitu dari mengamati orang lain. Kemudian
hasilnya berfungsi sebagai panduan untuk bertindak. Berbeda dengan teori
perkembangan anak lainnya, Albert Bandura menganggap setiap anak tetap
bisa belajar hal baru meski tidak melakukannya secara langsung. Syaratnya,
anak sudah pernah melihat orang lain melakukannya, terlepas apapun
medianya (Bandura, A., 1977). Di sinilah peran elemen sosial, bahwa
seseorang bisa belajar informasi dan perilaku baru dengan melihat orang lain
melakukannya.
Teori Social Learning dapat menjadi jawaban atas celah dari teori-teori
belajar lainnya. pada teori ini, terdapat 3 konsep yang menjadi dasar (Santrock,
2008), yaitu:
1.Manusia bisa belajar lewat observasi
2. Kondisi mental berperan penting dalam proses pembelajaran
3.Belajar sesuatu tidak menjamin perubahan perilaku
Menurut Albert Bandura (dalam Ahmad, 2012), sebagian besar perilaku
manusia dipelajari secara observatif lewat modeling, sehingga dengan melihat
bagaimana orang lain berperilaku, maka akan muncul konsep baru yang
dipercaya menjadi cara bertindak yang tepat. Berikut ini cara agar teori sosial
dapat berjalan efektif pada pembelajaran yaitu:
1.Perhatian
Anak harus memberikan atensi atau perhatian. Apapun yang
mengalihkan perhatian akan berdampak buruk pada proses pembelajaran
sosial.
2.Retensi
Kemampuan untuk menyimpan informasi juga penting. Ada banyak
faktor yang berpengaruh terhadap hal ini, utamanya adalah kemampuan untuk
menyerap hal-hal baru.
3.Reproduksi
Setelah memberikan perhatian kemudian menyimpannya, tiba saatnya
untuk melakukan tindakan yang telah dipelajari. Inilah peran penting dari
latihan, sehingga perilaku akan semakin terasah.
4.Motivasi
Tahap terakhir untuk memastikan proses belajar berlangsung lancar
adalah motivasi untuk meniru perilaku yang telah dilihat. Konsep pemberian
hadiah atau hukuman bisa menjadi cara menggali motivasi. Contohnya ketika
melihat teman sebaya mendapat hadiah saat tiba di kelas tepat waktu. Atau

sebaliknya, melihat teman dihukum karena terlambat masuk kelas.
Albert Bandura percaya pada “determinisme timbal balik”, yaitu
lingkungan memang membentuk perilaku dan perilaku membentuk
lingkungan, sedangkan behaviorisme dasarnya menyatakan bahwa lingkungan
seseorang menyebabkan perilaku seseorang (Santrock, 2008). Teori ini terkait
dengan Social Development Theory and Lave’s Vygotsky dimana ketika
melakukan proses pembelajaran secara tidak langsung juga menekankan
tentang pentingnya pembelajaran sosial.
2.4 Kasus dalam pembelajaran terkait Social Learning Theory (Albert Bandura)
Albert Bandura menciptakan teori pembelajaran sosial yang menekankan betapa
pentingnya pengamatan, mencontoh, dan meniru perilaku, sikap, dan reaksi emosional orang
lain. Teori ini dipengaruhi oleh elemen seperti perhatian, motivasi, sikap, dan emosi. Teori
Bandura bergerak melampaui teori perilaku, yang mengatakan bahwa setiap perilaku
dipelajari melalui pengkondisian, dan teori kognisi, yang mengatakan bahwa setiap perilaku
dipelajari melalui pengkondisian. Dengan pembelajaran sosial ini, siswa dapat belajar dari
orang lain, membangun hubungan, berbagi pengetahuan, dan memperoleh pengetahuan
dengan lebih cepat daripada sebelumnya.
Teori Pembelajaran Sosial (Albert Bandura) dapat dilihat dalam berbagai konteks,
seperti pembelajaran di rumah, keluarga, dan lingkungan umum. Misalnya, guru dapat
menerapkan teori ini dalam pembelajaran sekolah melalui pengamatan dan interaksi dengan
siswa mereka, sehingga mereka dapat belajar dari perilaku, nilai, dan norma orang lain.
Dalam keluarga, teori ini dapat digunakan untuk membangun individu yang efektif diri
sendiri.
Pada dasarnya, teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa karakteristik internal
seseorang tidak hanya memengaruhi perilaku mereka, tetapi juga faktor-faktor dari luar,
seperti teman sebaya dan lingkungan mereka. Pembelajaran sosial dapat memberikan
pengalaman yang menarik dan interaktif bagi siswa dari berbagai latar belakang dengan
menggunakan kekuatan interaksi antar sesama.

BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai konsep-konsep dasar behaviorisme, seperti classical
conditioning, operant conditioning, dan social learning theory, dapat disimpulkan bahwa
perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman. Classical conditioning
menunjukkan bahwa respons dapat dipelajari melalui asosiasi antara stimulus. Operant
conditioning menekankan pengaruh konsekuensi terhadap perilaku. Sementara itu, social
learning theory menyoroti pentingnya pengamatan dan imitasi terhadap perilaku orang lain
dalam pembelajaran.
Konsep dasar behaviorisme berperan penting dalam pembelajaran yang efektif, karena
konsep behaviorisme dapat membantu dalam membuat rancangan strategi pembelajaran yang
responsif, memotivasi, dan memfasilitasi perkembangan holistik peserta didik dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip psikologi perilaku.
Tags