PPK ABSES LEHER DALAM materi tht azzahra

JilanZerlina1 0 views 52 slides Oct 02, 2025
Slide 1
Slide 1 of 52
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43
Slide 44
44
Slide 45
45
Slide 46
46
Slide 47
47
Slide 48
48
Slide 49
49
Slide 50
50
Slide 51
51
Slide 52
52

About This Presentation

abses leher dalam abses leher dalamabses leher dalamabses leher dalamabses leher dalamabses leher dalamabses leher dalamabses leher dalamabses leher dalamabses leher dalamabses leher dalamabses leher dalamabses leher dalam


Slide Content

Abses Leher Dalam Pembimbing: dr. Aditya Wira Buana, Sp.T.H.T.B.K.L Oleh: Azzahra Widad Pahlevi Putri - 20230420058

Laporan Kasus 01

Nama: Tn. I Usia: 65 tahun Jenis kelamin: Laki-laki Alamat: Surabaya Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMA Status menikah: Menikah IDENTITAS PASIEN

SUBJEKTIF (Anamnesa) Keluhan Utama : Benjolan pada leher sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSAL Dr. Ramelan dengan keluhan benjolan pada leher sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien mengeluhkan adanya demam menggigil disertai muncul benjolan pada leher sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu. B enjolan terasa nyeri dan mulut susah dibuka, lalu pasien mulai merasa sulit bernafas. P asien mengaku nyeri bertambah saat menelan dan memutar kepala. P asien juga mengeluhkan leher terasa membengkak dan hangat disertai suara serak. P asien juga mengatakan adanya mual, muntah, pusing, dan batuk. L alu pasien melakukan pemeriksaan dan dikatakan terdapat nanah pada lehernya. R iwayat gigi bolong, stridor, dan cabut gigi sebelumnya disangkal. Riwayat trauma dan alergi disangkal . Tidak ada sesak napas, tetapi pasien merasa tidak nyaman saat berbaring Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi dan Asam urat

Riwayat Penyakit Keluarga : Keluhan serupa disangkal Riwayat Pengobatan : Sudah berobat ke RS Wiyung Sejahtera dan diberi antiobiotik . Namun keluhan masih tetap dan tidak membaik . Riwayat Alergi : Alergi obat dan makanan disangkal Riwayat Kebiasaan : merokok SUBJEKTIF (Anamnesa)

Keadaan Umum: Tampak sakit Kesadaran: compos mentis GCS 4-5-6 Wong Baker Scale : 6 Vital Sign : TTV : TD : 160/80 HR : 84X/menit RR : 20 X/menit SpO2 : 98%, room air Suhu : 36,5 derajat celcius OBJEKTIF (Pemeriksaan Fisik) Status Generalis: Kepala/Leher: tidak didapatkan a/i/c/d, tidak didapatkan pembesaran KGB leher, didapatkan Trismus, Edema pada regio leher kanan Thoraks: dalam batas normal Abdomen: dalam batas normal Ekstremitas: dalam batas normal Status Internus:

OBJEKTIF (Pemeriksaan Fisik) FOTO KLINIS

Telinga Aurikula kanan: Inspeksi : bentuk, posisi, anatomi dbn MAE kanan : lapang, permukaan kulit normal, serumen minimal MT kanan : intak, normal Aurikula kiri : Inspeksi : bentuk, posisi, anatomi dbn MAE kiri : lapang, permukaan kulit normal, serumen minimal MT kiri : intak, normal OBJEKTIF (Pemeriksaan Fisik) Status Lokalis THT-KL :

Hidung Nasus Eksternus : struktur anatomis dalam batas normal Vestibulum Nasi : Dextra : dalam batas normal Sinistra : dalam batas normal Cavum Nasi : Dextra : konka & meatus nasi inferior, septum nasi, meatus & konka nasi medius dalam batas normal Sinistra : konka & meatus nasi inferior, septum nasi, meatus & konka nasi medius dalam batas normal OBJEKTIF (Pemeriksaan Fisik) Status Lokalis THT-KL :

Cavum Oris & Orofaring Bibir : Simetris Mulut : didapatkan trismus kurang lebih 2 cm Gigi & Ginggiva : Sulit dievaluasi Lidah : - Diam : Sulit dievaluasi - Bergerak : Sulit dievaluasi Mukosa buccal : Sulit dievaluasi Palatum Durum & Molle : Sulit dievaluasi Uvula : Sulit dievaluasi Tonsil : Sulit dievaluasi Dinding posterior orofaring : Sulit dievaluasi OBJEKTIF (Pemeriksaan Fisik) Status Lokalis THT-KL :

Leher Inspeksi : Tampak edema di regio leher kanan Tidak ditemukan pembesaran KGB Palpasi: Ter aba massa padat, nyeri tekan, batas kurang tegas, diameter 5cm Fluktuasi (+) Trismus (+) tidak ada pembesaran kelenjar getah bening OBJEKTIF (Pemeriksaan Fisik) Status Lokalis THT-KL :

Abses retrofaring&parafaring OBJEKTIF (Pemeriksaan Fisik) Assessment : Abses Peritonsil Abses Parotis Diagnosa Banding :

Diagnosis CT-Scan Kepala Leher dengan dan tanpa kontras Pemeriksaan Lab untuk tindakan operasi Terapi Menstabilkan hemodinamik (dengan memberi cairan dengan IV line) Antibiotik broad spectrum Insisi dan drainase abses Edukasi Menjelaskan pada pasien terkait dengan kondisi saat ini Menjelaskan pada pasien terkait dengan tindakan yang harus dilakukan dan risiko apabila tindakan tersebut tidak dilakukan Menjelaskan pada pasien mengenai perawatan gigi yang baik, dan kontrol gigi rutin Menjelaskan pada pasien mengenai perawatan luka paska operasi (insisi drainase) OBJEKTIF (Pemeriksaan Fisik) Planning

Tinjauan Pustaka 02

Anatomi Fascia superfisial, yang terletak tepat di bawah kulit. Deep Fascia yang berada di dalam atau di bawah fasia superfisial. Pasokan neurovaskular ke kulit Vena superfisial (misalnya vena jugularis eksternal) Kelenjar getah bening superfisial Lemak Otot platysma

Anatomi Deep Fascia Superficial Investing Layer Investing layer merupakan lapisan paling superfisial dari deep cervical fascia. Lapisan ini mengelilingi semua struktur di leher. Di tempat bertemunya otot trapezius dan sternocleidomastoid.

Anatomi Deep Fascia Middle Visceral Layer Lapisan fasia pretrakeal terletak di bagian depan leher. Lapisan ini membentang antara tulang hyoid di bagian atas dan toraks di bagian bawah (tempat menyatu dengan perikardium). Bagian otot – membungkus otot infrahyoid. Bagian visceral – membungkus kelenjar tiroid, trakea, dan esofagus.

Anatomi Deep Fascia Deep Layer Fasia prevertebral membungkus tulang belakang dan otot-otot terkaitnya; otot skalenus, ototprevertebral, dan otot-otot dalam punggung. Carotis Sheath: 1.Retropharyngeal Space 2.Danger Space 3.Vertebral Space 4.Carotid Sheath

Anatomi

Anatomi

Ludwig’s Angina

Ludwig’s Angina pertama kali dideskripsikan pada tahun 1836 oleh Wilhelm Friedrich von Ludwig, seorang dokter asal Jerman, sebagai suatu infeksi yang menyebar dengan cepat dan sering berakibat fatal yang melibatkan leher dan dasar mulut. Gangguan saluran napas merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan Ludwig’s Angina. (Bridwell et al., 2021) (Madeo et al., 2023) (Valee et al., 2020) Ludwig’s Angina (Submandibular Space Infection) Sebuah penelitian pada tahun 2019, mengenai insiden infeksi dentofasial di rumah sakit rujukan utama di Ghana menunjukkan bahwa Ludwig’s Angina merupakan 52% dari kasus. Pria lebih sering pada penelitian di Nigeria dan Afrika Selatan. (Osaghae et al., 2021) Definisi Epidemiologi

Ludwig’s Angina (Submandibular Space Infection) Ruang submandibular terletak di antara mukosa dasar mulut dan lidah di satu sisi dan lapisan superfisial fasia servikal profunda yang memanjang di antara tulang hyoid dan mandibula di sisi lainnya Ruang ini dibagi menjadi dua kompartemen oleh otot milohioid: 1. Kompartemen sublingual (di atas milohioid). 2. Kompartemen submaksila dan submental (di bawah milohioid). Kedua kompartemen tersebut berkesinambungan di sekitar batas posterior otot milohioid.

Infeksi gigi : infeksi ini mencakup 80% kasus. Akar gigi premolar sering terletak di atas perlekatan mylohyoid dan menyebabkan infeksi ruang sublingual sementara akar gigi molar meluas hingga atau di bawah garis mylohyoid dan terutama menyebabkan infeksi ruang submaksila. Sialadenitis submandibular, Cedera mukosa mulut dan fraktur mandibula merupakan kasus lainnya. (Dhingra et al., 2018) Ludwig’s Angina (Submandibular Space Infection) Etiologi

Angina Ludwig biasanya bermula di dasar mulut dan dengan cepat menyebar ke ruang submandibula. Dasar mulut dipisahkan oleh otot milohioid menjadi ruang sublingual (di atas otot) dan ruang submandibula (di bawah otot). Akar gigi molar mandibula terletak di bawah perlekatan otot milohioid, sehingga infeksi odontogenik dapat dengan mudah menyebar ke ruang submandibula. Penyebaran infeksi ke kedua ruang ini dapat menyebabkan pembesaran atau pengangkatan lidah, yang berisiko menimbulkan obstruksi jalan napas bila tidak segera ditangani. Selain itu, infeksi dapat menyebabkan edema pada struktur jalan napas seperti epiglotis, pita suara, dan lipatan aryepiglottic, yang dapat berkembang dalam waktu 30 menit sejak gejala awal. Jika tidak ditangani, infeksi dapat meluas ke ruang parafaringeal, ruang retrofaringeal, dan mediastinum superior melalui otot styloglossus. Penyebaran ini terjadi melalui ruang di antara lapisan fasia, bukan melalui sistem limfatik. Secara klinis, progresi infeksi ini sering tampak sebagai "bull neck" atau pembengkakan leher yang masif. Ludwig’s Angina (Submandibular Space Infection) (An et al., 2023) Patofisiologi

Demam tinggi dan malaise Penyakit berkembang dengan cepat dan disertai pembengkakan leher yang menyakitkan di daerah di bawah mandibula. Disfagia, kesulitan membuka mulut, disartria, dan dispnea. Trismus Tidak adanya limfadenitis Edema baruni pada dasar mulut dan lidah yang mendorong lidah ke posterior. Edema laring memaksa pasien untuk duduk dan mencondongkan tubuh ke depan. Air liur menetes Dispnea dan stridor Ludwig’s Angina (Submandibular Space Infection) Dental X-ray CT-scan (Vallee et al., 2020), (Dhingra et al., 2018) Tanda & Gejala Pemeriksaan Penunjang

Mengamankan jalan nafas → tracheostomy bila jalan nafas tidak bebas Antibiotik spektrum luas yang mencakup flora oral, anaerobik, dan aerobik direkomendasikan. Steroid dan epinefrin yang dinebulisasi Intervensi bedah seperti insisi dan drainase abses Intraoral : jika infeksi masih terlokalisasi di ruang sublingual Eksternal : jika infeksi melibatkan ruang submaksila. Ludwig’s Angina (Submandibular Space Infection) Manajemen An J, AL Ghabra Y, Singhal M. Ludwig Angina. [Updated 2023 May 24]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2025 Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201

Abses Parafaring

Abses Parafaring Ruang parafaring (ruangan dengan bentukan seperti piramida tebalik dengan bagian dasar atau superior pada basis kranii dan bagian puncak atau inferior pada tulang hyoid) Ruang parafaring dibagi menjadi 2 kompartemen : Kompartemen prestyloid : terdiri dari jaringan lemak, jaringan ikat, lymph node, arteria Maxillaris interna, nervus maksila dan ujung dari kelenjar parotis Kompartemen poststyloid : terdiri dari Arteri karotis, Vena jugularis internus, Nervus IX, X, XI dan XII Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201 Anatomi

Akumulasi pus pada area parafaringeal Abses parafaring (PPA) merupakan infeksi leher dalam yang umum namun berbahaya pada pasien anak-anak. Kondisi ini dapat mengakibatkan komplikasi lokal, regional, dan sistemik, termasuk obstruksi jalan napas, mediastinitis, dan abses paraspinal, yang mengakibatkan kelumpuhan, tromboflebitis vena jugularis, disfungsi saraf kranial, osteomielitis serviks, meningitis, dan kematian. Abses Parafaring Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201 Definisi

Infeksi pada parafaringeal space dapat terjadi dari : Faring ➝ infeksi akut dan kronis dari tonsil dan adenoid, pecahnya abses peritonsil Gigi ➝ infeksi gigi biasanya berasal dari gigi molar bawah terakhir Telinga ➝ abses Bezold Ruang lain ➝ infeksi parotis, ruang retrofaring, submaxilla Trauma eksternal ➝ cedera penetrasi dari leher, injeksi anestesi lokal untuk tonsilektomi atau block nervus mandibularis Abses Parafaring Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201 Etiologi

Gambaran Umum: Demam, odinofagi, sore throat , tortikolis Gambaran klinis tergantung pada kompartemen yang terlibat. Kompartemen Anterior : Prolap tonsil dan fossa tonsillar Trismus Kompartemen posterior : Penonjolan faring di belakang pillar posterior Edema bagian parotis Abses Parafaring Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201 Manifestasi Klinis

CT scan leher dengan kontras dapat menunjukkan lesi MRA (Magnetic Resonance Arteriography) berfungsi bila thrombosis V. jugularis interna atau aneurisma A. carotis interna dicurigai Abses Parafaring Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201 Diagnosis

Antibiotik Sistemik: AB sebaiknya punya efek terhadap organisme aerob maupun anaerob : Misalnya➝ Amoxicillin Clavulanat, Meropenem, Clindamycin, atau Metronidazole Gentamicin untuk bakteri Gram negatif Abses Parafaring Drainase Abses: Dilakukan dibawah general anestesi Bila ada trismus ➝ trakeostomi preoperatif harus dilakukan Abses di drainase dengan insisi horizontal, 2-3 cm di bawah angulus mandibularis Diseksi tumpul di sepanjang permukaan M. pterygoid medius terhadap processus styloideus dilakukan dan abses bisa dievakuasi Drain dimasukkan Drain trans oral tidak boleh dilakukan karena risiko cedera vasa besar Tatalaksana Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (per kontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehingga terjadi perdarahan hebat. Bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia. Abses Parafaring Komplikasi Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201

Abses Peritonsil (Quinsy)

Abses Peritonsil (Quinsy) Ruang ini terletak di antara kapsul amandel secara medial dan otot konstriktor superior secara lateral. Itu dibatasi oleh palatoglossus di anterior dan palatopharyneus di posterior.. Infeksi pada area ini dapat meluas ke ruang parafaring. Medial: tonsils palatina Lateral: M. constrictor pharyngeus superior Anterior: Pilar Anterior (Arcus Palatoglossus) Posterior: Pilar Posterior (Arcus Palatofaring) Definisi

Abses Peritonsil (Quinsy) Ini adalah kumpulan nanah di ruang peritonsil yang terletak di antara kapsul amandel dan otot konstriktor superior. Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201 Definisi

Agen aerobik mendominasi temuan kultur dan patogen yang paling sering di kultur adalah Streptococcus pyogenes. Serangan tonsilitis akut yang berulang Trauma tembus atau benda asing Infeksi gigi seperti periodontitis Tonsillolith atau kista Infectious mononucleosis Leukemia dan penyebab lain dari keadaan immunocompromised. Peradangan pada jaringan saliva aksesori yang disebut kelenjar Weber, yang terletak tepat di atas kutub superior ( Upper pole ) dari palatum mole, baru-baru ini diduga sebagai penyebabnya. Abses Peritonsil (Quinsy) Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201 Epidemiologi

Patofisiologi pasti dari peritonsilar abses masih belum diketahui hingga kini. Tetapi teori yang paling diterima adalah bahwa infeksi berkembang di kripta magna kemudian menyebar di luar kapsul tonsil, awalnya menyebabkan peritonsilitis kemudian berkembang menjadi abses peritonsilar. Pada stadium permulaan (stadium infiltrasi) selain pembengkakkan tampak permukaan dan hiperemis → supurasi sehingga daerah tersebut menjadi lunak → pembengkakan peritonsil mendorong tonsil dan uvula ke arah kontralateral Mekanisme lain nya adalah nekrosis dan pembentukan pus pada area kapsular yang disebabkan obstruksi pada kelenjar weber, lalu terbentuk abses. Abses Peritonsil (Quinsy) Patogenesis Gunjan Gupta;Rachel H. McDowell(2021) ‘Peritonsillar abscess’, StatPearls. StatPearls Publishing

Gejala umum: Disebabkan oleh septikemia dan menyerupai infeksi akut lainnya. Di antaranya demam, menggigil, malaise umum, nyeri tubuh, sakit kepala, mual dan sembelit. Gejala Lokal: Nyeri hebat di tenggorokan. Biasanya unilateral. Odinofagia. Nyeri ini begitu terasa sehingga pasien bahkan tidak dapat menelan ludahnya sendiri yang menetes dari sudut mulutnya. Pasien biasanya mengalami dehidrasi. Bicara serak dan teredam, sering disebut “hot potato voice." Napas bau karena sepsis di rongga mulut dan kebersihan yang buruk. Sakit telinga ipsilateral. Ini adalah nyeri alih melalui CN IX yang mensuplai amandel dan telinga. Trismus karena spasme otot pterigoid yang berada di dekat konstriktor superior. Abses Peritonsil (Quinsy) Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201 Gejala Klinis

Tonsil, pilar, dan palatum molle yang terlibat akan membengkak Uvula membengkak dan edematous ➝ terdesak ke sisi berlawanan Bulging palatum mole dan pilar anterior di atas tonsil Mucopus dapat terlihat menutupi daerah tonsil Limfadenopati cervicalis sering terlihat Torticollis ➝ pasien akan cenderung memiringkan lehernya ke sisi abses Abses Peritonsil (Quinsy) Needle Aspiration ➝ konfirmasi keberadaan pus USG dan CT-scan Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

Konservatif: Rawat inap. Cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi. Antibiotik. Antibiotik yang sesuai dalam dosis besar untuk mengatasi organisme aerobik dan anaerobik. Analgesik seperti parasetamol diberikan untuk meredakan nyeri dan menurunkan suhu tubuh. Terkadang, analgesik yang lebih kuat seperti petidin mungkin diperlukan. Aspirin dihindari karena resiko perdarahan. Kebersihan mulut harus dijaga dengan hidrogen peroksida atau obat kumur salin. Abses Peritonsil (Quinsy) Insisi & Drainase Abses: Abses peritonsil dibuka pada titik maksimum benjolan di atas upper pole dari tonsil atau lateral dari titik junction pada pilar anterior dengan membuat garis melalui basis uvula → Insisi kecil dibuat → forsep sinus dimasukkan untuk membuka abses Tonsilektomi interval ➝ tonsil diambil 4-6 minggu setelah quinsy Tonsilektomi abses atau hot tonsillectomy ➝ risiko ruptur abses saat anestesi dan perdarahan berlebihan Tatalaksana Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201

Abses parafaring Abses retrofaring Abses pecah spontan → terjadi perdarahan dan aspirasi paru. Penjalaran ke intracranial → thrombus sinus kavernosus, meningitis dan abses otak. Penjalaran infeksi ke organ lain yaitu nefritis, peritonitis dan mediastinitis. Abses Peritonsil (Quinsy) Komplikasi Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201

Abses Retrofaring

Abses Retrofaring Daerah retrofaring: Anterior: Fascia buccopharyngeal Posterior: Fascia cervicalis profunda Lateral: carotid sheath Ruangan terbentuk dari basis tengkorak sampai bifukartio trakea, dibagi menjadi 2 kompartemen lateral oleh fibrous raphe. Setiap lateral space à terdapat nodes lymph yang biasanya hilang di usia 3-4 tahun. Tersambung dengan parafaringeal space. Infeksi retrofaringeal bisa turun ke esofagus- mediastinum Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201 Anatomi

Abses dapat terbentuk di ruang retrofaring dari kumpulan nanah yang menyebar dari lokasi lain, atau sebagai komplikasi infeksi kelenjar getah beningnya sendiri. Akut: Umum terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, disebabkan oleh benda asing di krikofaring/esofagus bagian atas. Kronis: Hal ini disebabkan oleh tuberkulosis pada vertebra servikalis Penyakit ini biasanya ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa, masing-masing 2 - 5 buah pada sisi kanan dan kiri. Kelenjar ini menampung aliran limfa dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustachius dan telinga tengah. Pada usia di atas 6 tahunkelenjar limfa akan mengalami atrofi. Abses Retrofaring Dhingra. (2018). Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. New Delhi: Elsevier. Soepardi, E. A. (2007). BUKU AJAR ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA & LEHER. jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Definisi

lnfeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfaadenitis retrofaring. Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea dan endoskopi. Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas Abses Retrofaring Ludman, H. S., & Bradley, P. J. (2012). ABC of Ear, Nose and Throat . John Wiley & Sons. Etiologi

Disfagia dan kesulitan bernapas merupakan gejala yang menonjol karena absesmenghalangi saluran udara dan makanan. Suara sengau Stridor dan batuk croup mungkin terjadi. Tortikolis. Leher menjadi kaku dan kepala tetap terentang. Tonjolan di dinding faring posterior. Biasanya terlihat di satu sisi garis tengah, massalunak, fluktuasi, nyeri tekan Pada anak kecil, rasa nyeri menyebabkan anak menangis terus (rewel) dan tidak maumakan atau minum. Juga terdapat demam, leher kaku dan nyeri. Dapat timbul sesak napas karena sumbatan jalan napas, terutama di hipofaring. Abses Retrofaring Dhingra. (2018). Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery. New Delhi: Elsevier. Soepardi, E. A. (2007). BUKU AJAR ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA & LEHER. jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Manifestasi Klinis

Insisi & Drainase Abses: Biasanya dilakukan tanpa anestesi, karena ada risiko ruptur abses saat intubasi Anak-anak diposisikan supinasi dengan kepala rendah Mulut dibuka ➝ insisi vertikal dibuat pada area paling fluktuasi dari abses Suction harus selalu tersedia untuk mencegah aspirasi pus Bila pasien GA ➝ perlu diperhatikan supaya abses tidak ruptur saat intubasi dan mencegah aspirasi pus Antibiotik Sistemik Trakeotomi Abses Retrofaring Tatalaksana Dhingra PL, Dhingra S (2018). Diseases of ear, nose and throat, 7th ed, India: Elsevier, pp: 197-201

1.Komplikasi abses retrofaring meliputi obstruksi jalan napas Abses retrofaring dapat pecah spontan dan masuk ke dalam saluran nafas menyebabkan asfiksia, aspirasi pneumonia, abses paru. 2. Penyebaran infeksi ke daerah sekitar : Inferior : menyebabkan edema laring, mediastinitis Lateral : menyebabkan abses parafaring, thrombosis vena jugularis Posterior : menyebabkan osteomielitis. Abses Retrofaring Komplikasi Jain H, Knorr TL, Sinha V. Retropharyngeal Abscess. [Updated 2023 Jun 15]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearlsPublishing; 2024 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441873/

TERIMA KASIH
Tags