TUGAS BIOSTATISTIK PERBANDINGAN RERATA Kelompok 11 Ilmu Penyakit Dalam Riki - 2306331375 Salma Alsakina Q - 2306331381 Satrio Wicaksono - 2306331394 Shahnaz Medina - 2306331406
Beda Rerata 2 Kelompok
Parametrik
Variabel Penelitian Independen : Kadar kalsium (Numerik) Dependen : Kejadian Krisis Hipertensi (Kategorik) Confounding : Usia, jenis kelamin, ras, riwayat DM, IMT → matched Penggunaan diuretik, penggunaan PPI, stadium CKD, kadar albumin, dan eGFR → uncontrolled/unmatched Tujuan Penelitian Membedakan rerata kadar kalsium pada pasien krisis hipertensi (kasus) dan tanpa krisis hipertensi (kontrol) Hipotesis Penelitian Terdapat perbedaan rerata kadar kalsium pada pasien krisis hipertensi (kasus) dan tanpa krisis hipertensi (kontrol)
Analisis Statistik Normalitas sebaran data dan ujinya tidak disajikan Mean serum kalsium → CoV = 0,78/8,99 x 100 = 8,7% (normal) Uji hipotesis dengan Student t test → rerata kadar kalsium (numerik) vs kejadian krisis hipertensi (kategorik)
Data kategorik (kotak biru) disajikan dalam frekuensi dan proporsi → n (%) Data numerik parametrik (kotak hijau) disajikan dalam mean ± SD Data numerik nonparametrik (kotak merah) disajikan dalam mean ± SD (range)
Perhitungan Besar Sampel Pooled SD = 0.76 d = 𝜇1 - 𝜇2 = 8,99-8,96 = 0,03 Sample size → n1 = n2 = 10.075
Diskusi Kemungkinan penyebab perbedaan tidak bermakna: Terdapat variabel perancu yang tidak dikontrol Jumlah sampel kurang Keterbatasan alat → kadar kalsium intraseluler merupakan indikator yang lebih baik
Non Parametrik
Variabel Penelitian Independen : Brucellosis (nominal), titer Wright dan 2ME (ordinal), durasi sakit (numerik) Dependen : Kadar IL-4 (numerik) Tujuan Penelitian Mengetahui perbedaan rerata kadar IL-4 pada pasien Brucellosis dan populasi normal Mengetahui korelasi kadar IL-4 dengan durasi sakit Mengetahui hubungan kadar IL-4 dengan titer Wright dan 2ME Hipotesis Penelitian Terdapat perbedaan rerata kadar IL-4 pasien Brucellosis dan populasi normal
Analisis Statistik Normalitas sebaran data diujikan dengan Kolmogorov-Smirnov → hasil nonparametrik (nilai p tidak disajikan) Rerata kadar IL-4 pasien Brucellosis vs normal → Mann Whitney test (non parametrik) Korelasi kadar IL-4 dengan durasi sakit → Spearman (non parametrik) Mengetahui hubungan kadar IL-4 dengan titer Wright dan 2ME → Kruskal-Wallis test (non parametrik)
Perhitungan Besar Sampel Pooled SD = 20.1 d = 𝜇1 - 𝜇2 = 184.7-138.0= 46.7 Sample size → n1 = n2 = 6 Ahmed K, Al-Matrouk KA, Martinez G, Oishi K, Rotimi VO, Nagatake T. Increased serum levels of interferon-gamma and interleukin-12 during human brucellosis. Am J Trop Med Hyg. 1999;61(3):425-427.
Diskusi
Diskusi Rerata kadar IL-4 pasien Brucellosis lebih tinggi dibanding normal (Mann Whitney test p <0.001) → infeksi Brucella mengaktifkan respon imun termediasi sel ( cell-mediated ) Kadar IL-4 dengan titer Wright dan 2ME → aktivasi respon imun termediasi sel ( cell-mediated ) pada infeksi Brucella tidak bergantung kerja respon humoral
Beda Rerata >2 Kelompok
Tujuan Penelitian : untuk mengevaluasi nilai klinis dari deteksi gabungan imunoglobulin sel T yang dapat larut dan molekul domain mucin 3 (sTim-3) dan pepsinogen (PG) dalam serum untuk diagnosis kanker lambung (GC).
Variabel Penelitian Variabel Independen Gastric Cancer Group (GC): Pasien GC yang pertama kali di diagnosis Pasien Postoperative dengan GC Benign Gastric Diseases Group (BGD): a. Variasi Tipe Benign Gastric Diseases (e.g., gastric polyps, atrophic gastritis, erosive gastritis, etc.) Grup Individu Sehat: Individu Tanpa riwayat penyakit abdominal, negatif untuk tumor markers, dan negatif untuk infeksi Helicobacter pylori Variabel Dependen Serum levels of sTim-3, PGI, and PGII
Kesesuaian tujuan dengan variabel → sesuai Relevansi Variabel: Penelitian ini berfokus pada variabel spesifik yang terkait dengan diagnosis kanker lambung: sTim-3, Pepsinogen (PGI dan PGII), dan kombinasi dari penanda-penanda ini. Variabel-variabel ini secara biologis relevan dengan kanker lambung, karena sTim-3 dikaitkan dengan regulasi kekebalan tubuh, dan kadar Pepsinogen dapat memberikan wawasan tentang kesehatan mukosa lambung. Metodologi: Penelitian ini menggunakan metode sandwich antibodi ganda untuk membuat immunoassay fluoresensi yang sangat sensitif terhadap waktu untuk mendeteksi sTim-3. Metode ini sesuai untuk mengukur kadar protein target dalam serum secara tepat. Peserta Studi: Keikutsertaan 149 pasien GC, 81 pasien dengan penyakit lambung jinak (BGD), dan 73 kontrol sehat memberikan representasi yang beragam dari individu dengan status kesehatan lambung yang berbeda-beda. Hal ini memungkinkan penilaian yang komprehensif terhadap nilai diagnostik dari variabel-variabel dalam skenario klinis yang berbeda.
Tingkat PGI - Pada pasien dengan penyakit lambung jinak (BGD), tingkat serum PGI signifikan lebih rendah dibandingkan dengan individu sehat. P < 0.05 - Tingkat PGI pada pasien kanker lambung (GC) mirip dengan kelompok kontrol, tetapi beberapa pasien BGD dan GC menunjukkan variasi. Tingkat PGII: - Tingkat serum PGII pada pasien GC dan BGD pertama kali diagnosa signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan individu sehat.P < 0.05 Rasio PGI/PGII - Rasio PGI/PGII pada pasien GC dan BGD pertama kali diagnosa signifikan lebih rendah dibandingkan dengan individu sehat. P < 0.05 Tingkat sTim-3: - Tingkat serum sTim-3 menunjukkan tren kenaikan dari kontrol sehat ke BGD dan pasien GC pertama kali diagnosa, dengan perbedaan signifikan di antara kelompok-kelompok tersebut. P < 0.05 - Pada pasien setelah gastrektomi, tingkat PGI dan PGII signifikan lebih rendah, sementara tingkat sTim-3 signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. P < 0.0001 Tingkat sTim-3 dalam Tahap GC: - Tingkat serum sTim-3 meningkat secara signifikan pada setiap tahap kanker lambung (tahap I hingga IV) pada diagnosa awal. P <0.01 Tingkat sTim-3 dalam Kekambuhan: - Pada pasien GC setelah operasi, tingkat serum sTim-3 signifikan lebih tinggi pada kelompok kekambuhan dibandingkan dengan kelompok tanpa kekambuhan. Figure 1 (A) PGI levels in controls and BGD and first-diagnosis GC patients; (B) PGII levels in controls and BGD and first-diagnosis GC patients; (C) PGI/PGII ratio in controls and BGD and first-diagnosis GC patients; (D) sTim-3 levels in controls and BGD and first-diagnosis GC patients; (E) sTim-3 levels in first-diagnosis GC patients (stage I, stage II, stage III, and stage IV); (F) sTim-3 levels in controls, recurrence group after GC surgery, and no recurrence group after GC surgery. *P < 0.05; **P < 0.01; ***P < 0.001; ****P < 0.0001.
1. Representasi Data Kuantitatif: Data kuantitatif dinyatakan sebagai mean ± SD (mean plus/minus standar deviasi). Hal ini menunjukkan kecenderungan sentral (mean) dan variabilitas (standar deviasi) data. 2. Metode Analisis: Perbedaan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance). ANOVA adalah uji statistik yang digunakan untuk membandingkan rata-rata di antara beberapa kelompok (>2 kelompok). (parametrik) 3. Uji Post Hoc: - Setelah ANOVA, uji post hoc diterapkan, dan dalam hal ini, uji perbandingan berganda Tukey. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengidentifikasi kelompok tertentu yang memiliki perbedaan signifikan secara statistik dalam mean mereka. 4. Indikator Signifikansi (a, b, c): - Tingkat Signifikansi:Pernyataan ini memberikan tingkat signifikansi yang dilambangkan dengan huruf (a, b, c). Setiap huruf berhubungan dengan perbandingan tertentu: - aP < 0,05 dibandingkan dengan kontrol - bP < 0,05 dibandingkan dengan BGD (mungkin penyakit lambung jinak) - cP <0,05 dibandingkan dengan GC (mungkin kanker lambung) - Interpretasi:Untuk setiap huruf, jika nilai p kurang dari 0,05, hal ini menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik untuk perbandingan yang ditentukan. Sebagai contoh, "aP < 0,05 dibandingkan dengan kontrol" menunjukkan bahwa kelompok yang disebut sebagai "a" secara signifikan berbeda dari kelompok kontrol.
Hipotesis penelitian Hipotesis Nol (H0): Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kadar serum imunoglobulin sel T yang dapat larut dan molekul domain musin 3 (sTim-3) antara pasien kanker lambung (GC) atau penyakit lambung jinak (BGD) dan kontrol yang sehat. Hipotesis Alternatif (H1): Kadar serum sTim-3 secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan GC dan BGD dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Hipotesis Alternatif (H2): Deteksi gabungan sTim-3 dan pepsinogen (PG) dalam serum menyediakan alat diagnostik yang berharga untuk membedakan GC dari penyakit lambung jinak dan kontrol yang sehat. Hipotesis Alternatif (H3): Kadar sTim-3 serum dapat berfungsi sebagai prediktor kambuhnya kanker lambung pada pasien pasca operasi. Hipotesis Alternatif (H4): Sensitivitas dan spesifisitas deteksi gabungan sTim-3 dan PG untuk mendiagnosis GC secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan PG saja.
Penjelasan jumlah sampel pada penelitian dan apakah sudah sesuai? Penelitian ini melibatkan total 303 sampel, yang terdiri dari 149 pasien kanker lambung (GC), 81 pasien dengan penyakit lambung jinak (BGD), dan 73 orang sehat. Ukuran sampel sesuai dengan tujuan penelitian, yang melibatkan evaluasi nilai diagnostik penanda spesifik (sTim-3 dan Pepsinogen) pada kelompok klinis yang berbeda. Keragaman peserta dan temuan statistik yang dilaporkan menunjukkan bahwa ukuran sampel cukup untuk analisis yang dilakukan. Secara keseluruhan, ukuran sampel sesuai dengan tujuan dan konteks penelitian.
Uji statistik yang digunakan, mengapa mereka menggunakan uji tersebut? Penelitian ini menggunakan ANOVA (Analysis of Variance). ANOVA adalah uji statistik yang digunakan untuk membandingkan rata-rata di antara beberapa kelompok (>2 kelompok). (parametrik) Setelah ANOVA, uji post hoc diterapkan, dan dalam hal ini, uji perbandingan berganda Tukey. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengidentifikasi kelompok tertentu yang memiliki perbedaan signifikan secara statistik dalam mean mereka.
Signifikansi hipotesis 1.Perbedaan Serum sTim-3 Levels: - Hasil:Serum sTim-3 levels pada pasien kanker lambung (GC) dan pasien penyakit lambung jinak (BGD) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol sehat. - Signifikansi: ( P < 0.001 \) 2. Kombinasi Deteksi sTim-3 dan PGI/PGII: - Hasil:Kombinasi deteksi sTim-3 dan PGI/PGII memiliki nilai AUC yang tinggi (0.9330), sensitivitas 86.44%, dan spesifisitas 91.78% untuk diagnosis kanker lambung. - Signifikansi:Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa kombinasi deteksi ini memiliki nilai diagnostik yang tinggi, dan signifikansi dapat terkait dengan p-nilai tertentu. 3. Ambang Nilai untuk PGI/PGII dan sTim-3: - Hasil:Ketika tingkat PGI/PGII kurang dari 12.11 dan tingkat sTim-3 lebih dari 14.30 ng/mL, positivitas kontrol berkurang menjadi 0%, dan tingkat deteksi positif untuk kanker lambung mencapai 54.47%. - Signifikansi:Signifikansi ambang nilai ini juga dapat terkait dengan p-nilai tertentu (yang tidak diberikan dalam kutipan). 4. Serum sTim-3 Levels pada Pasien Pascaoperasi: - Hasil: Tingkat sTim-3 serum pada kelompok rekurensi pasien pascaoperasi secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa rekurensi. - Signifikansi: Sebagian besar hasil menunjukkan signifikansi statistik dengan nilai p yang sangat rendah (kurang dari 0.001), menunjukkan bahwa perbedaan yang diamati tidak mungkin terjadi karena kebetulan semata. Studi ini menunjukkan bahwa serum sTim-3 dan kombinasi dengan PGI/PGII memiliki nilai diagnostik yang tinggi dalam mengidentifikasi kanker lambung dan memiliki potensi sebagai biomarker yang signifikan.
Tujuan Penelitian : mengevaluasi apakah kadar CysC serum yang lebih tinggi meningkatkan risiko komplikasi vaskular pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan fungsi ginjal normal atau gangguan ginjal ringan. Metode : Penelitian ini secara retrospektif meninjau rekam medis 806 pasien diabetes melitus tipe 2 yang dirawat di pusat diabetes untuk kontrol glukosa darah di Rumah Sakit Universitas Soonchunhyang. Pasien dengan nefropati tidak diikutsertakan. Fokus utamanya adalah mengelompokkan pasien ke dalam kuartil berdasarkan kadar Cystatin C serum dan kemudian menganalisis data untuk mencapai tujuan penelitian.
Variabel Independen: Tingkat Serum CysC (dikategorikan ke dalam quartiles: Q1, Q2, Q3, Q4). Variabel Dependen: Keberadaan Retinopati Diabetik (DR) Keberadaan Penyakit Jantung Koroner (CHD) Keberadaan Stroke Variabel Penelitian Kesesuaian tujuan dengan variabel → sesuai Tujuan penelitian untuk mengevaluasi apakah tingkat serum CysC dapat meningkatkan risiko komplikasi vaskular pada pasien diabetes tipe 2 dengan fungsi ginjal normal atau gangguan ginjal ringan sepertinya sesuai dengan variabel yang digunakan. Variabel-variabel seperti tingkat serum CysC dan keberadaan komplikasi vaskular (retinopati diabetik dan penyakit jantung koroner) memungkinkan penelitian untuk mengeksplorasi hubungan potensial antara biomarker tersebut dengan kondisi klinis pasien.
Kesimpulan : Kadar CysC serum secara independen dikaitkan dengan peningkatan risiko Retinopati Diabetik (DR) dan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Hasil : Proporsi pasien dengan DR meningkat secara signifikan dengan kadar CysC serum yang lebih tinggi (P untuk tren <0,001). Setelah penyesuaian, kadar CysC serum tertinggi tetap menjadi faktor risiko yang signifikan untuk DR (rasio odds [OR], 1,929; interval kepercayaan 95% [CI], 1,007 hingga 4,144; P=0,040). Hubungan positif ditemukan antara CysC serum dan PJK (P untuk tren <0,001). Risiko PJK yang secara signifikan lebih tinggi diamati pada kuartil kedua (Q2) (OR, 7.321; 95% CI, 1.114 hingga 48.114; P= 0.012), ketiga (Q3) (OR, 6.027; 95% CI, 0.952 hingga 38.161; P= 0.020), dan keempat (Q4) (OR, 8.122; 95% CI, 1.258 hingga 52.453; P= 0.007) dibandingkan kuartil terendah (Q1). Tidak ada hubungan yang signifikan yang diamati antara kadar CysC serum dan stroke setelah mempertimbangkan variabel perancu tambahan.
Uji Kruskal-Wallis digunakan dalam penelitian ini untuk membandingkan perbedaan antara kelompok (>2) untuk berbagai variabel kontinu seperti usia, BMI, tekanan darah sistolik (TD), tekanan darah diastolik, glukosa darah puasa, HbA1c, dan durasi diabetes.
Uji Kruskal-Wallis membantu menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam median variabel kontinu di berbagai kelompok (>2 kelompok pada data non parametrik)