Presentasi Kasus Sindrom Nefrotik pada anak

GabbyAgustine1 0 views 18 slides Sep 25, 2025
Slide 1
Slide 1 of 18
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18

About This Presentation

Sindrom Nefrotik pada anak


Slide Content

Gabby Agustine
102010322

Anamnesis
Identitas pasien
Keluhan utama
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pengobatan
Riwayat keluarga
Riwayat persalinan
Riwayat tumbuh kembang
Riwayat imunisasi
Tanyakan tentang kebiasaan membuang urin dan
konsistensi urin
Keluhan tambahan

Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tanda-tanda vital dan antropometri.
Inspeksi : apakah ada penonjolan pinggang,
penonjolan suprapubik, pembesaran hati, atau
limpa.
Palpasi : palpasi untuk mengetahui adanya nyeri
tekan atau massa, lakukan palpasi ginjal.
Perkusi : perkusi abdomen untuk pola bungi
timpani dan pekak. Kemungkinan temuan asites.
Pemeriksaan khusus untuk asites : shifting
dullnes, undulasi.

Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis. Biakan urin.
Protein urin kuantitatif.
Pemeriksaan darah :
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis
leukosit, trombosit, hematokrit, LED)
Albumin dan kolesterol serum
Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara
klasik atau dengan rumus Schwartz
Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus
eritematosus sistemik pemeriksaan ditambah
dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA

Diagnosis Kerja
Sindrom Nefrotik Idiopatik
Penyebabnya tidak diketahui
90% anak merupakan sindrom nefrotik
idiopatik.
3 tipe secara histologis : sindrom nefrotik
kelainan minimal, glomerulonefritis proliperatif
(mesangial proliferation), dan
glomerulosklerosis fokal segmental.

Diagnosis Banding
Sindrom nefrotik primer terjadi akibat kelainan
pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab
lain. Yang termasuk sindrom nefrotik primer
adalah penyakit kongenital, sindrom nefrotik
jenis Finnish (diwariskan), sindrom nefrotik
perubahan minimal (jenis yang paling sering
terjadi). Yang dimaksud dengan sindrom nefrotik
kongenital yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik
yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di
bawah 1 tahun.
Edema, letargi, anoreksia, dan penurunan volume
urin.

Sindrom nefrotik sekunder, biasanya timbul setelah
kerusakan glomerulus dengan penyebab yang
diketahui. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
a.  Penyakit metabolik atau kongenital : diabetes
mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.
b.   Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis,
lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
c.   Toksin dan alergen : logam berat (Hg),
penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.
d.   Penyakit sistemik bermediasi imunologik : lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schönlein,
sarkoidosis.
e.   Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin,
tumor gastrointestinal.

Etiologi
Penyebab sindrom ini masih belum diketahui.
Keberhasilan awal dalam mengendalikan nefrosis dengan
obat-obat “imunosupresif” memberi kesan bahwa
penyakitnya diperantarai oleh mekanisme immunologis,
tetapi bukti adanya mekanisme jejas immunologis yang
klasik belum ada, dan sekarang agaknya jelas bahwa obat-
obat “imunosupresif” mempunyai banyak pengaruh selain
dari penekanan pembentukan antibodi. Sebagian kecil
penderita mempunyai bukti bahwa penyakit ini
diperantai IgE, tetapi bukti semakin banyak memberi
kesan bahwa sindrom ini mungkin diakibatkan dari
kelainan fungsi limfosit yang berasal dari timus (sel-T),
mungkin melalui produksi faktor yang meningkatkan
permeabilitas vaskuler.

Epidemiologi
Sindrom nefrotik (SN) pada anak paling sering
ditemukan. Insidens SN pada anak dalam
kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris
adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per
tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus
per 100.000 anak.Di negara berkembang
insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan
6 per 100.000 per tahun pada anak berusia
kurang dari 14 tahun.

Perbandingan anak laki-
laki dan perempuan 2:1. Anak dengan SN
biasanya 1-10 tahun, sekitar 90% kasus berumur
< 7 tahun dengan usia rata-rata 2-5 tahun.

Patofisiologi
Kelainan patogenik yang mendasari adalah
proteinuria, akibat dari kenaikan permeabilitas
dinding kapiler glomerulus.
Adanya edema didahului oleh timbulnya
albuminesia, menyebabkan tekanan onkotik
plasma yang memungkinkan transudasi cairan
dari intravaskuler ke ruang intersisial.
Penurunan tekanan intravaskuler menurunkan
tekanan perfusi ginjal, mengaktifkan sistem
renin-angiotensin-aldosteron merangsang
reabsorbsi natrium di tubulus.
Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak
dan lipoprotein serum meningkat.

Manifestasi Klinis
Episode awal dan kekambuhan berikutnya dapat
terjadi pasca infeksi virus saluran pernapasan atas
yang nyata.
Biasa muncul sebagai edema, yang pada mulanya
ditemukan di sekitar mata dan pada tungkai
bawah, dimana edemanya bersifat “pitting”.
Semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan
mungkin disertai kenaikan berat badan, timbul
asites dan/atau efusi pleura, penurunan curah
urin. Anoreksia, nyeri perut, dan diare lazim
terjadi; jarang ada hipertensi.

Diagnosis
Analisis urin menunjukkan proteinuria +3 atau +4;
mungkin ada hematuria mikroskopis, namun jarang
ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin
normal atau menurun. Klirens kreatinin rendah.
Ekskresi protein melebihi 2g/24 jam. Kadar kolesterol
dan trigliserid serum naik, kadar albumin serum
biasanya kurang dari 2g/dL (20g/L), dan kadar kalsium
serum total menurun. Kadar C3 normal.
Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1
sampai 8 tahun yang datang dengan nefrosis, tetapi
glomerulonefritis membranosa dan
membranoproliferatif menjadi semakin sering; biopsi
ginjal dianjurkan pada kelompok ini untuk
menegakkan diagnosis pasti sebelum
mempertimbangkan terapi.

Penatalaksanaan
Rawat inap
Edema ringan-sedang : klorotiazid 10-40mg/kg/24jam
dalam dua dosis terbagi.
Hipokalemia : kalium klorida atau spironolakton
(3-5mg/kg/24jam dibagi menjadi empat dosis).
Edema berat : furosemid oral (1-2 mg/kg setiap 4 jam)
+metozolon (0,2-0,4 mg/kg/24jam dalam dua dosis terbagi)
Prednison 60mg/m/24jam, dibagi menjadi tiga atau empat
dosis selama sehari.
Lima hari setelah urin menjadi bebas protein : prednison
60mg/m diberikan selang sehari sebagai dosis tunggal
bersama dengan makan pagi.
Kekambuhan berulang : + siklofosfamid 3mg/kg/24jam
sebagai dosis tunggal.

Non medika mentosa
Penanggulangan sindrom nefrotik difokuskan
pada pengendalian edema, penurunan
proteinuria, dan pertahanan kesehatan umum
pasien.
Diet 1g/kg protein setiap hari. Asupan natrium
dibatasi pada 0,5-1 g per hari untuk
mengendalikan edema. Makanan tinggi kalium
diberikan untuk pasien yang menerima diuretik.
Tirah baring selama terjadi edema berat dan
tanda infeksi. Imobilitas yang lama tidak
dianjurkan.

Pencegahan
Tidak ada tindakan yang spesifik. Namun yang
harus dicegah disini adalah infeksi yang terjadi
karena daya tahan tubuh pasien yang menurun.
Obat imunosupresan yang diberikan kepada
pasien juga dapat membuat daya tahan tubuh
menurun. Torasentesis atau parasentesis dapat
dilakukan apabila banyak cairan yang
terkumpul dalam celah pleura atau rongga
abdomen. Prosedur ini hanya dapat mengurangi
rasa sesak dan dispnea yang berat.

Komplikasi
Infeksi adalah komplikasi nefrosis utama.
Komplikasi ini akibat dari meningkatnya kerentanan
terhadap infeksi bakteri selama kambuh. Belum jelas
mengapa peritonitis spontan merupakan tipe infeksi
yang paling sering; sepsis, pneumonia, selulitis, dan
infeksi pada saluran kencing juga dapat ditemukan.
Komplikasi lain dapat meliputi kenaikan
kecenderungan terjadinya trombosis arteri dan vena
(setidaknya sebagian karena kenaikan kadar faktor
koagulasi tertentu dan inhibitor fibrinolisis plasma,
penurunan kadar anti-trombin III plasma, dan
kenaikan agregrasi trombosit; defisiensi faktor
koagulasi IX, XI, dan XII; dan penurunan kadar
vitamin D serum.

Prognosis
Sebagian besar anak dengan nefrosis yang berspons
terhadap steroid akan mengalami kekambuhan berkali-
kali sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara
spontan menjelang usia akhir dekade kedua. Yang
penting adalah menunjukkan pada keluarganya bahwa
anak tersebut tidak akan menderita sisa disfungsi ginjal,
bahwa penyakitnya biasanya tidak herediter, dan bahwa
anak akan tetap fertil (jika tidak ada terapi siklofosfamid
atau klorambusit). Untuk memperkecil efek psikologis
nefrosis, ditekankan bahwa selama masa remisi anak
tersebut normal serta tidak perlu pembatasan diet dan
aktivitas. Pada anak yang sedang berada dalam masa
remisi pemeriksaan protein urin biasanya tidak
diperlukan.

Kesimpulan
Sindrom nefrotik disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein
sehingga menimbulkan proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta
sembab. Sekitar 90% anak dengan sindrom
nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik,
dengan usia rata-rata 2-5 tahun. Sebagian besar
anak dengan nefrosis yang berspons terhadap
steroid akan mengalami kekambuhan berkali-kali
sampai penyakitnya menyembuh sendiri secara
spontan menjelang usia akhir dekade kedua.
Namun penyakitnya biasanya tidak herediter.
Tags