Proposal Tesis Bahari Rolando Nasution.docx

IsmiLathifah2 9 views 26 slides Oct 19, 2025
Slide 1
Slide 1 of 26
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26

About This Presentation

Tolong buatkan saya ppt yang menarik bertema navy dan dilengkapi dengan ilustrasi yang sesuai dengan isi proposal tersebut. ppt tertulis dalam 23 slide dan diakhiri dengan slide terakhir dengan ucapan terima kasih.


Slide Content

STRATEGI KOMUNIKASI DA’I DALAM MEMBINA MUALLAF DI MARKAZ
DEWAN DA’WAH ACEH
PROPOSAL TESIS
DI SUSUN OLEH:
BAHARI ROLANDO NASUTION
241007002
PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
UNIVERSITAS NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2025

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1.Latar Belakang Masalah.............................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah......................................................................................................4
1.3.Tujuan Penelitian........................................................................................................5
1.4.Manfaat Penelitian.....................................................................................................5
BAB II KAJIAN PUSTAKA.....................................................................................................7
2.1Penelitian Terdahulu...................................................................................................7
2.2Kerangka Teori.........................................................................................................10
2.3Teori Komunikasi Persuasif.....................................................................................12
BAB III KAJIAN PUSTAKA..................................................................................................15
3.1Pendekatan dan Jenis Penelitian...............................................................................15
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................................15
3.3Subjek dan Informan Penelitian...............................................................................15
3.4Teknik Pengumpulan Data.......................................................................................16
3.5Teknik Analisis Data................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang universal dan global, diturunkan sebagai pedoman
hidup dan syariat bagi seluruh makhluk di bumi, baik alam semesta maupun jin dan
manusia. Sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, Islam menekankan nilai kasih sayang,
toleransi, serta keterbukaan bagi siapa saja yang bersedia menerima hidayah dari Allah
SWT.
1
Orang yang berpindah agama ke dalam Islam disebut mualaf. Istilah ini berasal
dari bahasa Arab yang bermakna seseorang yang dilembutkan hatinya. Mereka biasanya
mengalami pergolakan batin saat masih memeluk agama sebelumnya, lalu hatinya
digerakkan dan dilunakkan oleh Allah Swt. hingga akhirnya menerima Islam. Secara
makna, mualaf juga merujuk pada non-muslim yang berkeinginan masuk Islam atau yang
baru saja memeluk agama Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mualaf diartikan
sebagai orang yang baru masuk Islam. Dengan demikian, mualaf dapat dipahami sebagai
individu yang mengalami perubahan keyakinan dari agama lamanya menuju agama
Islam.
2
Seorang muallaf tidak cukup hanya mengucapkan dua kalimat syahadat, melainkan
membutuhkan proses pembinaan berkelanjutan dalam akidah, ibadah, dan akhlak. Hal ini
penting agar identitas keislaman dapat terinternalisasi secara utuh dalam kehidupan
sehari-hari. Laporan Pew Research Center bahkan memperkirakan bahwa Islam
merupakan agama dengan pertumbuhan tercepat di dunia, salah satunya melalui konversi
agama, sehingga isu pembinaan muallaf semakin relevan di tengah perkembangan global
ini.
3
Perjalanan seorang muallaf dalam memahami Islam sering kali tidak mudah. Muallaf
sebagai individu yang baru meyakini Islam sebagai kebenaran tentu menghadapi berbagai
persoalan. Mulai dari lemahnya keimanan hingga kurangnya pemahaman terhadap ajaran
agama yang baru dipeluk menyebabkan sebagian muallaf kesulitan menjalankan ajaran
agama secara menyeluruh. Selain itu, mereka juga kerap mengalami masalah sosial
1
Miftahul Hasan and Ainur Rofiq Sofa, 'Implementasi Konsep Islam Rahmatan Lil 'Alamin Dalam
Pendidikan Karakter Di SDN Seneng 1 Krucil Probolinggo, Al-Tarbiyah: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam 3, no. 1
(23 December 2024). hal. 253
2
Ida Rahmawati dan Dinie Ratri Desiningrum, “Pengalaman Menjadi Muallaf: Sebuah Interpretative
Phenomenological Analysis,” Jurnal Empati, vol. 7, no. 1, 2018, hal. 93
3
Pew Research Center, The Future of World Religions: Population Growth Projections, 2010–2050, Pew
Research Center, 2015. https://www.pewresearch.org/religion/
1

seperti penolakan dan pengucilan dari keluarga maupun lingkungan sekitar, bahkan
intimidasi dari pihak yang tidak menyukai keputusan mereka. Kurangnya kepedulian
masyarakat semakin memperlemah keyakinan mereka terhadap Islam, ditambah
minimnya perhatian dari lembaga keagamaan yang seharusnya membantu mereka
memperdalam pemahaman tentang agama barunya.
4
Kondisi ini menegaskan bahwa
pembinaan muallaf memerlukan strategi komunikasi yang tidak hanya informatif, tetapi
juga edukatif, persuasif, dan empatik.
Fenomena yang cukup memprihatinkan dalam pembinaan muallaf adalah adanya
sebagian dari mereka yang kembali meninggalkan Islam. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa hal ini disebabkan oleh minimnya pembinaan yang
berkesinambungan, kurangnya dukungan sosial, serta pandangan bahwa ajaran Islam sulit
dipelajari dan dijalankan, sehingga beberapa di antaranya mengalami kebingungan,
kesulitan dalam memahami ajaran Islam, bahkan ada yang kembali ke agama
sebelumnya.
5
Penelitian di Palu misalnya, mengungkap bahwa pembinaan muallaf sering
kali kurang terorganisir dan hanya mengandalkan kemampuan personal seorang pembina,
sementara faktor ekonomi juga berkontribusi terhadap rendahnya motivasi belajar
muallaf.
6
Penelitian lain di Bengkulu menemukan bahwa keberhasilan adaptasi muallaf
sangat bergantung pada dukungan lingkungan sosial; tanpa adanya adaptasi yang baik,
muallaf rentan mengalami keterputusan dalam praktik keagamaan mereka.
7
Posisi da’i dalam konteks ini sangatlah penting. Ia tidak hanya berfungsi sebagai
penyampai ilmu agama, tetapi juga sebagai pembimbing spiritual dan motivator yang
mampu memahami keragaman latar belakang muallaf. Pola pendekatan yang digunakan
harus disesuaikan dengan kondisi personal, sosial, dan budaya muallaf agar proses
adaptasi dapat berjalan lebih efektif. Oleh karena itu, komunikasi dakwah yang digunakan
da’i perlu berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan dan menyentuh aspek kognitif sekaligus
afektif.
4
Ita Umin, Umi Aisyah dan Rini Setiawati, “Bimbingan Agama Islam Bagi Muallaf Di Muallaf Center
Indonesia (MCI)”, Bina Al-Ummah, Vol. 14, No. 2, (2019) hal. 139-140.
5
Pratama, Hamdani & Zulkarnain Abdurrahman “Strategi Dakwah Muallaf Center Indonesia Peduli
(MCIP) Medan dalam Penguatan Aqidah dan Identitas Keislaman Mualaf” (Jurnal Dakwah dan Komunikasi, v.
10(2)) (2025), hal. 233
6
Nur Afianto, “Pengelolaan Muallaf dan Problematikanya di Kota Palu,” Al-Fikr: Jurnal Dakwah dan
Sosial Keagamaan, Vol. 24, No. 2 (2020), hal. 233.
7
Fitriah, “Menemukan Identitas: Perjalanan Adaptasi Muallaf dalam Menjalani Kehidupan Baru,” Istisyfa:
Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 2, No. 2 (2023), hal. 156
2

Dalam konteks Aceh, yang dikenal sebagai Serambi Mekkah dengan identitas
keislaman yang kuat, pembinaan muallaf memiliki arti strategis. Hasan menemukan
adanya dua model pembinaan muallaf di Aceh, yaitu berbasis kelembagaan dan berbasis
komunitas, namun keduanya masih menghadapi keterbatasan sumber daya manusia.
8
Keadaan ini menunjukkan pentingnya peran lembaga formal seperti Dewan Da’wah Aceh
dan Forum Dakwah Perbatasan (FDP) yang mengintegrasikan pendidikan akademik
dengan pembinaan spiritual secara berkesinambungan.
Meski demikian, realitas di lapangan tidaklah sederhana. Penelitian Balqis menyoroti
minimnya dukungan sosial dan lingkungan yang inklusif, sehingga sebagian muallaf
merasa terasing, bahkan ada yang kembali ke agama asal.
9
Hal ini memperlihatkan bahwa
strategi komunikasi da’i tidak bisa hanya berupa ceramah, melainkan harus
mengakomodasi aspek psikososial dan kebutuhan adaptasi muallaf.
Fenomena serupa juga ditemukan dalam penelitian Tahir, Cangara, dan Arianto di
Pinrang. Mereka menegaskan pentingnya komunikasi intensif antara da’i dan muallaf.
10
Namun, penelitian tersebut belum mengembangkan model komunikasi interpersonal yang
sistematis. Kekurangan inilah yang perlu dilengkapi dengan penelitian baru, terutama
dalam konteks Aceh yang memiliki sistem kelembagaan lebih terstruktur.
Di Aceh sendiri, Forum Dakwah Perbatasan (FDP) juga memainkan peran penting
dalam mendampingi muallaf. Habibi dan Jaini meneliti strategi komunikasi da’i FDP di
Pulau Banyak dan menemukan bahwa metode knowing the audience, penyusunan pesan
sesuai latar belakang audiens, serta pendekatan persuasif, edukatif, dan informatif sangat
efektif.
11
Namun, penelitian ini terbatas pada konteks perbatasan dan tidak membahas
strategi komunikasi di lembaga pendidikan dan sosial seperti Markaz Dewan Da’wah.
Penelitian Alda turut menyoroti peran FDP dalam membina muallaf di Aceh. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa konsistensi da’i sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan program.
12
Akan tetapi, penelitian ini belum menggali lebih dalam strategi
8
Teuku Hasan, “Model Pembinaan Muallaf di Aceh,” Jurnal Komunikasi Islam, vol. 11, no. 2, 2021, hal.
105–120.
9
Cut Balqis, “Tantangan Pembinaan Muallaf di Banda Aceh,” Jurnal Ilmu Dakwah, vol. 43, no. 1, 2023,
hal. 77–94.
10
S. Tahir, H. Cangara, and A. Arianto, “Komunikasi Da’i dalam Pembinaan Muallaf di Pinrang,” Jurnal
Komunikasi dan Dakwah, vol. 3, no. 2, 2020, hal. 99–115.
11
M. Habibi and A. Jaini, “Strategi Komunikasi Da’wah Forum Da’wah Perbatasan (FDP) dalam
Membina Muallaf di Pulau Banyak,” Jurnal Da’wah: Risalah Merintis, vol. 6, no. 1, 2023, hal. 11–29.
12
Nurul Alda, “Kontribusi Forum Dakwah Perbatasan dalam Pembinaan Muallaf di Aceh,” Jurnal
Dakwah Islamiyah, vol. 12, no. 2, 2024, hal. 201–220.
3

komunikasi da’i dalam proses pembinaan. Hal ini memperkuat urgensi penelitian baru
yang lebih fokus pada aspek komunikasi.
Di luar Aceh, penelitian Ramadhani dan Tanjung di Sumatra Utara menunjukkan
bahwa sebagian besar da’i belum memiliki keterampilan komunikasi dakwah yang
memadai.
13
Strategi yang digunakan masih cenderung konvensional. Temuan ini
memperkuat pentingnya pengembangan model komunikasi adaptif yang akan menjadi
fokus dalam penelitian ini.
Penelitian Yuni di Lampung menemukan efektivitas komunikasi dua arah dalam
memperkuat internalisasi ajaran Islam pada muallaf.
14
Fenomena lemahnya dukungan
bagi muallaf juga terlihat dalam penelitian Fitrah yang menyoroti problematika
pembinaan di Bengkulu. Hasilnya menunjukkan bahwa tanpa dukungan sosial yang
memadai, muallaf rentan kehilangan arah dalam praktik keagamaan mereka.
15
Fakta ini
mempertegas pentingnya strategi komunikasi da’i yang holistik dan kontekstual.
Markaz Dewan Da’wah Aceh memiliki keunikan tersendiri sebagai tempat
pengkaderan da’i dan asrama mahasiswa. Lembaga ini menggabungkan pembinaan
akademik, spiritual, dan sosial dalam satu wadah yang strategis. Hal ini memberi peluang
bagi penelitian untuk menganalisis pola komunikasi da’i dalam pembinaan muallaf secara
lebih terstruktur.
Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi komunikasi da’i
dalam membina muallaf di Markaz Dewan Da’wah Aceh. Secara teoretis, penelitian ini
diharapkan dapat memperkaya literatur komunikasi dakwah, khususnya mengenai
komunikasi interpersonal da’i. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan
rekomendasi bagi lembaga dakwah agar mampu mengembangkan pola komunikasi yang
lebih empatik, efektif, dan berkelanjutan.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penelitian ini berangkat dari
fenomena pentingnya strategi komunikasi da’i dalam membina muallaf, khususnya di
13
S. Ramadhani and M. Tanjung, “Strategi Komunikasi Dakwah di Sumatra Utara,” Jurnal Komunikasi
Islam Kontemporer, vol. 6, no. 1, 2023, hal. 61–80.
14
M. Yuni, “Peran Da’i dalam Pembinaan Muallaf di Lampung,” Jurnal Dakwah dan Pendidikan Islam,
vol. 9, no. 1, 2024, hal. 45–62.
15
14 Fitrah, “Problematika Pembinaan Muallaf di Wilayah Kota Bengkulu,” Skripsi, Muallaf Center
Indonesia (MCI) Cabang Bengkulu, 2023, hal. 4.
4

Markaz Dewan Da’wah Aceh. Meskipun berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan
adanya upaya pembinaan muallaf, masih terdapat tantangan besar seperti minimnya
strategi komunikasi interpersonal yang terarah, lemahnya dukungan sosial, serta
keterbatasan sumber daya pembina. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan diri
untuk menggali pola komunikasi da’i yang efektif dalam mendukung proses adaptasi,
pemahaman, dan penguatan identitas keislaman muallaf.
Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana strategi komunikasi da’i dirancang dalam membina muallaf di Markaz
Dewan Da’wah Aceh?
2. Bagaimana bentuk penerapan strategi komunikasi da’i dalam proses pembinaan
muallaf di Markaz Dewan Da’wah Aceh?
3. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat strategi komunikasi da’i
dalam membina muallaf di Markaz Dewan Da’wah Aceh?
1.3.Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi strategi komunikasi da’i yang dirancang dalam membina muallaf
di Markaz Dewan Da’wah Aceh.
2. Menganalisis bentuk penerapan strategi komunikasi da’i dalam proses pembinaan
muallaf di Markaz Dewan Da’wah Aceh.
3. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat strategi komunikasi da’i dalam
membina muallaf di Markaz Dewan Da’wah Aceh.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah ilmu
komunikasi dakwah, khususnya pada aspek strategi komunikasi da’i dalam konteks
pembinaan muallaf. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
pengembangan konsep dakwah berbasis empati, edukasi, dan persuasif, yang selama ini
masih jarang diteliti dalam kerangka kelembagaan pendidikan dakwah di Aceh. Dengan
5

demikian, penelitian ini dapat menjadi acuan akademik bagi kajian lebih lanjut mengenai
komunikasi da’i di tengah masyarakat multikultural.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak,
antara lain:
Bagi da’i dan praktisi dakwah, penelitian ini dapat menjadi panduan dalam
mengembangkan pola komunikasi yang lebih adaptif, persuasif, dan empatik
sesuai kebutuhan muallaf.
Bagi lembaga dakwah penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dan
pengembangan program pembinaan muallaf yang lebih efektif dan
berkelanjutan.
Bagi pemerintah daerah dan organisasi keislaman, penelitian ini dapat
memberikan rekomendasi strategis dalam penyusunan kebijakan atau program
yang mendukung keberlangsungan pembinaan muallaf.
Bagi masyarakat luas, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran
tentang pentingnya dukungan sosial bagi muallaf agar mereka mampu
beradaptasi dengan identitas keislamannya.
6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Penelitian Terdahulu
1. Penelitian yang dilakukan oleh Tahir, Cangara, dan Arianto (2020) berjudul
“Komunikasi Da’i dalam Pembinaan Muallaf di Pinrang” diterbitkan dalam Jurnal
Komunikasi dan Dakwah, Vol. 3, No. 2. Identitas penelitian ini menunjukkan fokus pada
peran komunikasi da’i dalam membina muallaf di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
Permasalahan utama yang diangkat adalah kurang optimalnya pendampingan bagi
muallaf, terutama dalam hal pembinaan keberagamaan dan adaptasi sosial mereka. Hal ini
berangkat dari fenomena banyaknya muallaf yang kesulitan mempertahankan konsistensi
keislamannya karena minimnya strategi komunikasi interpersonal yang digunakan para
da’i.
Dari sisi metodologi, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif,
dengan teknik wawancara mendalam kepada da’i serta muallaf yang menjadi objek
dampingan. Observasi lapangan turut dilakukan untuk memperkaya data tentang pola
interaksi yang terbentuk antara da’i dan muallaf.
Temuan utama penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi da’i yang intensif,
personal, dan berkesinambungan berperan penting dalam membantu muallaf memahami
ajaran Islam, terutama terkait aspek aqidah dan ibadah. Pendekatan interpersonal terbukti
mampu menciptakan ikatan emosional yang memperkuat kepercayaan muallaf kepada
pembina. Namun demikian, penelitian juga menemukan bahwa sebagian besar da’i belum
memiliki strategi komunikasi interpersonal yang sistematis, sehingga proses pembinaan
cenderung bersifat situasional dan kurang terstruktur.
Kelebihan penelitian ini terletak pada keberhasilannya menggali dimensi interpersonal
komunikasi da’i yang seringkali diabaikan dalam kajian dakwah. Pendekatan yang
digunakan memberikan gambaran konkret tentang bagaimana intensitas komunikasi dapat
memengaruhi keberhasilan pembinaan muallaf. Meski demikian, penelitian ini memiliki
keterbatasan pada cakupan wilayah penelitian yang sempit, karena hanya berfokus pada
daerah Pinrang, sehingga temuan-temuannya belum tentu merepresentasikan kondisi
pembinaan muallaf di wilayah lain yang memiliki konteks sosial budaya berbeda.
Relevansi penelitian ini terhadap kajian yang akan dilakukan di Aceh sangatlah
signifikan. Jika penelitian Tahir dkk. menekankan pentingnya komunikasi interpersonal
7

da’i di wilayah Pinrang, penelitian di Markaz Dewan Da’wah Aceh akan melengkapi
dengan meninjau bagaimana strategi komunikasi tersebut dirancang dan
diimplementasikan dalam konteks kelembagaan pendidikan dakwah yang lebih
terstruktur. Dengan demikian, penelitian ini dapat dijadikan pijakan untuk
mengidentifikasi kekuatan komunikasi interpersonal da’i sekaligus mengatasi
keterbatasannya melalui pengembangan strategi yang sistematis.
2. Ujang Habibi dan Jaini (2023) dalam Jurnal Da’wah: Risalah Merintis, Vol. 6,
No.1. menulis artikel berjudul “Strategi Komunikasi Da’wah Forum Da’wah Perbatasan
(FDP) dalam Membina Muallaf di Pulau Banyak.”
Penelitian ini berfokus pada bagaimana strategi komunikasi da’i FDP dalam
melaksanakan pembinaan keagamaan terhadap para muallaf di daerah perbatasan.
Masalah yang diangkat adalah rendahnya pemahaman keislaman muallaf yang
disebabkan oleh keterbatasan akses, budaya lokal yang kuat, serta minimnya
pendampingan formal dari lembaga dakwah.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif,
melalui teknik wawancara mendalam dengan da’i FDP serta observasi partisipatif pada
aktivitas dakwah. Dengan metode ini, peneliti mampu menggali dinamika komunikasi
secara lebih kontekstual, termasuk tantangan dan strategi yang digunakan da’i di
lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi da’i FDP meliputi knowing
the audience, yakni memahami latar belakang audiens sebelum menyampaikan pesan;
penyusunan pesan yang kontekstual dengan kondisi sosial budaya masyarakat lokal; serta
penggunaan metode komunikasi yang bersifat persuasif, edukatif, dan informatif. Strategi
ini terbukti efektif dalam meningkatkan keterlibatan muallaf dan mendorong mereka
untuk lebih konsisten dalam menjalankan ajaran Islam.
Kelebihan penelitian ini terletak pada penggalian lapangan yang mendalam dan
penyajian strategi komunikasi secara praktis, sehingga memberikan gambaran yang
aplikatif bagi da’i di daerah perbatasan. Namun, keterbatasannya adalah fokus penelitian
yang hanya pada konteks geografis tertentu (Pulau Banyak), sehingga hasilnya tidak
sepenuhnya dapat digeneralisasi pada wilayah lain dengan kondisi sosial budaya berbeda.
8

Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sama-sama
menyoroti strategi komunikasi da’i dalam membina muallaf. Akan tetapi, penelitian ini
lebih menekankan pada komunikasi kontekstual di wilayah perbatasan, sedangkan
penelitian penulis difokuskan pada strategi komunikasi pendidikan di Markaz Dewan
Da’wah Aceh yang memiliki latar berbeda, yaitu lembaga formal dengan asrama
mahasiswa sebagai pusat pembinaan. Dengan demikian, penelitian penulis akan
melengkapi literatur dengan memberikan perspektif baru tentang strategi komunikasi da’i
di lingkungan kelembagaan pendidikan dakwah yang lebih terstruktur.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Cut Balqis (2023) berjudul “Tantangan Pembinaan
Muallaf di Banda Aceh” dan diterbitkan dalam Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 43, No. 1.
Penelitian ini menegaskan fokus pada problematika sosial dan psikologis yang dihadapi
muallaf di Banda Aceh dalam proses penguatan keislaman mereka. Permasalahan utama
yang diangkat adalah minimnya dukungan sosial, lemahnya lingkungan inklusif, serta
terbatasnya pembinaan berkelanjutan, yang seringkali menyebabkan muallaf merasa
terasing bahkan berpotensi kembali pada agama asal.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, dengan teknik
pengumpulan data berupa wawancara mendalam terhadap muallaf dan pihak lembaga
pembinaan, serta observasi pada kegiatan pembinaan yang berlangsung. Analisis
dilakukan secara tematik untuk menemukan pola permasalahan dan tantangan yang paling
sering muncul dalam kehidupan muallaf pasca-konversi.
Temuan utama penelitian Balqis menegaskan bahwa keterasingan sosial dan
keterbatasan dukungan lingkungan merupakan faktor dominan yang melemahkan
konsistensi keberislaman muallaf. Selain itu, masih banyak lembaga dakwah yang
menjalankan pembinaan secara parsial tanpa sistem yang jelas, sehingga muallaf tidak
memperoleh bimbingan berkelanjutan. Dalam konteks ini, penelitian Balqis berhasil
memberikan gambaran komprehensif mengenai faktor eksternal yang menghambat
keberhasilan pembinaan.
Relevansi penelitian ini dengan kajian penulis, jika penelitian Balqis menyoroti
tantangan sosial dan psikologis muallaf di Banda Aceh, penelitian penulis akan
memperkaya dengan fokus pada strategi komunikasi da’i di Markaz Dewan Da’wah
Aceh, yang secara langsung menjawab kebutuhan muallaf akan pola pembinaan yang
lebih interpersonal, sistematis, dan berkelanjutan.
9

2.2Kerangka Teori
2.2.1Konsep Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi merupakan perencanaan yang terarah dan terstruktur dalam
mengelola pesan, metode, media, serta sasaran audiens untuk mencapai efek tertentu
dalam proses komunikasi. Dalam konteks dakwah, strategi komunikasi berperan penting
dalam menentukan keberhasilan penyampaian ajaran Islam, terutama kepada muallaf
yang sedang beradaptasi dengan keyakinan barunya. Strategi ini mencakup pemilihan
pesan agama, penentuan cara penyampaiannya, serta penggunaan media komunikasi yang
tepat agar pesan dapat diterima dan diinternalisasi secara efektif oleh mad’u.
16
Unsur-unsur strategi komunikasi dalam pembinaan muallaf meliputi: (a) pesan, yaitu
isi ajaran Islam yang disampaikan da’i; (b) metode, seperti ceramah, dialog, atau
bimbingan kelompok; (c) media, baik langsung (tatap muka, pengajian) maupun melalui
media digital; dan (d) audiens, yakni muallaf dengan latar belakang budaya, bahasa, dan
pengalaman keagamaan yang beragam.
17
Tujuan dari strategi komunikasi dakwah adalah
agar muallaf memahami ajaran Islam secara menyeluruh, memperkuat keimanan, serta
mampu mengamalkan ibadah dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.2Konsep Dakwah dan Peran Da’i
Dakwah bukan sekadar penyampaian informasi agama, melainkan juga proses
transformasi sikap dan perilaku menuju kehidupan Islami. Dalam perspektif komunikasi,
da’i tidak hanya bertugas sebagai komunikator pesan keagamaan, tetapi juga sebagai
pendidik, motivator, mentor spiritual, serta mediator antara ajaran Islam dan konteks
sosial kehidupan muallaf.
Peran da’i meliputi kemampuan menyesuaikan metode pembinaan dengan kondisi
muallaf, memberikan bimbingan dalam aspek akidah, ibadah, dan akhlak, serta
mendampingi muallaf dalam proses adaptasi identitas baru mereka. Tantangan bagi da’i
cukup kompleks, mulai dari heterogenitas latar belakang budaya dan keagamaan muallaf,
keterbatasan waktu dan sumber daya, hingga kurangnya dukungan sosial dan
kelembagaan yang berkelanjutan.
18
2.2.3Konsep Muallaf dan Pembinaanya
16
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2020), hal. 61.
17
Muhammad Yusuf, Komunikasi Pendidikan dalam Islam (Yogyakarta: Deepublish, 2021), hal. 112.
18
Saiful Zuhri, Strategi Komunikasi Dakwah di Era Digital (Yogyakarta: Deepublish, 2022), hal. 87.
10

Muallaf diartikan sebagai individu yang baru memeluk Islam dan masih dalam tahap
adaptasi terhadap nilai-nilai keislaman. Dalam proses ini, mereka memerlukan
pendampingan intensif yang meliputi penguatan aqidah, pengajaran ibadah, pembinaan
akhlak, serta dukungan psikologis dan sosial agar tidak merasa terasing dari komunitas
barunya.
19
Kebutuhan utama muallaf mencakup pendidikan agama dasar seperti membaca Al-
Qur’an, praktik shalat, serta pemahaman akidah dan moral Islam. Namun demikian,
mereka sering menghadapi berbagai tantangan seperti tekanan keluarga, ketidakstabilan
ekonomi, hingga minimnya lembaga pembinaan yang sistematis. Oleh karena itu,
pembinaan muallaf tidak cukup hanya dengan pendekatan informatif, tetapi juga
membutuhkan strategi komunikasi yang persuasif dan empatik.
20
2.2.4Strategi Komunikasi Da’i dalam Membina Muallaf
Strategi komunikasi da’i dalam membina muallaf harus bersifat kontekstual, empatik,
dan berorientasi pada perubahan perilaku. Komunikasi yang efektif bukan hanya
menyampaikan ajaran Islam secara tekstual, tetapi juga mampu menyentuh aspek
emosional dan sosial muallaf. Pendekatan yang digunakan dapat meliputi dialog tatap
muka, mentoring, bimbingan spiritual, serta penggunaan media pembelajaran yang
disesuaikan dengan latar belakang muallaf.
21
Indikator keberhasilan strategi komunikasi da’i dapat dilihat dari meningkatnya
pemahaman muallaf terhadap ajaran Islam, munculnya rasa percaya diri dalam
menjalankan ibadah, serta ketahanan mereka terhadap tekanan sosial dan lingkungan.
Dengan demikian, keberhasilan dakwah bukan hanya diukur dari penerimaan ajaran,
tetapi juga dari sejauh mana muallaf mampu menjalankan dan mempertahankan
keislamannya secara konsisten.
22
2.3Teori Komunikasi Persuasif
2.3.1Pengertian Persuasi
19
Ida Rahmawati dan Dinie Ratri Desiningrum, “Pengalaman Menjadi Muallaf: Sebuah Interpretative
Phenomenological Analysis,” Jurnal Empati, Vol. 7 No. 1 (2018), hal. 92.
20
Abidin, Muhammad. “Pendekatan Dakwah pada Masyarakat Muallaf di Gresik.” Jurnal Dakwah dan
Komunikasi, vol. 5, no. 2, 2021, hal. 145–160.
21
Fadhlan Kharamah, “Komunikasi Persuasif Penyuluh Agama dalam Membina Muallaf di Comal.”
Jurnal Dakwah Kontemporer, Vol. 8, No. 1, 2024, hal. 55–70.
22
Ujang Habibi dan Jaini, “Strategi Komunikasi Da’wah Forum Da’wah Perbatasan (FDP) dalam
Membina Muallaf di Pulau Banyak.” Jurnal Da’wah: Risalah Merintis, Vol. 6, No. 1, 2023, hal. 11–29.
11

Istilah persuasi bersumber dari bahasa latin yang artinya persuasion, yang berarti
membujuk, mengajak atau merayu. Menurut Sastroputro persuasi merupakan salah satu
metode komunikasi sosial dalam penerapannya menggunakan teknik atau cara tertentu,
sehingga dapat menyebabkan orang bersedia melakukan sesuatu dengan senang hati,
dengan suka rela dan tanpa merasa dipaksa oleh siapapun.
23
Persuasi merupakan inti dari proses komunikasi dakwah. Menurut Onong Uchjana
Effendy, persuasi adalah proses komunikasi yang bertujuan memengaruhi dan mengubah
sikap atau perilaku seseorang melalui bujukan yang tanpa paksaan.
24
Dengan demikian,
persuasi berbeda dengan propaganda yang bersifat manipulatif dan indoktrinasi yang
memaksa. Dalam dakwah, persuasi berfungsi menggerakkan kesadaran religius melalui
pendekatan yang lembut dan manusiawi. Menurut Richard L. Johannesen agar
komunikasi persuasif tidak menjelma menjadi propaganda, diperlukan landasan etika
seperti: memiliki ketertarikan tinggi terhadap isu yang dibahas, pemahaman yang lebih
mendalam dibandingkan khalayak lain, kemampuan memahami media massa, kesiapan
menerima ide-ide baru, serta kemampuan memengaruhi orang lain untuk bertindak secara
positif.
25
Deddy Mulyana menjelaskan bahwa komunikasi persuasif tidak hanya mengandalkan
argumentasi logis (logos), tetapi juga melibatkan aspek emosional (pathos) agar pesan
lebih mudah diterima oleh audiens.
26
Dalam konteks pembinaan muallaf, pendekatan
persuasif menjadi sangat penting karena menyangkut perubahan keyakinan, sikap, dan
perilaku yang memerlukan kesadaran hati, bukan paksaan.
2.3.2Unsur-Unsur Persuasi
Pada suatu proses komunikasi persuasif terdapat beberapa unsur dalam prosesnya, ada
6 unsur dalam proses terjadinya komunikasi persuasif:
a) Persuader: Orang atau kelompok yang menyampaikan pesan secara verbal atau
non-verbal dengan tujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat, dan perilaku orang lain.
23
Mediawati, Penerapan Komunikasi Persuasif di SMP Master Depok (Studi Kasus Pada Guru Di SMP
Master Depok), Jurnal Proceeding of Management : Vol.2, No.3, (Depok: Universitas Telkom, 2015), hal 416.
24
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2017,
hal.23.
25
Mubasyaroh, Strategi Dakwah Persuasif dalam Mengubah Perilaku Masyarakat, Ilmu Dakwah:
Academic Journal for Homiletic Studies, Vol. 11. No. 2. 2017. hal. 318
26
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007). hal. 148.
12

b) Persuadee: Individu atau kelompok yang menjadi sasaran pesan persuasif melalui
saluran.
c) Pesan Persuasif: Sikap, pendapat, dan perilaku individu dipengaruhi oleh pesan.
d) Saluran Persuasif: Perantara komunikasi antara Persuader dan Persuasif.
e) Umpan balik: Respon dari komunikasi yang telah dilakukan Persuader melalui
saluran tertentu oleh Persuadee.
f) Efek: Efek dari komunikasi persuasif yang telah terjadi, efek ini bisa berupa
perubahan sikap, pendapat, dan perilaku dari Persuadee
27
2.3.3Tujuan Persuasi dalam Dakwah
Komunikasi persuasif dalam berdakwah bertujuan untuk memengaruhi kepercayaan,
sikap, serta perilaku seseorang agar bertindak sesuai dengan harapan komunikator. Secara
umum, sikap individu atau kelompok yang menjadi sasaran pengaruh mencakup tiga
komponen utama: (a) Kognitif: tahap ketika individu memperoleh pengetahuan atau
kesadaran terhadap suatu objek; (b) Afektif : tahap ketika individu menumbuhkan
perasaan suka atau tidak suka terhadap objek tersebut; dan (c) Konatif: tahap ketika
individu terdorong untuk melakukan tindakan nyata terhadap objek itu. Kepercayaan dan
pengetahuan seseorang diyakini dapat membentuk sikap dan pada akhirnya memengaruhi
perilaku. Dengan demikian, perubahan pengetahuan dapat mengarah pada perubahan
tindakan. Walaupun terdapat hubungan antara aspek kognitif, afektif, dan konatif,
hubungan tersebut tidak selalu bersifat langsung atau linier.
28

2.3.4Relevansi Teori Komunikasi Persuasif dalam Penelitian
Penerapan teori komunikasi persuasif dalam penelitian ini memiliki relevansi
langsung dengan proses pembinaan muallaf di Markaz Dewan Da’wah Aceh. Da’i
sebagai komunikator berperan membimbing muallaf melalui pesan yang disusun
berdasarkan pemahaman psikologis dan sosial mereka. Pendekatan yang digunakan harus
memadukan aspek rasional (dalil, logika keagamaan) dan emosional (empati, kasih
sayang, teladan).
27
Sumirat, Suryana dan Soleh, Asep. (2017). Komunikasi Persuasif. Banten: Universitas Terbuka.
28
Mubasyaroh, Strategi Dakwah Persuasif dalam Mengubah Perilaku Masyarakat, Ilmu Dakwah:
Academic Journal for Homiletic Studies, Vol. 11. No. 2. 2017. hal. 318
13

Teori persuasi membantu menjelaskan bagaimana strategi komunikasi da’i mampu
mengubah sikap, memperkuat iman, serta mendorong perilaku keislaman yang konsisten
pada muallaf. Dengan demikian, teori ini tidak hanya relevan secara konseptual, tetapi
juga memiliki aplikasi praktis dalam konteks komunikasi dakwah di Aceh yang
multikultural dan religius.
14

BAB III
KAJIAN PUSTAKA
3.1Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Pendekatan kualitatif dipilih karena sesuai untuk memahami secara mendalam tentang
fenomena strategi komunikasi pendidikan yang dilakukan oleh da’i dalam membina
muallaf. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan secara rinci dan
sistematis mengenai bentuk, pola, serta teknik komunikasi yang digunakan dalam
konteks nyata dan alami, tanpa adanya perlakuan atau manipulasi terhadap variabel-
variabel yang diteliti.
Menurut Bodgan dan Biken, Metode penelitian kualitatif diterapkan langsung pada
sumber data dalam keadaan alami dan peneliti adalah instrumen kuncinya. Penelitian
kualitatif bersifat deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata atau gambar,
sehingga tidak menekankan pada angka-angka. Jenis penelitian ini adalah penelitian
lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan untuk memperoleh informasi
dengan cara mengunjungi responden langsung di rumah atau di tempat lain.
29
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Markas Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Wilayah
Aceh, yang berlokasi di Kabupaten Aceh Besar. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada
keberadaan program pembinaan muallaf yang dilakukan secara intensif dan sistematis
oleh para da’i.
Adapun waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Juli 2025 hingga selesai.
Meskipun peneliti telah melakukan observasi informal sejak dua tahun sebelumnya,
namun proses pengumpulan data secara sistematis dan terdokumentasi akan dimulai
pada bulan Juli 2025.
3.3Subjek dan Informan Penelitian
Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu memilih
informan berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu mereka yang dianggap memahami,
mengalami, dan terlibat langsung dalam proses komunikasi pendidikan yang dimaksud.
29
Rosady Ruslan, Metode Penelitian, Public Relations dan Komunikasi, Edisi I, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2013). hal. 32
15

5 (lima) orang da’i yang secara langsung membina para muallaf
10 (sepuluh) orang muallaf yang aktif mengikuti pembinaan
3.4Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga metode utama,
yaitu:
3.4.1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara melihat secara
langsung objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengamatan
langsung ke lokasi penelitian untuk mengetahui strategi komunikasi da’i dalam
membina muallaf di Markas Dewan Da’wah. Jenis observasi yang digunakan ialah
observasi partisipatif, di mana peneliti ikut terlibat dalam kegiatan sehari-hari objek
yang diamati atau dijadikan sumber informasi. Penulis menyaksikan dan mencatat
kondisi serta situasi di lapangan, mengumpulkan bahan observasi berupa catatan
lapangan dan informasi pendukung lainnya. Dengan cara ini, penulis dapat melihat
secara langsung proses komunikasi da’i dalam pembinaan muallaf, sehingga
memperoleh data yang akurat untuk mendukung penelitian ini.
3.4.2. Wawancara
Wawancara mendalam dilakukan terhadap lima orang da’i yang berperan sebagai
pembina muallaf di markas Dewan Da’wah Aceh dan sepuluh orang muallaf yang telah
mengikuti pembinaan. Wawancara dilakukan secara semi-terstruktur dengan panduan
pertanyaan yang disusun berdasarkan indikator teori strategi komunikasi.
Wawancara mendalam adalah cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara
langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan
mendalam, serta memiliki karakteristik yang unik, yaitu digunakan untuk subjek yang
sedikit, menyediakan latar belakang secara detail dan pertanyaan dapat disesuaikan
dengan alur berjalan saat wawancara terjadi sehingga memungkinkan dikembangkan
berdasarkan dari jawaban informan.
30
30
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public
Relations, Advertising. Komunikasi Organiosasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 102-
103.
16

3.4.3. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen pendukung
seperti jadwal pembinaan, materi pembelajaran, foto kegiatan, serta catatan harian
program pembinaan.
Menurut Robert C. Bogdan dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu,
bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumentasi yang diperoleh berupa catatan-catatan faktual dalam bentuk foto-foto dan
karya-karya baik berupa buletin maupun dari media-media lainnya.
31
Menurut Bogdan dan Biklen analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah- milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting untuk diceritakan kepada orang lain.
32
3.5Teknik Analisis Data
Analisis data dengan model Miles dan Huberman pada penelitian kualitatif dilakukan
mulai saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu. Analisis data ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas hingga datanya jenuh.
33
Model ini memiliki tiga bagian proses utama yang saling berkaitan antara satu dan
lainnya, diantaranya : tahap reduksi data, tahap penyajian data, dan tahap penarikan
kesimpulan atau verifikasi. Tahapan kegiatan ini saling terhubung baik pada saat
sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk
membangun wawasan umum yang disebut analisis.
34
Adapun tahapan teknik analisis data yang penulis gunakan berdasarkan model Miles
dan Hubermen lebih lanjut yaitu:
31
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 82.
32
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 248.
33
Sugeng Pujileksono, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Malang: Kelompok Insrans
Publishing, 2015), hal. 152.
34
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2009), hal. 147-148
17

3.5.1 Reduksi Data
Reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang pokok , memfokuskan
pada hal yang penting, dicari pola dan temanya. Reduksi data merupakan proses
pemilihan, pemusatan perhatian melalui penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.
Tahapan-tahapan reduksi data meliputi: (1) Membuat ringkasan, (2) Mengkode, (3)
Menelusur tema, (4) Membuat gugus-gugus, (5) Membuat partisi, (6) Menulis memo.
3.5.2 Penyajian Data
Tahapan selanjutnya dalam menganalisis data adalah dengan penyajian data.
Ini berarti mendisplay/menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar katagor. Penyajian data yang akan digunakan dalam penelitian ini
berbentuk naratif (uraian dalam bentuk kata-kata).
3.5,3 Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Tahapan terakhir dari analisis data model Miles dan Huberman adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi, yaitu setelah data didapatkan dari lapangan
yang merupakan hasil dari observasi dan wawancara dengan informan penelitian,
maka ditarik kesimpulan yang dapat menjawab rumusan masalah, karena rumusan
masalah dalam penelitian masih bersifat sementara dan berkembang setelah peneliti
berada dilapangan. Kesimpulan penelitian ini nantinya merupakan temuan baru yang
disajikan berupa deskripsi atau gambaran yang awalnya belum jelas menjadi jelas
dan dapat berupa hubungan kausal/interaktif dan hipotesis/teori.
35
35
Sugeng Pujileksono, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Malang: Kelompok Insrans
Publishing, 2015), hal. 152
18

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Muhammad. “Pendekatan Dakwah pada Masyarakat Muallaf di Gresik.” Jurnal
Dakwah dan Komunikasi, vol. 5, no. 2, 2021
Cut Balqis, “Tantangan Pembinaan Muallaf di Banda Aceh,” Jurnal Ilmu Dakwah, vol. 43,
no. 1, 2023
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007)
Fadhlan Kharamah, “Komunikasi Persuasif Penyuluh Agama dalam Membina Muallaf di
Comal.” Jurnal Dakwah Kontemporer, Vol. 8, No. 1, 2024
Fitrah, “Problematika Pembinaan Muallaf di Wilayah Kota Bengkulu,” Skripsi, Muallaf
Center Indonesia (MCI) Cabang Bengkulu”, 2023
Fitriah, “Menemukan Identitas: Perjalanan Adaptasi Muallaf dalam Menjalani Kehidupan
Baru,” Istisyfa: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 2, No. 2 (2023)
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2020).
Ida Rahmawati dan Dinie Ratri Desiningrum, “Pengalaman Menjadi Muallaf: Sebuah
Interpretative Phenomenological Analysis,” Jurnal Empati, vol. 7, no. 1, 2018
Ita Umin, Umi Aisyah dan Rini Setiawati, “Bimbingan Agama Islam Bagi Muallaf Di
Muallaf Center Indonesia (MCI)”, Bina Al-Ummah, Vol. 14, No. 2, (2019)
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004)
M. Yuni, “Peran Da’i dalam Pembinaan Muallaf di Lampung,” Jurnal Dakwah dan
Pendidikan Islam, vol. 9, no. 1, 2024
Mediawati, Penerapan Komunikasi Persuasif di SMP Master Depok (Studi Kasus Pada Guru
Di SMP Master Depok), Jurnal Proceeding of Management: Vol.2, No.3, (Depok:
Universitas Telkom, 2015)
Miftahul Hasan and Ainur Rofiq Sofa, 'Implementasi Konsep Islam Rahmatan Lil 'Alamin
Dalam Pendidikan Karakter Di SDN Seneng 1 Krucil Probolinggo, Al-Tarbiyah:
Jurnal Ilmu Pendidikan Islam Vo. 3, no. 1. 2024
Mubasyaroh, Strategi Dakwah Persuasif dalam Mengubah Perilaku Masyarakat, Ilmu
Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies, Vol. 11. No. 2. 2017
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009)
Muhammad Yusuf, Komunikasi Pendidikan dalam Islam (Yogyakarta: Deepublish, 2021)
19

Nur Afianto, “Pengelolaan Muallaf dan Problematikanya di Kota Palu,” Al-Fikr: Jurnal
Dakwah dan Sosial Keagamaan, Vol. 24, No. 2 (2020)
Nurul Alda, “Kontribusi Forum Dakwah Perbatasan dalam Pembinaan Muallaf di Aceh,”
Jurnal Dakwah Islamiyah, Vol. 12, no. 2, 2024
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2017
Pew Research Center, The Future of World Religions: Population Growth Projections, 2010–
2050, Pew Research Center, 2015. https://www.pewresearch.org/religion/
Pratama, Hamdani & Zulkarnain Abdurrahman “Strategi Dakwah Muallaf Center Indonesia
Peduli (MCIP) Medan dalam Penguatan Aqidah dan Identitas Keislaman Mualaf”
(Jurnal Dakwah dan Komunikasi, v. 10(2)) (2025)
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media,
Public Relations, Advertising. Komunikasi Organiosasi, Komunikasi Pemasaran,
(Jakarta: Kencana, 2010)
Rosady Ruslan, Metode Penelitian, Public Relations dan Komunikasi, Edisi I, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013)
S. Ramadhani and M. Tanjung, “Strategi Komunikasi Dakwah di Sumatra Utara,” Jurnal
Komunikasi Islam Kontemporer, vol. 6, no. 1, 2023
S. Tahir, H. Cangara, and A. Arianto, “Komunikasi Da’i dalam Pembinaan Muallaf di
Pinrang,” Jurnal Komunikasi dan Dakwah, vol. 3, no. 2, 2020
Saiful Zuhri, Strategi Komunikasi Dakwah di Era Digital (Yogyakarta: Deepublish, 2022)
Sugeng Pujileksono, Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Malang: Kelompok
Insrans Publishing, 2015)
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013)
Sumirat, Suryana dan Soleh, Asep. (2017). Komunikasi Persuasif. Banten: Universitas
Terbuka.
Teuku Hasan, “Model Pembinaan Muallaf di Aceh,” Jurnal Komunikasi Islam, vol. 11, no. 2,
2021
Ujang Habibi dan Jaini, “Strategi Komunikasi Da’wah Forum Da’wah Perbatasan (FDP)
dalam Membina Muallaf di Pulau Banyak.” Jurnal Da’wah: Risalah Merintis, Vol. 6,
No. 1, 2023
20

Review Jurnal
Penelitian yang dilakukan oleh Fadhlan Kharamah (2024) berjudul “Komunikasi
Persuasif Penyuluh Agama dalam Membina Muallaf di Comal” dan diterbitkan dalam
Jurnal Dakwah Kontemporer, Vol. 8, No. 1.
Identitas penelitian ini menunjukkan fokus pada bagaimana penyuluh agama
menerapkan komunikasi persuasif untuk membina dan memotivasi muallaf di wilayah
Comal. Permasalahan utama yang diteliti adalah rendahnya motivasi dan konsistensi
muallaf dalam mengikuti pembinaan, yang disebabkan keterbatasan pemahaman agama
dan tantangan adaptasi sosial.
Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara,
observasi, serta dokumentasi. Data dianalisis secara interaktif dengan menekankan pada
strategi komunikasi persuasif yang digunakan penyuluh agama, baik dalam bentuk
pendekatan personal, retorika dakwah, maupun teladan dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi persuasif terbukti mampu
meningkatkan motivasi belajar dan keberagamaan muallaf. Penyuluh agama yang
menggunakan pendekatan persuasif dapat menciptakan kedekatan emosional dengan
muallaf, sehingga pesan dakwah lebih mudah diterima. Namun, penelitian ini juga
menemukan adanya keterbatasan, yakni pendekatan persuasif yang dilakukan belum
mempertimbangkan secara mendalam konteks sosial budaya muallaf yang beragam.
Kelebihan penelitian Kharamah adalah fokusnya yang tajam pada efektivitas
komunikasi persuasif dalam membina muallaf. Hal ini memberikan kontribusi penting
bagi teori dakwah kontemporer dengan menegaskan bahwa strategi persuasif memiliki
peran signifikan dalam proses internalisasi ajaran Islam.
21

Ujang Habibi dan Jaini (2023) dalam Jurnal Da’wah: Risalah Merintis, Vol. 6, No.1.
menulis artikel berjudul “Strategi Komunikasi Da’wah Forum Da’wah Perbatasan (FDP)
dalam Membina Muallaf di Pulau Banyak.”
Penelitian ini berfokus pada bagaimana strategi komunikasi da’i FDP dalam
melaksanakan pembinaan keagamaan terhadap para muallaf di daerah perbatasan.
Masalah yang diangkat adalah rendahnya pemahaman keislaman muallaf yang
disebabkan oleh keterbatasan akses, budaya lokal yang kuat, serta minimnya
pendampingan formal dari lembaga dakwah.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif,
melalui teknik wawancara mendalam dengan da’i FDP serta observasi partisipatif pada
aktivitas dakwah. Dengan metode ini, peneliti mampu menggali dinamika komunikasi
secara lebih kontekstual, termasuk tantangan dan strategi yang digunakan da’i di
lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi da’i FDP meliputi knowing
the audience, yakni memahami latar belakang audiens sebelum menyampaikan pesan;
penyusunan pesan yang kontekstual dengan kondisi sosial budaya masyarakat lokal; serta
penggunaan metode komunikasi yang bersifat persuasif, edukatif, dan informatif. Strategi
ini terbukti efektif dalam meningkatkan keterlibatan muallaf dan mendorong mereka
untuk lebih konsisten dalam menjalankan ajaran Islam.
Kelebihan penelitian ini terletak pada penggalian lapangan yang mendalam dan
penyajian strategi komunikasi secara praktis, sehingga memberikan gambaran yang
aplikatif bagi da’i di daerah perbatasan. Namun, keterbatasannya adalah fokus penelitian
yang hanya pada konteks geografis tertentu (Pulau Banyak), sehingga hasilnya tidak
sepenuhnya dapat digeneralisasi pada wilayah lain dengan kondisi sosial budaya berbeda.
Relevansi penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sama-sama
menyoroti strategi komunikasi da’i dalam membina muallaf. Akan tetapi, penelitian ini
lebih menekankan pada komunikasi kontekstual di wilayah perbatasan, sedangkan
penelitian penulis difokuskan pada strategi komunikasi pendidikan di Markaz Dewan
Da’wah Aceh yang memiliki latar berbeda, yaitu lembaga formal dengan asrama
mahasiswa sebagai pusat pembinaan. Dengan demikian, penelitian penulis akan
melengkapi literatur dengan memberikan perspektif baru tentang strategi komunikasi da’i
di lingkungan kelembagaan pendidikan dakwah yang lebih terstruktur.
22

Penelitian yang berjudul “Communication Strategy in Strengthening Da’wah for the
Muallaf Community in North Sumatra” ditulis oleh Suci Ramadhani dan Muaz Tanjung,
diterbitkan dalam Muharrik: Jurnal Dakwah dan Sosial, Volume 6 Nomor 1. 2023. Artikel
ini terindeks Sinta 3 dan berfokus pada strategi komunikasi dakwah yang dilakukan
komunitas sosial Peduli Muallaf Karo di Sumatera Utara.
Permasalahan utama yang dikaji adalah lemahnya pembinaan dan pendampingan
muallaf di Kabupaten Karo, khususnya Kecamatan Tiganderket. Banyak muallaf
menghadapi kesulitan memahami dan mengamalkan Islam, sementara lembaga formal
dan pemerintah belum memberi perhatian memadai. Oleh karena itu, penelitian ini
berfokus pada strategi komunikasi Peduli Muallaf Karo dalam membina, menguatkan
iman, serta mencegah muallaf kembali pada keyakinan sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik
pengumpulan data melalui observasi lapangan, wawancara dengan pengurus komunitas,
serta dokumentasi. Teori komunikasi yang digunakan mengacu pada konsep R. Wayne
Peace dkk. tentang strategi komunikasi yang mencakup tiga tujuan: to secure
understanding, to establish acceptance, dan to motivate action.
Hasil penelitian menunjukkan:
1.To secure understanding dilakukan dengan pendekatan bahasa lokal (Bahasa Karo)
agar pesan dakwah mudah dipahami dan lebih menyentuh aspek emosional muallaf.
2.To establish acceptance diterapkan melalui berbagai metode pembinaan seperti
ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, praktik ibadah, hingga permainan edukatif.
3.To motivate action dilakukan dengan kompetisi khusus muallaf, pemberian dukungan
moral dan material (seperti bantuan sosial, zakat, bahkan pinjaman ternak), serta
teladan nyata (dakwah bil hal).
Hasilnya, pembinaan ini terbukti efektif; sebagian muallaf sudah mampu menjadi
imam, bilal, bahkan penceramah di lingkungan mereka.
Kelebihan penelitian ini adalah pada kedalaman analisis strategi komunikasi yang
dikaitkan langsung dengan praktik pembinaan lapangan. Artikel ini juga memperlihatkan
bagaimana aspek budaya lokal (bahasa dan adat) menjadi instrumen penting dakwah.
23

Selain itu, adanya dokumentasi program nyata seperti pesantren kilat muallaf, bantuan
ekonomi, dan kompetisi membuat penelitian ini kaya data empiris.
Penelitian ini sangat relevan dengan studi penulis di Aceh. Artikel Ramadhani &
Tanjung menekankan pentingnya strategi komunikasi interpersonal dan kultural dalam
membina muallaf, yang sejalan dengan tujuan penelitian penulis. Bedanya, penelitian
penulis dapat lebih memperinci pola komunikasi interpersonal da’i secara personal di
Aceh, sementara penelitian ini menyoroti peran komunitas sosial dalam pembinaan.
24
Tags