Refarat poliuria oleh yop ppds fk usu mmm

YogiPrimaZulkifli 8 views 12 slides Jan 29, 2025
Slide 1
Slide 1 of 12
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12

About This Presentation

iop yop


Slide Content

Refarat Kepada Yth:
Divisi Nefrologi Anak
Poliuria pada anak
Penyaji : Kadir Gani
Hari/Tanggal : Juni 2024
Pembimbing : dr. Rosmayanti S Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
Supervisor : Prof. dr. Hj. Rafita Ramayati, Sp.A(K)
: Dr. dr. Oke Rina Ramayani, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
: dr. Rosmayanti S Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A(K)
PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh manusia karena memliki fungsi yang
penting dimana membuang zat sisa dari tubuh manusia, mengatur hemostasis cairan dan
elektrolit, regulasi tekanan darah, asam basa, gluconeogenesis serta sekresi metabolisme dan
ekresi dari hormon.
1

Berkemih merupakan proses fisiologis untuk membuang cairan yang berlebih serta
membuang zat dalam tubuh. Secara fisiologis, proses berkemih merupakan koordinasi dari
sistem saraf pusat, otonom, dan somatik. Pusat otak yang mengendalikan proses berkemih
adalah pons, periaqueductal gray (PAG), dan korteks. Frekuensi berkemih pada bayi baru
lahir hingga usia 1 bulan normal dapat sampai 20 kali dalam sehari dan seiring dengan
bertambahnya usia frekuensi buang air kecil berkurang. Secara normal tubuh dapat mengatur
dan mempertahankan volume cairan tubuh total dan menjaga osmolalitas urine dan darah
dengan peran dari hipotalamus dan kelenjar hipofisis dalam mengekskresi cairan melalui
pengeluaran anti diuretic hormone (ADH) atau vasopressin.

Osmolalitas urine normal 1.090 +
110 mOsm/l dengan berat jenis urin 1.020. Poliuria merupakan kondisi dimana produksi
urine dalam jumlah banyak, lebih dari 4 ml/kgbb/jam.
2,3

Anatomi Ginjal
Saluran kemih terdiri dari dua ginjal, ureter, kantung kemih dan urethra. Ginjal berada
di retroperitoneal pada dinding perut di kedua sisi columna vetebralis. dengan ukuran pada
orang dewasa sekitar 150gram. Vaskularisasi ginjal mula dari arteri renalis yang merupakan
cabang dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior. Arteri renalis masuk ke
dalam hillus renalis dan bercabang menjadi arteri interlobaris, arteri interlobularis dan
arteriola aferen yang menyusun glomerulus.
1

Unit fungsional setiap ginjal adalah tubulus uriniferus mikroskopik. Tubulus ini terdiri
atas nefron (nephronum) dan duktus koligens (ductus coligens) Masing-masing ginjal
manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang masing- masing dari nefron tersebut
memiliki tugas untuk membentuk urin.
1,2,3

Terdapat dua jenis nefron yaitu nefron kortikal (nephronum corticale) yang terletak di
korteks ginjal, sedangkan nefron jukstamedularis (nephronum juxtamedullare) terdapat di
dekat perbatasan korteks dan medulla ginjal. Setiap nefron memiliki dua komponen utama
yaitu glomerulus dan tubulus. Glomerulus (kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang
difiltrasi dari darah sedangkan tubulus merupakan saluran panjang yang mengubah cairan
yang telah difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju keluar ginjal.
4,5

Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus
dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus masuk ke
dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada

korteks ginjal. Dari tubulus proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of
Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden yag bersambung ke
tubulus distal hingga tubulus rektus dan tubulus koligentes modular.
4
Proses Pembentukan Urine
Urine merupakan hasil akhir proses filtrasi, reabsobsi dan ekskresi ginjal, kemudian
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Urine berasal dari darah yang dibawa
arteri renalis masuk ke dalam ginjal, darah ini terdiri dari sel darah dan plasma darah.
Glomerulus berfungsi sebagai ultrafiltrasi, kapsula bowmen berfungsi untuk menampung
hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus renalis akan terjadi penyerapan kembali dari zat-
zat yang sudah disaring pada glomerulus dan sisa cairannya akan diteruskan ke piala ginjal
dan berlanjut ke ureter. Melalui filtrasi, reabsorpsi dan sekresi, ginjal mengekskresikan 1,6 –
1,8 liter urine per hari pada orang dewasa dan 2 – 5 ml/kg per jam pada anak-anak.
1
Proses pembentukan urine melalui tiga tahapan yaitu :
1,5,6
1.Proses filtrasi
terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena adanya perpindahan cairan dan zat
terlarut dari glomerulus menuju ke kapsula bowman dengan menembus membrane
filtrasi. Membran filtrasi terdiri dari tiga bagian utama yaitu: sel endothelium
glomerulus, membrane basiler, epitel kapsula bowman. Di dalam glomerulus

terjadi proses filtrasi sel-sel darah, trombosit dan protein agar tidak ikut
dikeluarkan oleh ginjal. Hasil penyaringan di glomerulus akan menghasilkan urine
primer yang memiliki kandungan elektrolit, kritaloid, ion Cl, ion HCO3, garam-
garam, glukosa, natrium, kalium, dan asam amino.
Proses filtrasi ini dibantu oleh faktor :
a. Membran kapiler glomerulus lebih permeabel dibandingkan kapiler lain dalam
tubuh sehingga filtrasi berjalan dengan cepat.
b. Tekanan darah dalam kapiler glomerulus lebih tinggi dibandingkan tekanan
darah dalam kapiler lain karena diameter arteriol eferen lebih kecil dibandingkan
diameter arteriol aferen.
2.Proses reabsorbsi
proses perpindahan cairan dari tubulus renalis menuju ke pembuluh darah yang
mengelilinginya yaitu kapiler peitubuler. Sel-el tubulus renalis secara selektif
mereabsorpsi zat-zat yang terdapat pada urine primer dimana terjadi reabsorpsi
tergantung dengan kebutuhan. Zat-zat makanan yang terdapat di urine primer akan
direabsorpsi secara keseluruhan, sedangkan reabsorpsi garam-garam anorganik
direabsorpsi tergantung jumlah garam-garam anorganik di dalam plasma darah.
Proses reabsorpsi terjadi dibagian tubulus kontortus proksimal dan distal. Proses
reabsorpsi akan terjadi penyaringan asam amino, glukosa, asam asetoasetat,
vitamin, garam-garam anorganik dan air.
3.Proses sekresi
Proses reabsorpsi akan terjadi penyaringan asam amino, glukosa, asam
asetoasetat, vitamin, garam-garam anorganik dan air.
Poliuria
Poliuria merupakan kondisi dimana produksi urine lebih dari 4 ml/kgbb/jam. Poliuria
harus dibedakan dari keluhan yang sering terjadi yaitu ngompol (eneuresis), yang mana
keadaan tersebut tidak berkaitan dengan peningkatan jumlah produksi urine. Poliuria terjadi
karena gangguan pengaturan cairan dan solut dengan penyebab dan patofisiologi yang
berbeda-beda dan dapat menyebabkan sakit berat.
1,2

PENYEBAB
Penyebab dari poliuria dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok yaitu : diuresis air
(water diuresis), diuresis osmotik atau solut dan diuresis campuran (mixed diuresis). Pada
kelompok diuresis air, urin mengandung solut yang relatif sedikit dan osmolalitas urin < 150
mOsm/l, diuresis solut, urin mengandung solut yang relatif banyak dengan osmolalitas urin
300-500 mOsm/l, dan pada diuresis campuran osmolalitas urin antara 150-300 mOsm/l.
7,8

Diuresis solut dapat disebabkan elektrolit dan non elektrolit. Diuresis solut elektrolit
(inorganik) dapat disebabkan oleh garam Na, K, garam amonium dengan anion klorida atau
bikarbonat seperti pada pemberian NaCl intravena, pemberian garam dalam jumlah banyak,
pemberian loop diuretic, dan penyakit ginjal sodium wasting. Diuresis solut non elektrolit
(organik) dapat disebabkan oleh glukosa, ureum, dan manitol.
8
Berdasarkan jenis diuresis, penyebab poliuria terdiri dari:
8
1.Diuresis air (water diuresis)
a.Polidipsi primer atau diabetes insipidus dipsogenik
i.Polidipsi psikogenik atau compulsive water drinking
ii.Iatrogenik: terapi cairan dalam jumlah banyak
iii.Kelainan pusat haus atau polidipsi hipotalamik
iv.Hiperangiotensinisme, hiperreninemia
2.Diabetes insipidus
a.Diabetes insipidus sentral
i.Primer : idiopatik dan familial
ii.Sekunder : - trauma kepala, fraktur basis kranii, tindakan bedah saraf,
pasca hipofisektomi, infeksi intracranial, tumor otak, tumor infra atau
supraselar, leukemia, penyakit granulomatosa susunan saraf pusat,
perdarahan intracranial, hipoksia, obat-obatan
b.Diabetes insipidus nefrogenik
i.Kongenital
ii.Didapat: - hipokalemia, hiperkalsemia, obat-obatan, kelainan parenkim
ginjal, penyakit sickle cell
c.Excessive vasopressinase
Penyebab polyuria juga dapat disebabkan oleh masalah di tubular ginjal, dimana bila
terjadi kelainan di tubular dapat terjadi kelainan metabolic sesuai dengan di bagian tubular

yang bermasalah seperti renal tubular asidosis (RTA), barter syndrome dan gitelman
syndrome ataupun fanconi syndrome.
9,10

Tabel 1. Kelainan tubular.
10
PATOGENESIS
Secara umum poliuria terjadi karena peningkatan filtrasi glomerulus, penurunan
reabsorbsi di tubulus proksimal, ansa Henle (diuresis solut), tubulus distal, dan duktus
koligens (diuresis air), atau peningkatan osmolalitas urin. Peningkatan osmolalitas urin
bergantung pada permeabilitas dan reabsorbsi pasif Na di ansa Henle pars asendens lapisan
tipis, transport aktif NaCl di ansa Henle pars asendens lapisan tebal, reabsorbsi ureum di
tubulus koligens, dan adanya vasa rekta yang utuh untuk mencegah wash out hyperosmolar
regional.
8
Vasopresin bekerja pada tubulus koligens kortikal dan medula dengan mereabsorbsi
air. Vasopresin berikatan dengan reseptor vasopresin V2 yang spesifik pada membran
basolateral sel epitel dan meningkatkan aktivitas adenil siklase yang menghasilkan c-AMP. c-
AMP mengaktivasi proteinkinase dan menyebabkan pembentukan mikrotubulus dan
mikrofilamen yang mengakibatkan meningkatnya permeabilitas air akibat meningkatnya
jumlah pori-pori air.
8
Diabetes insipidus sentral terjadi karena ketidakmampuan kelenjar hipofisis
memproduksi atau mensekresi vasopresin. Kadar hormon vasopresin dalam darah rendah atau
tidak terdeteksi sama sekali yang menyebabkan fungsi pemekatan urin menurun dan
mengakibatkan poliuria. Poliuria dapat disertai kehilangan Na melalui urin, sehingga terjadi
hiponatremia berat, dan dehidrasi berat.
8
Diabetes insipidus nefrogenik terjadi karena tubulus ginjal tidak memberikan respons
yang adekuat terhadap vasopresin dan mengakibatkan gangguan fungsi pemekatan urin yang
dapat bersifat partial atau komplit. Diabetes insipidus nefrogenik dapat terjadi karena
kerusakan pada korteks dan medula ginjal. Pada kerusakan korteks, jumlah urin sangat
banyak karena osmolalitas urin lebih rendah daripada plasma; sedangkan pada kerusakan

medula, vasopresin masih bekerja dan osmolalitas cairan dalam lumen duktus koligens
korteks dapat mencapai osmolalitas plasma. Pada kerusakan medula ginjal, gangguan
pemekatan solut terjadi karena pengeluaran solut dan air dari tubulus proksimal, kelainan
anatomi dan fungsional ansa Henle, gangguan aliran darah dalam vasa rekta, pengeluaran
solut ke tubulus distal dan duktus koligens, dan biasanya disertai manifestasi klinis lain
seperti proteinuria, hematuria, glukosuria, aminoasiduria, azotemia, dan kelainan saluran
kemih. Gangguan pemekatan solut medula ginjal ini dapat terjadi pada nefropati obstruktif,
nefropati pascaobstruktif, nefropati refluks, penyakit tubulointerstitial seperti pielonefritis,
infeksi saluran kemih tanpa kelainan medula, penyakit interstitial karena obat, anemia sel
sickle, amiloidosis, sindrom Fanconi, penyakit kista medular dan nefronopthisis, dan gagal
ginjal kronik.
8
Primary polydipsia (bisa juga disebut psychogenic polydipsia) adalah suatu keadaan
yang ditandai dengan peningkatan jumlah air yang diminum. Kelainan ini dilaporkan sering
kali terjadi pada perempuan usia remaja, penderita dengan kelainan dasar penyakit kejiwaan,
termasuk pasien yang mendapatkan pengobatan rutin dengan fenotiazine yang memicu
sensasi mulut kering. Primary polydipsia dapat juga disebabkan akibat adanya lesi
hipotalamus yang bisa mengenai pusat rasa haus.
8
Kelainan pada tubular dapat dibedakan sesuai dengan diklasifikasikan menjadi
beberapa sindrom yang berbeda berdasarkan ciri-ciri yang muncul.
10
1.Metabolik asidosis dan hipokalemia
Pada metabolic asidosis dan hipokalemia dapat menunjukan suatu RTA atau
kehilangan bikarbonat di saluran cerna (diare, ureterosigmoidostomi). Distal RTA
ditandai dengan penurunan ekskresi proton karena karena defek pada pompa
proton atau difusi proton. Pada RTA proksimal terjadinya berkurangnya ambang
batas bikarbonat pada yang mengakibatkan bikarbonaturia.
2.metabolik alkalosis dan hipokalemia
pada kelainan tubular yang menyebabkan metabolik alkalosis dan hipokalemia
meliputi spektrum kondisi yang melibatkan pengurangan reabsorpsi elektrolit
(Bartter, sindrom Gitelman) atau peningkatan aksi mineralokortikoid (sindrom
Liddle, sindrom kelebihan mineralokortikoid yang nyata, aldosteronisme yang
dapat diperbaiki dengan glukokortikoid).

3.Hiperkalsiuria
Hiperkalsiuria didefinisikan sebagai ekskresi kalsium urin ekskresi kalsium urin
lebih dari 4 mg/kg/hari. Pasien dengan hiperkalsiuria pada kasus batu ginjal dan
nefrokalsinosis dan menunjukan hematuria, miksi berulang dan nyeri.
Sindrom Fanconi atau sebelumnya di kenal dengan proksimal RTA adalah kelainan
yang jarang terjadi pada tubulus proksimal proksimal yang mengakibatkan kelebihan jumlah
glukosa, bikarbonat fosfat, asam urat, kalium, dan amino tertentu tertentu yang diekskresikan
dalam urin. Gambaran klinis yang paling umum dari sindrom Fanconi adalah polidipsia dan
poliuria. Mekanisme polyuria terkait dengan pembuangan solute urin yang berlebihan.
11
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kondisi poliuria yaitu urinalisis,
osmolalitas dan berat jenis urin, biakan urin, ureum dan kreatinin darah, laju filtrasi
glomerulus, elektrolit plasma, uji deprivasi air, uji pitresin, dan pemeriksaan radiologis. Pada
urinalisis dapat dinilai osmolalitas dan berat jenis urine dengan berat jenis > 1.010 atau
osmolalitas urin > 400 mOsm/l didapatkan pada diuresis solut atau anak normal, sedangkan
berat jenis < 1.010 atau osmolalitas urin < 100 mOsml/l mengindikasikan diuresis air.
Peningkatan berat jenis dan osmolalitas urin disertai glukosuria menggambarkan diabetes
mellitus dan adanya elemen selular pada urinalisis menggambarkan kerusakan parenkim
ginjal. Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan foto kepala, CT–scan atau MRI kepala, dan
pemeriksaan fungsi kelenjar hipofisis ultrasonografi ginjal dan miksiosistoureterografi.
8

Uji deprivasi air bertujuan untuk meningkatkan natrium (> 145 mEq/l) atau
osmolalitas plasma ke titik tertentu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengevaluasi
kemampuan pasien memekatkan urin sebagai respons terhadap hipernatremia dan penurunan
volume cairan ekstraselular. Hipernatemia dan penurunan volume cairan ekstraselular akan
meningkatkan sekresi vasopresin oleh kelenjar hipofisis dan menyebabkan urin dengan
konsentrasi maksimal. Berikut ini adalah salah satu tata cara uji deprivasi air. Setelah
mendapat hidrasi yang adekuat yaitu minum air sesuai dengan kebutuhan selama 24 jam,
dilakukan pemeriksaan kadar natrium dan osmolalitas plasma, berat jenis dan osmolalitas
urin, pengukuran jumlah urin, dan berat badan. Selama pemeriksaan, anak tidak boleh makan
dan minum; berat badan, tanda vital, dan berat jenis urin diperiksa setiap jam. Pemeriksaan
jumlah urin, osmolalitas urin, osmolalitas plasma, dan natrium plasma dilakukan setiap 2 jam.
Uji deprivasi air dilanjutkan sampai osmolalitas plasma mencapai 300 mOsm/l atau lebih

tinggi dan berat badan turun 3-4% dari berat badan awal pemeriksaan dan dihentikan jika
terdapat penurunan berat badan > 5%, atau berat jenis urin > 1.020, atau osmolalitas urin >
600 mOsm/l, atau Na serum > 145 mEq/L. Uji deprivasi air tidak dapat dilakukan pada
keadaan hipernatremia atau pada isostenuria dengan peningkatan osmolalitas plasma.
8
Uji pitresin dilakukan untuk membedakan diabetes insipidus nefrogenik dengan
diabetes insipidus sentral yaitu dengan pemberian vasopressin atau analognya (aqueous
vasopresin atau DDAVP). Vasopresin lisin diberikan subkutan dengan dosis 5 IU/m2 luas
permukaan tubuh. Desmopressin (1 desamino 8-D- arginin vasopresin atau DDAVP)
diberikan secara intranasal dengan dosis 5 ug untuk neonatus, 10 ug untuk bayi, dan 20 ug
untuk anak dan dewasa. DDAVP dapat juga diberikan secara intravena dengan dosis 1/10
dosis intranasal atau secara intramuskular dengan dosis 0,25 ml (1 ug) jika berat badan < 30
kg atau 0,50 ml (2 ug) jika berat badan > 30 kg. Selama pemeriksaan anak diperkenankan
makan dan minum; kemudian dilakukan pengukuran jumlah urin total 12 jam, berat jenis urin
setiap jam sampai 6 jam, serta pemeriksaan osmolalitas urin, osmolalitas plasma, dan Na
plasma setiap 2 jam selama 6 jam.
8
Evaluasi anak dengan hipokalemia dan asidosis metabolik adalah untuk membedakan
kehilangan bikarbonat gastrointestinal dari RTA. Kehilangan bikarbonat gastrointestinal dapat

dibedakan dari RTA dengan memperkirakan Anion Gap urine. Anion gap urin yang negative
menunjukkan peningkatan produksi NH4* ginjal (penyebab asidosis metabolik extrarenal),
sedangkan kesenjangan positif menunjukkan RTA.
10,12,13
Pada kasus alkalosis metabolik, perlu ditanyakan riwayat gejala saluran cerna bagian
atas (muntah dan drainase nasogastrik), penggunaan diuretik, dan pengukuran tekanan darah.
Klorida urin membantu dalam membedakan penyebab non-ginjal (<10 mEq/L) dari penyebab
ginjal (>20 mEq/L) dari alkalosis hipokalemik. Adanya peningkatan darah darah yang tinggi
menunjukkan adanya hiperaldosteronisme (hiperaldosteronisme, aldosteronisme yang dapat
diperbaiki dengan glukokortikoid, hiperplasia adrenal kongenital) atau kelebihan
mineralokortikoid yang nyata (sindrom Liddle, sindrom kelebihan mineralokortikoid yang
nyata. Sindrom Bartter dapat dibedakan dari sindrom Gitelman dengan adanya hiperkalsiuria
pada sindrom Bartter dan hipomagnesemia pada sindrom Gitelman.
10,12,13

TATALAKSANA
Secara garis besar tata laksana poliuria terdiri dari pemberian cairan yang adekuat
untuk mencegah dehidrasi, mengurangi kelebihan solut yang diekskresi ginjal, mengoreksi
kelainan elektrolit, mencari penyebab dan mengobati penyakit yang mendasarinya, misalnya
mengatasi hipokalemia dan hiperkalsemia, mengobati diabetes melitus atau penyakit ginjal,
dan menghentikan obat-obatan yang dapat menyebabkan poliuria.
8
Pada diabetes insipidus nefrogenik, pemberian diuretik golongan thiazida dapat
mengurangi poliuria hingga 50%. Mekanisme kerja diuretik ini belum jelas, tetapi diduga
melalui peningkatan reabsorbsi fraksi NaCl dan air di tubulus proksimal sehingga
menyebabkan aliran urin di tubulus distal menurun dan mengurangi jumlah urin. Thiazid juga
akan menghambat reabsorbsi NaCl di segmen diluting korteks. Hidroklorotiazid biasanya
diberikan 1-2 mg/ kgbb/hari. Obat antiinflamasi non steroid seperti indometasin yang
menurunkan produksi prostaglandin dapat digunakan dalam terapi diabetes insipidus
nefrogenik, tetapi mekanisme kerjanya belum jelas. Hipokalemia diatasi dengan pemberian
kalium. Vasopresin dan analognya adalah obat utama untuk pengobatan diabetes insipidus
sentral. Polidipsi psikogenik atau compulsive water drinking sangat jarang pada anak dan
memerlukan psikoterapi.
8
Daftar Pustaka
1.John E. Hall, Ph.D. Pembentukan urine oleh ginjal. Dalam dr. M. Djauhari
widjajakusumah. Ed 12. Guyton dan Hall fisiologi kedokteran.Elsevier Inc. 2011.
326-30.
2.Ninik Asmamingsih. Gangguan berkemih pada anak. Airlangga University Press,,
2015
3.Pardede, S.O. 2016. Poliuria Pada Anak, Sari Pediatri, 5(3), p. 103.
4.Kirnanoro, d. M. 2017. Anatomi Fisiologi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
5.Alatas, H., Taralan, T., Partini, P. & Sudung, O., 2010. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2
ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia..

6.Sherwood, Lauralee. Human Physiology
 : from Cells to Systems. 8 th edition.
Jakarta : EGC; 2016
7.Ngompol Pada Anak. IDAI. Available at: https://www.idai.or.id/artikel/seputar-
kesehatan-anak/ngompol-pada-anak (Accessed: 28 June 2024).
8.Rochmah, N. Faizi, M. Lestari, S.R. Tatalaksana Poliuria pada Anak Dalam Praktek
Sehari-hari. Unit Kerja Endokrinologi Anak dan Remaja Bekerja sama dengan IDAI
Cabang Jawa Timur. 2019
9.Leung AK, Robson WL, Halperin ML. Polyuria in childhood. Clin Pediatr (Phila).
1991 Nov;30(11):634-40.
10.Bagga A, Bajpai A, Menon S. Approach to renal tubular disorders. Indian J Pediatr.
2005 Sep;72(9):771-6.
11.Filler G, Geda R, Salerno F, Zhang YC, de Ferris MED, McIntyre CW. Management
of severe polyuria in idiopathic Fanconi syndrome. Pediatr Nephrol. 2021
Nov;36(11):3621-3626.
12.Fulchiero R, Seo-Mayer P. Bartter Syndrome and Gitelman Syndrome. Pediatr Clin
North Am. 2019 Feb;66(1):121-134.
13.Bagga A, Sinha A. Renal Tubular Acidosis. Indian J Pediatr. 2020 Sep;87(9):733-744.
doi: 10.1007/s12098-020-03318-8.
Tags