STANDAR UNTUK PENGUKURAN TEKNIK MESIN DAN INSTRUMENTASI 2

YoviFernando 12 views 23 slides Dec 03, 2024
Slide 1
Slide 1 of 23
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23

About This Presentation

TEKNIK


Slide Content

MATAKULIAH
PENGUKURAN DAN INSTRUMENTASI

CHAPTER
STANDAR UNTUK PENGUKURAN

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


1.1. Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas tentang definisi mengukur menurut pengertian yang kita sepakati.
Juga akan dibahas tentang aturan penulisan angka dan penulisan nilai hasil pengukuran,
pengertian setting dan kalibrasi serta dibahas cara menuliskan data hasil dari pengetesan
instrument sebagai laporan kalibrasi.
Buku ini kita buat kesepakatan bahwa pengertian tentang mengukur, yakni mengukur adalah
membandingkan suatu besaran yang tak diketahui nilainya dengan besaran standar yang telah
terdefinisikan nilainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, besaran standar ini haruslah
mempunyai nilai yang sudah diketahui dan disepakati bersama. Besaran standar tersebut diatas,
nilainya dapat melekat pada instrument. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa
mengukur adalah membandingkan nilai besaran yang tidak diketahui dengan memakai
instrument yang sesuai dan yang telah distandarkan.
Instrument yang telah distandarkan adalah instrument yang telah dibandingkan dengan tatacara
tertentu sehingga instrument tersebut kesusaiannya dengan nilai besaran standard dan diketahui
pula besarnya penyimpangan dari nilai standarnya. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa
mengukur adalah suatu kegiatan membandingkan besaran yang ingin diketahui terhadap
besaran standar.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan mengukur tersebut di atas, harus
diperhatikan nilai-nilai dari besaran yang diwakili oleh instrument pembanding dan juga perlu
diperhatikan tentang prosedur atau cara membandingkannya. Sehingga dari hasil
pembandingan ini kemudian dapat disimpulkan nilai besaran yang tidak diketahui terhadap
besaran standarnya (atau besaran yang nilainya sudah dibakukan).
Contoh kasus berikut adalah ilustrasi tentang hasil peristiwa mengukur. Misalnya pada suatu
panjang benda diukur dengan cara membandingkan dengan instrument ukur panjang yang telah
disepakati bersama atau telah distandarisasi sebagai mempunyai panjang 1 meter, kemudian
hasil pengukuran diketahui bahwa nilainya adalah sama dengan ¼ kali panjang instrument ukur
standar tersebut, maka benda yang diukur tersebut menurut instrument ukur besaran panjang
tersebut dapat disimpulkan sebagai mempunyai panjang sama dengan ¼ meter. Dalam
kesepakatan bersama atau standarisasi tentang panjang tersebut misalnya pada kesepakatan
panjang suatu benda yang pertama dirujuk adalah bernilai sama dengan 1 meter, selanjutnya
dapat dilakukan pembagian panjang dengan cara menandai benda tersebut menjadi ½ kali
panjang semula, ¼ kali panjang semula,
1
10
kali panjang semula, atau
1
1000
kali panjang semula
dan seterusnya. Dengan demikian, maka hasil kesepakatan tentang panjang benda tersebut
dapat digunakan sebagai instrument ukur. Pada contoh di atas, jika diketahui bahwa panjang
benda yang diukur adalah ¼ kali panjang benda standar yang nilai standar tersebut adalah 1
meter, maka dapat dikatakan bahwa panjang benda yang diukur adalah sama dengan ¼ meter.
Contoh kasus lain, misalnya kita mempunyai benda dengan berbesaran panjang sesuai
kesepakatan adalah nilainya adalah 1 �����. Kemudian kita ingin pakai sebagai benda rujukan
untuk instrument pengukur panjang yang lain, yang dapat dibuat agar nilai-nilai yang pada
instrument pengukur panjang tersebut dapat langsung dipakai untuk mengetahui panjang benda
yang akan diukur maka instrument yang dirujukkan tersebut dapat dibuat dengan

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


membandingkan dan disamakan nilainya dengan ukuran nilai dari besaran panjang yang
disepakati bersama tersebut. Dengan demikian instrument ukur yang baru dapat dikatakan
mempunyai panjang ‘sama dengan’ panjang benda yang disepakati bersama. Selanjutnya,
instrument tersebut dapat saja dibuat garis garis pembeda yang nilainya tertentu seperti nilainya
adalah ½ kali dari panjang yang disepakati atau ½ �����, dan seterusnya. Selanjutnya dapat
saja garis-garis pembeda tersebut nilainya dibuat menjadi setiap
1
10
kali dari panjang
kesepakatan atau dibuat setiap
1
10
����� atau 1 ���??????�����, dapat pula selanjutnya dibuat setiap
1
100
dari panjang kesepakatan atau setiap
1
100
meter atau disebut 1 ����??????�����, dan seturusnya.
Dengan demikian, instrument baru tersebut dapat disebut sebagai instrument yang ‘sama
dengan’ benda yang punya ukuran sesuai kesepakatan bernilai 1 meter, dan dapat saja dipakai
sebagai instrument pengukur yang baru yang dirujukkan pada benda berbesaran panjang yang
disepakati. Instrument tersebut dapat kita sebut sebagai instrument pengganti benda rujukan
panjang hasil kesepakatan, atau instrument pengganti pengukur panjang.
Dengan menggunakan contoh kasus tentang instrument pengganti tersebut di atas, maka kita
dapat pakai sebagai pengukur besaran panjang yang mana saja dengan hasil adalah perkalian
nilai dari besaran panjang kesepakatan. Misalnya jika didapatkan nilai hasil pengukuran
dengan instrument pengganti adalah senilai
85
100
kali hasil kesepakatan maka dapat kita sebut
nilainya adalah
85
100
�����. Kemudian jika kita definisikan bahwa
1
100
����� adalah sama
dengan 1 ����??????�����,
1
10
����� adalah sama dengan 1 ���??????�����, maka dapat dikatakan
bahwa
85
100
kali hasil kesepakatan besaran panjang yang bernilai 1 meter tersebut adalah dapat
disebutkan 1×(
1
100
�����) atau 85 × (1 ����??????�����) atau sebagai 85 ����??????�����.
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa setidaknya ada tiga hal penting dalam hal melakukan
kegiatan pengukuran yang harus diperhatinjan, yakni ketiganya adalah
1. Instrumen yang telah diketahui besaran dan ketepatannya atau yang telah distandarkan,
atau nilainya telah disepakati bersama.
2. Tata cara membandingkannya atau cara mengukurnya.
3. Kesimpulan yang diambil dari hasil membandingkan atau mengukur tersebut dan
penulisan nilai yang dihasilkan sebagai pelaporan hasil pengukuran.
Telah diketahui, bahwa untuk menyamakan persepsi tentang besaran, perlu dilakukan konvensi
atau kesepakatan bersama oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Kesepakatan bersama
mengenai nilai dari suatu besaran secara internasional dapat dijumpai sebagai misal adalah
Standar Metrik. Standar ini adalah standar atau pembakuan atau kesepakatan mengenai System
Satuan Internasional (SI Unit). Sistem ini merupakan sistem ukuran yang dipakai oleh para
ilmuwan untuk satuan dari besaran-besaran fisik.
Dalam satuan SI, didefinisikan tentang satuan dasar, kemudian dibuat satuan kedua yakni
satuan turunan. Kemudian diatur pula yakni tentang aturan penulisan dan cara penggunaan
satuan tersebut. Dokumen lain yang mengatur standar dalam suatu negera, diantaranya
dikeluarkan oleh ANSI (American National Standards Institute) Standard 268-1982, dan
contoh lainnya di Kanada adalah Standard CSAZ 234.2-1973
[ ]

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


Tata cara penulisan hasil pengukuran diperlukan standarisasi pula, hal ini dimaksudkan agar
setiap pihak yang berkepentingan untuk membaca hasil pengukuran akan mempunyai
interprestasi yang sama dengan pihak yang menuliskan angka tersebut. Dengan demikian, tidak
timbul perbedaan pendapat mengenai data hasil pengukuran tersebut.
Aturan tentang penulisan hasil pengukuran dituangkan dalam suatu dokumen yang disepakati
persama. Sub bab berikut adalah aturan umum standar penulisan angka yang digunakan oleh
engineer maupun ilmuwan.
a) Aturan Umum
Aturan yang umum ini dimulai dari tentang aturan penulisan angka atau penomoran, aturan
penulisan angka tersebut dibagi menjadi dua yakni penomoran oleh ilmuwan dan penulisan
angka oleh engineer. Penulisan angka ini untuk angka yang berupa hasil pengukuran dituliskan
secara khas, karena hasil pengukuran adalah angka yang mewakili nilai dari suatu besaran yang
diukur dan diharapkan juga sebagai ungkapan dari nilai-nilai yang melekat pada instrument
ukur yang telah distandarisasi. Pada penulisan angka hasil pengukuran, angka tersebut
dituliskan dengan memperhatikan akurasi dan kepresisian dari instrument ukur. Aturan ini
karena memperhatikan adanya keakurasian dan kepresisian dari instrument ukur maka dalam
memanipulasi juga harus diatur dengan tatacara tertentu sehingga hasil manipulasi masih dapat
dikatakan sebagai manipulasi yang syah secara kesepakatan, yakni secara ilmiah dapat
dibuktikan bahwa angka hasil manipulasi adalah tetap memperhitungkan adanya keakuratan
dan kepresisian dari intrument ukur. Aturan penulisan angka untuk hasil pengukuran tersebut
secara rinci akan dijabarkan pada sub-bab berikut ini.
b) Penomoran
Dalam penulisan bilangan bulat yang umum digunakan sebagai pembakuan adalah
pengelompokan bilangan dalam tiga digit, yakni diantara satu kelompok dengan lainnya
dibatasi dengan satu spasi anatara; contoh 45 318 atau 13 230 000. Khusus untuk angka ribuan
(empat digit terakhir) dapat dijadikan satu, misal bilangan 4 532 atau dapat juga dituliskan
sebagai 4532. Dalam penyebutan desimal dapat dipakai titik desimal atau koma, catatan: asal
konsisten. Pengelompokan angka sama seperti pengelompokan bilangan bulat, sebagai contoh
dipakai menggunakan koma 0,000 001 2 yang lain misalnya 675 213, 345 42.
c) Penomoran Ilmiah oleh Ilmuwan
Untuk angka-angka besar, dan untuk membatasi cara penulisan yang panjang maka dibuat
aturan penulisan sepuluh pangkat atau pangkat puluhan; sebagai contoh 132 000 000 dapat
ditulis 1,32 x 10
8
dan 23 400 dapat di 2,34 x 10
4
.
Penulisan ilmiah ini dapat juga dilakukan untuk angka angka yang kecil, misalnya 0,000 000
234 dapat dituliskan menjadi 2,34 x 10
-7
.
Jika angka nol pada penulisan berhubungan dengan masalah keakuratan dari suatu instrument
ukur, maka penulisan ilmiah angka nol ini tidak perlu dihilangkan, misal 4,4200 x 10
7
; angka
nol tersebut merupakan angka untuk keakuratan yang merupakan nilai berarti dari hasil

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


pengukuran. Angka-angka tersebut adalah merupakan wakil dari nilai yang disajikan oleh
instrument terhadap kegiatan pengukuran suatu objek sehingga harus tetap disajikan. Jika
angka tersebut merupakan hasil pengukuran maka satuan dari nilai hasil pengukuran tersebut
dicantumkan, misalnya 4,4200 x10
7
meter. Meter dalam hal ini adalah satuan dari besaran
panjang yang disepakati bersama atau satuan standar dari besaran panjang.
d) Penomoran Rekayasa oleh Engineer
Dalam penomoran rekayasa, penulisan pangkat hanya dengan cara kelipatan tiga (baik positif
maupun negatif) misal 132 000 000 maka dituliskan 132 x 10
6
dan contoh lain 0,000 021 52
dituliskannya adalah 21,52 x 10
-6
.
e) Implikasi Keakuratan
Perbedaan antara menghitung dan mengukur adalah bahwa pada menghitung hasilnya berupa
angka digital dan tertentu. Misal, jika kita menghitung sejumlah domba kemudian didapatkan
hasil adalah 234, maka hal itu sudah pasti yakni bukan nilai perkiraan nilai diantara 235 atau
237. Sedangkan untuk mengukur, hasilnya adalah kuantitas analog dan mempunyai batasan
yang samar sehingga akan ada suatu keadaan yang mewakili ketidak-akuratan dari instrument
yang digunakan. Ketidakakuratan atau kesalahan dari pemakaian instrument ini dapat bernilai
positif atau negatif.
Kesepakatan bersama untuk menggambarkan nilai dari ketidak-akuratan hasil pengukuran
dalam bentuk penulisan nilai angka apabila nilai ketidakakuratan tersebut tidak dituliskan maka
otomatis nilai dari ketidakakuratan tersebut adalah sebagai setengah harga digit terakhir dari
angka berarti instrument. Misal, dari pengukuran panjang suatu benda didapat nilai dengan
angka berarti yang dapat dituliskan adalah 1323 meter, maka panjang sebenarnya adalah
terletak diantara 1323,5 meter dan 1322,5 meter. Contoh lain untuk penulisan nilai dari hasil
pengukuran dapat diperlihatkan seperti pada tabel berikut ini.

Tabel Error! No text of specified style in document.-1 Contoh penulisan batas akurasi
Angka ditulis Batas terletaknya angka benar
201 kg 200,5 - 201,5 kg
6,312 g 6,3115 - 6,3125 g
63,200 N 63,1995 - 63,2005 N
Ketidakakuratan dapat juga dituliskan langsung seperti berikut misal 236 ± 0.2 m, dan dapat
pula dituliskan dalam bentuk simbol, misal warna atau tanda-tanda lainnya.
f) Angka berarti dan keakuratan
Keakuratan dari hasil pengukuran dengan menggunakan instrument ukur haruslah tercermin
dari angka berarti yang dituliskan pada data hasil pengukuran, contoh 134 mempunyai tiga
angka berarti, sedangkan 2,706 mempunyai empat. Jika dari hasil pengukuran diketahui bahwa
nilainya ditunjukkan dalam empat digit hasil ukur kemudian secara keseluruhan angka yang
harus dituliskan adalah dalam nilai ratusan ribu, maka nilai yang dituliskan tersebut adalah

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


213400
hasil ukur

Dengan demikian maka nol penunjukan ukur tersebut di atas bukan merupakan angka berarti,
yakni nilai hasil ukur tersebut adalah 2134 ×(100). Dalam kasus di atas, angka berarti-nya
adalah empat. Batas-batas nilai sebenarnya dari angka di atas adalah 213 350 dan 213 450.
Artinya nilai sebenarnya dari hasil pengukuran adalah terletak diantara 213 350 dan 213450.
Contoh kasus lain, misalnya jika hasil ukur adalah 52 003 maka hasil ukur tersebut mempunyai
lima angka berarti. Contoh lain lagi misalnya jika hasil ukur adalah 3000,0 maka mempunyai
lima angka berarti pula. Pada kedua contoh terebut, keduanya mempunyai lima angka berarti
tetapi yang kedua mempunyai satu angka di belakang koma yang nilai angka dibelakang koma
tersebut adalah nol.
Jika diketahui angka
000423,
hasil
ukur

maka mempunyai tiga angka berarti, yakni nilai hasil ukur dan penunjukan ukurnya adalah 423
×(0.000 01).Tetapi harap diperhatikan, bahwa 0,012 300 mempunyai lima angka berarti, sebab
dua angka nol terakhir bukan merupakan penunjukan ukur, yakni hasil ukur dan penunjukan
ukurnya adalah 12300 ×(0.000 001).
Contoh lain, diperlihatkan beberapa penulisan angka dan diminta untuk menyebutkan angka
berartinya.
a) 5340
b) 3.0140
c) 0.003 10
d) 4000.00
e) 15 000
a) tiga b) lima c) tiga d) enam e) dua
Penulisan keakuratan seringkali dilakukan dengan persen tetapi seringkali juga dilakukan
dengan nilai pasti dengan tanda sebelum nilainya adalah berupa symbol ±. Dalam penulisan
keakuratan ini antara persen keakuratan dan tanda ± akan mempunyai implikasi arti yang
sangat berbeda. Sebagai contoh, misal kesalahan maksimum hasil pengukuran panjang 11
adalah ± 0,5 m, dalam persen adalah 4,55 % dari 11 meter. Pada angka hasil ukur panjang 99
m kesalahan maksimum adalah sama yakni ± 0,5 m, dalam persen hanya 0,51 % dari 99 m.
Kedua contoh nilai keakuratan tersebut maka dapat dikatakan bahwa keduanya adalah sama-
sama mempunyai dua angka berarti, tetapi mempunyai maksimum persen kesalahan hasil
pengukuran berupa ketidakakuratan yang berbeda.
nol penunjukan ukur
nol penunjukan ukur

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


g) Presisi dan Angka Berarti
Presisi adalah suatu nilai tebakan dari hasil pengukuran dengan demikian maka presisi atau
ketepatan dapat dalam penulisan hasil pengukuran dapat diperlihatkan dari angka berarti
terakhir. Yakni letak ketidaktepatan atau kepresisian atau nilai tebakan tersebut dapat diwakili
oleh penulisan angka hasil pengukuran pada digit terakhir. Atau nilai kira-kiranya adalah
tercermin dari penyebutan nilai digit terakhir dari penulisan hasil pengukuran. Misal dituliskan
bahwa hasil pengukuran besaran panjang adalah 3470 m, maka nilai tebakan pada hasil
pengukuran besaran panjang tersebut adalah angka berarti digit terakhir yakni pada angka 7
dari penulisan 3470 m tersebut, sedangkan nilai sebenarnya adalah terletak antara 3465 dan
3475 m.
Contoh lain dalam penulisan hasil pengukuran untuk kepresisisan adalah sebagai berikut. Nilai
hasil pengukuran dimensi panjang yang dituliskan dengan angka 175,314 m adalah
menunjukkan bahwa instrument ukur tersebut lebih presisi dari hasil pengukuran dengan angka
175,3 m dengan instrument yang lain; pada hasil pertama mempunyai tingkat presisi per-ribuan
meter atau tiga angka dibelakang koma, sedang hasil kedua hanya per-puluhan atau satu angka
dibelakang koma. Selain hal kepresisian dan keakuratan yang berbeda, dapat dikatakan bahwa
dari kedua angka hasil pengukuran tersebut mengindikasikan bahwa dilakukan pengukuran
dengan menggunakan instrument ukur yang berbeda.
Dari contoh-contoh di atas, dapat dikatakan bahwa dalam penulisan angka hasil pengukuran
maka presisi dan akurasi ternyata dapat dipisahkan. Jika dipunyai angka 2,75 dan 253,81;
kedua-nya mempunyai kepresisian sama tetapi yang kedua lebih akurat. Yakni pada angka hasil
pengukuran yang pertama mempunyai tiga angka berarti, sedangkan angka yang kedua
mempunyai lima angka berarti, dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pada hasil
pengukuran pertama keakuratannya lebih rendah dari hasil pengukuran yang kedua dan kedua
angka hasil pengukuran tersebut mempunyai dua angka di belakang koma sehingga dapat
dikatakan mempunyai kepresisian yang sama. Contoh lain yakni misalnya untuk angka dari
dua nilai hasil pengukuran adalah 4326 kg dan 3,15 kg; maka dapat dikatakan bahwa hasil
pengukuran yang pertama lebih akurat dan yang kedua lebih presisi.
Perhatikan contoh-contoh berikut;
a) 1. 3470 cm
2. 500,0 cm
b) 1. 0,0395 g
2. 0,0088 g
c) 1. 0,293 4
2. 1,020
d) 1. 35 480
2. 321 000
a) 2 lebih presisi dan lebih akurat
b) 1 lebih akurat dan sama presisi
c) sama akurat dan 1 lebih presisi
d) 1 lebih presisi dan lebih akurat

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


h) Manipulasi Angka Data
Jika kita memakai kalkulator elektronik untuk manipulasi angka dan dihasilkan nilai pecahan
maka yang ditampilkan adalah nilai dengan panjang angka-angkanya tergantung pada kapasitas
dari kalkulator. Manipulasi angka hasil pengukuran mengikuti ketentuan bahwa hasil
manipulasi adalah haruslah masih mencerminkan akan ketidakakuratan dan ketidakpresisian
dari instrument ukur yang digunakan dalam pengukuran besaran-besaran yang akan
dimanipulasi. Manipulasi angka hasil dari kegiatan pengukuran ini dilakukan dengan
memperhatikan jenis manipulasinya, yakni manipulasi penjumlahan dan pengurangan dan
manipulasi perkalian dan pembagian.
Contoh jika diketahui suatu besaran luasan adalah 2,10 m
2
dan panjang salah satu sisi-nya
adalah 1,3 m, kemudian ingin diketahui pada sisi yang satunya lagi. Maka memakai kalkulator
didapat bahwa hasilnya adalah 1,615 384 615. Angka ini tidak mencerminkan suatu nilai yang
dapat dipercaya sebagai perhitungan hasil pengukuran, karena tidak memperhitungkan batas-
batas kesalahan dari hasil pengukuran. Jika kita perhitungkan batas-batas kesalahan yang
mungkin dari hasil pengukuran maka didapat luasan yang nilai sebenarnya adalah antara 2,095
dan 2,105 m
2
, dan sisi yang diketahui nilai sebenarnya adalah pada antara 1,25 dan 1,35 m.
Dengan demikian maka dapat dihitung bahwa nilai batas-batas sisi yang dihitung adalah antara
1,552 m dan 1,684 m. Nilai yang baik untuk di kemukakan sebagai jawaban tentang sisi yang
satunya adalah 1,6 m, yakni penyebutan dengan dua angka berarti. Hal tersebut disebabkan
karena kedua angka yang diketahui masing masing adalah mempunyai tiga angka berarti dan
dua angka berarti, sehingga pada jawaban haruslah mempunyai angka berarti yang paling
sedikit dengan demikian maka nilai dari sisi yang dihitung tersebut nilainya adalah 1,6 m yakni
menurut kaidah penulisan angka dapat dikatakan bahwa batas-batas nilai yang sebenarnya
adalah terletak di antara nilai 1,55 m dan 165 m.
Untuk melihat tentang cara mengemukakan jawaban hasil manipulasi nilai, kita ikuti aturan
berikut.
Penjumlahan dan Pengurangan. Dalam penjumlahan dan pengurangan, hasil harus
mempunyai presisi sama dengan presisi terendah dari yang dikalkulasi. Yakni secara logis
dapat dikatakan bahwa penggabungan beberapa hasil pengukuran yang berbeda kepresisian
instrumentnya maka kepercayaan akan turun pada level kepresisian terendah dari instrument
yang dipakai sebagai perangkat pengukur tersebut, atau kepercayaan akan diletakkan pada
level kepresisian terendah dari instrument ukur yang digunakan.
Contoh dilakukan pengukuran tiga bagian suatu besaran panjang dengan tiga instrument yang
berbeda oleh orang yang berbeda, kemudian hasilnya dilakukan penjumlahan dari pengukuran
besaran panjang tersebut, yakni seperti diilustrasikan pada gambar berikut.




Orang pertama mengukur bagian pertama I, hasilnya di dapat nilai besaran 365,3 m. Orang
kedua mengukur bagian kedua II, didapat 415 m. Dan orang ketiga mengukur bagian ketiga
I II III

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


III, didapat 395,07 m. Total panjang hasil pengukuran oleh ketiga orang tersebut dapat dicari
adalah seperti penjumlahan berikut ini.
m 1175
07395
415
3365
+,
,
Hasilnya menurut aturan penulisan hasil penjumlahan ternyata bukan bernilai 1175,37 m.Yakni
karena pada pengukuran orang kedua diketahui bahwa batas-batas kesalahannya ± 0,5 m,
merupakan kesalahan terbesarnya sehingga batas-batas kesalahan maipulasi juga yang turun
ke level kesalahan terbesar tersebut, yakni nilai sebenarnya dari hasil adalah terletak antara
1174,5 m dan 1175,5 m.
Contoh lain, penjumlahan angka 567 100 dengan 18 425 dan 63, didapat hasil 585 600, hal ini
karena angka berarti dari 567 100 terletak pada angka "1" yakni angka ratusan, sehingga
memperhitungkan kepresisian hasilnya seperti tersebut.
Contoh-contoh selanjutnya adalah
a) 510,3 kg + 83,45 kg + 100,0 kg
b) 0,0492 g + 1,032 95 g - 0,005 5 g
c) 6300 m -750 m - 153 m
a) 693,8 kg b) 1,0767 g c) 5400 m
Catatan: Jika diharuskan membulatkan angka digit 5, maka dapat dilakukan ke atas maupun ke
bawah. Kita dapat ambil salah satu pilihan tersebut asal konsisten yakni misal pembulatan ke
atas.
Perkalian dan Pembagian. Aturan untuk manipulasi angka hasil pengukuran untuk perkalian
dan pembagian adalah angka berarti dari hasil kalkulasi tersebut harus tidak lebih besar dari
angka berarti terkecil yang dicantumkan dari hasil pengukurannya.
Contoh, diketahui hasil dari pengukuran sisi-sisi benda adalah 3,794 cm, 11,26 cm, dan 35,4
cm. Volume dari benda tersebut adalah 1510 cm
3
atau 1,51 dm
3
(bukan 1512 atau 1512,3 cm
3
).
Ini adalah beberapa contoh :
a) 00700
36109740
,
,,×
b)575 52
97500031 ,,×
c)2
9630
1
,
a) 19 b) 1,86 x 10
-5
c) 1

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


i. Satuan SI untuk Pengukuran
Dalam sistem satuan SI dikenal pengelompokan sebagai satuan dasar, satuan suplemen atau
satuan tambahan, dan satuan turunan. Satuan dasar adalah satuan untuk besaran yang disepakati
sebagai besaran dasar. Satuan suplemen atau satuan tambahan adalah satuan khusus yang tidak
termasuk dalam satuan dasar tersebut tetapi bukan merupakan satuan turunan dari satuan dasar
tersebut. Satuan turunan adalah satuan yang dapat dibuat dari kombinasi satuan dasar dan atau
satuan tambahan. Masing masing satuan dasar dan satuan tambahan diberi nama berbeda,
sedangkan satuan turunan dapat diberi nama sebagai kombinasi dari satuan dasarnya atau dapat
diberi nama baru. Atau dapat dikatakan bahwa dalam menuliskan satuan, satuan dapat disusun
atas dua nama atau lebih (misal m/s, m
2
). Nama dari satuan dapat disingkat menjadi symbol,
symbol tersebut biasanya dibuat dengan menggunakan huruf depan dari nama satuan. Sebagai
contoh meter adalah nama dan m adalah symbol dari satuan tersebut.
Beberapa aturan sebelum menuliskan nama dan simbol, ditetapkan dalam aturan ejaan yang
disempurnakan atau EYD untuk pemakai berbahasa Indonesia adalah seperti berikut.
1. Jangan dicampurkan antara nama dan simbol, gunakan Nm atau newton-meter, tapi
jangan N meter.
2. Dalam penulisan teks, simbol tidak dapat dipakai untuk awal kalimat.
3. Nama satuan dituliskan dengan huruf kecil (misal, newton, pascal).
4. Simbol dituliskan tegak.
5. Jika simbol tersebut berasal dari nama orang maka awalannya harus huruf besar jika
bukan cukup huruf kecil (misal, N atau Pa dan m).
6. Berikan jarak antara nilai numerik dengan simbol yang dituliskan misal 32 m, 5 x 10
6
Bq.
7. Simbol dipakai untuk angka, misal 36 kg.
j) Perlipatan untuk Satuan SI
Pelipatan atau pembagian adalah hal-hal yang sangat penting dari kesepakatan, seperti telah
dicontohkan di depan dalam pemakaian nilai dari hasil pengukuran adalah pelipatan atau
pembagian dari nilai standarnya. Aturan berikut dipakai untuk menuliskan kelipatan dari angka
suatu besaran, yakni nilai dari kelipatan dapat dituliskan dalam tanda pangkat, atau dituliskan
sebagai awalan dari satuan dan dapat juga disambungkan dengan symbol satuan. Berikut tabel
awalan untuk SI yang merupakan perlipatan dari satuannya.
Tabel Error! No text of specified style in document.-2 Awalan SI Unit sebagai suatu symbol kelipatan
Faktor Perlipatan Awalan Simbol
1 000 000 000 000 000 000 = 10
18
exa E
1 000 000 000 000 000 = 10
15
peta P
1 000 000 000 000 = 10
12
tera T
1 000 000 000 = 10
9
giga G
1 000 000 = 10
6
mega M
1 000 = 10
3
kilo k
100 = 10
2
hekto h
10 = 10
1
deka da
0,1 = 10
-1
desi d
0,01 = 10
-2
senti c

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


0,001 = 10
-3
mili m
0,000 001 = 10
-6
mikro 
0,000 000 001 = 10
-9
nano n
0,000 000 000 001= 10
-12
piko p
0,000 000 000 000 001= 10
-15
femto f
0,000 000 000 000 000 000 = 10
-18
atto a
Beberapa aturan penulisan kelipatan atau awalan dari satuan dan symbol satuan dapat diikuti
menggunakan EYD adalah sebagai berikut.
1. Menggabungkan awalan tidak dibenarkan, misal nm bukan mμm, Mg bukan kkg.
2. Awalan tidak dapat dicampurkan, misal 8,625 m, bukan 8 m 62 cm 6 mm.
3. Contoh penulisan 15 200 kg dapat dibenarkan, menulis nV/mm sama dengan V/m.
Awalan sebaiknya disederhanakan jika memungkinkan.
k) Satuan dari Besaran Dasar
Satuan dasar pada sistem satuan menurut Standar Internasional terdiri dari tujuh satuan yang
mewakili tujuh besaran fundamental. Selain ke tujuh satuan dasar tersebut dalam SI, juga
mempunyai dua satuan suplementer yakni satuan dari besaran sudut bidang atau radian (rad),
dan satuan dari besaran sudut ruang atau steradian (sr).
Ketujuh satuan dasar tersebut didefinisikan atau disepakati bersama dengan merujuk pada
ketentuan yang disepakati atau merujuk pada fenomena-fenomena fisis yang disepakati sebagai
rujukan primer atau rujukan utama oleh setiap pemakai satuan tersebut.
Berikut definisi untuk satuan dari besaran dasar tersebut;
1. Meter, adalah satuan untuk besaran panjang. Satuan ini merujuk pada nilai yang
diambilkan dari perkalian angka sebesar 1 650 763,73 dengan pancaran panjang
gelombang radiasi jingga-merah dalam ruang hampa yakni transisi antara 2p10 ke 5d5
dari atom kripton-86.
2. Kilogram, adalah satuan untuk besaran massa. Satuan ini merujuk pada prototipe benda
yang dibuat oleh suatu biro internasional yang benda-nya disimpan di Prancis. Kilogram
ini adalah merujuk pada suatu benda yang didefinisikan dan disepakati bersama sebagai
benda bermassa tertentu dan tetap yang kondisinya selalu terjaga dari adanya
kontaminasi atau perubahan.
3. Detik (second), adalah satuan besaran waktu, yakni durasi dari suatu nilai 9 192 631 770
periode radiasi yang dihubungkan pada transisi antar level dari atom cesium-133 tanpa
terganggu medan luar.
4. Ampere, adalah satuan untuk besaran arus listrik; yakni didefinisikan sebagai arus
konstan pada dua batang konduktor sejajar yang berjarak pisah 1 m dengan panjang
takhingga pada ruang hampa dan penampang diabaikan sedemikian sehingga kedua
batang konduktor tersebut menghasilkan gaya sebesar 2 x 10
-7
N tiap satuan panjang.
5. Kelvin, adalah satuan untuk besaran suhu; bahwa titik tripel air (titik kesetimbangan es,
air dan uap air) besarnya adalah tepat 273, 16 K.

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


6. Lilin (candela), adalah satuan untuk besaran intensitas penerangan; sebagai 1/600 000
m
2
luasan radiasi benda hitam (radiasi Planck) pada temperatur pembekuan platina
dibawah tekanan 101 325 Pa.
7. Mole, adalah satuan untuk jumlah zat kimia; dengan rujukan berupa banyaknya atom
karbon 12 (C-12) seberat 0,012 kg.

Tabel Error! No text of specified style in document.-3 Satuan Dasar pada SI
Besaran Nama Simbol
Panjang meter m
Massa kilogram kg
Waktu detik (second) s
Arus listrik ampere A
Suhu (temperatur termodinamika) kelvin K
Jumlah zat kimia mole mol
Intensitas penerangan candela cd
l) Satuan turunan
Satuan turunan adalah merupakan kombinasi dari satuan dasar untuk menyatakan besaran-
besaran yang dapat dinyatakan dengan kombinasi besaran dasar tersebut. Beberapa contoh
satuan turunan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Error! No text of specified style in document.-4 Beberapa satuan turunan dari satuan SI.
Besaran Satuan Sistem Internasional Simbol Simbol lain
Luas meter kuadrat m
2

Volume (Isi) meter kubik m
3

Frekuensi hertz Hz s
-1

Rapat massa (density) kilogram per meter kubik kg/m
3

Kecepatan (velocity) meter per detik m/s
Percepatan (acceleration) meter per detik per detik m/s
2

Gaya newton N (kg m/s
2
)
Tekanan paskal Pa N/m
2

Kerja (energi) joule J N.m
Daya (mekanik, elektrik) watt W (J/s)
Muatan listrik coulomb C s.A
Permeabilitas henry per meter H/m
Permitivitas farad per meter F/m
Tegangan listrk, Voltase,
Beda potensial, Gaya gerak listrik volt V W/A
Rapat fluk listrik coulomb per meter kuadrat C/m
2

Kuat medan listrik volt per meter V/m
Resistansi (tahanan listrik) ohm Ω V/A
Kapasitansi farad F C/V
Induktansi henry H Wb/A
Fluk Magnetik weber Wb V.s
Rapat fluk magnetik tesla T Wb/m
2

Gaya gerak magnetik
(Magnetomotive force) ampere A
Kuat medan magnetik
(Intensitas magnetik) ampere per meter A/m
Permiabilitas magnetik henry per meter H/m
Fluk terang cahaya (Luminous flux) lumen lm (cd sr)
Terang cahaya (Luminance) kandela per meter kuadrat cd/m
2

Iluminansi (Illumination) lux lx lm/m
2

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


1.2. Akurasi
Pengukuran adalah membandingkan antara kuantitas yang tak diketahui dengan kuantitas yang
sudah diketahui. Kuantitas yang sudah diketahui tersebut dapat berupa nilai suatu besaranyang
disepakati bersama, kesepakatan tersebut misalnya satuan SI yang telah didefinisikan dalam
standar satuan dasar maupun turunannya di atas. Pada proses pembandingan, maka nilai dari
instrument sebagai instrument untuk mengukur dapat dibuat dengan cara merujukkan pada
besaran dasar yang telah disepakati bersama tersebut. Pada kegiatan perujukan instrument
maka perlu dibuat aturan-aturan yang disepakati pula. Kegiatan tersebut dilakukan antara lain
untuk mendapatkan kepastian nilai tentang kepresisian dan keakurasian dari instrument yang
dirujukkan.
Agar instrument dapat dipakai untuk menentukan nilai dari besaran yang tidak diketahui maka
dibuat skala yang nilainya adalah merupakan kelipatan atau pembagian nilai satuan besaran
dasar tersebut. Skala ini misalnya dibuat sama dengan besaran dasar, sama dengan
seperpuluhan, perseratusan, perkalian sepuluh dan seterusnya. Aturan pembuatan skala dapat
dilakukan dengan metoda tertentu yang disepakati bersama sebagai kegiatan dan pengambilan
kesimpulan yang logis.
Kegiatan perujukan dengan besaran dasar maupun besaran rujukan yang lain tersebut biasanya
dikenal dengan kalibrasi. Sebelum kegiatan kalibrasi dilakukan, seringkali dilakukan kegiatan
penyamaan nilai dari instrument dengan nilai dari besaran rujukan, kegiatan penyamaan ini
dinamakan sebagai setting instrument. Jadi dapat dikatakan bahwa kegiatan setting dilakukan
sebelum kalibrasi, kedua kegiatan ini dimaksudkan sebagai mencari kepastian tentang nilai dari
kemapuan instrument ukur diantaranya adalah akurasi instrument ukur. Yakni mencari
kepastian tentang kemampuan instrument ukur dalam menunjukkan kedekatannya dengan nilai
yang sebenarnya dari besaran yang akan diukur menggunakan instrument yang dikalibrasi
tersebut. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan kalibrasi adalah kegaitan yang
sangat penting untuk dilakukan, karena kegiatan ini dimaksudkan untuk memastikan akan
kemampuan penunjukan instrument terhadap besaran rujukan primernya. Selanjutnya dapat
dikatakan bahwa instrument yang mempunyai kemampuan untuk dapat menunjukkan
kedekatannya dengan nilai sebenarnya adalah instrument yang paling baik. Artinya
penghargaan terhadap instrument dapat dilakukan dengan cara menghargai unjuk kemampaun
instrument untuk menunjukkan nilai sebenarnya.
Karena adanya kegiatan-kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut di atas, maka dapat dikatakan
bahwa hasil pengukuran tidak pernah akurat sempurna, hal ini disebabkan oleh antara lain
seperti uraian berikut.
1. Instrument ukur sebagai instrument pembanding tidak akurat sempurna
2. Penyetelan dengan pembanding tidak mencukupi untuk menjadi sempurna
3. Pembacaan skala sebagai pelipatan nilai adalah terbatas

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


1.2.1. Keakuratan instrument
Instrument untuk pengukuran dapat dibedakan dalam tingkatan berdasarkan keakuratannya.
Keakuratan tersebut dirujukkan pada standar, yakni nilai yang disepakati bersama oleh para
pengguna. Standar tersebut secara internasional diurutkan menjadi standar primer, standar
sekunder dan seterusnya. Standar primer adalah instrumen ukur yang telah disepakati bersama
sebagai besaran dari satuan dasar SI dengan akurasi dianggap sebagai ‘sempurna’.
Standar sekunder adalah instumen ukur yang nilai-nilainya dibuat dengan cara dibandingkan
langsung dengan standar primer. Yakni instrument tersebut disetel dan dibaca kesalahan, dan
dibuatkan skala, ditetapkan ketidak-akuratannya, dan seterusnya. Standar tersier adalah
instrumen ukur yang dibandingkan dengan standar sekunder, dan seterusnya. Jadi instrument
ukur adalah penjejak keakuratan dari yang telah disepakati; tentu saja hasilnya tidak lebih baik
dari pendahulunya yakni dalam hal ini standar sekunder terhadap standar primer, standar tersier
terhadap standar sekunder, dan seterusnya.
Catatan: Dalam pemakaian, akurasi dan kesalahan seringkali seling tertukar.
Akurasi adalah penamaan dari besar kesalahan atau maksimum kemungkinan terjadi
kesalahan, atau tingkat ketidak-telitian pengukuran. Jadi dapat dikatakan bahwa keakuratan
adalah merupakan suatu nilai jaminan yang dapat diberikan dari hasil pengukuran. Penyetelan
keakuratan menjadi masalah penting, karena sangat berhubungan dengan tingkat kepercayaan
dan merupakan jaminan kedekatan dari hasil ukur terhadap nilai primernya. Untuk itu dalam
kegiatan pembandingan untuk mencari keakuratan harus mengikuti aturan-aturan yang
diberlakukan sesuai kesepakatan bersama antar pihak yang berkepentingan.
Untuk instrument analog, skala pembacaan sangat berhubungan dengan resolusi. Yakni
pembacaan skala ukur harus merupakan cerminan dari nilai yang sebenarnya, yakni nilai
sebenarnya pasti terletak di dalam pembacaan skala hasil ukur dengan memperhatikan
keakuratan instrument. Skala adalah jarak antara dua titik tanda ukur terkecil yang terletak pada
instrument ukur, skala ini merupakan cerminan dari akurasi instrument ukur.





a) kesalahan ± 0,05





b)kesalahan ± 0,005
Gambar Error! No text of specified style in document.-1 contoh skala yang dituliskan pada instrument
ukur analog
Untuk instrumen yang dipasangkan pada Gambar Error! No text of specified style in
document.-1b adalah lebih teliti dari instrument pada Gambar Error! No text of specified
2 3 4

3,5

3,6

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


style in document.-1.a; hal ini diperlihatkan pada pembuatan skala yang dituliskan. Pada
Gambar Error! No text of specified style in document.-1.a panjang dari benda yang diukur
dapat diketahui bernilai 3,70. Dan Gambar Error! No text of specified style in document.-1b
panjang benda yang diukur adalah 3,685. Dengan digit terakhir tidak akurat, atau dengan kata
lain masih merupakan perkiraan.
1.2.2. Kesalahan pada instrument
Kesalahan pada instrument merupakan sesuatu yang sudah melekat, artinya karena instrument
merupakan perangkat pembanding yang bekerja berdasarkan pada perbandingan dengan
standar yang lebih tinggi maka ‘kesalahan’ nilai yang ditunjukkan oleh instrument terhadap
nilai standarnya adalah merupakan hal yang melekat. Persoalannya adalah bagaimana
meminimalkan kesalahan dari instrument sehingga didapat keakuratan instrument sama atau
mendekati sama dengan perangkat pembanding standar tersebut.
Kesalahan yang kecil biasanya didapat dari instrument yang sederhana. Karena kesederhanaan
tersebut menjadikan sinyal yang dikonversi maupun disalurkan untuk didisplaykan dan
diterima indera juga pendek sehingga kesalahan karena berbagai konversi sinyal menjadi lebih
sedikit. Pada instrument yang sederhadan tersebut maka kesalahan lebih banyak ditentukan
oleh pembuatannya.
Pada instrument yang lebih komplek, disamping kesalahan yang disebabkan oleh cara
pembuatan, design teknik-nya, juga akan diketemukan bahwa kesalahan akan bertambah
karena usia, karena seringnya pemakaian, karena penyetelan yang keliru, karena bertingkat-
tingkatnya atau perlipat lipatnya konversi sinyal dan lain-lain. Untuk itu, instrument yang
komplek biasanya diperlengkapi dengan perangkat penyetelan sehingga diharapkan selalu
dalam kondisi terbaiknya.
Karena akurasi merupakan nilai jaminan, maka mempertahankan akurasi ini merupakan
kewajiban sehingga instrument selalu mempunyai akurasi yang ‘setara’ dengan standar
pembandingnya, misal instrument sebagai standar sekunder akan selalu mendekati akurasinya
dengan instrument standar primer. Dalam hal ini jika akurasi dapat dipertahankan, maka skala
terkecil yang telah dibuat dan melekat pada instrument akan selalu merupakan cerminan dari
kepercayaan akan nilai yang diwakilinya. Dengan cara logika terbalaik maka dapat dikatakan
bahwa skala yang ditunjukkan oleh instrument tidak selalu merupakan cerminan dari nilai
sebenarnya yang telah disepakati. Hal tersebut terjadi jika instrument dalam keadaan belum
atau tidak pernah dicocokkan pada nilai dari besaran rujukan.
Dari penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa memperkecil kesalahan merupakan kewajiban
yang harus dijalankan sehingga skala terkecil dari instrument ukur adalah merupakan
representasi dari akurasi instrument tersebut pada setiap perioda waktu yang ditetapkan. Dapat
diartikan lebih lanjut, jika membuat skala dari instrument ukur maka skala terkecil yang dapat
dibaca dari instrument ukur tersebut merupakan representasi dari akurasi instrument ukur pada
perioda yang dijaminkan. Dapat diartikan lebih lanjut, jaminan akan keakurasian suatu
instrument adalah dibatasi pada waktu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa instrument
agar selalu dalam batas akurasi yang disepakati bersama harus selalu dicocokkan kembali pada
standar rujukannya pada perioda waktu tertentu. Pencocokan kembali tersebut secara legal
selanjutnya dibuat dengan aturan-aturan tertentu, yang biasanya disebut setting dan kalibrasi.

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


Akurasi adalah juga merupakan gambaran kemampuan instrument ukur tersebut terhadap nilai
ideal yang ingin diperlihatkan dari hasil pengukuran. Sehingga akurasi adalah suatu gambaran
dari adanya kesalahan yang sudah diprediksikan oleh karena menggunakan instrument ukur.
Sehingga akurasi adalah kesalahan dari pengukuran yang dapat ditoleransi berdasarkan
kesepakatan para pengguna instrument ukur. Secara prinsip, kesalahan pengukuran dapat
dikelompokkan dalam tiga jenis;
1. Kesalahan karena kecerobohan, merupakan kesalahan yang dibuat oleh manusia. Seperti
misalnya adalah kesalahan pembacaan (misal: paralak), penyetelan tidak tepat,
penaksiran hasil ukur, pemakaian instrumen yang tidak sesuai, tidak mengerti kaidah
mengukur sesuatu seperti adanya efek pembebanan pada pengukuran voltmeter, dan
seterusnya. Untuk memperkecil kesalahan jenis ini harus dilakukan perubahan pada
manusianya, misal dilakukan pelatihan, dan pada beberapa hal memperkecil jenis
kesalahan ini dapat dilakukan dengan mengubah design misal dilakukan penambahan
cermin anti paralak.
2. Kesalahan sistematis (bias), disebabkan karena kekurangan yang melekat pada
instrumen tersebut. Misalnya gejala penuaan, karena struktur atau perangkaian
komponen, linearitas yang dipaksakan, berubahnya nilai parameter disebabkan
pembebanan lebih, berubahnya temperatur dan tekanan lingkungan, dll. Membesarnya
kesalahan ini biasanya ditandai dengan adanya perilaku yang tidak seperti lazim-nya.
Untuk mempertahankan nilai agar kesalahan jenis ini tidak membesar, dilakukan dengan
penyetelan kembali yakni dengan membandingkan instrument ukur pada standar yang
lebih tinggi. Pada skala, kesalahan jenis ini ditandai dengan banyaknya angka berarti
yang dituliskan pada instrument ukur.
3. Kesalahan acak (presisi), disebabkan karena sebab yang tidak diketahui dan adanya
pengabaian pengaruh lingkungan terhadap instrument ukur yang berubah setiap saat,
jadi kesalahan ini adalah merupakan daerah samar yang dapat dicari memakai dugaan.
Untuk memperkecil kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan ini adalah dengan
melakukan pendekatan statistik. Kesalahan acak diinterprestasikan sebagai angka
berarti digit terakhir yang boleh dituliskan.
1.3. Setting dan Kalibrasi Instrument
Seeting atau penyetelan instrument adalah suatu cara untuk mempertahankan kesalahan
sistematik supaya tidak membesar. Penyetelan instrument dilakukan untuk mendapatkan
kembali akurasi agar sesuai dengan standar acuannya.
Dalam setting ini, sangat perlu diperhatikan adalah instrument yang dijadikan standar acuan
yakni instrument yang digunakan untuk dijadikan patokan nilai-nilai dari instrument yang akan
di setel. Instrument patokan ini, harus mempunyai nilai akurasi minimal setingkat lebih tinggi
dari nilai akurasi instrument yang akan dicocokkan. Hal ini dimaksudkan agar instrument yang
disetel atau disetting mempunyai akurasi yang mendekati instrument patokan tersebut.
Koreksi yang dapat dilakukan pada penyetelan biasanya difokuskan pada tiga macam
kesalahan, yakni
1. Kesalahan linearitas

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


2. Kesalahan span (kemiringan)
3. Kesalahan titik mula (Zero)
Kesalahan-kesalahan ini dapat ditunjukkan dengan cara membandingkan hasil pengukuran
instrument dengan instrument rujukan dengan memberikan masukan pada kedua instrument
tersebut dan kemudian dibuat grafik input output instrument dengan nilai input adalah nilai
yang ditunjukkan oleh instrument rujukan dan outputnya adalah nilai yang ditunjukkan oleh
instrument yang dirujukkan.
Setelah dilakukan koreksi dengan cara penyetelan atau setting, maka biasanya dilakukan
tahapan selanjutnya yakni melakukan pencocokan data antara instrument yang disetting ulang
dengan instrument acuan. Pencocokan tersebut dilakukan dengan melakukan pengambilan data
dengan tatacara tertentu. Tatacara melalu proses legal dengan melakukan pengambilan data
dan analisanya tersebut sering disebut proses kalibrasi.
Kalibrasi dalam hal ini lebih ditujukan sebagai proses legal untuk mendokumentasikan hasil
penyetelan instrument, yang meliputi hasil perubahan kualitas dan koreksi pembacaan,
diantaranya adalah
1. Keakuratan (ketelitian)
2. Histerisis
3. Perulangan (repeatability)
1.3.1. Setting/Penyetelan Instrument
Untuk mendapatkan hasil yang sah dari penyetelan dan kalibrasi instrument perlu diikuti aturan
yang dibuat. Sebagai contoh adalah proses pengambilan data dan analisa data pada peristiwa
penyetelan instrument seperti berikut.
Yakni hal hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah hubungan input-output apakah sama
atau berbeda (misal: konversi sinyal untuk input 20 s-d 100 kPa dan output 4 s-d 20 mA), perlu
di cek adanya kesejajaran. Kemudian setelah didapat kesejajaran, perlu dibuat gambar
hubungan input-output pada grafik Kartesian.
Contoh dari hasil pembacaan (dalam kPa) adalah
Input akurat Pembacaan Output
0,0 6,0
10,0 18,8
20,0 27,6
30,0 35,1
40,0 41,3
50,0 46,8
Kemudian dibuat grafik Kartesian hubungan input output ini,

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


















Gambar Error! No text of specified style in document.-2 Hubungan input-output pengukuran

Dari Gambar Error! No text of specified style in document.-2 terlihat bahwa hubungan input-
output dari instrumen tersebut mempunyai kesalahan linieritas, kesalahan span, kesalahan titik
nol. Jadi untuk penyetelan perlu diketahui bahwa aturannya adalah melakukan koreksi-koreksi
yang diperlukan untuk memperbaiki hal-hal berikut.
1. Pertama : linearitas
2. Kedua : menyetel span
3. Ketiga : menyetel Zero
Yakni dilakukan pengulangan-pengulangan penyetelan instrument dalam tiga nilai tersebut di
atas, sampai ketiganya didapat nilai terbaik.
Dalam hal ini yang disebut titik nol adalah titik dari nilai terendah skala jadi tidak selalu harus
titik koordinat nol-nol atau tidak selalu harus nol yang sesungguhnya, yang disebut linearitas
adalah kelurusan kurva input-output tersebut, dan yang disebut span adalah kemiringan kurva.
Pada Gambar Error! No text of specified style in document.-2 dapat diperlihatkan bahwa
jika kedua intrrument yakni instrument rujukan dan yang dirujukkan mempunyai output berupa
nilai besaran yang sama, maka hasil terbaik akan didapatkan jika kurva berbentuk garis lurus
dari koordinat (0,0) ke koordinat (50, 50). Dengan gambar yang sama dapat dikatakan bahwa
jika garis yang diahasilkan adalah lurus dan kesebandingannya adalah satu maka setting, serta
titik awalnya adalah sama maka instrument yang dirujukkan tersebut telah ‘sesuai’ dengan
instrument rujukan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kegiatan penyetelan menjadi
telah selesai dilaksanakan.

10 20 30 40 50 0
10
20
30
40
50
O
u
t
p
u
t

Input (instrument acuan/standar)

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


Untuk mendapatkan nilai terbaik dari penyetelan ini biasanya para praktisi dimahirkan oleh
pengalaman, Karena ternyata tidak didapatkan hanya dalam sekali jalan. perlu dilakukan
pengulangan berkali-kali dalam penyetelan. Hanya urut-urutannya adalah seperti di atas.
Perlu diperhatikan bahwa penyetelan ini hampir tidak mungkin mendapatkan nilai-nilai yang
persis sama antara masukan dan keluarannya, untuk itu yang perlu menjadi pegangan adalah
bahwa kita mencari nilai terbaik yang bisa didapatkan, bukan mendapatkan nilai sempurna.
Sehingga sebaiknnya sebagai pengukur nilai dari input dicari instrument yang mempunyai
standar yang lebih tinggi dari instrument yang sedang dilakukan penyetelan.
Pada kegiatan pencocokkan tersebut dapat diperlihatkan bahwa penyimpangan tiap nilai dari
nilai standarnya belumlah teridentifikasi dengan jelas, dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pencocokkan nilai dengan cara melakukan setting tersebut belumlah dapat menghasilkan nilai
dari akurasi instrument. Untuk mendapatkan nilai akurasi dari instrument, maka menjadi logis
bahwa kegiatan tersebut adalah sebentuk kegiatan yang berbeda dari kegiatan setting. Yakni
akurasi dapat dicari dengan cara melakukan kalibrasi yang penjelasannya diuraikan pada sub-
bab dibawah ini.
1.3.2. Kalibrasi
Pencocokan instrument dengan standar yang lebih tinggi dengan menyetel instrument bukanlah
kalibrasi, ini hanyalah penyetelan. Cara legal untuk mendapatkan pengakuan hasil proses
penyetelan ini, pengujiannya dan kemudian dicatat data pentingnya disebut kalibrasi. Jadi
proses kalibrasi instrument dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian dengan rincian
kegiatan adalah seperti uraian berikut.
Pemilihan instument master dan komponen pendukungnya. Yakni pemilihan instrumen master
adalah mencari instrumen dengan akurasi dan presisi yang lebih baik dari instrumen yang di
kalibrasi. Instrumen master ini harus selalu dicocokkan dengan standar yang lebih tinggi pada
perioda tertentu sehingga selalu terjamin akurasinya. Kemudian komponen pendukung adalah
komponen yang berfungsi sebagai pelengkap agar proses penyetelan dapat dilakukan, misal
sumber sinyal, perangkat penyambung, dan seterusnya. Pemilihan peralatan pendukung ini
harus memenuhi berbagai syarat, misal kebersihan, tidak ada kebocoran sinyal, impedansi yang
sesuai, dan seterusnya. Serta harus diketahui besarnya konstanta waktu dari instrument.
Penyediaan pencatat dokumen kalibrasi. Karena kegiatan kailbrasi adalah kegiatan yang
dilakukan dengan cara mencocokkan nilai-nilai instrument yang dirujukkan kepada instrument
atau besaran standar dengan cara mencatat data setiap kejadian penting, maka pencatatan data
adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan. Pada pencocokan data ini, pembuatan table
yang sesuai menjadi hal yang penting. Table ini seringkali dinamakan form kalibrasi yang
isinya antara lain mencatat tentang kondisi lingkungan, instrument yang dirujuk, gambar
instalasi cara melakukan kegiatan, dan seterusnya.
Atau dengan kata lain, form kalibrasi ini diantaranya berisi hal-hal berikut ini.
1. Tempat, hari dan jam dilakukan kalibrasi
2. Nama petugas kalibrasi dan pembantunya
3. Nomor model, nomor seri dan nomor pengenal lain dari instrumen yang akan dikalibrasi

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


4. Sketsa gambar
5. Nomor model dan nomor seri dari master
6. Kondisi lingkungan seperti temperatur, tekanan, kelembaban, dst
7. Catatan pendukung, kondisi, dan keterangan yang diperlukan lainnya
Tabel pencatatan data pengukuran misal berbentuk data-data hasil uji yang telah disepakati
antar pihak yang berkepentingan.
Tabel Error! No text of specified style in document.-5 Contoh Tabel Pencatatan Data Uji dengan
Standarnya
a) Satuan input dan output sama;
No Input (Master) Pengukuran (Diuji) Perbedaan Catatan
(mis:Pa) (mis:Pa) (Pa) (%)





b) Satuan input output berbeda;
No Input (Master) Pengukuran (Diuji) Catatan
(mis: Pa) % (mis: mA) %





Catatan:
Input dibuat naik dalam step-step tertentu darii minimum sampai maksimum kemudian turun
dari maksimum sampai minimum, dan diulang beberapa kali.
Kemudian persen (%) perbedaan atau kesalahan yakni selisih antara input dan output dalam
persen, dapat dituliskan dalam tabel sbb.
Tabel Error! No text of specified style in document.-6 Contoh Tabel Persen Perbedaan Hasil Uji Terhadap
Standar
Input Perbedaan (%)
(mis :kPa) 1. Naik 1 Turun 2. Naik 2 Turun 3 Naik 3 Turun




dan kemudian digambarkan pada kertas grafik antara input dengan persen perbedaan ini.
Penyelenggaraan Pengukuran. Setelah melengkapi dan mengisi dokumen pendukung, maka
pengukur terhadap sinyal dengan menggunakan kedua instrument yakni instrument ukur
standar dan instrument yang akan dicocokkan dengan standar (instrument master) tersebut
adalah langkah yang sangat penting. Dengan kata lain, selain instrument master, dan instrument
yang akan dicocokkan juga diperlukan adanya sinyal standar sebagai sinyal yang akan
dijadikan masukan kedua instrument ukur tersebut. Sinyal ini kemudian diukur dengan
instrument standard dinyatakan sebagai input data dan keluaran instrument yang dicocokkan
sebagai output.
Pengukuran dimulai dari input naik sampai maksimum dan kemudian turun sampai minimum,
kemudian naik lagi sampai maksimum, biasanya dengan lima langkah yakni 0 %, 25 %, 50 %,

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


75% dan 100 % skala penuh, kemudian turun 75%, 50%, 25%, 0% dari skala penuh; hal ini
dilakukan sampai beberapa kali pergantung dari aturan yang disepakati.
Penyetelan instrumen yang akan di kalibrasi sebaiknya tidak dilakukan pada saat pengambilan
data ini, tetapi sebaiknya dilakukan sebelumnya yakni ketika diselenggarakan proses
penyetelan. Pada bagian ini hanyalah proses pengukuran dan hanyalah penyetelan input sinyal
serta pemasukan data pada dokumen.
Evaluasi dan Presentasi data. Evaluasi terdiri atas;
1. Penyesuaian data, pembuatan persen (%) input yakni besarnya pengukuran x 100%
dibagi dengan spannya, pembuatan persen output, pembuatan persen perbedaan
(pengukuran master - pengukuran diuji) dikali 100 % dibagi span.
2. Pemasukan data ke tabel perbedaan. Ini akan terlihat kecendurungan ketika naik dan
ketika turun.
3. Pembuatan diagram. Dengan membuat grafik-grafik atau diagaram maka akan dapat
dilihat hubungan antara input dan output dari instrument, dan didapatkan pula gambaran
penyimpangan instrument dari garis linier-nya. Kemudian dengan menggunakan
diagram perbedaan maka dapat dilihat hubungan antara persen perbedaan dengan input
ideal-nya. Dengan demikian dapat dibuatkan kesimpulan yang yang berguna dalam
tentang hubungan input output instrument dan dapat pula dibuat kesimpulan tentang
adanya “penyimpangan” atau kesalahan dari instrument terhadap input idealnya atau
nilai referensi standarnya.
















a) Diagram hubungan input output















P
e
r
b
d
a
a
n

Input ideal (kPa)




kPa




%
K
e
s
a
l
a
h
a
n
kPa 0




kPa
O
u
t
p
u
t

Input

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


b) Diagram perbedaan (kesalahan)
Gambar Error! No text of specified style in document.-3 Hubungan input-output pengukuran dan persen
perbedaan
Penentuan akurasi. Dengan menggunakan diagram perbedaan (kesalahan) yang bentuk
dasarnya (tanpa data) diperlihatkan pada Gambar Error! No text of specified style in
document.-3 maka dapat ditarik beberapa hasil, yakni didapatkan;
1. Akurasi referensi, yakni persen maksimum kesalahan dari pengukuran (tidak peduli
positif atau negatif), atau persen mutlak maksimum dari kesalahan; dapat diperlihatkan
dengan Tabel Error! No text of specified style in document.-5.b. Ini adalah nilai yang
biasa ditampilkan pada instrumen.
2. Histerisis, yakni persen maksimum perbedaan pengukuran antara saat naik dan saat
turun dengan nilai input yang sama. Dalam penulisan, histerisis ini adalah persen selisih
nilai kesalahan tertinggi antara saat input naik dengan saat input turun pada nilai input
yang sama yang ada pada diagram perbedaan (Gambar Error! No text of specified style
in document.-3b) jika telah diisi data. Cara mencarinya adalah dengan melihat nilai
input yang sama dan melihat lebar nilai bentangan terlebar antara saat naik dan saat turun
dari persen kesalahan.
3. Repeatability (pengulangan), yakni persen perbedaan nilai pengukuran tertinggi yang
ada dengan kondisi input yang sama yakni saat naik saja atau saat turun saja dan
kemudian dicari selisih maksimum. Cara mencarinya adalah dengan melihat bentangan
terlebar pada semua nilai kesalahan untuk saat naik atau saat input turun.
Penggunaan dokumen kalibrasi. Jika telah diolah/dievaluasi dari hasil data yang diperoleh,
maka dapat dilihat beberapa hal penting seperti akurasi, histerisis dan repeatability dari
instrument ukur yang dikalibrasi.
Hasil pengolahan data penting tersebut dapat dipakai untuk memberikan beberapa
rekomendasi, seperti antara lain untuk dilakukan pengesetan ulang, dipakai untuk rujukan
kalibrasi berikutnya, dipakai untuk merekomendasikan nilai akurasi dari intrumen.
1.4. Penutup
Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran standar. Besaran standar
adalah besaran yang nilainya telah disepakati bersama. Instrument sebagai yang dipakai untuk
mengukur sebelum dapat digunakan harus dilakukan pencocokan dengan besaran standarnya.
Pencocokan nilai dan diketahuinya batasan yang melekat pada instrument menjadikan
instrument tersebut dapat dipakai sebagai instrument pembanding. Kegiatan legal untuk
mencocokkan nilai instrument dengan instrument yang telah distandarisasi yang dirujukkan
pada nilai standar primernya dapat disebut sebagai kegiatan setting dan kalibrasi instrument.
Data-data penting dari kegiatan kalibrasi tersebut diantaranya adalah mendapatkan nilai
keakuratan instrument.

STANDAR UNTUK PENGUKURAN


1.5. Daftar Pustaka
1. Coombs, Basic Electronic Instrument Hanbook, McGraw-Hill, New York, 1972
1.6. Lampiran
1.6.1. Latihan Soal
1. Jelaskan perbedaan penomoran scientific dengan penomoran engineering.
2. Jelaskan cara menuliskan angka hasil ukur.
3. Apa yang dimaksud dengan angka berarti dalam suatu hasil ukur?
4. Bagaimana cara membedakan antara akurasi dan presisi dari cara menuliskan angka
hasil ukur. Beri contoh tentang akurasi dan presisi dengan memakai angka penulisan
hasil ukur.
5. Sebutkan aturan dasar perkalian hasil ukur agar tetap tercermin akurasinya.
6. Sebutkan tujuh satuan dasar dalam SI.
7. Tuliskan nama perlipatan dan angka perlipatannya
8. Jelaskan jenis kesalahan dalam pengukuran dan penyebabnya.
9. Jelaskan perbedaan penyetelan (setting) dan kalibrasi
Tags