SUBVERSI BERBASIS ALGORITMA PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL SEBAGAI ALAT PERANG HIBRIDA

IsmailFahmi3 0 views 54 slides Oct 07, 2025
Slide 1
Slide 1 of 54
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43
Slide 44
44
Slide 45
45
Slide 46
46
Slide 47
47
Slide 48
48
Slide 49
49
Slide 50
50
Slide 51
51
Slide 52
52
Slide 53
53
Slide 54
54

About This Presentation

PENDAHULUAN
• Fenomena demonstrasi dan kekerasan akhir Agustus 2025 menunjukkan peran signifikan media sosial dalam eskalasi peristiwa.
• Ruang digital kini menjadi arena perang hibrida: disinformasi, propaganda, dan provokasi dapat dimobilisasi secara masif dan cepat.
• Analisis ini menggunak...


Slide Content

SUBVERSI BERBASIS
ALGORITMA
PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL
SEBAGAI ALAT PERANG HIBRIDA
Ismail Fahmi, Ph.D.
Director Media Kernels Indonesia (Drone Emprit)
[email protected]
Seminar SUSPA
INTELSTRAT EKS-A4
30 September 2025
BADAN INTELIJEN
STRATEGIS TNI
SATUAN INDUK

2
1992 – 1997 Undergraduate, Electrical Engineering, ITB, Indonesia
2003 – 2004 Master, Information Science, University of Groningen, NL
2004 – 2009 Doctor, Information Science, University of Groningen, NL
2009 – Now IT Cosultant at Weborama (Paris/Amsterdam)
2014 – Now Founder PT. Media Kernels Indonesia, a Drone Emprit Company
2017 – Now Lecturer at the IT Magister Program of the Universitas Islam Indonesia
2021 – Now Vice Chairman at the Infocomm Commission, Majelis Ulama Indonesia
2023 – Now Vice Chairman at the MPI, Central Board of Muhammadiyah
2024 – Now Founder/Preskom at the LabMu (Muhammadiyah Software Labs)
Ismail Fahmi, Ph.D.
[email protected]
Bojonegoro, 1974

AGENDA
•Tentang Drone Emprit
•Media Sosial Dan Perang Hibrida
•Narasi Dan Lalu Lintas Percakapan
•Pemetaan Aktor dan Pola Sebar
•Teknik Manipulasi Emosi dan Massa
•Indikator Peringatan Dini
•Potensi Keterlibatan State Actor
•Rekomendasi Strategis
•Penutup
3

TENTANG DRONE EMPRIT
4

“DRONE EMPRIT” ON GOOGLE SCHOLAR
5

PUBLICATIONS: PERS DRONE EMPRIT
6

PENDAHULUAN
•Fenomena demonstrasi dan kekerasan akhir Agustus 2025
menunjukkan peran signifikan media sosial dalam eskalasi peristiwa.
•Ruang digital kini menjadi arena perang hibrida: disinformasi,
propaganda, dan provokasi dapat dimobilisasi secara masif dan cepat.
•Analisis ini menggunakan perspektif intelijen siber untuk memahami
dinamika narasi, aktor, teknik manipulasi, serta indikator peringatan
dini.
•Tujuan: memberikan rekomendasi strategis bagi aparat dan pembuat
kebijakan untuk mencegah insiden serupa di masa depan.
7

SUBVERSI DIGITAL
Kata subversi berasal dari bahasa Latin subvertere yang berarti “membalikkan” atau “meruntuhkan dari bawah”.
Dalam bahasa Indonesia, subversi berarti:
1.Tindakan untuk merongrong, menggulingkan, atau melemahkan kekuasaan/otoritas yang sah secara sistematis, biasanya lewat cara-cara tersembunyi atau tidak langsung.
2.Upaya mengubah tatanan yang ada (politik, sosial, budaya) dengan cara melemahkan legitimasi, menanamkan keraguan, atau menciptakan instabilitas.
3.Dalam konteks perang informasi/digital: subversi adalah strategi melemahkan musuh melalui manipulasi narasi, provokasi psikologis, dan eksploitasi algoritma/platform, tanpa perlu konfrontasi fisik langsung.
8

Objek PenelitianKeywordsShould ContainShould Not Contain
Demo Agustus
demo, demonstrasi,
unjuk rasa, aksi
massa
25 agustus, 28
agustus, 29
agustus
pati, bupati
PERTANYAAN RISET
•Pertanyaan penelitian:
•Narasi Dan Lalu Lintas Percakapan
•Pemetaan Aktor dan Pola Sebar
•Teknik Manipulasi Emosi dan Massa
•Indikator Peringatan Dini
•Potensi Keterlibatan State Actor
•Source: Twitter (X), IG, FB, Youtube, TikTok, dan Media Online.
•Periode data: 9 Agustus – 15 September 2025.
•Keywords:
9

TEORI ANALISIS PERANG HIBRIDA
Hybrid Warfare / Hybrid Threats (Frank G. Hoffman, dan perkembanganNATO/EU)
•Konsep inti: konflik modern menggabungkan cara konvensional, irregular, kriminal, politik, ekonomi, dan operasi informasi untuk mencapai tujuan tanpa eskalasi konvensional. Berguna untuk menempatkan operasi media sosial sebagai salah satu vektor konflik. Potomac Institute for Policy Studies+1
Gray-Zone / Ambiguity Warfare
•Menjelaskan tindakan yang berada di antara damai dan perang (mis. operasi pengaruh, sabotase cyber, kampanye disinformasi) — penting untuk memahami niat, ambang respons negara, dan upaya untuk menghindari atribusi. Small Wars Journal
Effects-Based Operations (EBO) / Effects-Based Approach to Operations (EBAO)
•Fokus pada merancang aksi yang mengubah persepsi, prilaku, atau kapabilitas lawan dan publik (efek), bukan sekadar menghancurkan target fisik — sangat relevan untuk operasi narasi dan kontra-narasi. digitalcommons.ndu.edu+1
Information Operations / Strategic Communications
•Kerangka yang mengintegrasikan Psychological Operations (PSYOP), Public Affairs, Cyber Ops, and Electronic Warfare untuk mengelola informasi dan mempengaruhi persepsi audiens sasaran. NATO dan negara-negara sekutu mengembangkan pedoman counter-information/strategic comms. NATO+1
Epidemiological / Contagion Models applied to Information Diffusion
•Pandangan matematis (SIR, SEIR, dan variasinya) memodelkan sebaran cerita/rumor/hoaks sebagai “penyakit” — membantu prediksi laju penyebaran dan titik intervensi. Banyak studi akademik & terapan menggunakan model ini untuk memetakan viralitas konten. PMC+1
Narrative Framing & Cognitive Domain Theory
•Teori framing (Entman, dll.) + teori kognitif (bias konfirmasi, availability heuristic, moral panic) menjelaskan mengapa dan bagaimana konten mempengaruhi opini/aksi. Berguna untuk desain kontra-narasi yang efektif. RAND Corporation
10

METODOLOGI ANALITIK
Open-Source Intelligence (OSINT) & Multi-source Fusion
•Kumpulkan data dari platform publik (X, IG, TikTok, Telegram channel, news, forums) lalu sinkronkan dengan intel lain (logs layanan publik, panggilan darurat, CCTV) untuk verifikasi dan konteks. (DoD/DIA OSINT strategy menekankan penguatan kapabilitas ini). dia.mil+1
Social Network Analysis (SNA)
•Teknik: Louvain/Leiden clustering, degree/betweenness/centrality, community detection, cascade tracing. Tujuan: temukan influencer/jembatan (bridges), klaster aktivasi, dan jalur amplifikasi. Cocok untuk mengidentifikasi akun jangkar dan klaster provokasi. RAND Corporation
Time-series / Burst Detection & Anomaly Detection
•Algoritma: Kleinberg bursts, rolling z-score, change-point detection. Untuk mengidentifikasi lonjakan kata kunci, lonjakan lintas-platform, atau kondisi “network flip” yang menjadi Early Warning Indicators (EWI). Nature
Information Diffusion / Contagion Modelling
•Penerapan model SIR/SEIR/complex contagion untuk memprediksi jangkauan dan tempo penyebaran pesan; memungkinkan menilai efektivitas intervensi (mis. debunking). MDPI+1
Automated Content Classification & NLP
•Topic modelling (LDA/BERTopic), sentiment/emotion analysis (lexicon atau transformer models), stance detection, claim-matching (fact extraction). Berguna untuk mengkatalog frame dan mendeteksi pergeseran framing real-time. RAND Corporation
Bot/Cyborg Detection & Account Forensics
•Heuristik: umur akun, posting rhythm entropy, follower/following ratios, client source uniformity, coordinated inauthentic behavior (CIB) clustering. Ini membantu memisahkan mobilisasi organic vs. terkoordinasi/automated. RAND Corporation
11

TREND PERCAKAPAN
12
Pra-PeristiwaMobilisasiSaat PeristiwaPasca-Peristiwa

VOLUME PERCAKAPAN
13

VOLUME INTERAKSI
14

ANALISIS MENGGUNAKAN AI DRONE EMPRIT
15

PROMPT AI DRONE EMPRIT
Task:
Analisis dataset hasil monitoring media online dan media sosial terkait aksi demo 25 Agustus (atau isu lain yang diberikan) dengan menggunakan
kerangka Hybrid Warfare & Information Operations. Fokuskan pada
aspek subversi berbasis algoritma, manipulasi narasi, dan potensi eskalasi.
Langkah Analisis:
1. Situational Context (Pra–Saat–Pasca Peristiwa)
1.Bagaimana narasi berkembang sebelum, saat, dan sesudah
peristiwa?
2.Isu apa yang menjadi pemicu, titik eskalasi, dan pelebaran isu?
2. Actor & Network Mapping
1.Peta kelompok/aktor: pro-aksi, kontra-aksi, media, buzzer/akun anonim.
2.Pola penyebaran (seeding → amplification →
operationalization → escalation).
3.Identifikasi top influencer & hub yang menjembatani klaster.
3. Information & Psychological Operations
1.Teknik manipulasi emosi massa: shock looping, simbolisme,
fear–anger switch, misinformasi taktis.
2.Pola framing yang dominan: pro-rakyat vs tuduhan politisasi.
4. Early Warning Indicators (EWIs)
1.Lonjakan kata kunci taktis (lokasi, ajakan, tindakan).
2.Cross-platform surge (X → TikTok/IG → Telegram).
3.Geo-hotspot dari postingan/lokasi.
4.Pergeseran narasi dari isu kebijakan ke ajakan konfrontatif.
5. Potential State/Proxy Actor Involvement
1.Indikasi adanya keterlibatan aktor negara/proxy melalui pola narasi, sinkronisasi pesan, atau akun inauthentic.
2.Gunakan skala atribusi (Attribution Confidence Scale 0–5).
6. Impact Assessment
1.Dampak sosial-ekonomi (transportasi, keamanan publik,
kepercayaan politik).
2.Pelebaran isu: dari DPR ke eksekutif/pemerintah.
3.Efek psikologis: marah, takut, solidaritas.
7. Strategic Recommendations
1.Intelijen: bangun SOC-Narrative Fusion untuk memonitor
narasi & EWI real-time.
2.Komunikasi publik: protokol Golden Hour untuk klarifikasi,
gunakan trusted messengers.
3.Penegakan: SOP de-confliction, proteksi fasilitas publik.
4.Edukasi: literasi digital untuk imunitas provokasi.
Output Format:
•Buat analisis terstruktur per dimensi (1–7 di atas).
•Gunakan tabel atau bullet point ringkas.
•Akhiri dengan Overall Assessment: apakah peristiwa ini lebih dominan
sebagai mobilisasi organik, operasi informasi terstruktur, atau
kombinasi keduanya.
16

ANALISIS MENGGUNAKAN AI DRONE EMPRIT
17

LANJUTAN AI DRONE EMPRIT
18

FASE: PRA-PERISTIWA DAN MOBILISASI ISU

PRA PERISTIWA (10-18 AGUSTUS 2025)
20

GAGASAN BUBARKAN DPR DI TWITTER
Gagasan bubarkan DPR konsisten muncul dalam percakapan publik, setiap kali ada informasi negatif
tentang DPR
21

GAGASAN BUBARKAN DPR DI IG
Gagasan bubarkan DPR konsisten muncul dalam percakapan publik, setiap kali ada informasi negatif
tentang DPR
22

GAGASAN BUBARKAN DPR DI FB
Gagasan bubarkan DPR konsisten muncul dalam percakapan publik, setiap kali ada informasi negatif
tentang DPR
23

GAGASAN BUBARKAN DPR DI YT
Gagasan bubarkan DPR konsisten muncul dalam percakapan publik, setiap kali ada informasi negatif
tentang DPR
24

KAMPANYE BUBARKAN DPR DI TIKTOK
25

TAGAR DI X
26
•Tagar-tagar yang paling banyak digunakan adalah #BubarkanDPRSontoloyo,
#DesakPrabowoBubarkanDPR, #BerlakukanHukumanMati, #Demo, dan
#bubarkanDPR.
•Tagar-tagar tersebut soroti penolakan kenaikan gaji DPR, desakan pembubaran
lembaga, hingga seruan hukuman mati bagi koruptor.
•#Demo dipakai untuk mobilisasi aksi dan menekankan tuntutan reformasi politik.

MOBILISASI (19-24 AGUSTUS 2025)
27

PEMICU, ESKALASI, DAN PELEBARAN ISU
•Pemicu Utama (Trigger):Isu kenaikan tunjangan perumahan anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan. Ini adalah pemicu yang sempurna karena bersifat konkret, kontras dengan kesulitan ekonomi masyarakat, dan mudah memancing kemarahan. Sumber seperti gpriority.co.id (24 Agustus 2025) menyebutkan,"Demo bubarkan DPR RI ini dilatarbelakangi kekecewaan masyarakat terhadap tingkah wakil rakyat yang berjoget-joget gembira saat mendapatkan kenaikan tunjangan."
•Titik Eskalasi (Escalation Point):Narasi bereskalasi dari sekadar protes kebijakan menjadi tuntutan pembubaran institusi ("Bubarkan DPR"). Eskalasi ini didukung oleh respons keras dari anggota DPR Ahmad Sahroni yang menyebut penyeru sebagai"mental orang tertolol sedunia"(harian.disway.id, 23 Agustus 2025). Pernyataan ini justru menjadi bensin yang menyulut api lebih besar, memvalidasi persepsi bahwa DPR arogan dan anti-kritik.
•Pelebaran Isu (Issue Spillover):Isu dengan cepat melebar melampaui DPR. Seruan aksi mulai menyertakan tuntutan lain yang lebih politis, seperti"pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan usut tuntas dugaan korupsi yang menyasar Jokowi dan dinastinya"(jejakrekam.com, 22 Agustus 2025). Bahkan, muncul narasi konspirasi yang menuduh adanya upaya kudeta terhadap Presiden Prabowo, seperti yang dianalisis oleh Jerry Massie yang menduga"Geng Solo 'Bermain' untuk Lengserkan Prabowo"(realita.co, 24 Agustus 2025).
28

PETA KELOMPOK AKTOR
•Kelompok Pro-Aksi (Agitator):Didominasi oleh akun-akun anonim dan semi-anonim di Twitter (X), TikTok, dan Facebook. Mereka menggunakan nama generik seperti "Revolusi Rakyat Indonesia". Tidak ada tokoh atau organisasi formal yang secara terbuka menjadi penanggung jawab, yang merupakan ciri khas operasi terselubung.
•Kelompok Kontra-Aksi & Klarifikator:Terdiri dari organisasi formal dengan kredibilitas, sepertiBEM SI KerakyatandanPartai Buruh/KSPI. Mereka secara aktif melakukan kontra-narasi dengan menyatakan aksi 25 Agustus adalah hoaks, sambil mengumumkan agenda aksi mereka sendiri pada 28 Agustus dengan isu yang berbeda (ketenagakerjaan).
•Aktor Institusional (Target & Respons):DPR RImenjadi target utama. Respons mereka terbelah:Puan Maharanimengambil sikap akomodatif ("Pintu DPR RI akan terbuka lebar untuk rakyat"- gpriority.co.id, 22 Agustus 2025), sementaraAhmad Sahronimemilih pendekatan konfrontatif.
•Media & Pengamat:Media online berperan sebagai akselerator sekaligus verifikator. Awalnya, mereka melaporkan viralnya seruan aksi, yang secara tidak langsung mengamplifikasi. Kemudian, mereka beralih menjadi verifikator dengan mengutip bantahan dari BEM SI dan buruh. Pengamat politik memberikan bingkai analisis, mulai dari "krisis legitimasi" hingga "manuver politik".
29

POLA PENYEBARAN NARASI
1.Seeding (Penaburan Benih):Poster digital dan ajakan provokatif dengan tuntutan radikal disebar melalui akun-akun anonim di TikTok dan Twitter. Contohnya cuitan dari akun @Andria75777:"DEMO BESAR BESARAN TGL.25 AGUSTUS 2025 . MENYUARAKAN AKSI KEKECEWAAN RAKYAT TERHADAP DPR RI"(Twitter, 20 Agustus 2025).
2.Amplification (Amplifikasi):Akun-akun dengan pengikut lebih besar (influencer) dan media online mulai mengangkat fenomena ini sebagai berita. Konten TikTok dengan musik dramatis dan visual yang membangkitkan emosi mencapai jutaan penayangan, seperti yang diunggah oleh akun @jktdulu (TikTok, 23 Agustus 2025) yang mendapat 4.9 juta views.
3.Operationalization (Operasionalisasi):Fase ini menunjukkan tanda-tanda operasionalisasi informasi, seperti penyebaran tips praktis untuk demonstran. Akun @NenkMonica menyarankan,"pakai polybag/plastik sebagai penutup kepala untuk pelindung saat tembakan gas air mata"(Twitter, 21 Agustus 2025). Ini bertujuan menciptakan kesan bahwa aksi tersebut nyata dan terorganisir.
4.Escalation & De-legitimization (Eskalasi & Delegitimasi):Narasi diekskalasi dengan memasukkan isu pemakzulan dan korupsi dinasti. Secara simultan, bantahan dari kelompok resmi digunakan oleh sebagian pihak untuk mendelegitimasi seluruh gerakan protes, menciptakan narasi tandingan bahwa "rakyat mudah diadu domba oleh hoaks".
30

TEKNIK MANIPULASI EMOSI MASSA
•Shock Looping & Simbolisme Historis:Tuntutan "Bubarkan DPR" yang ekstrem terus
diulang-ulang untuk menormalisasi gagasan radikal. Ini diperkuat dengan membangkitkan
memori kolektif tentang Dekrit Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah
membekukan DPR. Media seperti infoaceh.net (23 Agustus 2025) melaporkan,"Dekrit
Presiden Gus Dur soal pembubaran DPR dan MPR... menurut warganet relevan dengan
demonstrasi akbar tanggal 25 Agustus 2025."Ini memberikan legitimasi historis pada
tuntutan yang sebenarnya inkonstitusional.
•Fear-Anger Switch (Peralihan Ketakutan-Kemarahan):Operasi ini secara cerdas
mengubah ketakutan dan kecemasan ekonomi masyarakat ("in this economy kok bisa-
bisanya malah anggota DPR gajinya naik"- tvonenews.com, 22 Agustus 2025) menjadi
kemarahan yang terarah pada target spesifik (DPR). Kemarahan adalah emosi yang lebih
mudah dimobilisasi daripada ketakutan.
•Misinformasi Taktis & Ambiguitas:Taktik paling efektif yang digunakan adalah
penciptaan ketidakpastian. Dengan tidak adanya penyelenggara yang jelas, publik dan
aparat keamanan dipaksa untuk menebak-nebak. Informasi yang simpang siur ("Simpang
Siur Demo 25 Agustus 2025 di Gedung DPR"- radarkediri.jawapos.com, 24 Agustus 2025)
menciptakan kelelahan informasi dan menipiskan kewaspadaan.
31

EARLY WARNING INDICATORS - EWI
•Lonjakan Kata Kunci Taktis:Terjadi lonjakan signifikan pada pencarian
dan penggunaan frasa seperti "Demo 25 Agustus", "Bubarkan DPR",
"Gedung DPR", "Revolusi Rakyat", dan "Dekrit Presiden" di berbagai
platform.
•Cross-Platform Surge (Lonjakan Lintas Platform):Narasi tidak terbatas
pada satu platform. Sebuah video pendek di TikTok bisa menjadi viral,
kemudian dibagikan ulang di Twitter, lalu diberitakan oleh media
online, dan akhirnya menjadi bahan diskusi di grup-grup WhatsApp dan
Facebook. Sinergi ini menciptakan efek gema yang masif.
•Pergeseran Narasi dari Kebijakan ke Konfrontasi:Indikator paling jelas
adalah pergeseran cepat dari diskusi tentang "tunjangan DPR" (isu
kebijakan) menjadi ajakan eksplisit untuk "membubarkan" dan
"melengserkan" (ajakan konfrontatif dan inkonstitusional).
32

POTENSI KETERLIBATAN AKTOR NEGARA/PROKSI
Meskipun sulit untuk melakukan atribusi langsung tanpa data intelijen teknis,
beberapa anomali mengarah pada kemungkinan adanya operasi yang
terkoordinasi, bukan sekadar gerakan organik.
Skala Keyakinan Atribusi (Attribution Confidence Scale): 2 dari 5 (Rendah ke
Sedang)
•Alasan:Koordinasi pesan yang rapi, kecepatan penyebaran, dan penggunaan
narasi politik yang kompleks (menargetkan Gibran dan Jokowi)
mengindikasikan tingkat kecanggihan yang melampaui aktivisme akar rumput
biasa. Namun, tidak ada bukti langsung yang menunjuk pada aktor negara atau
proksi spesifik. Pola ini lebih mengarah pada kelompok kepentingan politik
domestik yang memiliki sumber daya untuk menjalankan operasi informasi,
yang bertujuan untuk mendelegitimasi lawan politik atau menciptakan tekanan
pada pemerintahan baru. Aksi ini tampak seperti manuver pembukaan dalam
lanskap politik pasca-pemilu.
33

FASE: SAAT PERISTIWA

SAAT PERISTIWA (25-30 AGUSTUS 2025)
35
@ilhampid
DIHAPUS
@ilhampid
DIHAPUS

ANALISIS EMOSI
36
ANGER
ANTICIPATIONSADNESS
•Berharap Prabowo bubarkan DPR.
•Berharap demo berlangsung lancar dan
tidak disertai kekerasan.
•Ingatkan peserta aksi untuk waspadai
penunggang gelap.
•Ingatkan peserta aksi potensi kerusuhan.
•Anggota DPR tidak berguna.
•Tidak sensitif atas kondisi rakyat.
•Berjoget di atas penderitaan rakyat.
•Anggota DPR korup.
•Anggota DPR arogan, salah satunya sebut
masyarakat tolol.
•Polri bertindak kasar dalam menangani
peserta demo.
•Sedih penanganan aksi oleh kepolisian sangat
brutal.
•Sedih anggota DPR tidak paham penderitaan
rakyat.
•Sedih komentar anggota DPR cenderung
arogan dan menantang.

AKSI, INSIDEN KRITIS, DAN ESKALASI
•Titik Eskalasi Kritis:Demonstrasi pada 25 Agustus berlangsung dengan
fokus pada DPR. Namun, peristiwa yang secara fundamental mengubah
arah konflik terjadi pada 28 Agustus: tewasnya pengemudi ojol, Affan
Kurniawan, yang terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob. Insiden ini
terekam dan menyebar secara viral, menjadi"catalytic event"."Insiden ojol
terlindas mobil Brimob saat aksi demonstrasi berlangsung hari ini 28
Agustus 2025." (Twitter/X: kegblgnunfaedh, 28 Agustus 2025)
•Pelebaran Isu (Issue Spillover):Kemarahan publik secara cepat dan masif
beralih dari DPR ke Polri. Narasi bergeser dari "DPR korup" menjadi "Polisi
pembunuh". Tuntutan tidak lagi hanya soal kebijakan, tetapi keadilan bagi
korban, akuntabilitas aparat, dan seruan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit
Prabowo mundur atau dicopot."Lebih dari 200 organisasi masyarakat sipil
mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mundur dari jabatannya."
(Twitter/X: catchmeupco, 30 Agustus 2025)
37

PETA KELOMPOK AKTOR
Kelompok AktorDeskripsi PeranContoh
Pro-Aksi (Grievance
Holders)
Kelompok yang memiliki keluhan otentik
dan menjadi motor penggerak awal.
Terdiri dari mahasiswa, buruh, dan
komunitas ojol.
BEM SI, KSPI, Aliansi Driver Ojol
Solo.
Amplifier & Influencer
Tokoh publik, media, dan akun
berpengaruh yang memperkuat narasi
dan memberikan legitimasi.
Prilly Latuconsina & Omara
Esteghlal, Nicholas Saputra,
Tempo.co, Akun Twitter
@kegblgnunfaedh.
Akun Provokatif &
Anonim
Akun yang secara konsisten
menyebarkan konten bernada
konfrontatif, anti-aparat, dan seringkali
menjadi hub untuk framing negatif.
Akun Twitter @ilhampid (konsisten
dengan narasi "polisi teroris",
"isilop").
Aktor Negara &
Institusional
Pihak yang menjadi target kritik dan
merespons narasi, seringkali dalam posisi
reaktif.
DPR (Puan Maharani), Polri (Kapolri
Listyo Sigit), Pemerintah (Presiden
Prabowo, Wapres Gibran).
38

POLA PENYEBARAN NARASI (THE 4E MODEL)
•Seeding (Penyemaian):Isu awal disemai melalui unggahan di media sosial yang
menyoroti ketidakadilan tunjangan DPR (25 Agustus).
•Amplification (Amplifikasi):Video insiden Affan Kurniawan menjadi konten
viral utama. Akun-akun besar dengan jutaan pengikut
seperti@kegblgnunfaedh(14,2 juta followers) menjadi super-spreader,
memastikan jangkauan maksimal dalam waktu singkat.
•Operationalization (Operasionalisasi):Narasi kemarahan diubah menjadi
ajakan aksi konkret. Contohnya adalah seruan untuk "mengepung Mako
Brimob" dan aksi solidaritas di berbagai daerah."2 Poin Tuntutan Aksi Aliansi
Driver Ojol di Mako Brimob Solo" - www.detik.com, 30 Agustus 2025.
•Escalation (Eskalasi):Aksi di lapangan berubah menjadi kekerasan dan
perusakan properti, yang kemudian didokumentasikan dan disebarkan kembali
secara online, menciptakan siklus umpan balik (feedback loop) yang memicu
kemarahan lebih lanjut.
39

TEKNIK MANIPULASI EMOSI MASSA
•Shock Looping:Video insiden Affan Kurniawan yang grafis dan emosional diputar dan dibagikan
berulang kali di berbagai platform (Twitter, TikTok, Facebook Reels). Tujuannya adalah untuk terus-
menerus memicu kemarahan dan duka, mencegah audiens menjadi kebal, dan menjaga momentum
emosional tetap tinggi.
•Simbolisme:Affan Kurniawan secara naratif diangkat menjadi simbol "martir rakyat kecil".
Pemberitaan seperti "Cerita Kebaikan Affan Kurniawan Bikin Netizen Haru dan Menangis"
(inet.detik.com, 30 Agustus 2025) memperkuat status ikoniknya, mengubah korban individu menjadi
representasi penderitaan kolektif.
•Fear-Anger Switch:Narasi secara aktif mengubah rasa takut terhadap kebrutalan aparat menjadi
kemarahan kolektif yang menuntut pembalasan. Cuitan seperti "mobil brimob mengilas rakyat sendiri,
lalu ngacir tanpa empati itu biadab dan pengecut" (@ilhampid, 28 Agustus 2025) adalah contoh
framing yang mendorong transisi dari ketakutan menjadi agresi.
•Misinformasi Taktis:Penyebaran informasi yang belum terverifikasi namun sangat provokatif, seperti
"Polisi Tangkap Provokator Demo di Pejompongan Jakarta, Ternyata Intel TNI" (@Pandugaid, 30
Agustus 2025). Informasi ini, benar atau salah, dirancang untuk menciptakan ketidakpercayaan antar-
institusi keamanan dan menambah kebingungan di lapangan.
40

SINYAL PERINGATAN DINI ESKALASI
Analisis data menunjukkan beberapa indikator peringatan dini yang, jika dipantau secara sistematis,
dapat memprediksi potensi eskalasi dari ranah digital ke fisik.
•Lonjakan Kata Kunci Taktis:Terjadi pergeseran dramatis dalam volume dan jenis kata kunci. Dari kata
kunci kebijakan ("tunjangan DPR", "pajak") ke kata kunci insiden ("ojol dilindas", "Affan Kurniawan"),
lalu ke kata kunci ajakan konfrontatif ("geruduk", "kepung", "Mako Brimob Kwitang").
•Cross-Platform Surge:Insiden kunci (video Affan) tidak terisolasi di satu platform. Terjadi lonjakan
simultan di Twitter (untuk kecepatan berita), TikTok (untuk konten video emosional pendek), dan
Facebook/Instagram (untuk jangkauan komunitas yang lebih luas). Ini menandakan isu telah mencapai
massa kritis.
•Identifikasi Geo-Hotspot:Pemantauan geolokasi unggahan menunjukkan penyebaran cepat dari titik
nol di Jakarta (DPR, Pejompongan, Kwitang) ke kota-kota besar lainnya seperti Bandung (Gedung
Sate), Solo (Mako Brimob), dan Makassar (DPRD Sulsel) dalam kurun waktu kurang dari 24
jam."Kumpulan potret yang berhasil diabadikan wartawan foto Pikiran Rakyat, Kholid, di Gedung
DPRD Jabar. Kemarahan rakyat menjelma menjadi api yang membakar area Jalan Diponegoro, Kota
Bandung pada Jumat, 29 Agustus 2025." - Twitter (X) @pikiran_rakyat, 29 Agustus 2025.
•Pergeseran Narasi dari Aspirasi ke Agresi:Tuntutan awal yang bersifat aspiratif ("batalkan tunjangan",
"dengarkan rakyat") bermutasi menjadi seruan yang lebih agresif dan personal ("Kapolri mundur",
"adili polisi pembunuh"), yang merupakan EWI kuat akan potensi kekerasan fisik.
41

POTENTIAL STATE/PROXY ACTOR INVOLVEMENT
Meskipun kemarahan publik bersifat otentik, terdapat beberapa anomali dan pola yang
mengindikasikan kemungkinan adanya keterlibatan aktor terorganisir (state or non-state
proxy) yang memanfaatkan situasi.
•Pola Narasi yang Sinkron:Kecepatan dan keseragaman penggunaan
tagar#PolisiPembunuhdi berbagai platform dan oleh akun-akun yang berbeda
mengindikasikan adanya tingkat koordinasi, setidaknya di antara jaringan aktivis digital.
•Penyebaran Misinformasi Strategis:Isu "Intel TNI sebagai provokator" adalah anomali
yang paling mencolok. Ini bukan sekadar hoaks biasa, melainkan disinformasi yang
memiliki tujuan strategis untuk mengadu domba institusi keamanan negara. Pola
semacam ini seringkali menjadi ciri operasi pengaruh (influence operation).
•Akun Inauthentic/Provokatif:Keberadaan akun-akun seperti@ilhampidyang secara
persisten dan terstruktur memproduksi konten provokatif dengan framing yang seragam
(misalnya, menyamakan polisi dengan teroris) menunjukkan pola perilaku yang lebih dari
sekadar ekspresi personal.
Attribution Confidence Scale: 3/5 (Moderate Confidence)
42

FASE: PASCA-PERISTIWA

PASCA-PERISTIWA (31 AGT – 15 SEPT 2025)
44

KONTESTASI NARASI DAN RESPON NEGARA
•Narasi Kriminalisasi vs Penegakan Hukum:Negara merespons dengan menangkap sejumlah aktivis, seperti Delpedro Marhaen dan Figha Lesmana, dengan tuduhan penghasutan. Hal ini memunculkan dua narasi yang berlawanan: narasi dari kelompok pro-aksi yang menyebutnya sebagai "pembungkaman kritik dan kriminalisasi aktivis", dan narasi dari aparat yang menggambarkannya sebagai "penegakan hukum terhadap provokator".
•Sumber:"ICW: Penangkapan Delpedro Marhaen Timbulkan Rasa Takut Masyarakat untuk Kritik"(megapolitan.kompas.com, 10 September 2025).
•Narasi Tandingan dan Pencarian "Dalang":Muncul narasi-narasi tandingan yang berupaya mendiskreditkan gerakan dengan menuduh adanya "dalang" atau "penunggang" politik. Akun-akun tertentu secara sistematis menyebarkan teori bahwa demo diinisiasi oleh faksi politik tertentu untuk menggoyang pemerintahan.
•Sumber:"Menurut Ferry Irwandi akunini adalah dalang kerusuhan demo 25 agustus..."(@StivenHendra, 31 Agustus 2025).
•Narasi Institusionalisasi Konflik:Pemerintah berupaya meredam kemarahan publik dengan menginstitusionalisasikan respon, seperti menyetujui pembentukan tim investigasi independen dan membuka dialog dengan tokoh masyarakat. Ini adalah upaya untuk memindahkan konflik dari jalanan ke ruang-ruang formal.
•Sumber:"Usut Kerusuhan Demo Agustus, Presiden Prabowo Setujui Pembentukan Tim Investigasi Independen"(www.tvonenews.com, 11 September 2025).
45

PEMETAAN AKTOR DAN JARINGAN
Kelompok/AktorPeran KunciContoh Narasi/Tindakan
Pro-Aksi (Masyarakat Sipil,
Mahasiswa, Aktivis)
Inisiator, Amplifikator,
dan Penjaga Narasi HAM.
Mengorganisir aksi (#RakyatTagihJanji),
membingkai penangkapan sebagai kriminalisasi,
membuka posko orang hilang (KontraS).
Kontra-Aksi (Pemerintah,
Aparat Keamanan)
De-eskalasi, Penegakan
Hukum, dan Kontra-
Narasi.
Menyebut aksi sebagai "makar", menangkap
terduga "provokator", membentuk tim
investigasi, menyebarkan pesan reformasi Polri.
Media (Mainstream &
Alternatif)
Penyebar Informasi,
Pembentuk Opini, dan
Verifikator.
Meliput kronologi peristiwa, memberikan
platform bagi kedua belah pihak, melakukan
investigasi (misal: Tempo tentang "Perang
Narasi").
Buzzer / Akun Anonim /
Influencer
Akselerator, Polarisator,
dan Penyebar
Disinformasi.
Menyebarkan teori konspirasi "dalang demo",
mengamplifikasi tagar, memviralkan konten
emosional, melakukan analisis tandingan (Ferry
Irwandi).
46

TOP INFLUENCER & HUB
•Hub Masyarakat Sipil:Akun-akun sepertiKontraS,YLBHI,
danICWmenjadi pusat informasi terverifikasi mengenai korban, orang
hilang, dan analisis hukum.
•Hub Media:Tempo.codanKompas.comberfungsi sebagai hub utama
yang menjembatani berbagai klaster dengan menyediakan liputan
mendalam dan analisis dari berbagai sudut pandang.
•Influencer Analitis:Sosok sepertiFerry Irwandimuncul sebagai hub
analisis alternatif, menarik audiens yang skeptis terhadap narasi
mainstream dan mencoba memetakan "perang di balik layar".
47

MANIPULASI EMOSI DAN PEMBINGKAIAN NARASI
•Shock Looping (Pengulangan Kejutan):Video detik-detik tewasnya Affan Kurniawan disebarkan
secara berulang di berbagai platform. Praktik ini menciptakan siklus kemarahan dan trauma kolektif
yang terus-menerus, menjaga tingkat emosi publik tetap tinggi dan mencegah de-eskalasi alami.
•Sumber:"Detik-detik kejadian Affan Kurniawan pada demo 28 Agustus 2025."(cronological_ind, 2 September 2025).
•Simbolisme dan Identitas Kolektif:Gerakan "Brave Pink & Hero Green" adalah contoh brilian dari
operasi psikologis. Warna-warna ini menciptakan identitas visual yang kuat, sederhana, dan mudah
direplikasi. Ini memungkinkan individu untuk menunjukkan solidaritas secara pasif (mengganti foto
profil) maupun aktif, membangun rasa kebersamaan dan kekuatan kolektif.
•Sumber:"Warna Pink dan Hijau bukan sebatas dari nilai estetis, namun kini diartikan sebagai simbol perjuangan meraih
keadilan."(Facebook, 3 September 2025).
•Fear-Anger Switch (Peralihan Takut-Marah):Respons negara dengan melakukan penangkapan aktivis
(yang bertujuan menciptakan rasa takut/fear) justru dibingkai ulang oleh kelompok pro-aksi sebagai
bukti represi dan ketidakadilan. Ini memicu peralihan emosi dari takut menjadi kemarahan (anger)
yang lebih besar, yang kemudian digunakan untuk memobilisasi dukungan lebih lanjut.
•Sumber:"Koalisi Sipil Sebut Penangkapan Delpedro hingga Syahdan Cacat Hukum"(www.cnnindonesia.com, 6 September 2025).
•Misinformasi Taktis dan Polarisasi:Penyebaran narasi bahwa demo didalangi oleh "Geng Solo" atau
faksi politik tertentu adalah misinformasi taktis. Tujuannya bukan untuk meyakinkan semua orang,
tetapi untuk menciptakan keraguan, memecah belah solidaritas publik, dan mengalihkan fokus dari isu
utama (kinerja DPR dan kebrutalan polisi) ke pertarungan politik elite.
•Sumber:"""Dalang demo ""bubarkan DPR"" pada 25 Agustus 2025 adalah Gibran..."(@Srik4ndiMuslim2, 4 September 2025).
48

EARLY WARNING INDICATORS
•Lonjakan Kata Kunci Taktis:Terjadi pergeseran tajam dalam volume dan jenis kata kunci. Dari "Tunjangan DPR", "Bubarkan DPR" (20-25 Agustus), menjadi "Ojol", "Affan Kurniawan", "Brimob", "Kapolri Mundur" (28-30 Agustus), lalu "Delpedro", "Orang Hilang", "TGPF" (awal September). Ini menunjukkan evolusi isu secara real-time.
•Cross-Platform Surge:Insiden kritis pertama kali meledak di platform visual dan cepat seperti Twitter dan TikTok. Dalam beberapa jam, narasi tersebut diadopsi dan dianalisis secara mendalam oleh media online, kemudian menjadi bahan diskusi panjang di Facebook dan YouTube. Lonjakan serentak di berbagai platform ini adalah EWI kuat dari sebuah isu yang akan menjadi viral secara nasional.
•Identifikasi Geo-Hotspot:Pemantauan geolokasi postingan menunjukkan konsentrasi awal di Jakarta (sekitar Gedung DPR, Polda Metro Jaya, Kwitang). Namun, dalam 24-48 jam pasca-insiden Affan, muncul hotspot baru di Bandung, Makassar, dan Semarang, menandakan penyebaran geografis kerusuhan."Jumat, 29 Agustus 2025, Demo Di Jawa Tengah Ini belum Semuanya" (TikTok: bima.shahilana, 29 Agustus 2025)
•Pergeseran Narasi dari Kebijakan ke Konfrontasi:Indikator paling krusial adalah perubahan bahasa dari tuntutan kebijakan ("Tolak Tunjangan") menjadi ajakan konfrontatif dan emosional ("Lawan", "Polisi Pembunuh", "Revolusi"). Pergeseran semantik ini menandakan bahwa potensi dialog telah runtuh dan kemungkinan aksi kekerasan meningkat.
49

IMPACT & REKOMENDSI

IMPACT ASSESSMENT
Dampak dari rangkaian peristiwa ini meluas melampaui korban jiwa dan kerusakan fisik,
menyentuh aspek sosial, ekonomi, dan psikologis secara mendalam.
•Dampak Sosial-Ekonomi:Terjadi gangguan signifikan terhadap aktivitas publik, termasuk
rekayasa lalu lintas KRL dan penutupan jalan. Kerusakan fasilitas publik (pos polisi,
gedung DPRD, ATM) menimbulkan kerugian material. Keamanan publik di beberapa kota
besar menurun drastis selama puncak kerusuhan.
•Pelebaran Isu dan Krisis Kepercayaan:Isu berhasil diekspansi dari kritik terhadap
legislatif (DPR) menjadi krisis kepercayaan yang serius terhadap institusi penegak hukum
(Polri) dan pemerintah secara umum (eksekutif). Hal ini mengikis modal sosial dan
legitimasi negara di mata publik.
•Efek Psikologis Kolektif:
•Kemarahan (Anger):Emosi dominan yang diarahkan kepada aparat dan pemerintah.
•Ketakutan (Fear):Rasa takut di kalangan masyarakat umum untuk beraktivitas, serta
ketakutan di kalangan aktivis akan represi negara.
•Solidaritas (Solidarity):Munculnya solidaritas yang kuat, terutama di kalangan komunitas ojol
dan masyarakat sipil, yang menjadi fondasi bagi gerakan perlawanan yang berkelanjutan.
51

STRATEGIC RECOMMENDATIONS
1.Intelijen & Monitoring:MembangunSOC-Narrative Fusion Center, sebuah pusat komando yang mengintegrasikan Social Listening, Open-Source Intelligence (OSINT), dan intelijen konvensional. Tujuannya adalah untuk memonitor EWI (Early Warning Indicators) secara real-time dan memberikan analisis prediktif kepada pengambil keputusan sebelum narasi berbahaya mencapai titik kritis.
2.Komunikasi Publik:MengembangkanProtokol Komunikasi Krisis "Golden Hour". Ketika insiden kritis terjadi, pemerintah harus memberikan klarifikasi awal yang cepat, empatik, dan transparan dalam 1-3 jam pertama untuk merebut narasi. Manfaatkantrusted messengers(tokoh masyarakat, akademisi, pemimpin agama yang kredibel) untuk menyampaikan pesan, bukan hanya juru bicara pemerintah.
3.Penegakan Hukum & Keamanan:Merevisi dan melatihkanSOP De-konflik dan Penanganan Massayang berfokus pada de-eskalasi. Prioritaskan perlindungan fasilitas publik dan objek vital nasional dengan strategi pengamanan berlapis yang meminimalisir kontak fisik konfrontatif.
4.Edukasi & Resiliensi Publik:Meluncurkan programLiterasi Digital Nasionalyang berfokus pada membangun imunitas publik terhadap provokasi, misinformasi, dan disinformasi. Edukasi harus mencakup cara mengidentifikasi berita bohong, memahami framing media, dan mengelola respons emosional terhadap konten provokatif.
52

PENUTUP
•Peristiwa demonstrasi Agustus-September 2025 adalah manifestasi dari
sebuahoperasi hibrida, di mana mobilisasi organik dan operasi informasi
terstruktur saling berkelindan dan memperkuat satu sama lain. Krisis ini tidak
murni digerakkan dari atas (top-down) oleh sebuah dalang tunggal, namun juga
tidak sepenuhnya spontan dari bawah (bottom-up).
•Fondasinya adalahketidakpuasan organik dan genuindari masyarakat
terhadap kondisi ekonomi dan kinerja lembaga negara. Namun, insiden
tewasnya Affan Kurniawan menjadititik picu yang diinstrumentalisasi secara
strategisoleh berbagai aktor dengan agenda masing-masing. Kemarahan publik
yang mentah kemudian dibentuk, diarahkan, dan diperkuat melalui teknik-
teknik operasi informasi untuk mencapai tujuan yang lebih besar:
mendelegitimasi institusi negara dan memaksa perubahan politik. Ini adalah
kombinasi yang sangat mudah terbakar (combustible combination) antara
kemarahan rakyat yang nyata dengan kecanggihan manipulasi narasi di era
digital.
53

THANK YOU
Ismail Fahmi, PhD.
Email: [email protected]