Tafsir Al-Jawahir - Syaikh Tanthawi Jauhari - Dr. Hakimuddin Salim.docx

shafniulwan 15 views 2 slides Jan 13, 2025
Slide 1
Slide 1 of 2
Slide 1
1
Slide 2
2

About This Presentation

Makalah mata kuliah Dirasah fi Kutub Al-Tafsir


Slide Content

Al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an
Birografi
Tafsir Al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an ditulis oleh seorang ulama bernama Syeikh Tanthawi
Jauhari. Beliau lahir pada tahun 1287 H/ 1862 M di Audhillah, Mesir bagian Timur. Sejak
kecil beliau telah memiliki keinginan yang kuat dalam dirinya untuk mempelajari, dan
menjarkan agama. Mengajak kaum muslimin untuk menuju agama Allah Swt melalui
berbagai perenungan atas fenomena alam sebagai perwujudan rahmat dan anugerah kepada
seluruh makhluk-Nya.
Pendidikan dasarnya didapatkan langsung dari ayah dan pamannya, Syaikh Muhammad
Syalabi. Selain itu beliau juga belajar di beberapa sekolah negeri dan melanjutkan di
Universitas Al-Azhar Kairo. Di sinilah beliau mulai mendalami ilmu-ilmu agama dan di
samping itu juga belajar bahasa Inggris yang dianggap sebagai bahasa ilmiah, simbol
kemajuan dan peradaban.
Kemudian beliau juga mengajar di almamater tempat menimba ilmu, yaitu Universitas Al-
Azhar. Saat mengajar beliau aktif dalam organisasi pergerakan hingga munculnya karya
Nahdhah Al-Ummah wa Hayatuha sebagai manifestasinya. Karya tersebut dimuat beberapa
seri di majalah Al-Liwa’ kala itu. Pada tahun 1385 H/ 1940 M beliau wafat dan dimakamkan
di Kairo Mesir.
Di antara karya-karyanya, yaitu; Jawahir Al-‘Ulum, An-Nizham wa Al-Islam, Al-Taj Al-
Murshi’, Nizham Al-‘Alim wa Al-Umam, Ainal Insan, Ashl Al-‘Alam, Al-Hikmah wa Al-
Hukama’, Bahjah Al-’Ulum fi Al-Falsafah Al-‘Arabiyyah wa Muwazanatuha bi Al-‘Ulum
Al-‘Ashriyyah, Al-Faraid Al-Jauhariyyah fi Ath-Thuruq An-Nahwiyyah.
Sekilas tentang Tafsir
Tafsir Al-Jawahir merupakan karya monumental dari Syaikh Tanthawi Jauhari. Beliau
dianggap sebagai orang awal yang menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan model integrasi
dengan ilmu pengetahuan modern. Walaupun demikian, sebenarnya model penafsiran yang
demikian telah digunakan oleh Muhammad Ahmad Al-Askandari—Kasyf Al-Asrar An-
Nuraniyyah, dan Muhammad ‘Abd Al-Mun’im Jamal dalam tafsirnya At-Tafsir Al-Farid lil
Qur’an Al-Majid. Penafsiran keduanya tidak secara menyeluruh, hanya sebagian Al-Qur’an.
Motivasi Syaikh Tanthawi Jauhari melahirkan tafsir Al-Jawahir salah satunya adalah
keyakinan akan kemukjizatan Al-Qur’an tidak mungkin disingkap secara menyeluruh tanpa
ilmu-ilmu modern. Atas dasar inilah Syaikh Tanthawi mulai menafsiran ayat-ayat Al-Qur’an
yang penuh isyarat ilmiah dengan menggunakan teori ilmu modern. Yakni mengambil
pendapat dari ilmuwan barat maupun timur.
Dalam penulisan Tafsir Syaikh Tanthawi menjadi ayat-ayat Al-Qur’an sebagai landasan dasar
yang kemudian disertakan dalil-dalil ilmiah di akhir penjelasan. Seperti yang dikatakan dalam
tafsirnya:

"Wahai para pemikir Islam, tafsir ilmi ini merupakan anugerah Tuhan, bagaikan isyarat
suci, dan suatu khabar gembira melalui rumus-rumus ilmiah. Aku lakukan hal ini
berdasarkan petunjuk dari Tuhan (ilham), dan aku yakin sekali bahwa penafsiran bercorak
ilmiah akan sangat bermanfaat bagi umat Islam di kemudian hari. Bahkan, ini akan
menaikkan derajat kaum muslim yang senantiasa terpuruk dalam percaturan global."
Maka model tafsir Al-Jawahir tidak sedikit dianggap sebagai tafsir ilmi yang komprehenshif.
Munculnya kecenderungan tafsir ilmi dalam diri Syaikh Tanthawi Jauhari dimulai ketika
mengajar tafsir di Universitas Dar Al-‘Ulum—Mesir, dan tulisan-tulisannya yang berkaitan
dengan itu juga dimuat di majalah Al-Malaji’ Al-‘Abbasiyyah. Lebih jauhnya, perselisihan
para ulama yang tidak ada ujungnya juga menjadi alasan tersendiri bagi dirinya untu menulis
kitab tafsir Al-Jawahir. Dikatakan dalam mukadimah tafsirnya:
"Ketika umat Islam merenungkan sendi-sendi keagamaan, maka muncullah para pemikir
Islam yang menyusun buku-buku berjilid-jilid. Namun, sangat disayangkan di antara mereka
justru terjadi pertentangan yang sangat tajam, sehingga sulit sekali keluar dari kemelut
perselisihan pendapat ini. Sehingga, sedikit sekali di antara mereka yang berminat dan
mampu untuk memikirkan proses penciptaan alam dan keajaiban-keajaibannya.”
Contoh Penafsiran (Al-An’am 103)
ُ
ريِبَخْلٱ ُفيِطَّللٱ َوُهَو َرْب
َلْأ
ٱ ُكِرْدُي َوُهَو ُرْب
َلْأ
ٱ ُهُكِرْدُت لَّاۖ
َٰ
ص
َٰ
ص
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui (103).
Allah tidak mungkin diidrak (dilihat secara detil) melalui penglihatan yang tersusun dari
materi, sebab Allah tidak terbuat dari materi atau jasad yang bisa dilihat, sementara
penglihatan hanya bisa melihat sesuatu "yang berbentuk" (berjisim). Oleh karena itu, kamu
melihat-Nya dengan penglihatan yang tidak bersifat jasmaniah, yakni ketika jiwa mencapai
tingkat kesucian, akalnya mencapai kejernihan berfikir, maka saat itulah kamu akan bisa
melihat Tuhan.
Jangankan melihat Tuhan, terhadap makhluk-makhluk rohani atau gaib lainnya saja, seperti
jin, syetan, malaikat, dan sejenisnya, manusia juga tidak mampu melihat secara kasat mata.
Seandainya ada yang mampu melihatnya, itu pasti mereka menyerupai wajah seseorang
(manusia) yang memungkinkan untuk diindera (Q.s. 6: 9). Apalagi Allah, Dia adalah Dzat
yang jauh lebih agung dibanding malaikat dan jin, yang kedaunya hanyalah ciptaan-Nya,
sehingga menjadi sangat wajar jika Dia tidak bisa dilihat dengan mata.
Sementara terkait dengan ayat-ayat hukum, Thanthawi tidak menjelaskannya dengan panjang
lebar, sebab beliau tetap konsisten terhadap manhaj ilminya.
Walhasil, tafsir al-Jawahir merupakan kitab tafsir yang sangat kental corak ilmiahnya, dengan
berpedoman pada ilmu-ilmu modern. Bahkan, corak tafsir ilmi inilah yang banyak
mempengaruhi ulama-ulama lain. Meskipun di arah yang berlawanan muncul penolakan yang
tidak kalah kuatnya terhadap corak penafsiran ilmiah tersebut.
Tags