Tantangan_SMK_saat_kondisi_Dunia_tidak_B.pdf

SetiyoAgustiono 9 views 2 slides May 09, 2025
Slide 1
Slide 1 of 2
Slide 1
1
Slide 2
2

About This Presentation

Solusi bagi guru SMK untuk mengantipasi kondisi yang ada saat ini


Slide Content

Tantangan SMK saat kondisi Dunia tidak Baik-baik saja.
Oleh Setiyo Agustiono
Artikel ini mencoba kita pahami kondisi yang ada untuk mengantisipasi para Guru SMK
agar faham kondisi yang ada dan artikel dapat memberikan pandangan ke depan dapat
diantisipasi agar tidak terjebak pada situasi kondisi dunia yang tidak baik-baik saja. Kita
perlu ingat setiap kondisi sulit pasti ada jalan keluar,dan yang mampu untuk beradaptasi
serta mampu keluar dari kondisi sulit adalah orang-orang yang agile(Orang yang agile
adalah seseorang yang lincah, cepat beradaptasi, dan
responsif/kreatif terhadap perubahan. Mereka memiliki kemampuan untuk bergerak dan
berpikir dengan cepat, serta mampu menyesuaikan diri dengan mudah dalam berbagai
situasi)
“Kondisi dunia tidak baik-baik saja" sering digunakan untuk menggambarkan situasi
global yang tidak stabil atau memprihatinkan. Ini bisa merujuk pada berbagai masalah,
seperti konflik, ekonomi yang fluktuatif, perubahan iklim, dan tantangan sosial, dirangkum
sebagai kesimpulan bahwa tahun 2025 sangat menantang dengan situasi VUCA (VUCA
ini menandakan bahwa lingkungan saat ini memiliki perubahan yang sangat tidak
terduga/stabil (volatility), sulit diprediksi (uncertainty), kompleks (complexity), dan penuh
dengan ketidakjelasan (ambiguity)). Sehingga wajar kalau ada yang mengatakan bahwa
ini benar-benar gelap bagi mereka yang tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi
masalah ini.
Indonesia pada awal tahun 2025 menjadi periode yang penuh tantangan bagi dunia kerja
dan perekonomian Indonesia. Dalam dua bulan pertama, terjadi gelombang pemutusan
hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri, terutama tekstil, garmen, dan
manufaktur. Berdasarkan data dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI),
tercatat lebih dari 60.000 pekerja kehilangan pekerjaan, sedangkan Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo) mencatat angka sekitar 40.000 orang. Daya beli masyarakat agak
turun, ditunjukkan oleh beberapa tempat perbelanjaan yang menjadi sepi, di tengah
besarnya tekanan ekonomi global.
Langkah antisipasi dalam situasi ini harus segera dilakukan, terutama oleh guru-guru
SMK, yang nantinya siswa-siswinya setelah lulus harus terjun ke masyarakat. Guru-guru
yang punya jiwa pendidik pasti tidak mau menciptakan siswa-siswi SMK yang lulus dan
menjadi pengangguran baru. Sejak dahulu, SMK memiliki stigma utama klasik, yaitu
ketidaksesuaian antara kurikulum dan keterampilan yang diajarkan dengan kebutuhan
dunia kerja yang terus berkembang. Kurikulum yang kurang fleksibel dan tidak mengikuti
perkembangan teknologi serta industri menjadi masalah utama. Selain itu, kurangnya
pengalaman praktis yang relevan, minimnya pelatihan, dan kurangnya dukungan dari
dunia usaha dan industri juga menjadi kendala.
Dari penjelasan di atas, apakah kita pesimis akan masa depan? Jawabannya tidak.
Selama guru-guru SMK mempunyai semangat dan kemampuan untuk berkembang, hal
ini menjadikan tantangan yang wajib kita lalui. Kita tidak perlu menyalahkan situasi atau
kondisi, tetapi kita harus mampu melihat peluang yang ada meskipun ada kesulitan.
Sumber daya manusia yang tidak mampu bersaing akan tersingkir dengan sendirinya
dan membawa akibat ketimpangan perekonomian. Maju tidaknya suatu SDM dapat

dilihat salah satunya dari kemampuan beradaptasi dan mengembangkan diri untuk lepas
dari keadaan yang sulit dan menjadi kondisi berpeluang berkembang.
Mari kita lihat situasi pada beberapa daerah di Indonesia yang berada di tengah himpitan
sulitnya mencari pekerjaan. Tidak sedikit penduduknya yang memilih untuk menjadi
wirausaha. Tidak hanya itu, mereka juga dapat membantu masyarakat untuk mencoba
berprofesi sebagai wirausaha sebagai upaya untuk mendorong perekonomiannya.
Penjelasan ini sangat menarik untuk peluang siswa-siswi SMK yang telah punya bekal
kompetensi teknis. Ada beberapa contoh yang bisa ditiru karena keberhasilan lulusan
SMK sukses berwirausaha, di antaranya adalah Muhammad Azka Farhan dari SMKN 9
Bandung dengan bisnis OneD Lemon, Wahib Kazib dari SMKN 2 Yogyakarta dengan
bisnis Photostory, dan Aziz Trio Saputra dari SMKN 1 Nawangan dengan bisnis home
interior decor. Contoh lain adalah Niena (Daniela Eden Winnie Putri) dari SMKN 2
Boyolangu dengan produk kuliner "Niena Factory" dan Alva Priyandhito dari SMK Al
Hikmah Gubukrubuh yang menjadi distributor sayuran. Rayndra Syahdan, lulusan SMK
Negeri 1 Ngablak, jurusan Agribisnis ternak unggas, sukses dengan usaha ternak domba.
Ratna Komala, lulusan SMKN 2 Subang, jurusan Agribisnis Tanaman Pangan dan
Hortikultura, berhasil dalam bisnis sayuran. Salah satu kisah Faron, lulusan SMK
Perikanan dan Kelautan Puger Jember, memulai bisnisnya dengan menjual ikan keliling
perumahan dengan harga yang lebih murah dibandingkan pasar, sehingga menarik
banyak pembeli. Kompetensi Faron digunakan untuk menjaga kualitas kesegaran ikan,
sehingga dipercaya oleh pembeli. Bisnis Faron berkembang pesat, bahkan sampai
mengekspor ikan ke China dan mendapatkan omzet miliaran rupiah. Masih banyak
siswa-siswa lainnya yang sukses berwirausaha dengan kompetensinya dan melihat
peluang sesuai kearifan lokal yang ada di masing-masing daerah.
Contoh-contoh di atas adalah jawaban atas situasi yang ada saat ini. Memang, dunia
dalam kondisi tidak baik-baik saja, tetapi kita harus optimis dan mampu membuat daerah
kita bisa lebih baik dengan memberikan kreativitas dan inovasi untuk menciptakan
wirausaha dan tidak menuntut lowongan kerja, tetapi menciptakan peluang kerja. Kondisi
menjadi wirausaha bagi siswa-siswi SMK itu tergantung pada kemampuan guru-guru
mengembangkan kompetensi wirausaha siswa lebih baik. Sementara yang ada saat ini,
pembelajaran kewirausahaan hanya bersifat menghafal, bukan menerapkan; ini yang
terjadi di SMK.
Situasi SMK satu dengan SMK lainnya pasti tidak sama. Di sinilah peran para guru yang
harus mampu melihat secara SWOT dari SMK-nya dan mempertimbangka n kearifan
lokal yang ada agar bisa memberikan warna atau informasi guna menunjang kemampuan
atau keterampilan wirausaha siswa. Kita faham bahwa guru bukan seorang
wirausahawan, maka bisa memberikan waktu bagi para wirausahawan yang ada di
daerah SMK masing-masing sebagai narasumber atau trainer materi wirausaha. Solusi
kondisi saat ini hanya dapat diatasi dengan membangun kemampuan siswa lulusan SMK
untuk berwirausaha sesuai kearifan lokal agar memudahkan berkembang dengan baik.