UAS ASWAJA_FII ISYA M_PAI6B materi aswaja.pdf

panwascamrowokangkun 14 views 6 slides Mar 15, 2025
Slide 1
Slide 1 of 6
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6

About This Presentation

aswaja


Slide Content

NAMA : Fii Isya Muthaharah
NIM : 2017.77.01.908
KELAS : PAI B Mukim Smstr 6
DOSEN : Pror. Dr. Kasuwi Saiban, M.Ag.
___________________________________________________________________________

1. Metode Berpikir dan Prinsip-Prinsip Ahlussunnah Wal Jama’ah
a. Metode Berpikir Ahlussunnah Wal Jama’ah
adalah pokok-pokok keyakinan yang berkaitan dengan tauhid dan selainnya.
Menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah harus dilandasi dengan dalil dan
argumentasi yang qath’i dari Al-Qur’an, Hadist, Ijma’ para ulama’ dan
argumentasi akal yang sehat.
b. Prinsip-prinsip Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah secara global terdapat
beberapa yaitu :
• Iman dan rukunnya
• Pandangan dan sikap Ahlussunnah Wal Jama’ah tentang masalah takfir
(pengakfiran)
• Beriman kepada Nash-nash Wa’ad (janji) dan Wa’id (ancaman)
• Muwaalaah dan Mu’aadaah dan aqidah Ahlussnunah Wal Jama’ah
• Membenarkan karomah para wali
• Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah dalam menerima dan mengambil dalil
• Wajib taat kepada pemimpin kaum muslimin dalam kebaikan
• Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah tentang sahabat, ahlul bait dan khilafah
• Pandangan Ahlussunnah Wal Jama’ah tentang Ahlul Ahwa’ dan Bida’
• Manhaj Ahlussunah dalam bersikap dan berakhlak
2. Beberapa amalan yang dituduhkan Bid’ah kepada Ahlussunnah Wal Jama’ah:
a. Tradisi seputar kehamilan
b. Tradisi kematian
c. Tahlilan
d. Selametan
e. Dzikir dan doa dengan suara yang keras
f. Rebo wekasan dalam bulan Shafar
Menurut saya, jika semua amalan di atas hanya berupa tradisi yang harus di
patuhi di tengah-tengah masyarakat pada umumnya, tidak masalah di

laksanakan dengan catatan tidak menimbul musyrik dan menata niat karena
mengharap Ridho Allah swt.
3. Fiqih dan Tasawuf Ahlussunnah Wal Jama’ah
a. Bidang Fiqh Ahlussunnah Wal Jama’ah
Hukum syariat islam bersumber dari Al-Qur’an dan al-Sunnah yang mana
keduanya turun beangsur-angsur berdasarkan kebutuhan masyarakat ketika itu.
Ketika Rasulullah masih hidup jika ada permasalahan agama bisa langsung
diselesaikan dihadapan Rasulullah. Setelah Rasulullah wafat, banyak terdapat
permasalahan yang belum dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan al-
Sunnah, untuk memecahkan persoalan tersebut perlulah dilakukan ijtihad
untuk istimbath hukum. Orang yang mampu berijtihad biasa
disebut mujtahid, seorang yang mampu berijtihad secara mandiri dan mampu
mempolakan pemahaman (manhaji) tersendiri terhadap sumber pokok islam,
yakni Al-Qur’an dan al-Sunnah disebut mujtahid muthlaq mustaqil.
Pola pemahaman ajaran islam dengan melalui ijtihad para mujtahid lazim
disebut madzhab. Pola pemahaman dengan metode, prosedur, dan produk
ijtihad itu juga diikuti oleh umat Islam yang tidak mampu melaksanakan ijtihad
sendiri karena keterbatasan ilmu dan syarat-syarat yang dimiliki. Orang yang
mengikuti hasil ijtihad para mujtahid muthlaq disebut bermadzhab atau taqlid.
Dengan sistem bermadzhab ini ajaran Islam dapat terus dikembangkan,
disebarluaskan dan diamalkan dengan mudah oleh semua lapisan masyarakat.
Dalam bidang fiqih dan amaliyah faham Aswaja mengikutipola
bermadzhab dengan mengikuti salah satu madzhab fiqih yang di deklarasikan
oleh para ulama’ yang mencapai tingkatan mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab
fiqih yang pernah eksis dan diikuti oleh kaum muslim Aswaja ialah madzhab
Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Ibn
Jarir, Dawud al-Zahiri, al-Laits bin Sa’ad, al-Auza’i, Abu Tsaur dan lain-lain.
Akan tetapi seiring perkembangan zaman, dari sekian banyak madzhab
fiqih hanya empat yang tetap eksis digunakan oleh aliran Aswaja, yaitu
madzhab Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Alasan kenapa empat
madzhab ini yang tetap dipilih oleh Aswaja yaitu:
1) Kualitas pribadi dan keilmuan mereka sudah masyhur.
2) Keempat Imam Madzhab tersebut merupakan Mujtahid Muthlaq
Mustaqil, yaitu Imam mujtahid yang mampu secara mandiri

menciptakan Manhaj al-fikr, pola, metode, proses dan proses istinbath dengan
seluruh perangkat yang dibutuhkan.
3) Para Imam tersebut mempunyai murid yang secara konsisten mengajar dan
mengembangkan madzhabnya yang didukung dengan buku induk yang masih
terjamin keasliana.
4) Keempat Imam Madzhab itu mempunyai mata rantai dan jaringan intelektual
diantara mereka
b. Bidang Tasawuf Ahlussunnah Wal Jama’ah
Dalam bidang tasawuf Aswaja memiliki prinsip untuk dijadikan pedoman
bagi kaumnya. Sebagaimana dalam masalah akidah dan fiqih, dimana Aswaja
mengambil posisi yang moderat, tasawuf Aswaja juga demikian adanya.
Manusia diciptakan Allah semata-mata untuk beribadah, tetapi bukan
berarti meninggalkan urusan dunia sepenuhnya. Akhirat memang wajib
diutamakan ketimbang kepentingan dunia, namun kehidupan dunia juga tidak
boleh disepelekan. Dalam emenuhi urusan dunia dan akhirat mesti seimbang
dan proporsional.
Dasar utama tasawuf Aswaja tidak lain adalah Al-Qur’an dan Sunnah.
Oleh karena itu, jika ada orang yang mengaku telah mencapai derajat Makrifat
namun meninggalkan al-Qur’an dan sunnah, maka ia bukan termasuk golongan
Aswaja. Meski Aswaja mengakui tingkatan-tingkatan kehidupan rohani para
sufi, tetapi Aswaja menentang jalan rohani yang bertentangan dengan Al-
Qur’an dan as-Sunnah.
Imam Malik pernah mengatakan, “Orang yang bertasawuf tanpa
mempelajari fikih telah merusak imannya, sedangkan orang yang memahami
fikih tanpa menjalankan tasawuf telah merusak dirinya sendiri. Hanya orang
yang memadukan keduanyalah yang akan menemukan kebenaran.”
Sudah sepantasnya, para sufi harus selalu memahami dan menghayati
pengalaman-pengalaman yang pernah dilalui oleh Nabi Muhammad selama
kehidupannya. Demikian juga pengalaman-pengalaman para sahabat yang
kemudian diteruskan oleh tabi’in, tabi’ut tabi’insampai pada para ulama sufi
hingga sekarang. Memahami sejarah kehidupan (suluk) Nabi Muhammad
hingga para ulama waliyullah itu, dapat dilihat dari kehidupan pribadi dan sosial
mereka. Kehidupan individu artinya, ke-zuhud-an, wara’ (menjauhkan diri dari
perbuatan tercela) dan dzikir yang dilakukan mereka.

Kehidupan sosial, yakni bagaimana mereka bergaul dan berhubungan
dengan sesama manusia. Sebab tasawuf tercermin dalam akhlak; bukan semata
hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan manusia dengan
manusia lainnya.
Jalan sufi yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para
pewarisnya adalah jalan yang tetap memegang teguh perintah-perintah syari’at.
Karena itu, kaum Aswaja An-Nahdliyah tidak dapat menerima jalan sufi yang
melepaskan diri dari kewajiban-kewajiban syari’at, seperti praktik tasawuf al-
Hallaj (al-hulul) dengan pernyataannya “ana al-haqq” atau tasawuf Ibnu ‘Arabi
(ittihad; manunggaling kawula gusti).
4. Radikalisme dan Liberalisme dalam sudut pandang Ahlussunnah Wal
Jama’ah
Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai Islam yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW dan para sahabat telah mengalami berbagai tantangan dari aliran-aliran yang
menyimpang, diantaranya adalah aliran radikalme dan liberalisme, kedua aliran
tersebut menurut sudut pandang Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah :
a. Radikalisme dalam pandangan Ahlussunnah Wal Jama’ah
Aliran radikalisme ialah Pertama, kaum tekstual dan ekstrim seperti
Golongan Khawarij, kelompok-kelompok teroris, golongan takfiri, yang mudah
mengkafirkan pihak yang berbeda dengan mereka. Ketujuh, Oknum-oknum
yang mengklaim sebagai pengamal tasawuf tetapi meninggalkan syari’at,
pengikut aliran hulul dan ittihad (manunggaling kawulo gusti).
Di tengah kelompok-kelompok itu, Ahlussunnah Wal Jama’ah kental
dengan kelompok moderasi. Moderat atau wasathiyah, yang menurut as-
Syathibi merupakan karakter kebanyakan hukum syari’at. Tengah dalam arti
antara menyulitkan (tasydid) dan memudahkan (takhfif). Kebanyakan hukum
syari’at berkarakter moderat, tidak mudah secara mutlak dan tidak sulit secara
mutlak (la ‘ala muthlaq al-takhfif wa la ‘ala muthlaq al-tasydid).
Dalam menyikapi persoalan, NU menggunakan metode pemikiran dengan
lima cara, yaitu: pemikiram moderat (fikrah tawassuthiyah), pemikiran toleran
(fikrah tasamuhiyah), pemikiran reformatif (fikrah islahiyah), pemikiran
dinamis (fikrah tathawuriyah), dan pemikiran metodologis (fikrah manhajiyah).

b. Liberalisme dalam pandangan Ahlussunnah Wal Jama’ah
Aliran libreralisme ialah Pertama Golongan yang mencela sahabat Nabi
seperti kaum Syiah atau Rafidhah dan para pendukungnya. Kedua, Golongan
Mu’tazilah yang dalam menyucikan Allah seraya mengingkari sifat-sifat Allah
(Mu’atillah). Ketiga, Golongan Mujassimah (yang menggambarkan Allah
mempunyai organ tubuh), dan Musyabbihah (yang menyerupakan Allah dengan
makhluk). Keempat, Golongan Jabariyah dan kaum Fatalistic yang memandang
bahwa manusia adalah makhluk yang tidak mempunyai pilihan.
5. Jasa-Jasa Nu Terhadap Indonesia dan Dunia
Nahdlatul Ulama’ sangat besar jasanya baik di dalam negeri maupun luar
negeri, hal ini menunjukkan bahwa kiprah NU bukan hanya di kancah Nasioanal
akan tetapi di kancah Internasional, kontribasi NU dalam membangun negara
cukup besar, berikut ini jasa NU di Indonesia dan di dunia.
a. Jasa Nu terhadap Tanah Air Indonesia
1) Resolusi Jihad Tanggal 22 Oktober 1945, KH. Hasyim Asy'ari mengeluarkan
fatwa “resolusi jihad” untuk mempertahankan negara Indonesia yang baru
saja merdeka, dan mewajibkan umat Islam di daerah Surabaya dan sekitarnya
untuk berperang. Pada 10 November terjadi perang di Surabaya dan
Indonesia akhirnya berhasil mempertahankan kemerdekaannya. Beberapa
kalangan menilai bahwa Panglima perang saat itu adalah “fatwa jihad” dari
NU.
2) Pembubaran PKI
Para Kyai di banyak daerah menjadi sasaran pembunuhan oleh PKI. Di tahun
1960-an, NU menuntut kepada pemerintah agar PKI dibubarkan, dan pada
akhirnya muncullah gerakan G 30 September 1965 atau yang kita kenang
dengan tragedi G30S.
3) Menerima asas tunggal Pancasila
Di awal 1980-an, Orde Baru mewacanakan Pancasila sebagai asas tunggal
negara, dan setiap organisasi wajib menerima, jika menolak akan dibubarkan.
Ternyata NU yang saat itu banyak generasi “sepuh”, seperti Kyai Haji As’ad
Syamsul Arifin, Kyai Haji Mahrus Ali, Kyai Haji Ali Maksum, Kyai Haji
Maskur, Kyai Haji Ahmad Siddiq, dan beberapa tokoh muda seperti Gus Dur,
Mahbub Djunaidi, dan lainnya menerima asas tunggal Pancasila. Sebab, bagi

para Kiai, Pancasila bukanlah sebuah agama, tetapi falsafah hidup bernegara
dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
4) Negara Demokrasi
Saat reformasi terjadi di tahun 1998, rakyat Indonesia menuntut perubahan
di antara sistem negara, ada yang menginginkan perubahan di antara sistem
bernegara, ada juga yang menginginkan demokrasi, federasi, syariat Islam,
dan sebagainya. Saat itu, pertimbangan yang paling maslahat untuk
mempertahankan NKRI adalah demokrasi, maka para Kiai membahas dalam
pertemuan Ulama di Jawa Timur bahwa demokrasi diterima karena tidak
bertentangan dengan ajaran Islam.
b. Jasa Nu Terhadap Dunia
1) Melestarikan dan meneruskan kebebasan menjalankan ajaran Islam dengan
berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah di saat kerajaan Arab Saudi hendak
menghilangkan sistem bermadzhab.
2) Menggagalkan upaya pembongkaran Kubah Hijau dan makam Rasulullah
SAW pada tahun 1924 Masehi.
3) Kini NU mempromosikan ke dunia Islam dengan konsep Islam rahmatan lil
alamin, yang telah mampu membentuk jati diri muslim yang damai, di saat
kebanyakan negeri yang penduduk muslim ditimpa perang saudara,
berperang dengan negaranya sendiri, dan lain sebagainya