UAS Filsafat dan Logika Manusia - Tugas Psikologi UNJ - Logika dan Filsafat Manusia

citrayunianti1 10 views 6 slides Apr 13, 2025
Slide 1
Slide 1 of 6
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6

About This Presentation

Tugas Psikologi UNJ - Logika dan Filsafat Manusia


Slide Content

KELAS G
NIM : 1801617129
Nama: Citra Yunianti
Kelas: G
UJIAN AKHIR SEMESTER
LOGIKA DAN FILSAFAT MANUSIA
Soal 1
Filsafat Rene Descartes: Jelaskan apa yang dimaksud dengan pertarungan antara Jiwa dan Tubuh! (Beserta
contoh pada kehidupan Anda!)
Jawaban:
Menurut Rene Descrates tubuh dan jiwa merupakan dua hal yang saling berlainan namun dua hal tersebut
tidak dapat dipisahkan. Tubuh dapat diamati secara fisik, keberadannya bergantung pada ruang dan waktu,
dapat diukur dan dibuktikan secara ilmiah. Sedangkan jiwa tidak dapat diamati secara fisik namun kita bisa
mengamatinya melalui reaksi tubuh kita, keberadaannya tidak tergantung ruang dan waktu sebab jiwa
merupakan subtansi immaterial, serta tidak dapat diukur sebab tolak ukur untuk mengukur jiwa tidak ada yang
pasti dan konstan.
Seperti kata pepatah lama bahwa “di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”. Hal ini menjelaskan
bahwa jiwa dapat mempengaruhi tubuh ataupun sebaliknya. Contohnya jika kita terkena demam, maka kita
akan malas untuk beraktivitas. Atau saat kita sedang depresi kita akan rentan terkena penyakit. Contoh lainnya
seperti orang yang terkena gangguan somatrofom. Padahal tubuhnya sehat dan tidak terkena penyakit apapun
namun ia merasakan rasa sakit yang nyata pada bagian tubuh tertentu.
Contoh kejadian nyata yang pernah saya alami salah satunya adalah pada saya diksar satuan menwa. Saya tahu
saya dan teman-teman saya sudah pada lelah dilatih dan ditempa selama empat hari berturut-turut dengan
sedikit waktu istiharat. Walaupun hujan-hujanan dan terik matahari tetap berlatih dan belajar; ataupun
memakai baju yang sama berhari-hari dari basah sampai kering lalu basah lagi; terkilir dan berdarah namun
tidak diobati secara serius; sedikit diberi minum yang menyebabkan dehidrasi; serta sesak nafas karena
kebanyakan berlari, berjalan, berguling, merayap, jalan jongkok, dan sebagainya. Namun karena jiwa mereka
adalah mental baja dan pantang menyerah maka tidak ada yang sakit selama pendidikan berlangsung. Mereka
tetap semangat sampai hari terakhir pendidikan. Walau rasanya ingin hilang kesadaran setengah mati dan
tenaga terkuras habis, mereka tetap berjuang. Walau setiap harinya bernyanyi dan berteriak namun suara
mereka tetap lantang. Walau badan mereka biru-biru dan bengkak namun hal tersebut tidak dirasa sakit
selama pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa saat kita berpikir untuk menjadi kuat maka penyakit dan rasa
sakit yang disebabkan dari luar tidak akan memiliki dampak yang serius pada tubuh kita.
Soal 2
Filsafat Schopenhauer: Jelaskan 3 poin pemikiran utama dari filsafat Schopenhauer! Apakah Anda setuju
dengan pemikiran tersebut? Jelaskan Jawaban Anda!
Jawaban:
Menurut buku Zainal Abidin, ada banyak poin yang saya dapat dari pemikiran filsafat Schopenhauer. Filsafat
Schopenhauer dikenal dengan sebutan filsafat vitalisme atau pesimisme. Disini saya akan mejelaskan tiga poin
dari pemikiran Schopenhauer.
1. Dunia sebagai kehendak
Menurut Schopenhauer, manusia hidup digerakkan oleh sesuatu yang bernama kehendak. Hampir semua filsuf
sebelum Schopenhauer berpendapat bahwa manusia merupakan hewan yang berakal karena manusia
mempunyai akal yang disebut rasionalitas sementara hewan tidak. Namun Schopenhauer menyangkal hal
tersebut. Ia percaya bahwa seluruh aktivitas manusia pada dasarnya bersumber dari kekuatan yang tidak
Page 1 of 6

KELAS G
rasional dan instingtif. Walau setiap tindakan manusia yang dianggap rasional, itu hanyalah bentuk dari
rasionalisasi dari hal-hal yang tidak rasional.
Kehendak adalah orang kuat yang buta menggendong orang lemah yang melihat. Orang kuat diibaratkan
kehendak kita dan orang yang melihat diibaratkan pengetahuan atau keinginan kita. Orang melihat bisa
mendapatkan sesuatu atau mencapai sesuatu saat orang kuat yang mengatarnya ketempat itu dan orang kuat
bisa mendapatkan keinginannya karena dipandu oleh orang melihat. Kita hidup untuk mencapai sesuatu dan
kita memiliki kehendak untuk mewujudkannya.
Sama halnya dengan bereproduksi. Setiap organisme dewasa melalakukan perkawinan untuk perpanjangan
spesiesnya. Reproduksi adalah naluri atau kehendak paling kuat untuk menaklukan kematian.
2. Kehendak sebagai kejahatan
Kita hidup digerakkan oleh sesuatu yang bernama kehendak. Kehendak selalu menuruti keinginan namun
dunia tidak selalu dapat memenuhi keinginan kita. Dunia merupakan penderitaan dan kematianlah yang
merupakan satu-satunya jalan untuk memutus rantai penderitaan terserbut. Seperti seorang cendikiawan yang
haus akan ilmu. Ia terus mencari dan belajar dari banyak ahli. Semua jenis ilmu ia telan bulat-bulat sampai
akhirnya ia mabuk ilmu dan kebingungan akan eksistensinya hidup di dunia. Atau seorang yang gila kerja untuk
mencari nafkah. Ia tidak puas dengan penghasilan dan jabatan yang dimilikinya sekarang. Ia terlalu giat bekerja
sampai ia stess dan lelah serta lupa seperti apa rasanya bersenang-senang dengan orang terkasih.
Bahkan perempuan dianggap sebagai sumber kejahatan. Laki-laki menginginkan perempuan. Dan untuk
mendapatkan perempuan yang disayanginya lelaki itu akan melakukan apa saja asal sang perempuan dapat
memenuhi keinginannya. Perempuan adalah makhluk paling irrasional dan saat lelaki jatuh ke pelukan sang
perempuan maka lelaki tersebut akan melakukan tindakan yang irrasional juga.
3. Kebijaksanaan hidup
Kebijaksanaan hidup didapat dengan mulai berfilsafat, menjadi jenius, membuat karya seni, ataupun menjadi
penganut agama yang setia. Dengan berfilsafat kita bisa menjadi lebih bijaksana. Karena filsafat mengajak kita
untuk cinta pada kebenaran hidup. Filsafat adalah alat untuk memurnikan kehendak.
Kehendak merupakan bentuk paling rendah dari kebijaksanaan hidup. Kebanyakan manusia memiliki kehendak
yang lebih besar dari pengetahuan sedangkan jenius adalah sebaliknya. Menjadi jenius dapat menjauhkan diri
dari kehendak namun ia tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Seni adalah bentuk pembebasan jiwa dan ekspresi manusia. Seni adalah sesuatu yang indah dan diagung-
agungkan. Seni selalu berjalan berdampingan dengan ilmu. Seni dapat menjadi wajah untuk menumpahkan
segala kehendak atas keinginan yang tak tercapai.
Agama adalah candu yang memandu kita pada kebenaran hidup. Agama dapat melepaskan manusia dari yang
namanya kehendak jika kita memahami esensi dari agama itu sendiri. Menurut Schopenhauer kebijaksanaan
sejati adalah Nirwana, tempat dimana kita terbebas dari yang namanya kehendak.
Soal 3
Filsafat Nietzche: Apakah yang dimaksud dengan ‘manusia unggul’ dan ‘kehendak untuk berkuasa’ menurut
Nietzche? Sebutkan ciri-ciri manusia unggul dan contoh nya! (Ambil contoh berdasarkan seorang tokoh di
kehidupan nyata)
Jawaban:
Menurut Nietzche manusia unggul tidak langsung dilahirkan dari alam. Ia lahir setelah ditempa oleh lingkungan
sekitarnya. Manusia unggul berbeda dari masyarakat. Ia memiliki bakat untuk bertahan hidup dibanding
manusia lainnya. Karenanya ia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa. Manusia unggul lahir
dari kehidupan yang keras dan mampu bertahan dari kerasnya hidup. Ia juga harus mendapatkan pengetahuan
serta pengalaman yang keras juga. Dengan semua rintangan yang sudah dilaluinya maka lahirnya manusia
unggul. Energi, intelek, dan kehormatan atau kebanggaan diri yang selaras adalah yang membuat manusia
unggul. Manusia unggul mampu membuat tragedinya menjadi sebuah komedi. Manusia unggul juga mampu
menghendaki apa saja yang ia kehendaki termasuk kehendak untuk berkuasa atas yang lainnya.
Kehendak untuk berkuasa menurut Nietche adalah kemauan yang kuat disertai tindakan yang nyata untuk
menguasai dan mengatur orang-orang yang berada dibawahnya. Manusia unggul akan selalu mencari cara
untuk memperluas daerah kekuasaannya. Ia tidak puas menjadi pengaruh di kelompok kecil sehingga ia terus
melakukan panjat sosial ke posisi teratas.
Salah satu tokoh yang dapat dijadikan contoh adalah “Edward sang pangeran hitam”. Ia dijuluki demikian
karena ia selama pertempuran selalu memakai pakaian perang berwarna hitam. Tokoh yang hidup pada tahun
Page 2 of 6

KELAS G
1330 sampai 1376 ini merupakan putra dari Edward ke tiga. Dibesarkan di lingkungan kerajaan yang keras pada
zamannya menjadikan ia sebagai ksatria yang patut dibanggakan. Saat sang pangeran hitam memperoleh
warisan tahtanya ia diharuskan menghormati Philip sang raja Prancis pada saat itu. Ia diharuskan berlutut
membungkuk dan mencium kaki Philip. Karena sang pangeran hitam tidak mau tunduk kepada Philip maka ia
mulai mempengaruhi para bangsawan Prancis bahwa dirinyalah yang pantas menjadi raja Prancis bukan Philip.
Karena terhalang oleh “Hukum Salic” maka sang pangeran hitam memilih jalan kekerasan dengan
mengguanakan senjata. Pada saat ia berumur enam belas tahun ia mengerahkan pasukan berkekuatan tiga
puluh ribu orang untuk menyerbu Prancis. Berkali-kali ia memukul mundur pasukan Prancis dan berkali-kali
pula ia terjebak dalam keadaan terdesak. Namun walau pada keadaan terdesak ia tetap percaya bahwa ia
mampu untuk terus bertempur dan tidak meminta bantuan pada ayahnya. Hal ini membuktikan bahwa
Edward sang pangeran hitam adalah manusia unggul. Ia berasal dari lingkungan yang keras dan mendapat
pendidikan yang keras pula. Ia menjunjung tinggi harga dirinya dengan tidak mau tunduk kepada raja Prancis.
Ia mampu betahan di medan pertempuran walaupun sudah terdesak berkali-kali namun ia tidak menyerah. Ia
juga memilki keinginan untuk berkuasa diatas kuasa orang yang dianggap kurang pantas dibanding dirinya.
Soal 4
Filsafat Comte: Jelaskan konsep zaman modern berdasarkan pemikiran filsafat positivisme August Comte!
Apakah permasalahan praktis yang timbul berdasarkan pola pemikiran positivisme tersebut? Jelaskan
menggunakan contoh di kehidupan sehari-hari! (tidak boleh sama dengan yang di buku)
Jawaban:
Positivisme adalah aliran yang berlandaskan kepada fakta yang dapat diukur. Menurut Comte akal budi
manusia sudah berkembang pesat. Oleh karena itu ia membagi tahap-tahap perkembangan akal busi manusia
ke dalam tiga tahap. Pertama tahap teologis, dimana manusia masih percaya akan yang namanya takhayul
seperti dewa-dewa atau roh leluhur sampai pada keyakinan akan satu Tuhan. Lalu yang kedua adalah tahap
metafisis, yang mana adalah tahap peralihan dari tahap teologis ke tahap positif. Terakhir adalah tahap positif.
Tahap inilah yang dimaksud oleh August Comte, yang mana saat manusia memiliki pikiran yang baru dan final
yakni positif. Pada tahap positif, gejala alam harus dijelaskan dengan observasi, eksperimen, dam komparasi
yang ketat dan teliti. Segala ilmu pengetahuan harus real dan menunjukkan sebab akibat. Memang bagus jika
kita menilai sesuatu dengan logika seperti melakukan penelitian sebelum mengeluarkan teori. Namun hal ini
juga berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari. Contohnya, jika segala sesuatu diukur dengan materi
maka tidak ada cinta di dunia ini karena cinta tidak bisa diukur atau dibuktikan denga eksperimen-eksperimen
tertentu. Jika tetap dilakukan tentunya hasilnya akan bias. Seorang wanita menikah karena harta dan sang pria
menikah karena kecantikan sang perempuan. Saat harta si pria habis atau saat si wanita tak cantik lagi maka
perceraian tak dapat dihindarkan. Dan yang menjadi korban tentunya sang anak. Seandaikan dunia tidak
menilai dari materi maka hal seperti itu tidak akan terjadi. Kasih sayang dan cinta tetap diperlukan di era
modern ini.
Soal 5
Jelaskan perbedaan pemikiran filsafat eksistensialisme dan fenomenologi! Jelaskan menggunakan contoh!
Jawaban:
Filsafat eksistensialisme adalah salah satu aliran filsafat yang menuntut manusia untuk bebas sebebas-
bebasnya namun semakin besar kebebasan yang diemban oleh manusia individu itu maka semakin besar
tanggung jawab yang diambilnya. Sebagai contoh, kita bebas untuk memilih belajar atau tidak belajar namun
saat itu juga kita bertanggung jawab atas diri kita sendiri untuk menanggung pahitnya kebodohan. Contoh
lainnya, kita bebas untuk ikut berapa banyak pun organisasi yang kita inginkan namun kita juga punya
tanggung jawab untuk terus komitmen menjalankan tugas sebagai anggota organisasi. Kita juga bebas untuk
mengerjakan tugas itu atau tidak namun kita juga bertanggung jawab atas kesalahan yang kita buat karena
tidak mau mengerjakan tugas tersebut.
Sedangkan fenomenologi adalah sebuah studi tentang fenomena manusia di bidang filsafat. Jika filsafat
eksistensialisme adalah hasil dari pemikirannya maka fenomenologi adalah metodenya.
Soal 6
Page 3 of 6

KELAS G
Apa makna eksistensi Anda di dunia berdasarkan filsafat eksistensialisme?
Jawaban (minimal 2000 kata):
Sebelum membahas eksistensi saya di dunia, saya akan menjelaskan pengertian dari eksistensi itu sendiri.
Eksistensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu existere yang memiliki arti ada, timbul, muncul, atau
memiliki keberadaan yang aktual. Jika ingin lebih rinci lagi, maka existere berasal dari kata ex yang artinya
keluar dan sitere yang artinya membuat berdiri. Hal ini menciptakan empat arti baru yaitu: satu, eksistensi
merupakan apa yang ada; dua, eksistensi merupakan apa yang memiliki; tiga, eksistensi adalah segala sesuatu
yang dialami dengan penekanan bahwa sesuatu itu ada; empat, eksistensi adalah kesempurnaan. Dapat
disimpulkan bahwa eksistensi adalah saat sesuatu menjadi benar-benar ada, tidak dibuat-buat karena memang
sudah dari awal seperti itu, dan tidak berada dalam bayang-bayang karena sudah pasti adanya serta tidak bisa
disangkal keberadaannya.
Dalam kehidupan yang sebenarnya, tentunya tidak ada manusia yang identik seratus persen. Mereka
mempunya karakteristik yang berbeda-beda satu sama lain baik dari fisiknya, karakternya, atau pun dari cara
berpikirnya. Itulah eksistensi. Eksistensi menuntut ke-originalitas-an sehingga setiap orang berbeda-beda.
Setiap orang memiliki eksistensinya dengan caranya masing-masing. Begitu pun juga saya. Saya juga memiliki
eksistensi di dunia karena saya berbeda dari orang lain.
Menurut Soren Aabye Kierkegaard—seorang filsuf pertama yang mengenalkan eksistensi pada abad ke 20
yang nantinya akan dikenal dengan aliran eksistensialisme—menegaskan bawa yang terpenting adalah
meyakinkan akan eksistensinya sendiri. Hanya manusia yang dapat menerapkan pengertian eksistensi ini sebab
manusia merupakan individu yang konkret. Manusia adalah makhluk yang paling bebas namun dengan
kebebasannya itu ia harus menanggung tanggung jawab atas pilihan dan tindakan yang diperbuatnya. Menurut
teori yang saya tangkap dari Soren Aabye Kierkegaard, manusia yang bereksistensi adalah manusia yang
mampu mengaktualisasikan dirinya sebebas mungkin dengan bertanggung jawab, melaksanakan keyakinannya
dengan tindakan yang nyata, serta menjadi diri sendiri tanpa takut akan pilihannya dan tanpa dipengaruhi oleh
orang lain. Hal tersebut sudah saya aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari saya. Contoh terbarunya, saya
adalah satu-satunya mahasiswa dari program studi psikologi di Universitas Negeri Jakarta yang mengikuti unit
kegiatan mahasiswa yang bernama “resimen mahasiswa” atau yang biasa disingkat sebagai “menwa”. Entah
karena alasan apa teman-teman saya yang berasal dari program studi yang sama dengan saya tidak ingin
bergabung dengan unit kegiatan mahasiswa yang keren bernama “resimen mahasiswa” ini. Mungkin karena
kata orang-orang resimen mahasiswa itu keras makanya mereka selalu saja menolak ajakan saya. Yang
namanya juga resimen mahasiswa pastinya kami dilatih, ditempa, dan dibentak-bentak agar selain kuat secara
fisik kami juga kuat secara mental. Karena selain sebagai mahasiswa menwa juga mengemban kata resimen.
Tanggung jawabnya pastinya lebih besar dari mahasiswa biasa karena kami adalah pasukan cadangan pertama
yang dikerahkan negara saat tentara negara Republik Indonesia dan polisi Republik Indonesia sudah tidak
mampu mempertahankan kedaulatan Repulik Indonesia lagi. Pada masa pembentukan karakter tersebut tentu
saya mengalami fase stress yang lebih dari biasanya dan kata orang-orang itu anak psikologi harus bebas dari
yang namanya stress. Sebab bagaimana bisa anak psikologi yang stress tapi membantu orang lain yang sedang
mengalami masa stress pula. Namun hal tersebut tidak menyurutkan pilihan saya. Bagi saya hal itu merupakan
kesempatan emas bagi saya untuk bisa mengelola dan mengatur tingkat ke-stress-an saya. Sebab, kapan lagi
coba saat tubuh terasa letih, lesu, lemah, lunglai dan lelah namun saya tetap dipaksa untuk berpikir serta
bertindak secara cepat dan tanggap? Kapan lagi coba saat saya disuruh terbiasa dengan berpikir dibawah
tekanan? Kapan lagi coba saat saya kurang tidur dan dehidrasi namun tetap harus menjaga jiwa korsa—rasa
kebersamaan dan persatuan sesama teman seperjuangan—agar tidak menjadi pribadi yang egois yang
mementingkan dirinya sendiri? Saat hanya diperbolehkan minum satu buah vedples—botol minum untuk
bertahan hidup saat tentara dikirim untuk berperang—untuk satu pleton—pasukan—sehingga kami harus rela
berbagi minum yang mana satu orang hanya diperbolehkan minum satu loci—tutup dari vedples—saja,
padahal kami habis melakukan aktivitas yang sangat berat. Saat kurang tidur kita dituntut untuk menyimak
materi dan memberi tanggapan. Kapan lagi coba kita dituntut sempurna tanpa boleh berbuat salah baik dari
cara berbicara, berpakaian, berbaris, dan lainnya? Bagi saya anak psikologi haruslah memiliki mental yang kuat
dan resimen mahasiswa adalah jawabannya. Jujur saja, saat pendidikan dasar dan latihan kemiliteran tersebut
saya merasa ingin pergi dari situ atau mati saja karena didikan yang sangat berat. Tetapi jika dilihat dari
dampaknya ke depan, hal yang sudah saya lewati memiliki dampak yang sangat positif dan berkesinambungan
dengan progam studi yang saya ambil sekarang. Karena saya sudah bisa melewati rasa antara hidup dan mati
tersebut dengan lancar dan karena saya sudah merasakan pada saat titik kewarasan saya hampir diambang
Page 4 of 6

KELAS G
batas, menjadikan saya sebagai mahasiswa yang mempunyai mental ksatria yang bertanggung jawab dan peka
pada tiap situasi. Seorang yang terjun pada bidang psikologi juga harus memilki mental ksatria tersebut sebab
orang yang terjun di bidang psikologi merupakan orang pertama yang memegang kualitas kehidupan
seseorang, sebuah keluarga, bahkan masyarakat—seperi human recuiter development, psikolog, criminal
profiler, dan sebagainya.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Soren Aabye Kierkegaard tahap eksistensi manusia terbagi menjadi tiga.
Saya akan menjelaskan dengan contoh dari kehidupan saya sendiri. Pertama adalah tahap estetis. Pada tahap
pertama ini saya alami saat saya masih berada di sekolah dasar—SD—dan pertengahan sekolah menegah—
SMP. Pada saat sekolah dasar sangat menyukai kartun buatan luar asal Negeri Paman Sam yang bernama
Amerika dan asal Negeri Sakura yang bernama Jepang. Dari semua kartun yang saya senangi saya paling
menyukai anime “Naruto”. Bahkan saya sampai membeli komik-komiknya, kaset-kasetnya, mainan, stiker, pin,
poster, serta yang lainnya. Saya bahkan mengorbakan waktu saya untuk menonton ulang episode yang sudah
saya tonton berkali-kali. Saya juga rela uang jajan saya ditabung untuk membeli play station agar bisa
memainkan video game Naruto. Saya mempelajari semua hal tentang Naruto yang bahkan menurut saya
sekarng gak penting. Saya lakukan semua itu all—out. Saya tergila-gila pada Naruto sampai saya kelas sembilan
sekolah menengah pertama. Saat itu saya mulai menyadari untuk apa saya mengerluarkan uang dan
mengorbankan waktu untuk hal-hal yang kurang ada faedahnya. Inilah yang disebut tahap kedua yaitu tahap
etis, yang mana terjadi perubahan pola hidup menjadi lebih bermoral dan mulai ada rasa pertobatan. Saya
mulai mengurangi kebiasaan menonton episode Naruto secara berulang kali dan saya mulai berhenti membeli
kaset film Naruto lalu saya juga mulai berhenti mengoleksi komik Naruto. Jika sebelumnya saya yang
mendedikasikan diri untuk Naruto tapi sekarang lah nilai-nilai dari anime Naruto yang harus didedikasikan
kepada hidup saya. Jika sebelumnya saya hanya menelan mentah-mentah semua hal tentang Naruto maka
sekarang lah saya hanya mengambil sisi-sisi positif dari anime Naruto. Lalu yang terakhit ada tahap religius.
Saat saya memasuki sekolah menegah atas saya bergabung dengan ekstrakulikuler “rohani Islam” atau sering
disingkat sebagai “rohis” di sekolah. Saya juga mengikuti organisasi remaja masjid di lingkungan rumah saya.
Sejak saat itu saya jadi lebih memilih untuk menunaikan ibadah shalat wajib lebih dulu daripada menonton
anime Naruto, atau lebih memilih tadarusan di pengajian daripada berdiskusi tentang Naruto dengan teman
lama.
“Cognito Ergo Sum” merupakan salah satu kata yang sering saya dengar sejak Ka Shofi pertama kali mengajar
mata kuliah logika dan filsafat manusia. Sejak saat itu saya dan teman-teman saya sering membuat candaan
dari pepatah yang diungkapkan oleh Rene Descrates itu. Menurut saya, ungkapan itu berkaitan dengan
eksistensi manusia. “Cognito Ergo Sum” memiliki arti yakni “saya berfikir maka saya ada”. Yah walaupun ada
sedikit perbedaan dari ungkapan tersebut dengan konsep eksistensi yang ada di aliran eksistensialisme, yakni
jika “Cognito Ergo Sum” mendahulukan esensi baru eksistensi maka konsep eksistensi yang ada di aliran
eksistensialisme mendahulukan eksistensi dulu baru esensi dengan kata lain kita-nya ada dulu baru berpikir.
Pepatah lama yang diungkapkan oleh filsuf Perancis tersebut menjunjung tinggi dari eksistensi kita. Eksistensi
kita perlu ditanyakan. Dengan meragukan segala hal kita bisa menemukan eksistensi kita sendiri. Contohnya
adalah saat saya sedang berada di pojok perpustakaan membaca sebuah kisah menarik. Saya terkagum-kagum
dengan tokoh yang berada dalam novel yang saya baca. Bagaimana bisa dia menjadi begitu otentik dan
berbeda dari yang lain? Bagaimana bisa dia bisa hidup di dunianya dengan penuh arti? Lalu saya bertanya-
tanya apa arti hidup saya? Siapa saya sebenarnya? Dan dengan tujuan apa saya terlahir ke dunia? Saya mulai
mencari-cari arti dari kehidupan yang saya jalani. Saya mulai mengobservasi dengan menyelam ke dalam diri
sendiri lebih dalam. Saya menemukan karakter saya di sana. Saya menemukan passion dan talent saya disana.
Saya jadi lebih mengenal diri saya sendiri dan menjalani hidup sebagaimana orang hidup sehidup-hidupnya.
Saya yakin bahwa sayalah tokoh central dalam kehidupan saya sendiri dan hanya saya lah yang berhak
menentukan segala pilihan yang saya ambil. Hanya saya yang dapat bertanggung jawab atas kehidupan yang
saya jalani.
Menurut saya seorang tokoh filsafat asal Jerman bernama Friedrich Nietzche juga penganut konsep ajaran
tentang eksisitensi ini walaupun secara tidak langsung. Friedrich Nietzche mengungkapkan makna eksistensi
ini pada saat ia membahas tentang manusia unggul. Manusia unggul adalah manusia yang mempunyai
kelebihan dari manusia rata-rata pada umumnya. Pastinya manusia unggul berbeda dari kebanyakan orang.
Hal ini terjadi karena si manusia unggul itu menghedaki untuk menjadi manusia yang otentik. Manusia unggul
mengaktualisasikan dirinya semaksimal mungkin. Manusia unggul memiliki keberanian untuk merealisasikan
segala keinginannya dalan bentuk tindakan yang nyata. Manusia unggul membebaskan diri untuk berkehendak
atas kemauannya sendiri. Manusia unggul bahkan menghendaki kehendak orang lain karena rasa ingin
berkuasa atas orang lain tersebut. Orang yang memiliki eksistensi yang rendah pasti akan tunduk pada si
Page 5 of 6

KELAS G
manusia unggul ini. Manusia unggul berusaha sekeras mungkin untuk menjadi dirinya sendiri. Manusia unggul
melakukan semua tindakannya dengan all—out. Saya pun juga merasa demikian walaupun tidak sepenuhnya
benar. Saya berusaha menjadi manusia unggul dengan mengasah semua bakat yang saya punya seperti
menggambar, bersosialisasi, dan mengarang cerita fiksi atau menulis tentang ilmu pengetahuan umum di blog
saya. Saya juga senang dan sedang berusaha untuk menjadi pemimpin yang baik bagi banyak orang.
Bagi pemikiran filsuf asal Jerman yang bernama Edmund Husserl ini, fenomenologi tidak hanya tentang
metode melulu namun juga bisa dijadikan sebagai ontologi. Edmund Husserl bermaksud menjadikan
fenomenologi menjadi bagian dari suatu ilmu yakni ilmu tentang kesadaran. Jika berbicara tentang teori
kesadaran maka kita akan membahas soal intensioanalitas yakni kesadaran akan segala sesuatu seperti
tempat, waktu, dan yang paling penting adalah sadar akan eksistensi tentang dirinya sendiri. Konsep dari
fenomenologi Edmund Husserl sendiri adalah kembali pada realitas yang sebenarnya. Maksudnya saat ingin
menyampaikan suatu teori kita harus kembali pada subjeknya yaitu kita sendiri. Menurutnya, objek yang kita
teliti dan akan kita keluarkan statement tentang objek tersebut berasal dari pemikiran kita sendiri. Benda yang
kita tunjuk itu sebenarnya tidak ada dan itu ada karena rasionalitas kita menghendaki demikian. Jika demikian
seperti itu, maka dapat disimpulkan bahwa sebelum mengeluarkan pendapat tentang suatu objek berarti kita
harus kembali pada eksistensi kita sendiri. Karena kita yang akan membuat pendapat tersebut dan
bertanggung jawab. Sebagai contoh, saya ingin mengamati tradisi warganet zaman now. Sebelum itu, saya
harus eksis dulu di media sosial. Maksud dari eksis itu sendiri adalah saya harus mempunya akun media sosial
yang ingin saya kepoin. Lalu saya selidiki hal apa saja yang sedang viral di sana dan apa yang menyebabkan hal
tersebut bisa menjadi viral. Selanjutnya saya berekpetasi akan hal-hal yang saya amati. Setelah itu baru saya
boleh berpendapat akan kejadian yang sedang saya amati. Dengan begitu eksistensi saya ada karena saya
mengamati objek. Sejujurnya saya setuju sih dengan pemikiran Edmund Husserl karena kita yang menentukan
ada tidaknya suatu objek tersebut. Suatu objek atau benda tersebut tidak mugkin ada kalau kita tidak berpikir
bahwa objek atau benda itu ada.
Karena tidak puas akan pemikiran gurunya, seorang filsuf asal Jerman bernama Martin Heidegger meneruskan
dasar pemikiran yang sudah lama dikembangkan oleh gurunya itu yakni Edmund Husserl. Menurutnya jika kita
kembali kepada subjek maka penelitian kita akan menjadi subjektif dan tidak objektif. Yah, saya agak setuju
gak setuju sih sebenernya. Karena menurut saya di dunia ini gak ada hal yang benar-benar objektif. Bahkan
tidak ada ilmu yang benar-benar dapat dibuktikan secara ilmiah. Toh, nyatanya ilmu selalu berubah-ubah
walaupun sudah dibuktikan dengan penelitian berkali-kali namun tidak ada yang “sangat benar-benar ilmiah”.
Contohnya saja tentang proses penciptaan bayi. Saat sel sperma ayah saya bertemu dengan sel telur ibu saya
lalu berkembanglah sebuah zigot. Dari zigot berkembang menjadi embrio. Dari embrio bekembang menjadi
janin. Dan lahir lah saya di dunia ini. Pada ilmu pengetahuan modern mana pun tidak ada yang menjelaskan
bagaimana si calon bayi itu bisa mempunyai nyawa. Ilmu pengetahuan modern hanya menjelaskan
perkembangannya saja tanpa bisa memberi tahu secara spesifik bagaimana si calon bayi itu tiba-tiba memiliki
nyawa. Oke, kembali pada konsep eksistensialisme yang digarap oleh Martin Heidegger. Di buku Zainal Abidin
dijelaskan tentang tema-tema eksistensi manusia. Tema-tema tersebut ada sepuluh. Maaf sebelumnya karena
saya persingkat. Inti sari yang saya tangkep dari buku Zainal Abidin mengenai tema-tema itu adalah kita
mampu menjadi manusia yang bereksitensi saat jiwa kita sudah merasa bebas dari yang namanya rasa takut,
kecemasan, ketiadaan, keprihatianan, suasana hati, dan hal-hal yang membatasi manusia. Manusia dikatakan
sudah berkesistensi saat ia menjalani hidupnya tanpa beban. Namun bukan berarti manusia itu menjalani
hidup dengan berleha-leha. Ia tetap mejalani hidup secara maksimal. Kurang lebih saya juga seperti itu. Saya
tidak takut bagaimana masa depan saya nantinya, yang penting saya sudah berencana dan berusaha
semaksimal mungkin. Yah, seperti saat mengerjakan UAS ini. Saya sudah berusaha sampai-sampai bergadang.
Dapet A yah Alhamdulillah, gak dapet nilai A yah berarti saya harus berusaha lebih keras dari ini hehe.
(jumlah kata: 2179)
Page 6 of 6
Tags