Pembahasan tentang dalil dalam ilmu Ushul Fiqh adalah secara global. Di sini dibahas tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-masing dari macam-macam dalil itu, kekuatan dan tingkatan-tingkatannya. Jadi di dalam Ilmu Ushul Fiqh tidak dibahas satu

alimudinalim 7 views 19 slides Nov 01, 2025
Slide 1
Slide 1 of 19
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19

About This Presentation

Pembahasan tentang dalil dalam ilmu Ushul Fiqh adalah secara global. Di sini dibahas tentang macam-macamnya, rukun atau syarat masing-masing dari macam-macam dalil itu, kekuatan dan tingkatan-tingkatannya. Jadi di dalam Ilmu Ushul Fiqh tidak dibahas satu persatu dalil bagi setiap perbuatan.


Slide Content

PENGERTIAN FIQIH
Secara etimologi: mengerti, faham.
Seperti dalam firman Allah:
Artinya: “Maka mengapa orang-
orang itu (orang munafik) hampir-
hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun?” (QS.An
Nisa:78)

Secara terminologi: suatu ilmu yang
mempelajari tentang syari’at atau
hukum Islam, baik yang bersifat
individu maupun yang berbentuk sosial
masyarakat. Atau pengetahuan tentang
hukum-hukum syari’at yang berkaitan
dengan perbuatan dan perkataan
mukallaf (mereka yang sudah terbebani
menjalankan syari’at agama), yang
diambil dari dalil-dalil yang bersifat
terperinci, berupa nash-nash al Qur’an
dan As sunnah serta cabang darinya
yang berupa ijma’ dan ijtihad.

EPISTEMOLOGI HUKUM ISLAM
Yang dimaksud epistemologi di sini adalah
landasan yang digunakan oleh para ulama dalam
menetapkan hukum Islam. Ilmu ini dikenal nama
ushul fiqh.
Ushul Fiqh berarti sesuatu yang dijadikan dasar
bagi fiqh.
 Secara terminologi, ushul fiqh ialah pengetahuan
tentang dalil-dalil fiqh, kaidah-kaidah yang
digunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-
dalilnya (Alquran dan Sunnah),

Lanjutan...............
Ushul fiqh merupakan ramuan untuk
memformulasi nash-nash al-Quran, al-
Hadits, konsensus ulama’ (ijma’), dan
analogi (qiyas) dalam melahirkan hukum-
hukum Allah. Ini pula yang menjadi ciri
khas konstruk epistemologi dalam Islam
yang mempunyai hirarki sumber hukum
yang urut, padu dan sistematis.

SETTING SOSPOL
(priodesasi lahir dan berkembangnya ilmu
fiqih)
1. Periode risalah. Periode ini dimulai sejak
kerasulan Muhammad SAW sampai
wafatnya Nabi SAW (11 H./632 M.). Pada
masa ini penentuan dan penetapan hukum
sepenuhnya berada di tangan Rasulullah
SAW. Sumber hukum ketika itu adalah Al-
Qur’an dan sunnah Nabi SAW. Pengertian
fiqh pada masa itu identik dengan syara’,
karena penentuan hukum terhadap suatu
masalah seluruhnya terpulang kepada
Rasulullah SAW.

Lanjutan .....
2. Periode al-Khulafaur Rasyidun. Masa ini
dimulai sejak wafatnya Nabi SAW sampai
Mu’awiyah menjadi khalifah Bani Umayyah (41
H./661 M). Sumber fiqh pada periode ini,
disamping Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW, juga
munculnya berbagai ijtihad para sahabat. Ijtihad
ini dilakukan ketika persoalan yang akan
ditentukan hukumnya tidak dijumpai secara
jelas dalam nash. Pada masa ini, khususnya
setelah Umar bin al-Khattab menjadi khalifah (13
H./634 M.), ijtihad sudah merupakan upaya yang
luas dalam memecahkan berbagai persoalan
hukum yang muncul di tengah masyarakat.

Lanjutan .........
3. Periode awal pertumbuahn fiqh. Masa ini dimulai
pada pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2
H. Masa ini merupakan titik awal pertumbuhan
fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu dalam Islam.
Dengan bertebarannya para sahabat ke berbagai
daerah, muncullah berbagai fatwa dan ijtihad
hukum yang berbeda antara satu daerah dengan
daerah lain, sesuai dengan situasi sosial politik
daerah tersebut.
Contoh di Irak, Ibnu Mas’ud muncul sebagai fuqaha
yang menjawab berbagai persoalan hukum yang
dihadapinya di sana. Dalam hal ini sistem sosial
masyarakat Irak jauh berbeda dengan masyarakat
Hijaz (Makkah dan Madinah).

Lanjutan........
4. Periode keemasan. Periode ini dimulai dari awal
abad ke-2 sampai pada pertengahan abad ke-4 H.
(masa Abbasiyah). Pada masa inilah munculnya para
Imam mazhab seperti Imam Malik yang menulis kitab
fiqih untuk pegangan resmi pemerintah Khalifah Abu
Ja’far al-Mansur (754-775 ). Kitab itulah yang dikenal
dengan nama al-Muwaththa’ (Yang Disepakati).
Pada awal periode keemasan ini, pertentangan
antara ahlulhadits dan ahlurra ’yi sangat tajam,
sehingga menimbulkan semangat berijtihad bagi
masing-masing aliran. Semangat para fuqaha
melakukan ijtihad dalam periode ini juga mengawali
munculnya mazhab-mazhab fiqh, yaitu Mazhab
Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.

Lanjutan.....
5. Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab
fiqh. Periode ini dimulai dari pertengahan abad ke-
4 sampai pertengahan abad ke-7 H. Yang
dimaksudkan dengan tahrir, takhrij, dan tarjih
adalah upaya yang dilakukan ulama masing-masing
mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan
mengulas pendapat para imam mereka. Periode ini
ditandai dengan melemahnya semangat ijtihad
dikalangan ulama fiqh. Mereka lebih banyak
berpegang pada hasil ijtihad yang telah dilakukan
oleh imam mazhab mereka masing-masing.
Sekalipun ada ulama fiqh yang berijtihad, maka
ijtihadnya tidak terlepas dari prinsip mazhab yang
mereka anut.

IMAM MAZHAB......
Memperbincangkan ushul fiqh tentu tidak terlepas
dari mengulas sosok ulama’ yang telah berjasa besar
dalam merumuskannya menjadi satu disiplin ilmu.
Imam As Syafi’i, beliau yang terlahir pada tahun di
mana imam Abu Hanifah wafat ini, telah
menyumbangkan kontribusi luar biasa dalam
membangun epistemologi Islam. As Syafi’i tidak
sekedar berhasil melakukan sistematisasi untuk
pengambilan hukum (istinbathul ahkam), namun
juga menata kaidah atau metode perumusan hukum
yang pada ujungnya berdaya manfaat dalam proses
rasionalisasi pemahaman agama Islam itu sendiri.

Lanjutan...
Di masa Imam syafi’i ini metode pengambilan hukum
memasuki masa transformasi secara sistemik-
metodologis. Sumber-sumber pengambilan hukum (al-
Quran, al-Hadits, Ijma’, Qiyas) menjadi lebih ringan untuk
diderivasi menjadi hukum-hukum fiqh yang aplikatif. Hal
ini  tentunya berbeda dari periode sebelumnya di mana
para ulama’ terpolarisasi pada dua madzhab besar, kita
mengenal madzhab ahl Iraq yang cenderung pada
pendekatan dengan akal (bir ra’yi), sedang di kutub lain
terdapat madzhab ahl hijaz yang terkesan tekstual
dengan pendekatan hadits dalam proses penetapan
hukum-hukum. Dan di tangan As Syafi’i  kedua landasan
epistemologi kedua madzhab ini dipertemukan dalam
satu metodologi yang padu dengan pendekatan ushul fiqh.

SEJARAH IMAM MAZHAB......
1. Mazhab Hanafi.
Didirikan oleh An-Nu’man bin Tsabit atau lebih dikenal
sebagai Imam Abu Hanifah. Beliau berasal dari Kufah
dari keturunan bangsa Persia. Beliau hidup dalam dua
masa, Daulah Umaiyah dan Abbasiyah. Beliau termasuk
pengikut tabiin , sebagian ahli sejarah menyebutkan, ia
bahkan termasuk Tabi’in.
Mazhab Hanafi dikenal sebagai mazhab rasional dalam
mengupas masalah fiqih. Imam Abu Hanifah sangat
berhati-hati dalam menerima sebuah hadits. Bila beliau
tidak terlalu yakin atas keshahihah suatu hadits, maka
beliau lebih memilih untuk tidak menggunakannnya.
Sebagai gantinya, beliau menemukan begitu banyak
formula seperti mengqiyaskan suatu masalah dengan
masalah lain yang punya dalil nash syar’i.

2. Mazhab Maliki
Pendirinya Imam Malik bin Anas bin Abi Amir Al-Ashbahi (93
– 179H). Mazhab ini ditegakkan atas doktrin yang merujuk
kepada hadits Rasulullah SAW dan praktek penduduk
Madinah. Imam Malik membangun madzhabnya dengan
berdasarkan pada: Al-Quran, As-Sunnah, Ijma’, Qiyas, amal
ahlul madinah, perkataan sahabat, istihsan, saddudzarai’,
muraatul khilaf, istishab, maslahah mursalah, syar’u man
qablana (syariat nabi terdahulu).
Mazhab ini adalah kebalikan dari mazhan Hanafi. Kalau
Hanafi banyak sekali mengandalkan rasio, karena kurang
tersedianya nash-nash yang valid di Kufah, mazhab Maliki
justru ‘kebanjiran’ sumber-sumber syariah. Sebab mazhab ini
tumbuh dan berkembang di kota Nabi SAW sendiri, di mana
penduduknya adalah anak keturunan para shahabat. Imam
Malik sangat meyakini bahwa praktek ibadah yang dikerjakan
penduduk Madinah bisa dijadikan dasar hukum, meski tanpa
harus merujuk kepada hadits yang shahih para umumnya.

3. Mazhab As-Syafi’iyah
Pendirinya Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (150 –
204 H). Beliau dilahirkan di Gaza Palestina (Syam)
tahun 150 H, tahun wafatnya Abu Hanifah ,dan wafat
di Mesir tahun 203 H.
Semasa di Bagdad, Imam Syafi’i menulis madzhab
lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah
ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru
(madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai
syuhadaul ‘ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Salah satu karangannya adalah “Ar-Risalah” buku
pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al-Umm” yang
berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i
adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis,
dan ushul. Beliau mampu memadukan fiqh ahli ra’yi
(Al-Hanafiyah) dan fiqh ahli hadits (Al-Malikiyah).

4 Mazhab Hanbali
Pendirinya Imam Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani
(164 – 241 H). Lahir di Baghdad dan tumbuh besar di
sana sampai meninggal. Beliau memiliki pengalaman
perjalanan mencari ilmu di pusat-pusat ilmu, seperti
Kufah, Bashrah, Mekah, Madinah, Yaman, Syam.
Beliau berguru kepada Imam Syafi’i ketika datang ke
Baghdad sehingga menjadi mujtahid mutlak mustaqil.
Gurunya sangat banyak hingga mencapai ratusan.
Imam Ahmad adalah seorang pakar hadis dan fiqh.
Imam Syafi’i berkata ketika melakukan perjalanan ke
Mesir,”Saya keluar dari Baghdad dan tidaklah saya
tinggalkan di sana orang yang paling bertakwa dan
paling faqih melebihi Ibnu Hanbal (Imam Ahmad),”

CONTOH