•Mendapatkan ilmu keagamaan
berdasarkan pemahaman ahlussunnah
waljamaah
•Mengamalkan Konsensus Dasar
Kebangsaan.
•Semangat berkontribusi untuk agama,
bangsa, dan negara.
•Aktif bermasyarakat
•Memiliki skill bekerja dalam tim.
•Memahami Falsafah Perjuangan
Partai
•SASARAN KADERISASI
•Memahami pentingnya
keharmonisan dalam keluarga.
LIMA POIN
Arahan bagi Pembina
Setiap pembahasan materi,
pembina mengarahkan pada
fokus tema, berarti pembina
menyiapkan diri untuk membaca
dan memahami materi secara
utuh terlebih dahulu.
Ilustrasi di setiap tema diarahkan
pada internalisasi indiktor
capaian
Fokus internalisasi indikator capaian
selalu diarahkan pada sasaran kaderisasi
seperti pentinganya mengikuti
pembinaan, pentingnya selalu besama
orang baik, dan tentunya diarahkan pada
manfaat keberadaan kita bersama PKS,
berjuang bersama PKS, dan PKS selalu
membimbing dalam kebaikan bersama
komunitas orang-orang baik.
Titik tekan internalisasi indikator capaian
selalu diarahakan pada sasaran
kaderisasi disesuaikan dengan kondisi
dan konten materi
Setiap pembina dianjurkan mencari
informasi terkait kegiatan partai sebagai
bahan ilustrasi dalam internalisasi
pencapian sasaran kaderisasi
POIN PEMBAHASAN
Tema pembahasan: Menyingkap Hakikat Berita Besar
INDIKATOR CAPAIAN:
Mengetahui Balasan di Akhirat Terhadap Orang
yang Durhaka
1
2
Ketetapan Waktu Hari Kiamat
Balasan Terhadap Orang yang Durhaka
Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan, yaitu hari
(yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kamu datang berkelompok-
kelompok, dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu; dan
dijalankanlah gunung-gunung, maka menjadi fatamorganalah ia. Sesungguhnya
neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai, lagi menjadi tempat kembali
bagi orang-orang yang melampaui batas, mereka tinggal di dalamnya berabad-
abad lamanya, mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula
mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan
yang setimpal. Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab, dan mereka
mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya. Dan segala
sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. Karena itu, rasakanlah. Dan Kami
sekali-kali tidak akan menambah kepada kamu selain dari azab. (An Naba: 17-30)
Ketetapan Waktu Hari Kiamat
اًتاَقيِم َناَك ِلْصَفْلا َمْوَي َّنِإ
Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan.
(An Naba: 17)
Ayat di atas adalah firman Allah Swt. yang menegaskan tentang Hari
Keputusan—yaitu hari kiamat— bahwa sesungguhnya hari itu telah ditetapkan
waktu yang tertentu bagi kejadiannya, tidak diundurkan, dan tidak dikurangi
(dimajukan), dan tiada seorang pun yang mengetahui tentang ketetapan
waktunya secara tertentu melainkan hanya Allah Swt. Sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat lainnya,
ٍدوُذْعَم ٍلَج
َ
ِلِ َّلَِّإ ُهُرِّخَؤُى امَو
Dan Kami tiadalah mengundurkannya, melainkan sampai waktu tertentu.
(Hud: 104)
yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala, lalu kalian datang berkelompok-
kelompok. (An-Naba: 18)
Mujahid mengatakan bergelombang-gelombang atau rombongan-rombongan.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah setiap umat datang bersama
dengan rasulnya sendiri, semakna dengan yang disebutkan di dalam ayat lainnya,
ْمِهِمامِإِب ٍساى
ُ
أ َّلُك اوُعْذَى َمْوَي
(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya.
(Al-Isra: 71)
اًباَوْب
َ
أ ْتَىاَكَف ُءاَمَّسلا ِتَحِتُفَو
dan dibukalah langit, maka terdapatlah beberapa pintu. (An-Naba: 19)
Yakni membentuk jalan-jalan atau jalur-jalur untuk turunnya para malaikat.
Imam Bukhari sehubungan dengan firman Allah di dalam surat An-Naba: 18
mengatakan bahwa:
dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: "Jarak waktu di antara kedua tiupan adalah empat puluh.” Mereka (para
sahabat) bertanya, "Apakah empat puluh hari?” Rasulullah Saw. menjawab, "Aku
tidak mau mengatakannya.” Mereka bertanya, "Apakah empat puluh bulan?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Aku menolak untuk mengatakannya.” Mereka
bertanya lagi, "Apakah empat puluh tahun?” Rasulullah Saw. menjawab, "Aku
menolak untuk mengatakannya.” Lalu Rasulullah Saw. melanjutkan, "Kemudian
Allah menurunkan hujan dari langit, maka bermunculanlah mereka sebagaimana
tumbuhnya sayur-mayur. Tiada suatu anggota tubuh pun dari manusia melainkan
pasti hancur kecuali satu tulang, yaitu tulang ekornya, maka darinyalah makhluk
disusun kembali kelak di hari kiamat.”
اًباَرَس ْتَىاَكَف ُلاَبِجْلا ِتَرِّيُسَو
dan dijalankanlah gunung-gunung, maka menjadi fatamorganalah ia. (An-Naba: 20)
Semakna dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan
sebagai jalannya awan. (An-Naml: 88)
ِشوُفْوَمْلا ِهْهِعْلاَك ُلابِجْلا ُنوُكَتَو
dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (Al-Qari'ah: 5)
Artinya, terbayang oleh orang yang memandangnya seakan-akan gunung itu adalah sesuatu
benda, padahal kenyataannya tidaklah demikian; sesudah itu gunung-gunung tersebut lenyap
sama sekali tanpa bekas, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang gunung-gunung, maka katakanlah, "Tuhanku akan
menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, maka Dia akan menjadikan (bekas)
gunung-gunung itu datar sama sekali, tidak ada sedikit pun kamu lihat padanya tempat yang
rendah dan yang tinggi-tinggi.” (Thaha: 105-107)
Balasan terhadap Orang yang Durhaka
Firman Allah Swt.
اًداَصْرِم ْتَىاَك َمَّوَهَج َّنِإ
Sesungguhnya neraka Jahanam itu (padanya) ada tempat pengintai, (An Naba: 21)
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa maksud dari ayat di atas adalah,
“Tiada seorang pun yang akan masuk surga melainkan harus melewati neraka.
Maka jika ia mempunyai jawaz (paspor), selamatlah ia; dan apabila tidak
mempunyainya, maka ia ditahan.”
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa di atas neraka terdapat tiga buah jembatan.
اًبآَم َهيِغاَّطِلل
lagi menjadi tempat kembali bagi orang-orang yang melampaui batas. (An Naba: 22)
Neraka Jahanam menjadi tempat yang telah disediakan secara khusus sebagai
tempat kembali, tempat berpulang, dan tempat menetap bagi para pembangkang
dan pendurhaka yang menentang rasul-rasul Allah.
Firman Allah Swt.
اًباَقْح
َ
أ اَهيِف َهيِثِبَّلَّ
mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23)
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa اًباَقْح
َ
أ bentuk jamak dari hiqbun, yang artinya suatu
masa dari zaman. Para ulama berselisih pendapat tentang kadarnya masa ini.
Ali ibnu Abu Talib pernah bertanya sehubungan dengan penanggalan kamariah hijriah,
"Apakah yang kalian jumpai dalam Kitabullah tentang makna al-hiqbu? Lalu dijawab,
"Kami menjumpainya berarti delapan puluh tahun, tiap tahun mengandung dua belas
bulan, dan tiap bulan mengandung tiga puluh hari, dan setiap hari lamanya sama
dengan seribu tahun." (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir) *
Al-Hasan dan As-Saddi: “Lamanya tujuh puluh tahun dengan ketentuan yang sama.”
Abdullah ibnu Amr: “Satu hiqbu adalah empat puluh tahun, tiap hari darinya sama
lamanya dengan seribu tahun menurut perhitunganmu. (Keduanya diriwayatkan oleh
Ibnu Abu Hatim).
Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Mirdas, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Muslim alias Abul Ala
yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Sulaiman At-Taimi,
"Apakah ada seseorang yang dikeluarkan dari neraka?" Maka ia menjawab
bahwa telah menceritakan kepadaku Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi Saw. yang
telah bersabda: Demi Allah, tiada seorang pun yang dikeluarkan dari neraka
sebelum tinggal di dalamnya selama berabad-abad. Lalu ia menyebutkan bahwa
satu hiqbu ialah delapan puluh tahun lebih di mana setiap tahunnya
mengandung tiga ratus enam puluh hari menurut perhitunganmu. Kemudian
Sulaiman ibnu Muslim Al-Basri mengatakan bahwa pendapat inilah yang
terkenal.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka
tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23) Yakni tujuh
ratus hiqbu, setiap hiqbu tujuh puluh tahun, setiap tahun tiga ratus enam puluh
hari, dan setiap hari sama dengan seribu tahun menurut perhitunganmu.
Muqatil ibnu Hayyan telah mengatakan bahwa sesungguhnya ayat ini telah di-
mansukh oleh firman Allah Swt. yang mengatakan: ”Karena itu, rasakanlah. Dan Kami
sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian selain dari azab”. (An-Naba: 30)
Khalid ibnu Ma'dan telah mengatakan bahwa ayat ini (An Naba: 23) dan firman Allah
Swt.: ”kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain).” (Hud: 107) berkenaan dengan
ahli tauhid (yang berbuat durhaka); (keduanya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir).
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan dapat pula ditakwilkan bahwa firman Allah Swt,
“mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya.” (An-Naba: 23) berkaitan
dengan firman-Nya, “mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula
mendapat) minuman.” (An-Naba: 24)
Kemudian Allah mengadakan lagi bagi mereka sesudahnya azab yang lain yang
berbeda dengan azab yang sebelumnya. Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan bahwa
pendapat yang sahih mengatakan bahwa azab di neraka itu tiada habis-habisnya,
seperti yang dikatakan oleh Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Al-Hasan ditanya tentang makna firman Allah Swt, ”mereka tinggal di
dalamnya berabad-abad lamanya”. (An-Naba: 23). Lalu Al-Hasan menjawab,
bahwa makna ahqab (اًباَقْح
َ
أ) tiada bilangannya melainkan hanyalah
menunjukkan kekal di dalam neraka.
Sa'id telah meriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman
Allah Swt.: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23)
Yang dimaksud dengan berabad-abad adalah masa yang tiada habis-habisnya,
setiap kali habis satu abad datang lagi abad selanjutnya, tanpa ada batasnya.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-
Nya: mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya. (An-Naba: 23)
Bahwa tiada seorang pun yang mengetahui bilangan masa tersebut kecuali
hanya Allah Swt.
Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman.
selain air yang mendidih dan nanah. (An-Naba: 24-25)
Bahwa di dalam neraka Jahanam mereka tidak menjumpai hal yang menyejukkan hati
mereka, tidak pula menjumpai minuman yang baik buat pengisi perut mereka.
Abul Aliyah mengatakan bahwa ini merupakan lawan kata dari sebelumnya; kesejukan
diganti dengan air yang mendidih dan minuman yang enak diganti dengan nanah. Yang
dimaksud dengan hamim (اًميِمَح) ialah air yang panasnya telah mencapai puncak
didihnya; dan yang dimaksud dengan ghassaq (اًقاَّسَغ) ialah campuran dari nanah,
keringat, air mata, dan yang keluar dari luka-luka ahli neraka, dinginnya tidak
terperikan, dan baunya yang busuk tidak tertahankan.
Ibnu Jarir mengatakan ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa maknanya mereka
tidak dapat tidur selamanya
Ibnu Katsir juga menyebutkan bahwa hamim (اًميِمَح) adalah air yang sangat
panas, sedangkan ghassaq (اًقاَّسَغ) adalah lawan katanya, yakni air yang sangat
dingin yang karena dinginnya yang sangat hingga menjadi sangat menyakitkan.
Di dalam sebuah hadits dari Abu Sa'id r.a, dari Rasulullah Saw. yang telah
bersabda: ”Seandainya setimba ghassaq ditumpahkan ke dunia, niscaya seluruh
penduduk dunia berbau busuk karenanya.”
Ka'bul Ahbar mengatakan bahwa ghassaq adalah suatu mata air yang ada di
dalam neraka Jahanam, mengalir kepadanya racun dari setiap ular dan
kalajengking neraka serta binatang lainnya yang berbisa, lalu membentuk
menjadi rawa (genangan). Maka didatangkanlah anak Adam (yang durhaka),
lalu dicelupkan di dalamnya sekali celup; dan ia keluar darinya, sedangkan
semua kulit dan dagingnya telah terkelupas dari tulangnya. Daging dan kulitnya
bergantung pada kedua siku dan kedua tumit kakinya, lalu ia menyeret semua
dagingnya yang menggantung itu seperti seseorang menyeret bajunya.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Selanjtnya Allah berfirman,
اًقاَفِو ًءاَسَج
sebagai pembalasan yang setimpal. (An-Naba: 26)
Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa, semua siksaan yang sedang mereka alami
ini merupakan hasil dari amal perbuatan mereka yang rusak selama berada di dunia.
Kemudian di dalam firman berikutnya disebutkan:
اًباَسِح َنوُجْرَي َلَّ اوُىاَك ْمُهَّىِإ
Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab. (An-Naba: 27)
Ibnu Katsir mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak percaya jika di alam akhirat
ada kehidupan lain di mana mereka akan mendapati balasan amal perbuatannya dan
menjalani hisab (perhitungan)nya.
اًباَّذِك اَوِتاَيآِب اوُبَّذَكَو
dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya.
(An-Naba: 28)
Dahulu mereka mendustakan hujjah-hujjah Allah dan bukti-bukti
kebenaran-Nya terhadap makhluk-Nya, yang Dia turunkan kepada para
rasul-Nya, tetapi mereka menyambutnya dengan kedustaan dan keingkaran.
Kata اًباَّذِك bermakna takziban (dengan sesungguh-sungguhnya), ini
merupakan bentuk masdar yang bukan berasal dari fi'il (kata kerja)nya.
Lalu Allah berfirman,
اًباَتِك ُهاَوْيَصْح
َ
أ ٍء
ْ
يَش َّلُكَو
Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab. (An-Naba: 29)
Sesungguhnya Kami mengetahui amal perbuatan semua hamba dan Kami telah
mencatatkannya atas mereka, maka Kami akan membalaskannya terhadap mereka;
jika baik, maka balasannya baik; danjika buruk, maka balasannya buruk.
اًباَذَع لَِّإ ْمُكَذيشى ْهَلَف اوُقوُذَف
Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak akan menambah kepada kalian
selain dari azab. (An-Naba: 30)
Pada akhirnya akan dikatakan kepada penduduk neraka, "Rasakanlah akibat dari
perbuatanmu, maka Kami tidak akan menambahkan kepada kalian selain azab
yang beraneka ragam."
Qatadah telah meriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Azdi, dari Abdullah ibnu Amr
ibnul Asyang mengatakan bahwa tiada suatu ayat pun yang lebih keras bagi ahli
neraka selain dari firman-Nya, ”Karena itu, rasakanlah. Dan Kami sekali-kali tidak
akan menambah kepada kalian selain dari azab”. (An-Naba: 30) Bahwa mereka
berada dalam tambahan azab selama-lamanya.
Di dalam ayat lainnya disebutkan,
ٌجاَوْز
َ
أ ِهِلْكَش ْهِم ُرَخآَو
Dan azab yang lain yang serupa itu berbagai macam. (Shad: 58)
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa maknanya adalah (masih ada lagi)
berbagai macam azab dan siksaan.
Ulama lainnya mengatakan bahwa di antara siksaan itu seperti dingin yang
sangat, angin yang amat panas, minuman air yang sangat panas, dan makan buah
zakum, pendakian yang terjal, dan jurang yang amat dalam, serta siksaan lainnya
yang berlawanan. Semuanya itu merupakan siksaan yang ditimpakan kepada
mereka dengan penuh kehinaan.
Saudaraku, sebelum “Hari” itu datang,
maka perbaikilah diri kita.
Ubah kedurhakaan menjadi ketaatan.
Tingkatkan ketaatan menjadi ketakwaan.
Kuatkan ketakwaan dengan kesungguhan dan
jaga kesungguhan dengan istoqomah.