Aktivitas Seksual Pria dan Perempuan dr. Alzi Kardiasyah, M.Ked (Paru), Sp.P
Aktivitas Seksual Pria dan Perempuan fase-fase tahapan seksual pria a. Fase Hasrat b . Fase Arousal c . Fase Plateau : d. Fase Orgasme : e. Fase Resolusi : fertilitas perempuan a. Disfungsi Ereksi (Impotensi ) b . Ejakulasi Dini: c. Ejakulasi tertunda atau Tidak Ada: d . Libido Rendah (Hypoactive Sexual Desire Disorder): e . Priapismus : fase-fase tahapan seksual perempuan Fase Hasrat b . Fase Arousal c . Fase Plateau: d . Fase Orgasme: e . Fase Resolusi : kelainan aktivitas seksual pada pria a. Siklus Menstruasi: b . Masa Subur: c . Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas: d . Pemeriksaan Fertilitas :
Fase-Fase Tahapan Seksual Pria Definisi: Merupakan fase mental dan emosional yang ditandai dengan keinginan untuk berhubungan seksual (libido). Mekanisme Neurobiologis: Diatur oleh sistem limbik , khususnya: Nukleus accumbens β pusat reward Amigdala β pemrosesan emosi seksual Hipotalamus (nucleus preoptic area) β mengintegrasi sinyal hormon dan sensorik Korteks prefrontal dorsolateral β penghambat atau pelancar dorongan seksual (kontrol sosial dan moral) Hormon Terkait: Testosteron (testis) β penguat utama dorongan seksual Dopamin β meningkatkan hasrat seksual Prolaktin dan serotonin β penekan libido bila meningkat berlebihan Kondisi Klinis Terkait: Hipoaktivitas seksual pada pria bisa terjadi karena hipogonadisme, SSRI, stres kronis, dan depresi. 1. FASE HASRAT (DESIRE/APPETITIVE PHASE)
Fase-Fase Tahapan Seksual Pria Definisi: Fase awal respons tubuh terhadap hasrat seksual, ditandai dengan ereksi penis dan aktivasi fisiologis. Mekanisme Ereksi: Rangsangan sensorik (taktik, visual, imajinatif) β impuls ke medula spinalis sakral (S2βS4) β aktivasi sistem parasimpatis β pelepasan nitric oxide (NO) NO β stimulasi guanylate cyclase β β cGMP β relaksasi otot polos corpora cavernosa Darah mengisi ruang sinusoida β vena kompresi β aliran darah keluar terhambat β ereksi rigid Kelenjar Pendukung: Glandula Cowper (Bulbourethral glands) mensekresi mukus β melumasi uretra β netralisasi urin β memfasilitasi ejakulasi Komponen yang Terlibat: Sistem saraf parasimpatis Corpora cavernosa & corpus spongiosum Otot ischiocavernosus β kontraksi memperkuat ereksi Kondisi Klinis Terkait: Disfungsi ereksi : gangguan neurovaskular atau endokrin β gagal mencapai atau mempertahankan ereksi. 2. FASE EKSITASI (AROUSAL PHASE)
Fase-Fase Tahapan Seksual Pria Definisi : Fase puncak eksitasi seksual sebelum orgasme. Penis tetap ereksi dan aktivitas neurofisiologis meningkat . Respons Fisiologis: Penis tetap ereksi maksimal . Testis naik mendekati tubuh (kontraksi kremasterik). Skrotum menebal dan mengencang. Otot pelvis dan gluteal menegang sebagai persiapan ejakulasi. Aktivitas Sistem Saraf: Campuran antara aktivasi parasimpatis dan simpatis . Persiapan neuro-muskular menuju orgasme. Kondisi Psikologis: Terdapat ketegangan seksual tinggi, napas cepat, tekanan darah dan denyut jantung meningkat. 3. FASE PLATEAU
Fase-Fase Tahapan Seksual Pria Definisi: Puncak pengalaman seksual pria yang mencakup dua proses fisiologis utama: emisi dan ejakulasi , disertai dengan sensasi euforia. π a. Emisi (Emission Phase) Sistem saraf simpatis (T12βL2) mengaktifkan kontraksi: Vas deferens Vesikula seminalis Kelenjar prostat Cairan semen terdorong ke uretra posterior β siap untuk dikeluarkan. π b. Ejakulasi (Expulsion Phase) Refleks dikendalikan oleh pusat ejakulasi di medula spinalis (S2βS4) . Kontraksi ritmik otot bulbospongiosus dan pubococcygeus setiap 0,8 detik. Semen dikeluarkan secara eksplosif melalui uretra. Neurotransmiter yang Terlibat: Dopamin : peningkatan kenikmatan Oksitosin & vasopresin : penguatan ikatan afektif pasca-orgasme Endorfin : rasa nyaman dan sedasi pasca ejakulasi 4. FASE ORGASME
Fase-Fase Tahapan Seksual Pria Definisi: Fase di mana tubuh pria kembali ke kondisi fisiologis basal setelah orgasme. Proses Fisiologis: Penurunan cGMP β vasokonstriksi arteri penis β penis mengendur ( detumescence ) Pemulihan sirkulasi normal Periode Refrakter: Fase di mana pria tidak dapat mengalami orgasme kembali , meskipun distimulasi. Durasi: bervariasi (menit sampai jam) tergantung usia, kesehatan, dan hormon. Dipengaruhi oleh: prolaktin tinggi, penurunan dopamin 5. FASE RESOLUSI
Kelainan Aktivitas Seksual pada Pria Definisi : Ketidakmampuan menetap untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk hubungan seksual yang memuaskan. Klasifikasi: Organik (70β80%) Vaskulogenik: aterosklerosis arteri penis, penyakit jantung koroner Neurogenik: cedera medula spinalis, multiple sclerosis Hormon: hipogonadisme primer atau sekunder (β testosteron) Iatrogenik: akibat operasi pelvis, radiasi, obat antihipertensi/SSRI Psikogenik (20β30%) Fobia seksual, kecemasan kinerja, depresi, gangguan relasional Patofisiologi: Gangguan jalur NOβcGMP β relaksasi otot polos gagal β ereksi tidak terbentuk Masalah pada pembuluh darah penis β insufisiensi aliran masuk atau kebocoran vena Pemeriksaan Penunjang: Tes hormon: testosteron, prolaktin, LH Tes nocturnal penile tumescence (NPT) Duplex Doppler penis Tes psikometrik (IIEF) Tatalaksana: Farmakologi: PDE5 inhibitor (sildenafil, tadalafil) Non-farmakologi: terapi psikoseksual, vacuum erection device Bedah: implan penis, rekonstruksi vaskular Disfungsi Ereksi (Impotensia Erektil)
Kelainan Aktivitas Seksual pada Pria Definisi: Kegagalan menunda ejakulasi yang konsisten dan berulang dalam waktu <1 menit setelah penetrasi, dengan distres psikologis signifikan. Etiologi : Primer (sejak awal aktivitas seksual): sensitivitas refleks bulbospongiosus tinggi Sekunder: terkait dengan prostatitis, gangguan tiroid, kecemasan performa Patofisiologi: Hiperaktivitas serotonin 5-HT1A dan hipoaktivitas 5-HT2C β refleks ejakulasi dipercepat Gangguan pengendalian sistem simpatis spinal (T12βL2) Pemeriksaan Klinis: Intravaginal Ejaculatory Latency Time (IELT) Skala PEDT (Premature Ejaculation Diagnostic Tool) Tatalaksana : SSRI dosis rendah (dapoksetin, paroksetin) Teknik perilaku: "startβstop", "squeeze" Terapi pasangan Ejakulasi Dini (Premature Ejaculation)
Kelainan Aktivitas Seksual pada Pria Definisi : Keterlambatan atau ketidakmampuan ejakulasi meskipun terdapat ereksi dan stimulasi seksual cukup . Klasifikasi : Ejakulasi tertunda (delayed ejaculation) Anejakulasi: tidak terjadi ejakulasi Anejakulasi retrograd: ejakulasi ke kandung kemih Penyebab: Neuropati diabetik Trauma tulang belakang Obat (antidepresan, antipsikotik, Ξ±- bloker) Hipogonadisme berat Gangguan afektif berat Tatalaksana : Evaluasi status hormonal & neurologis Modifikasi terapi farmakologis Penanganan psikoseksual Ejakulasi Tertunda / Anejakulasi
Kelainan Aktivitas Seksual pada Pria Definisi: Penurunan atau tidak adanya fantasi dan hasrat seksual yang menetap dan menyebabkan distres klinis. Faktor Biologis : Penurunan testosteron total/bioavailable Hipotiroidisme, hiperkortisolisme Kelelahan kronis, penyakit sistemik (CKD, kanker) Faktor Psikologis & Sosial: Depresi, anhedonia Gangguan hubungan pasangan Riwayat trauma seksual Tatalaksana : Hormonal replacement therapy bila testosteron rendah Terapi kognitif-perilaku Manajemen stres dan gangguan suasana hati Libido Rendah (Hypoactive Sexual Desire Disorder, HSDD)
Kelainan Aktivitas Seksual pada Pria Definisi: Ereksi penis persisten >4 jam tanpa stimulasi seksual dan tidak disertai orgasme. Klasifikasi: Iskemik (low-flow): darurat medis, paling umum (95%) Non-iskemik (high-flow): trauma arteri penis β fistula Stuttering priapism: bentuk berulang, sering pada anemia sel sabit Patofisiologi Iskemik: Sumbatan aliran vena β hipoksia jaringan β nyeri berat β nekrosis Penyebab: Obat: trazodon, papaverin injeksi, PDE5 berlebihan Gangguan darah: leukemia, anemia sel sabit Trauma penis Pemeriksaan : GDA darah kavernosum USG Doppler penis Tatalaksana Iskemik: Aspirasi darah kavernosum Injeksi Ξ±- agonis (phenylephrine) Shunting (bila gagal konservatif) Priapismus
Kelainan Aktivitas Seksual pada Pria Contoh: Parafilia: voyeurisme, frotteurisme, pedofilia β biasanya muncul di usia remaja Egosintonik vs egodistonik: penting untuk diagnosis dan pendekatan terapi Gender Dysphoria: bukan disfungsi seksual, tapi dapat berkorelasi dengan ketidakpuasan fungsi seksual Penanganan: Pendekatan psikiatrik β CBT, farmakoterapi SSRI, dan evaluasi hukum bila melibatkan risiko Kelainan Identitas atau Preferensi Seksual
Fase-Fase Respons Seksual Perempuan Sistem Saraf Otonom: Parasimpatis (S2βS4): memediasi vasokongesti β lubrikasi vagina & ereksi klitoris. Simpatik (T10βL2): berperan pada kontraksi rahim dan orgasme . Pusat Otak: hipotalamus (area preoptic & ventromedial), korteks limbik, amigdala β mengintegrasi emosi, ingatan, dan rangsangan seksual. Hormon: estrogen, progesteron, oksitosin, dopamin, serotonin, prolaktin, dan endorfin memodulasi perilaku seksual dan orgasme. Landasan Neuroendokrin dan Psikoseksual
Fase-Fase Respons Seksual Perempuan Definisi : Dorongan psikologis dan biologis untuk terlibat dalam aktivitas seksual. π¬ Mekanisme Fisiologis: Diatur oleh dopaminergik mesolimbik β sistem reward otak. Dipengaruhi estrogen (meningkatkan sensitivitas klitoris & sirkulasi genital). Testosteron (meski kadarnya lebih rendah dibanding pria) juga memengaruhi libido . π Gangguan: Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD), dapat idiopatik atau sekunder karena stres, depresi, hipotiroidisme, atau menopause. 1. Fase Hasrat (Desire Phase)
Fase-Fase Respons Seksual Perempuan π¬ Perubahan Fisiologis: Lubrikasi vagina terjadi akibat transudasi plasma dari dinding vagina melalui peningkatan tekanan darah kapiler (vasokongesti). Klitoris mengalami ereksi (corpus cavernosum klitoris mengisi darah). Labia minora membesar dan memerah, vagina memanjang & melebar (tenting effect) . Pengaruh Saraf: Saraf pudendus β motorik otot-otot bulbospongiosus, ischiocavernosus. Saraf viseral β modulasi vaskularisasi dan lubrikasi. 2. Fase Arousal / Eksitasi
Fase-Fase Respons Seksual Perempuan π Definisi: Tahap puncak dari rangsangan seksual sebelum orgasme . π¬ Ciri Khas: Kongesti vena maksimal pada organ genital eksternal. Klitoris terangsang maksimal , bahkan bisa tertarik ke bawah hood (preputium klitoris). Dinding luar vagina (sepertiga distal) menebal , membentuk orgasmic platform . Otot levator ani dan sfingter ani eksternal mulai menegang. 3. Fase Plateau
Fase-Fase Respons Seksual Perempuan π Definisi: Serangkaian kontraksi otot polos dan rangka secara ritmis yang menyebabkan sensasi puncak kenikmatan seksual. π¬ Aktivitas Fisiologis: Kontraksi otot ritmis (0,8 detik interval): Otot vagina sepertiga bawah Uterus (fundus β serviks) Anus Pelepasan endorfin & oksitosin β menciptakan efek euforia, kedekatan emosional. Aktivasi area otak limbik β amigdala dan hippocampus. Catatan Klinis: Wanita bisa mengalami orgasme multipel karena tidak adanya periode refrakter. Orgasme tidak wajib terjadi agar hubungan seksual dianggap "normal" secara fisiologis. 4. Fase Orgasme
Fase-Fase Respons Seksual Perempuan π¬ Definisi: Kembali ke keadaan fisiologis normal setelah orgasme atau penghentian stimulasi . π½ Perubahan yang Terjadi: Vasokonstriksi β darah keluar dari jaringan erektil klitoris dan labia. Lubrikasi berhenti , otot relaksasi. Uterus dan vagina kembali ke posisi semula . β οΈ Tidak Ada Refractory Period: Berbeda dari pria, perempuan bisa langsung masuk kembali ke fase eksitasi β plateau β orgasme lagi jika distimulasi ulang. 5. Fase Resolusi
Siklus menstruasi adalah serangkaian perubahan fisiologis yang terjadi pada sistem reproduksi perempuan sebagai respons terhadap perubahan hormon. Siklus ini mengatur pematangan telur, ovulasi, dan kesiapan rahim untuk menerima kehamilan . π§ Fase Folikular (Hari 1β14) Pada fase ini, terjadi pematangan folikel di ovarium yang dipengaruhi oleh FSH (Follicle-Stimulating Hormone) yang diproduksi oleh kelenjar pituitari anterior. Selama fase ini, folikel yang paling matang berkembang menjadi folikel dominan yang akan melepaskan ovum pada ovulasi. Hormon yang terlibat: Estrogen (produksi oleh sel granulosa folikel) meningkat, merangsang penebalan endometrium (lapisan rahim). FSH menginisiasi pematangan folikel, namun pada kadar tinggi, FSH akan dipengaruhi oleh inhibin B yang menghambatnya. Fertilitas Perempuan 1. Siklus Menstruasi
Ovulasi (Hari 14) Ovulasi terjadi ketika folikel matang pecah dan melepaskan ovum yang siap dibuahi. Proses ini dipicu oleh lonjakan LH (Luteinizing Hormone) yang terjadi secara tiba-tiba pada sekitar hari ke-14 dari siklus menstruasi . Ovum (sel telur) kemudian menuju tuba falopi untuk bertemu dengan sperma. Pada tahap ini, endometrium yang sebelumnya dipersiapkan untuk menerima telur yang dibuahi semakin tebal untuk memfasilitasi implantasi jika terjadi pembuahan. Fertilitas Perempuan 1. Siklus Menstruasi
Fase Luteal (Hari 15β28) Setelah ovulasi, folikel yang pecah berubah menjadi korpus luteum yang menghasilkan progesteron untuk menyiapkan endometrium untuk implantasi embrio. Jika tidak ada pembuahan, korpus luteum akan mengalami degenerasi dan menurunkan kadar progesteron, yang menyebabkan deskuamasi lapisan endometrium dan dimulainya menstruasi . Hormon yang terlibat: Progesteron berperan penting dalam menstabilkan dan mempersiapkan endometrium untuk implantasi. Estrogen juga tetap terlibat, namun dalam kadar lebih rendah dibandingkan fase folikular. Fertilitas Perempuan 1. Siklus Menstruasi
π Masa Subur: Masa subur pada perempuan terjadi pada sekitar 5 hari sebelum ovulasi dan 1 hari setelah ovulasi. Ini adalah periode di mana peluang terjadinya pembuahan sangat tinggi. Ovum hanya dapat bertahan hidup sekitar 12β24 jam setelah ovulasi, sedangkan sperma dapat bertahan di saluran reproduksi perempuan selama 3β5 hari. π¬ Proses Pembuahan: Setelah ovulasi, ovum diambil oleh tuba falopi dan dipertemukan dengan sperma di dalam tuba. Sperma bergerak menuju sel telur untuk penetrasi melalui proses akrosomal reaksi , di mana sperma melepaskan enzim untuk menembus zona pelusida (lapisan pelindung ovum). Setelah penetrasi, sel telur akan mengeluarkan sinyal untuk mencegah masuknya sperma lainnya. Fertilitas Perempuan Masa Subur dan Waktu Terjadinya Pembuahan:
π¬ Usia: Usia optimal untuk fertilitas perempuan adalah antara 20β30 tahun. Fertilitas menurun setelah usia 30, dengan penurunan yang lebih signifikan setelah usia 35 tahun. Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah dan kualitas telur serta peningkatan risiko gangguan kromosom pada telur. π¬ Keseimbangan Hormon: Keseimbangan hormon sangat penting untuk regulasi siklus menstruasi dan ovulasi yang normal: FSH & LH memainkan peran penting dalam pengaturan folikulogenesis dan ovulasi. Estrogen mengatur penebalan endometrium dan maturasi folikel. Progesteron diperlukan untuk mempersiapkan endometrium untuk implantasi dan mempertahankan kehamilan awal. Fertilitas Perempuan Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas Perempuan
π¬ Kesehatan Organ Reproduksi: Ovarium: Gangguan pada ovarium, seperti PCOS (Polycystic Ovary Syndrome) , dapat mengganggu ovulasi. Rahim: Anomali seperti fibroid rahim atau malformasi dapat menghalangi implantasi atau menyebabkan keguguran. Tuba falopi: Penyumbatan atau kerusakan pada tuba falopi akibat infeksi atau adhesi dapat menghalangi pertemuan sperma dan ovum. π¬ Gaya Hidup & Nutrisi: Berat badan: Kekurangan atau kelebihan berat badan dapat mempengaruhi keseimbangan hormon. Alkohol, merokok, dan obat-obatan: Dapat menurunkan kualitas telur dan sperma, serta mempengaruhi ovulasi dan pembuahan. Stres: Dapat mempengaruhi sekresi hormon reproduksi dan mengganggu ovulasi. Fertilitas Perempuan Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas Perempuan
π§ͺ Pemeriksaan Hormon: FSH & LH: Untuk mengevaluasi fungsi ovarium dan fase-fase siklus menstruasi. Estradiol & Progesteron: Untuk menilai kesiapan endometrium dan ovulasi. AMH (Anti-MΓΌllerian Hormone): Sebagai penanda cadangan ovarium, memberikan gambaran tentang jumlah telur yang tersisa. Prolaktin: Untuk mengevaluasi hipofungsi pituitari atau gangguan terkait menyusui. π§ββοΈ USG Ovarium & Rahim: USG transvaginal untuk menilai struktur ovarium (polikistik, folikel dominan) dan rahim (fibroid, polip). Dapat digunakan untuk memantau folikulogenesis selama terapi stimulasi ovarium. Fertilitas Perempuan Pemeriksaan Fertilitas Perempuan
π Pemeriksaan Patensi Tuba Falopi: Hysterosalpingografi (HSG): Pemeriksaan radiologi yang menggunakan kontras untuk memeriksa apakah saluran tuba falopi terbuka atau tersumbat. Laparoskopi: Dilakukan dalam kasus yang lebih kompleks untuk melihat langsung tuba falopi dan ovarium. π Tes Ovulasi: Tes urin yang mendeteksi lonjakan LH beberapa jam sebelum ovulasi, membantu menentukan waktu subur. Fertilitas Perempuan Pemeriksaan Fertilitas Perempuan
π§ Syndrom Ovarium Polikistik (PCOS): Definisi: Gangguan hormonal yang menyebabkan ovarium menghasilkan folikel yang tidak matang, gangguan ovulasi, dan peningkatan kadar androgen. Gejala: Siklus menstruasi tidak teratur, infertilitas, peningkatan berat badan, hirsutisme, dan jerawat. Tatalaksana: Terapi hormon (pil KB), induksi ovulasi (clomiphene, letrozole), dan pengelolaan metabolik. π§ Endometriosis: Definisi: Jaringan endometrium tumbuh di luar rongga rahim, menyebabkan nyeri dan infertilitas. Gejala: Nyeri pelvis kronis, dismenorea, dan kesulitan hamil. Tatalaksana: Obat penghambat hormon, laparoskopi untuk pengangkatan jaringan endometrial, atau prosedur fertilisasi in vitro (IVF). Fertilitas Perempuan Patologi Fertilitas