Asuhan Keperawatan Pasien dengan Akut Myeloid Leukimia

desymonica1 42 views 26 slides Oct 04, 2024
Slide 1
Slide 1 of 26
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26

About This Presentation


Slide Content

i
LAPORAN AKHIR PELATIHAN
ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE MYELOID LEUKEMIA (AML) PASIEN A.N
R DENGAN KEMOTERAPI DI RUANG RAMBANG 1/KEMOTERAPI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PELAMBANG
OLEH :
DESTI ELZA MUSLIMAH, S.KEP., NERS
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK RI
2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien A.n R Dengan Acute Myeloid leukemia”. Penulisan karya ilmiah ini, penulis
mendapatkan bantuan, bimbingan, dorongan serta pengarahan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, besar harapan penulis semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Palembang, Juli 2022
Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A.Latar Belakang................................................................................................................1
B.Tujuan Penulisan.............................................................................................................4
C.Manfaat Penulisan...........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................................6
A.Konsep Penyakit AML....................................................................................................6
B.Konsep Asuhan Keperawatan pada AML.....................................................................12
C.Gambaran kasus pasie AML....................................... Error! Bookmark not defined.3
D.Keterkaitan Materi dengan Kasus.................................................................................18
BAB III PENUTUP..................................................................................................................20
A.Kesimpulan...................................................................................................................20
B.Saran..............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................21

1
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kesehatan menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1992 merupakan suatu
unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan diarahkan untuk
mempertinggi derajat kesehatan yang bermakna bagi pembangunan dan
pembinaan sumber daya manusia dan sebagai modal bagi pelaksanaan
pembangunan nasional. Saat ini tantangan negara Indonesia untuk terus
berkembang berada dalam masa transisi epidemiologi dimana terjadi pergeseran
masalah kesehatan dari penurunan perlahan penyakit infeksi dan meningkatnya
secara bertahap penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular (PTM). PTM
bukan menjadi suatu kebanggaan suatu negara akibat perkembangan yang dialami
tetapi menjadi ancaman tersendiri, hal ini dikarenakan PTM menjadi penyebab
utama kematian secara global.
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa hampir dua
pertiga dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia tahun 2008 disebabkan oleh
penyakit tidak menular dengan proporsi penyakit cardiovaskular 39%; diikuti
kanker 27%; sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan
PTM yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian; serta 4%
kematian disebabkan diabetes (Kementrian Kesehatan RI, 2012). Kanker
merupakan penyakit pembunuh nomor dua setelah penyakit kardiovaskular.
Namun yang menjadi masalah yang pelik di hadapi saat ini adalah kematian anak
akibat berkembangnya penyakit kanker pada anak dari tahun ke tahun. Hal ini
sesuai dalam target pencapaian The Suitable Development Goals (SDGs) yang
telah dicanangkan oleh negara di seluruh dunia dengan komitmen untuk
menurunkan angka kematian anak di dunia (Kemenkes RI, 2015). Penyakit yang
sering menyebabkan kematian pada anak salah satunya adalah leukemia
(Kementrian Kesehatan RI, 2011). Angka kematian akibat penyakit leukemia
mencapai 50-60% karena umumnya penderita datang terlambat atau sudah dalam
stadium lanjut (Kementrian Kesehatan RI, 2011). Menurut data statistik
kanker Surveillance,

2
Epidemiology, and End Results Program National Cancer Institute, prevalensi
leukemia sebesar 13,7 per 100.000 populasi per tahun, dan jumlah kematian
leukemia sebesar 6,8 per 100.000 populasi per tahun (Duggan, et al., 2016).
Tahun 2017 diperkirakan sebanyak 62.130 kasus baru leukemia dan 24.500 orang
akan meninggal karena leukemia. Menurut data Sistem Registrasi Kanker di
Indonesia (SriKanDI) tahun 2005-2007 menunjukkan bahwa leukemia merupakan
kanker tertinggi yang terjadi pada anak di Indonesia yaitu sebesar 2,8 per 100.000
kasus (Kementrian Kesehatan RI, 2011).
Leukemia merupakan salah satu jenis kanker yang dapat merusak darah dan
juga sumsum tulang, di mana sel-sel darah dibuat secara abnormal yang dapat
terjadi akibat adanya pertumbuhan yang bersifat irreversible dari sel induk dari
darah (American Cancer Society, 2014). Ada 4 subtipe leukemia yang ditemukan
yaitu leukemia limfositik akut, leukemia mieloid akut, leukemia limfositik kronis,
dan leukemia mieloid kronis (Belson, Kingsley, & Holmes, 2007). Leukemia
dikatakan akut atau kronis tergantung pada sebagian besar sel-sel abnormal, jika
sel-sel lebih menyerupai sel punca (imatur) maka dikatakan akut, sedangkan jika
sel-sel lebih menyerupai sel normal (matur) maka dikatakan kronis (Laurenti,
2017). Leukemia mieloid akut atau acute myeloid leukemia (AML) merupakan
suatu penyakit keganasan yang dapat berkembang dengan sangat cepat dan terjadi
pada sumsum tulang pada jalur perkembangan sel mieloid (Safitri, 2005).
Acute myeloid leukemia diterminologikan sebagai kata akut karena penyakit
ini dapat berkembang secara progresif dan aktif serta menyebabkan kematian
dalam beberapa bulan jika tidak diterapi yang ditandai dengan adanya produksi
berlebih dari sel darah putih imatur yang disebut myeloblast atau leukaemioblast
(Yuliana, 2017). Data di Amerika Serikat pada tahun 2016 menyatakkan bahwa
kasus baru leukemia mieloid akut di estimasi terdapat sekitar 19.950 dan sekitar
10.430 kematian disebabkan karena AML (Yuliana, 2017). Insiden AML pada
anak berdasarkan data registrasi kanker di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI- RSCM mencatat kasus leukemia akut baru sebanyak 426 dari 741 (57,5%)
kasus keganasan yang didiagnosisantara tahun 2007-2010, acute myeloid
leukemia (AML) ditemukan 93 anak atau 21,8% (Sjakti, Gatot, & Windiastuti,
2012).

3
Manifestasi klinis dari leukemia adalah perdarahan. Manifestasi perdarahan
yang sering muncul pada 40-70 % penderita leukemia antara lain petekie, purpura
atau ekimosis. Gejala dari AML yang kadang kala menunjukkan gejala klinis
berupa lemas, gusi mudah berdarah, sakit kepala ataupun memar-memar pada
tubuh seringkali dianggap remeh oleh masyarakat, padahal penyakit ini dapat
berkembang dengan cepat sehingga membutuhkan perawatan yang segera agar
tidak berakibat fatal (Rofinda, 2012). Penanganan pada penderita leukemia
mieloid harus diberikan secepatnya agar penyakit AML tidak memburuk ataupun
berkembang dengan cepat atau tejadi komplikasi-komplikasi lain akibat penyakit
tersebut. Tindakan pengobatan yang digunakan adalah kemoterapi yang
merupakan terapi utama untuk AML (Safitri, 2005).
Kemoterapi adalah tindakan dengan menggunakan preparat antineoplastik
(sitostastika) untuk mebunuh sel kanker dengan menganggu fungsi dan reproduksi
selular. Obat kemoterapi tidak hanya menghancurkan sel-sel kanker tetapi juga
menyerang sel sehat karena kandungan dari obat sitostatika menimbulkan dampak
terutama mual muntah dengan taraf yang beragam bergantung dari tingkat
emetogenik obat tersebut (Wahyuni, Huda, & Utami, 2015).
Adapun masalah keperawatan yang sering muncul baik dari manifestasi
penyakit maupun dari terapi modalitas yang didapat adalah sebagai berikut yaitu
peningkatan suhu atau demam, penurunan produk darah baik RBC, WBC,
maupun trombosit, keluhan lai terkait terapi modalitas seperti mual-muntah,
penurunan nafsumakan, masalah integritas kulit akibat tirah baring. Maupun kasus
kegawat daruratan seperti hyperleukostas yang sering ditemukan adalah
leukostatis.
Keperawatan sebagai bentuk pelayanan profesional merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang komprehensif meliputi aspek bio-psiko-
sosio- spiritual baik secara lingkup klinis dan komunitas. Asuhan keperawatan
bukanlah satu-satunya peran yang perawat miliki dalam memberikan pelayanan
yang profesional bagi individu, keluarga maupun masyarakat tetapi juga berperan
sebagai educator, communicator, pengembang karir dan peneliti serta sebagai
conselor yang terus berupaya memberikan pelayanan yang optimal demi
meningkatkan derajat kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat (Potter &

4
Perry, 2010). Adapun upaya yang dilakukan demi meningkatkan perkembangan
ilmu dalam bidang kesehatan yaitu dengan melakukan berbagai penelitian untuk
mengurangi masalah kesehatan yang ada secara implikatif ataupun diperlukan
inovasi dibidang kesehatan khususnya ilmu keperawatan dalam pemberian asuhan
keperawatan berdasarkan evidence based saat ini.
Data Sumatera selatan sendiri mencatat prevalensi kasus penyakit tidak
menular khususnya kanker leukemia tahun 2015 mencapai 984 kasus (Kementrian
Kesehatan RI, 2015). Dan untuk data rekam medik Rumah Sakit Mohammad
Hoesin( RSMH) Palembang sendiri, insidensi kasus leukemia dari Januari 2018
hingga Januari 2019 tercatat sebanyak 863 orang penderita leukemia di RSMH
Palembang, dan dari seluruh kasus tersebut ada 184 pasien dengan acute myeloid
leukemia. Banyaknya masalah-masalah yang mungkin dapat dikaji pada pasien
anak dengan acute myeloid leukemia dan juga mengingat jumlah kasus tumor
non- solid ini semakin sering ditemui membuat penulis tertarik untuk lebih
memahami mengenai konsep penyakit acute myeloid leukemia dan konsep asuhan
keperawatan yang optimal pada pasien dengan acute myeloid leukemia.
B.Tujuan Penulisan
1.Tujuan Umum
Memamparkan tentang asuhan keperawatan dengan acute myeloid leukemia
2.Tujuan khusus
a.Mengetahui Konsep penyakit acute myeloid leukemia
b.Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien acute myeloid leukemia
c.Mengetahui gambaran umum kasus pasien dengan acute myeloid leukemia

5
C.Manfaat Penulisan
1.Bagi Instansi Keperawatan
Informasi dari penulisan ini diharapkan dapat berguna bagi instansi sebagai
laporan hasil asuhan keperawatan pada pasien kanker tumor non-solid (acute
myeloid leukemia

6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.Konsep Dasar Penyakit Acute myeloid Leukemia
1.Pengertian Acute myeloid Leukemia
Acute myeloid Leukemia adalah suatu tipe dari kanker yang berasal dari
kata Yunani leukosputih, haima-darah. Leukemia adalah kanker yang mulai dari
sel-sel darah. Penyakit ini terjadi ketika sel darah memiliki sifat kanker yaitu
membelah tidak terkontrol dan menggangu pembelahan sel darah
normal.Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang
sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow) (Padila,
2013). Leukemia adalah poliferasi sel lekosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan dan
dapat menyebabkan anemia, trombisitopeni dan diakhiri dengan kematian
(Nurarif & Kusuma, 2015)
Acute myeloid Leukemia merupakan leukemia yang mengenai sel stem
hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel myeloid. Acute myeloid
Leukemia merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi (Nurarif
& Kusuma, 2015). Acute myeloid Leukemia (AML) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel
progenitor dari seri myeloid. Bila tidak diatasi, penyakit ini akan mengakibatkan
kematian secara cepat dalam kurun waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah
diagnosis (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, K, & Setiati, 2010).
2.Etiologi Acute myeloid Leukemia
Penyebab dari penyakit leukemia tidak diketahui secara pasti. Faktor yang
diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia (Padila, 2013) yaitu:

7
a.Radiasi
Berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa :
1)Para pegawai radiologi berisiko untuk terkena leukemia.
2)Pasien yang menerima radioterapi berisiko terkena leukemia.
3)Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan
Nagasak di Jepang.
b.Faktor Leukemogenik
Terdapat beberapa zat kimia yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia :
1)Racun lingkungan seperti benzena : paparan pada tingkat-tingkat yang tinggi
dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia.
2)Bahan kimia industri seperti insektisida dan Formaldehyde.
3)Obat untuk kemoterapi : pasien-pasien kanker yang dirawat dengan obat-
obat melawan kanker tertentu adakalanya dikemudian hari mengembangkan
leukemia. Contohnya, obat-obat yang dikenal sebagai agen alkylating
dihubungkan dengan pengembangan leukemia bertahun-tahun kemudian.
c.Herediter
Penderita sindrom down, suatu penyakit yang disebabkan oleh kromosom
abnormal mungkin meningkatkan risiko leukemia, yang memiliki insidensi
leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.
d.Virus
Virus dapat menyebabkan leukemia menjadi retrovirus, virus leukemia feline,
HTLV-1 pada dewasa.
3.Patofisiologi Acute Myeloid Leukemia
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan kita
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai dengan perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Leukemia dapat meningkatkan
produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Sel darah
putih terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti
biasanya. Sel leukemia memblok produksi sel darah putih yang normal, merusak
kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemia juga dapat merusak produksi
sel darah lain

8
pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi
untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari sitem sel menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan yang terjadi sering kali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Penyusunan kromosom
(translokasi kromosom) menganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,
sehingga sel yang membelah tidak dapat terkendali dan menjadi ganas. Pada
akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-
sel yang menghasilkan sel-sel darah normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke
dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak
(Padila, 2013).
4.Manifestasi Klinis
Gejala-gejala pada leukemia akut yang nampak dan memburuk secara cepat antara
lain muntah, bingung, kehilangan kontrol otot, dan epilepsi. Leukemia juga dapat
mempengaruhi saluran pencernaan, ginjal, dan paru-paru. Gejala-gejalanya antara
lain yaitu kulit pucat (karena anemia), infeksi yang berulang-ulang seperti sakit
tenggorokan, pendarahan normal yang keluar dari gusi dan kulit, periode yang
berat pada wanita, kehilangan nafsu makan dan berat badan, gejala-gejala seperti
flu antara lain kecapekan dan tidak enak badan, luka di tulang sendi, perdarahan
hidung dan lebih mudah mendapat memar dari biasanya tanpa sebab yang jelas
(Desmawati, 2013). Tanda dan gejala yang biasa terjadi pada AML adalah adanya
rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan
sumsum tulang Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia.
Penderita AML dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm
3
)
biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada dan priapismus.
Selain itu juga menimbulkan gangguan metanbolisme yaitu hiperurisemia dan
hipoglikemia (Sudoyo et al., 2010)

9
5.Pemeriksaan Penunjang
a.Darah tepi
Gejala yang terlihat pada darah tepi sebenarnya berdasarkan pada kelainan
sumsum tulang, yaitu berupa pansitopenia, limfositosis yang kadangkadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapatnya sel blas.
Terdapat sel blas pada darah tepi yang merupakan gejala leukemia.
b.Sumsum tulang
Dari pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran yang monoton yaitu
hanya terdiri dari sel lomfopoetik patologis sedangkan sistem lain menjadi
terdesak (aplasia sekunder). Hiperselular, hampir semua sel sumsum tulang
diganti sel leukemia (blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya
leukemia gap (terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang
matang, tanpa sel antara). Sistem hemopoesis normal mengalami depresi.
Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang (dalam
hitungan 500 sel pada asupan sumsum tulang).
c.Biopsy limpa Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel-sel yang berasal
dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, ranulosit, pulp cell.
d.Kimia darah
Kolesterol mungkin merendah, asam urat dapat meningkat,
hipogamaglobulinemia.
e.Cairan serebrospinal
Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini
menunjukkan suatu leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi setiap saat
dari perjalanan penyakit baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan
kambuh. Untuk mencegahnya dilakukan fungsi lumbal dan pemberian
metotreksat (MTX) intratekal secara rutin pada setiap penderita baru atau
pada mereka yang menunjukkan gejala tekanan intracranial yang meninggi.
f.Sitogenetik 70-90% dari kasus LMK menunjukkan kelainan kromosom, yaitu
pada kromosom 21 (kromosom Phiadelphia atau Phl) 50-70% dari penderita
LLA dan AML mempunyai kelainan berupa :

1
1)Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid
(2n+a).
2)Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang
diploid.
g.Pemeriksaan immunophenotyping
Pemeriksaan ini sangat penting untuk menentukan klasifikasi imunologik
leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk pemeriksaan surface marker
guna membedakan jenis leukemia (Desmawati, 2013).
6.Penatalaksanaan Medis
Acute myeloid Leukemia Menurut Desmawati (2013) terapi pengobatan
yang dapat diberikan pada pasien leukemia akut adalah :
a.Tranfusi darah Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masih, dapat diberikan tranfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
b.Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya) Setelah
tercapai, remisi dosis dapat dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
c.Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih paten seperti
vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat
lainnya. Umumnya sistostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopsia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau
kandidiasis.
d.Imunoterapi
Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapainya remisi dan
jumlah sel leukemia yang cukup rendah, kemudian imunoterapi mulai
diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru masih dalam
pengembangan).

1
e.Kemoterapi
Merupakan cara yang lebih baik untuk pengobatan kanker. Bahan kimia yang
dipakai diharapkan dapat menghancurkan sel-sel yang oleh pembedahan atau
penyinaran tidak dapat dicapai. Penatalaksanaan pada penderita Acute
myeloid Leukemia yaitu dengan kemoterapi, yang terdiri dari 2 fase antara
lain :
1)Fase induksi; fase induksi adalah regimen kemoterapi yang sangat
intensif, bertujuan untuk mengendalikan sel-sel leukemia secara
maksimal sehingga akan tercapainya remisi yang lengkap.
2)Fase konsolidasi; fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari
fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa
siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis serta dosis yang
sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi.
Dengan pengobatan modern, angka remisi 5-0-70%, tetapi angka rata-
rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun
hanya 10%.
7.Komplikasi Acute myeloid Leukemia
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat Acute myeloid Leukemia
(AML), yaitu :
a.Gangguan sistem kekebalan tubuh.
Komplikasi yang paling umum terjadi pada penderita leukemia mieloblastik
akut. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit sendiri atau efek samping
obat yang digunakan selama pasien menjalani kemoterapi.
b.Perdarahan.
Leukemia mieloblastik akut menyebabkan tubuh lebih rentan mengalami
memar dan perdarahan karena trombositopenia. Perdarahan dapat terjadi di
lambung, paru, hingga otak.
c.Leukostasis, terjadi ketika jumlah sel darah putih dalam aliran darah sangat
tinggi (lebih 50.000/uLdarah). Leukostasis memicu terjadinya
penggumpalan sel darah putih yang dapat menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah dan terganggunya asupan oksigen ke sel-sel tubuh.
Kondisi ini mengakibatkan

1
gangguan fungsi berbagai organ tubuh, terutama otak dan paru-paru.
Langkah penanganan leukostasis dapat dilakukan dengan kemoterapi dan
leukapheresis untuk mengurangi jumlah sel darah putih yang beredar dalam
tubuh. Selain komplikasi dari AML, komplikasi juga dapat timbul dari
pengobatannya. Pasien yang telah menjalani kemoterapi dosis tinggi rentan
untuk mengalami kemandulan atau infertilitas.
B.Konsep Asuhan Keperawatan Acute myeloid Leukemia
1.Pengkajian
Melakukan pengkajian pasien AML sama seperti melakukan pengkajian pada
pasien pada umumnya yaitu terdiri dari Identitas (biodata), kaji adanya laergi
dan riwayat alergi, kaji keadaan umum, tanda-tanda vital, maupun berat
badan dan tinggi badan, lakukan pengkajian status ekonomi, psiko, sosial,
dan budaya, melakukan pengkajian nutrisi (strong-kids), lakukan pengkajian
nyeri bila ada, Lakukan pemeriksaan head to toe, kaji pola BAB dan BAK,
kaji keluhan terhadap integritas kulit, kaji jika ada luka. Selain itu lakukan
pengkajian data penunjang (Terapi obat, hasil pemeriksaan Laboratorium,
biopsi dll).
2.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Acute myeloid
Leukemia akan banyak ditemukan namun tetap saja penegakan diagnose
tergantung kondisi pasien antaranya :
a.Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi Hemoglobin
(D.0009)
b.Nausea b.d efek agen farmakologi d.d mengeluh mual, pucat, diaforesis
(D.0076)
c.Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, kelemahan (D.0056)
d.Resiko perdarahan b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
trombositopenia ((D.0142)
e.Resiko Infeksi b.d ketidak adekuatan pertanan primer (D.0142)
f.Hipertermia b.d proses penyakit (mis. Infeksi, Kanker) (D.0130)
g.Kesiapan peningkatan manajemen kesehatan (D.0112)

1
C.Gambaran Kasus Kelolaan
Pasien A.n R MRS tgl 01/07/2022, berjenis kelamin perempuan usia berusia
14 tahun dengan diagnose AML Relaps sedang dirawat di ruang rambang 1/
kemoterapi anak. Rencana kemoterapi dengan protocol kemoterapi AML. Saat
masuk rumah sakit hasil laboratorium Hb: 9,2g/dL, WBC: 29.99.10
3/
mm, Ht: 28
%, Trombosit: 11.10
3
/µ, Neutrofil: 6. Saat masuk pasien tampak pucat, pasien
tampak lesu, konjungtiva anemis. Pasien mendapatkan order darah TC 3 x 10 unit,
PRC 2 x 200 cc. Setelah masuk PRC pasien di rencanakan kemoterapi. Taggal
3/7/2022 pasien transfuse setelah keluarga donor PRC. Pasien di rencanakan kemo
setelah transfuse yaitu citarabin 5 hari (pemberian 2 kali/12 jam) dan
dounorubisin pemberian 3 kali pada hari 1, hari 3 dan hari 5. Berjalan 5 hari
setelah masuk MRS pasien mengeluh mual setiap mau makan, kadang-kadang
pasien memuntahkan makanannya, pasien mengeluh tidak nafsu makan pada hari
ke 6 setelah MRS, dan setelah di kaji pasien makan 5 sendok saja dan tidak
diiringin dengan snack. TD 90/60, N: 90, RR: 21, suhu 36,2. Bb: 39,5 Kg Tb:139
cm, BSA: 1,23 CRT>3. Pasien
sedang terapasang infus D5% ½ ns. Terapi rutin ondansentron 8 mg. Pasien
selesai kemoterapi tangl 10/7/2022 mengeluh demam Temp 39,2 Derajat Celcius,
Pasien di beri antipiretik oral PCT 500 mg (K/P > 38,5 Derajat Celcius). Namun 4
jam setelah pemberian PCT oral temp naik 39. 3 derajat celcius. Pemberian obat
citarabin H5 direncanakan masuk jam 16. Kemudian pasien disorder masuk PCT
IV 500mg (extra). Tgl 14/7/2022 pasien pulang.
Tentukan prioritas masalah dan buatlah intervensi keperawatan

1
NO
ASSESMENT KEPERAWATAN
DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
LUARAN INTERVENSI EVALUSI
DATA
SUBJEKTIF DAN
OBJEKTIF
ANALISIS DATA
1DS : -
Mengeluh Lesu
DO:
Pengisian
Kapiler >3
detik
Akral teraba
dingin
Warna kulit
pucat
Konjungtiva
Anemis
Frekuensi nadi
meningkat
Tekanan darah
menurun
Hemoglobin
turun 9,2g/dL
Hematokrit
menurun 28 %
AML

Hematopoesis
terhambat,
trombosit, leukosit,
eritrosit normal ↓,
leukosit imatur ↑

Suplai oksigen dan
nutrisi ke jaringan
dan sel berkuran

Perfusi perifer
tidak efektif
Perfusi perifer
tidak efektif b.d
penurunan
konsentrasi
Hemoglobin
(D.0009)
Luaran utama: Perfusi
perifer (L. 02011)
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan
selama 8 jam maka
perfusi perifer
meningkat, dengan
kriteria hasil:
Denyut nadi
perifer meningkat
Tekanan darah
membaik
Warna kulit
pucat menurun
Pengisian kapiler
membaik
Akral membaik
Turgor kulit
membaik
Perawatan
Sirkulasi (Utama)
(I.02079)
+
Manajemen
Hipovolemi
(pendukung)
(I.03116)
Observasi :
Periksa sirkulasi
perifer (nadi perifer,
edema, pengisian
kapiler, warna,
suhu)
Teraupetik :
Lakukan hidrasi
Hitung kebutuhan
cairan
Edukasi :
Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan (mis. luka
tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Anjurkan
menghindari
S: Keluhan lesu
berkurang
O:
Tekanan darah
membaik
Warna kulit pucat
menurun
Pengisian kapiler
membaik
Akral membaik
A: Diagnosis Perfusi
Perifer tidak efektif
teratasi atau belum
teratasi
P :
Sesuaikan dengan
keadaan pasien,
intervensi mana yang
tetap dilanjutkan,
direvisi, divalidasi, di
modifikasi dan atau di
stop

1
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian cairan
sesuai kebutuhan
Kolaborasi
pemberian produk
darah (pemberian
PRC 2 x 200 cc)
2Ds:
Mengeluh mual
Tidak berniat
makan
Makan sedikit
Tidak nafsu
makan
Do:
Memuntahkan
makanan
Pucat
N : 90 kali/menit
AML

Terapi non
pembedahan

Efek farmakologis
terapi

Mual sebelum, saat
dan sesudah terapi

Nausea
Nausea b.d efek
agen farmakologi
d.d mengeluh mual,
pucat, diaforesis
(D.0076)
Luaran Utama :
Tingkat Nausea (L.
08065)
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan
selama 1x 24 jam
maka tingkat nausea
membaik, dengan
kriteria hasil:
Keluhan mual
menurun
Perasaan ingin
muntah menurun
Nafsu
makan
meningkat
Takikardi membaik
Pucat membaik

Manajemen Mual
(I.03117)
Observasi :
Identifikasi faktor
penyebab mual
(mis. Pengobatan
dan prosedur)
Monitor mual (mis.
Frekuensi, durasi,
dan tingkat
keparahan)
Monitor asupan
nutrisi dan kalori
Teraupetik :
Kendalikan faktor
lingkungan penyebab
mual (mis. Bau tak
sedap, suara, dan
rangsangan visual
S :
Keluhan mual
menurun
Perasaan ingin
muntah menurun
Nafsu makan
meningkat
O :
Takikardi membaik
Pucat membaik
A :
Nausea teratasi atau
belum teratasi
P :
Sesuaikan dengan
keadaan pasien,
intervensi mana yang
tetap dilanjutkan,

1
yang tidak
menyenangkan)
Berikan makanan
dalam jumlah kecil
dan menarik
Edukasi :
Anjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika
merangsang mual
Ajarkan teknik
nonfarmakologi
untuk mengatasi
mual (mis. Hipnosisi,
relaksasi, distraksi,
akupresur, dan terapi
musik)
Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian
antiemetic. (Pasien
diberikan Inj. Ondan
8 mg/ 8 jam)
direvisi, divalidasi, di
modifikasi dan atau di
stop
20DS: -
DO: -
AML

Penurunan
produksi platelet
akibat
perkembangan
penyakit/
Resiko perdarahan
b.d
ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
sekunder:
trombositopenia
((D.0142)
Luaran utama: Tingkat
Perdarahan (L.02017)
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan
selama 2 x 24 jam
resiko perdarahan
Pencegahan
Perdarahan (I.02067)
Observasi:
Monitor tanda dan
gejala perdarahan
S :-
O:-
A :

1
Terapi Non-
pembedahan

ketidak adekuatan
pertahanan
sekunder

Trombositeopenia

Resiko Perdarahan
menurun membaik
maka dengan kriteria
hasil:
Hemoglobin
membaik
Hamtokrit membaik
Tekanan
darah
membaik
Denyut
nadi
membak
Suhu tubuh
membaik
Monitor nilai
hemoglobin dan
hemotokrit
Monitor koagulasi
Terapeutik
Pertahankan bed
rest
Edukasi:
Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
dan makanan
Kolaborasi:
Kolaborasi
pemberian produk
darah TC (3x 10
Unit)
Resiko perdarahan
teratasi atau belum
teratasi
P :
Sesuaikan dengan
keadaan pasien,
intervensi mana yang
tetap dilanjutkan,
direvisi, divalidasi, di
modifikasi dan atau di
stop
Ds:
Mengeluh demam
Do:
T : 39,2
derajat celcius
Teraba hangat
AML

ketidak adekuatan
pertahanan
sekunder
(Leukopenia)/
Penggunaan IV line
yang lama

Port d’ entri kuman
Hipertermia b.d
proses penyakit
(mis. Infeksi,
Kanker) (D.0130)
Luaran utama:
Termoregulasi
(L.02017)
Setelah dilakukan
intervensi keperawatan
selama 8 jam maka
termoregulasi
membaik dengan
kriteria hasil:
Manajemen hipertemi
(I.15506)
Observasi:
Monitor suhu
Monitor haluran
urin
Terapeutik
S : Keluhan demam
menurun
O:
Suhu menurun
Rasa hangat pada akral
menurun
A :

1

Peningkatan Vital
Sign

Peningkatan Suhu

Hieprtemi
Suhu tubuh
membaik
Tidak ada
menggigil/demam
Pertahankan cairan
oral
Beri kompres
Observasi tanda
infeksi pada daerah
insersi bila
penggunaan IV line
lama
Edukasi:
Anjurkan tirah
barimg
Kolaborasi:
Kolaborasi
pemberian cairan
intravena
Kolaborasi
pemberian
antipiretik (Kasus
ini pasien di beri
PCT oral 500mg, 4
jam kemudian PCT
flash dengan dosis
500 mg)
Hipertermi teratasi
atau belum teratasi
P :
Sesuaikan dengan
keadaan pasien,
intervensi mana yang
tetap dilanjutkan,
direvisi, divalidasi, di
modifikasi dan atau di
stop

1
D.Keterkaitan Kasus dengan Materi
Pada kasus ini pasien merupakan penderita AML Relaps yang telah menyelesaikan satu
lembar protokol kemoterapi AML.Sesuai dengan teori bahwasanya memang benar ditemukannya
tanda gejala pada pasien ini seperti teori AML pada umumnya yaitu kulit pucat (karena anemia),
infeksi yang berulang-ulang seperti sakit tenggorokan, pendarahan normal yang keluar dari gusi
dan kulit, periode yang berat pada wanita, kehilangan nafsu makan dan berat badan, gejala-gejala
seperti flu antara lain kecapekan dan tidak enak badan, luka di tulang sendi, perdarahan hidung
dan lebih mudah mendapat memar dari biasanya tanpa sebab yang jelas (Desmawati, 2013). Pada
pasien ini ditemukannya penurunan nilai hemoglobin dan trombosit yang merupakan penyebab
perjalanan penyakit akibat ketidak mampuan penderita dalam memproduksi produk darah yang
mature. Gejala meningkatnya leukosit pada darah juga ditemukan pada kasus ini 29.90 x 10
3
mm
walau belum masuk kategori hyperleukositosis namun peningkatan leukosit dari nilai rujukan
normal membuktikan bahwa teori terdahulu dan kasus yang ditemukan sekarang sejalan yang
mengatakan bahwa hyperleukositosii sering terjadi pada kasus ALL dan AML.
Pasien A.n R masuk dengan keluhan mau kemoterapi dengan nilai laboratorium
hemoglobin 9,2 g/dL. Gangguan produksi sel-sel darah ini menunjukkan bahwa kasusu sejalan
dengan teori. Pada kasus ini diangkatlah diagnosa perfusi perifer tidak efektif dengan intervensi
utama manajemen perfusi dikombinasi dengan manajemen hipovolemi. Salah satu intervensi
utama ini adalah dengan pemberian PRC 2 x 200 cc. Syarat terpenuhnya Hemoglobin > 10g/dL
sesuai dengan SOP Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Hal ini juga sesuai
dengan teori. Sedangkan untuk trombosit yang menjadi permasalahan pasien di pulangkan
dengan nilai trombosit di bawah normal sebelum pemberian TC 3 x 10 unit. Hal ini tentu tidak
lepas dari pertimbangan DPJP mengenai kondisi pasien dan discharge planning yang tepat.
Berdasarkan informasi di dapat bahwa pemulangan pasien atas permintaan pasien mengingat
pasien akan di lakukan kontrol ulang 3 hari setelah pemulangan. Harapannya adalah bagaimana
keputusan yang diambil DPJP dan keluarga merupakan keputusan yang terbaik dan tidak
menimbulkan permasalahan yang lebih lanjut. Hal ini juga sesuai dengan prinsif keperawatan
anak yaitu family center care dimana keputusan tindakan asuhan melibatkan keluarga dengan
tidak mengindahkan kondisi pasien.

2
Penegakan diagnosa mual sangat efektif setelah ditemukan gejala pada pasien. Jarang
sekali perawat mengangkat diagnose nausea karena menganggap mual merupan gejala bukan
diagnose. Namun pada Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia nausea merupan diagnose yang
tepat pada pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi. Karena pada teorinya jelas bahwa
demam dapat terjadi karena agan farmakologi berupan obat kemoterapi. Salah satu efek samping
dari kemoterapi adalah mual. Sehingga diagnose ini tepat untuk di tegakkan pada kasus ini
dengan data-data yang menunjang. Sedangkan untuk hipertemi sangat memnungkinkan
terjadinya hipertemi pada kasusu AML karena penurunan produksi leukosit atau leukopenia,
namun kasusu ini nilai leukosit diatas normal. Peningkatan suhu dapat dikarenakan penggunaan
IV line yg lama. Maka sangat penting bagi pemberi asuhan untuk menerapkan bundle Hais
PLABSI untuk menilai kepatenan IV line. Tnada infesi pada IV line dapat juga menyebabkan
peningkatan suhu pada pasien dengan perawtan lama. Maka sangat penting bagi pemberi asuhan
khususnya perawat memonitor IV line. Selain itu pada pemberian kemoterapi pemeriksaan
kepatenan IV dapat mencegah ekstravasasi dimana harapannya dan berdasarkan standar mutu
Rumah Sakit mengtargetkan kejadian ektravasasi adalah 0%. Pada kasus ini pemberian
antipiretik telah sesuai dengan asuhan medis dan teori namun tetap saja untuk mencegah
atraumatic care pada pasien lebih lanjut perawat di harap mampu mengidentifikasi lebih jelas
mengenai hal-hal apa saya yang mungkin memicul timbulnya infeksi.

2
BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Acute myeloid leukemia (AML) merupakan suatu keganasan pada sumsum tulang ditandai
proliferasi sel darah putih imatur yang dapat berkembang secara cepat jika tidak diterapi
dan berakibat fatal dalam beberapa bulan. Pengobatan utama yang digunakan adalah
kemoterapi. Tidak hanya perkembangan atau perjalanan penyakitnya saja yang banyak
menimbulkan permasalahan, namun terapi modalitas yang digunakan seperti kemoterapi
juga menimbulkan efek samping yang meninmbulkan masalah keperawtan seperti mual,
konstipasi, diare dll. Sehingga di harapkan perawat mampu menjalankan perannya sebagai
educator, collaborator, coordinator, care giver, dan researcher untuk terus mengembangkan
inovasi dalam pemberian asuhan keperawawatan.
Selain itu sebagai perawat anak di harapkan mampu memberikan modifikasi dan inovasi
asuhan yang sesuai dengan tumbuh kembang anak berdasarkan evidence based saat ini dan
penelitian terbaru.. Sehingga pemberian asuhan keperawatan yang ada di Indonesia dapat
bersaing demi pemberian asuhan yang efektif dan optimal. Adapun prinsif yang saat ini
tidak asing namun implikasinya belum meluas adalah prinsif keperawatan anak family
center care dan atraumatic care. Kedua prinsif ini diharapkan mampu berkembang dan
terimplikasi dengan baik di Indonesia mengingat anak bukanlah orang dewasa yang
dikecilkan. Asuhan yang di berikan di harapkan sesuai dengan konsep tumbuh kembang
dan permasalah bio- psiko-sosial-spiritual anak.
B.Saran
Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk mempelajari konsep
maupun praktik asuhan keperawatan pada anak acute myeloid leukemia (AML) serta
evidance based practice

2
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2014). Cancer Facts & Figures 2014. Atlanta: American Cancer
Society
Belson, M., Kingsley, B., & Holmes, A. (2007). Risk Factors for Acute Leukemia in Children: a
Review. Environmental Health Perspective, 115(1), 138-145.
Kementerian Kesehatan RI. (2010). Formularium Spesialistik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Kemenkes RI
Kemenkes RI. Kementrian Kesehatan RI. (2011). Pedoman Penemuan Dini Kanker pada Anak.
Jakarta: Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Badan Litbang
Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2015). Profil Penyakit tidak Menular. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI. (2019). Insidensi Kanker Darah di RSMH Palembang. Palembang:
Ditjen Yankes
Laurenti, L. (2017). Chlorambucil Plus Rituximab as Front-Line Therapy for Elderly and/or
Unfit Chronic Lymphocytic Leukemia Patients: Correlation with Biologically-based Risk
Stratification. Haematoligica Journal, 10(2).
Perry, A. G., & Potter, P. A. (2010). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Rofinda, Z. D. (2012). Kelainan Homeostasis pada Leukemia. Jurnal Kesehatan Andalas.
1(2), 68-74
Safitri, A. (2005). Pediatrics Acute Lymphoblastic Leukemia. Jakarta: Erlangga

2
Sjakti, H. A., Gatot, D., & Windiastuti, E. (2012). Hasil Pengobatan Leukemia Mieloblastik
Akut pada Anak. Sari Pediatri, 14(1), 40-45.
Wahyuni, D., Huda, N., & Utami, G. T. (2015). Studi Fenomenologi: Pengalaman Pasien Kanker
Stadium Lanjut yang Menjalani Kemoterapi. Jurnal Online Mahasiswa, 2(2). 1041-1047
Yuliana. (2017). Perkembangan Terapi Leukemia Mieloid Akut. CDK, 44(3), 216-220.
Tags