1.Istilah-istilah yang Digunakan dan Perubahannya:
Anak Luar Biasa:
Istilah ini sering digunakan dalam konteks anak yang memiliki kecerdasan atau bakat istimewa
di atas rata-rata. Meskipun demikian, istilah ini juga dapat merujuk pada anak dengan kondisi
khusus yang memerlukan layanan pendidikan khusus.
Anak Cacat:
Istilah ini cenderung memiliki konotasi negatif dan memandang anak dengan kondisi khusus
sebagai memiliki kekurangan. Penggunaan istilah ini telah mulai ditinggalkan karena dianggap
tidak sensitif dan meremehkan.
Penyandang Disabilitas:
Istilah ini lebih umum dan akurat dalam menggambarkan anak dengan kondisi khusus yang
memerlukan layanan khusus. Istilah ini menekankan pada hak-hak dan potensi anak dengan
disabilitas, serta kebutuhan mereka akan dukungan yang sesuai.
Anak Berkebutuhan Khusus:
Istilah ini merupakan istilah umum yang mencakup semua anak yang memiliki kondisi khusus
yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus, baik yang bersifat fisik, mental, intelektual,
sosial, atau emosional.
Difabel (Differently Abled):
Istilah ini menekankan pada perbedaan kemampuan, bukan pada kekurangan. Ia juga
menekankan bahwa anak dengan disabilitas masih dapat melakukan berbagai hal dengan cara
yang berbeda, kata Rumah Anak Mandiri.
Implikasi dalam Dunia Pendidikan:
Perubahan istilah ini memiliki implikasi penting dalam dunia pendidikan, antara lain:
Layanan Pendidikan:
Perubahan istilah ini mendorong perubahan dalam layanan pendidikan yang diberikan kepada
anak-anak dengan kondisi khusus. Fokusnya bukan lagi pada "mengobati" atau "memperbaiki"
kekurangan, tetapi pada memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan individu, kata
Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta.
Kurikulum:
Kurikulum juga perlu disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan belajar anak-anak dengan
kondisi khusus. Ini termasuk penggunaan metode pengajaran yang berbeda, penyesuaian
materi, dan dukungan tambahan yang dibutuhkan.
Sikap Guru:
Perubahan istilah ini juga diharapkan dapat mengubah sikap guru terhadap anak-anak dengan
kondisi khusus. Guru diharapkan lebih menghormati perbedaan, memahami kebutuhan
individu, dan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif.
Kesadaran:
Perubahan istilah ini juga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak-hak anak-anak
dengan kondisi khusus dan pentingnya memberikan mereka kesempatan untuk belajar dan
berkembang, kata Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta.
Dengan kata lain, perubahan istilah ini merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan
lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan menghormati perbedaan, di mana semua anak
dapat belajar dan berkembang sesuai dengan potensi masing-masing.
2.Kebutuhan Fisik/Kesehatan: Pemeriksaan kesehatan rutin, terapi okupasi untuk mengatasi
hiperaktifitas, dan pengaturan pola makan yang sehat.
Kebutuhan Sosial-Emosional: Pelatihan keterampilan sosial, dukungan emosional untuk
mengelola emosi dan frustrasi, serta kesempatan berinteraksi dengan teman sebaya dalam
lingkungan yang terstruktur.
Kebutuhan Pendidikan: Program pendidikan individual (PPI) yang disesuaikan dengan
kemampuan intelektual dan gaya belajarnya, dukungan guru pendamping khusus (GPK), dan
pemanfaatan hobinya (menyanyi) sebagai media pembelajaran
3.a. Pengertian Pendidikan Integrasi dan Pendidikan Inklusi:
Pendidikan Integrasi:
Sistem pendidikan yang menyatukan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal dalam
satu kelas, tetapi dengan sedikit penyesuaian di kurikulum dan metode pengajaran. Tujuannya
adalah agar anak berkebutuhan khusus dapat berpartisipasi di kelas reguler, tetapi tidak selalu
memberikan penyesuaian yang signifikan untuk memenuhi kebutuhan individu.
Pendidikan Inklusi:
Sistem pendidikan yang mengakomodasi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus,
dalam satu lingkungan belajar yang sama. Pendidikan inklusi melibatkan penyesuaian