Hal ini sebagaimana Mulyasa (2017: 88) menyatakan bahwa kinerja merupakan unjuk kerja yang ditunjukkan dalam penampilan , perbuatan , dan prestasi kerjanya sebagai akumulasi dari pengetahuan , keterampilan , nilai dan sikap yang dimilikinya . Selain itu kinerja bagi seorang guru tidak lepas dari melaksanakan tugas-tugasnya telah diatur di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 39 ayat 2 disebutkan bahwa tugas guru adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran , menilai hasil pembelajaran , melakukan pembimbingan dan pelatihan , serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat . Peraturan tersebut jelas bahwa tugas guru bukan hanya pembelajaran di kelas saja namun juga melakukan pembimbingan baik kepada peserta didik maupun sejawat , mengikuti dan melakukan pelatihan-pelatihan guna meningkatkan kompetensinya sehingga mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar serta guru diwajibkan melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat . Tentunya hal ini ada ketentuan yang ditetapkan dalam syarat kenaikan pangkat , jabatan dan golongannya bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), meskipun semua guru baik PNS maupun nonPNS pada dasarnya dapat melakukannya sebagai bentuk pengembangan diri . 6 Berdasarkan wawancara dengan empat Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMK Negeri di Kabupaten Batang pada hari Jum’at , 17 September 2021 tentang kinerja bahwa : 1) guru dalam pembuatan administrasi pembelajaran sering menunda nunda sehinga perangkat seringkali dilengkapi secara mendadak hanya pada saat ada supervisi / pemeriksaan terutama supervisi eksternal yang menyebabkan ketelitian , keaslian dan penerapannya kurang diperhatikan , 2) kecenderungan guru untuk mencontoh dan copy paste perangkat pembelajaran dari guru lain atau mengunduh dari internet hanya sekedar mengejar kelengkapan administrasi yang dibuktikan dengan adanya salah nama sekolah , nama kepala sekolah atau yang lain karena tidak diganti , 3) guru masih cenderung monoton dalam mengajar dan belum memaksimalkan penggunaan teknologi dan alat peraga / alat praktikum serta pembelajaran cenderung menarik hanya pada saat di supervisi . Itu dibuktikan dengan perbedaan rencana pelaksanaan pembelajaran untuk supervisi dan yang tidak , 4) masih ada guru yang kurang disiplin dalam mengajar dan tugas lainnya seperti terlambat dalam masuk kerja dan masuk kelas , 5) perangkat pembelajaran yang kurang lengkap . Guna mencapai tujuan yang ditetapkan , maka kinerja guru harus dioptimalkan dengan melibatkan berbagai komponen dalam proses pendidikan . Beberapa faktor internal yang dapat memengaruhi terhadap kinerja guru diantaranya adalah tingkat pendidikan , keterampilan , disiplin , sikap dan etika kerja , motivasi , tingkat kesehatan , penghasilan dan kesempatan berprestasi . Sedangkan aspek lainnya ( faktor eksternal ) yang berpengaruh terhadap kinerja guru adalah faktor kepemimpinan , teknologi , manajemen , kebijakan pemerintah , lingkungan , budaya organisasi dan iklim kerja ( Kusriyanto dalam Wahyudi 2009: 86). Guru dikatakan memiliki kinerja baik manakala guru mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan keprofesian dan keprofesionalannya sebagaimana Glasman , dalam Supardi (2014: 55) menjelaskan bahwa “Kinerja guru tidak hanya ditunjukan oleh hasil kerja , akan tetapi ditunjukan pula oleh perilaku dalam berkerja . Kinerja guru dapat terlihat jelas dalam pembelajaran yang diperlihatkan dari perolehan hasil belajar yang dihasilkan oleh peserta didik-peserta didiknya . Kualitas kinerja guru yang baik akan menunjukan hasil belajar peserta didik yang baik ”. Dalam kaitannya meningkatkan kinerja guru, salah satu kebijakan yang diambil adalah dengan pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan , bertahap , dan berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitas guru. Ruang lingkupnya meliputi perencanaan , pelaksanaan , evaluasi , dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik , pengetahuan , pemahaman , dan keterampilan . Program PKB tersebut meliputi diklat , belajar secara mandiri , workshop, membuat riset ilmiah , lanjut pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi , penataran , dan memperbanyak bacaan dari banyak sumber belajar ( Mulyasa , 2017). Menurut Danim (2011: 8), di Indonesia hanya sebagian kecil (5%) dari guru memiliki peluang mengembangkan keprofesiannya atas prakarsa lembaga baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah . Jika pelatihan diberikan secara merata , setiap guru di Indonesia hanya memiliki peluang mengikuti pengembangan profesi satu (1) kali dalam kurun waktu 20 tahun . Maka Danim menyarankan agar para guru melakukan pengembangan profesional secara mandiri . Kenyataannya program PKB ini belum berjalan dengan baik , hal ini sesuai dengan penelitian Kastawi , Nurkolis Siri. & Yuliejantiningsih , Yovitha . (2019) bahwa implementasi PKB bagi guru belum dilaksanakan secara efektif . Diantara kendala dalam implementasi PKB adalah kegiatan guru yang padat di sekolah , program dari pemerintah daerah kurang bahkan hampir tidak ada , kurangnya dana, dan tidak adanya pendampingan secara berkelanjutan dari pengawas ke sekolah . Penelitian lain berkaitan dengan implementasi PKB di Indonesia diantaranya oleh Najwa, L., Hadiwijaya , A. S., dan Setiadi, D. (2016) yang menyatakan bahwa pengembangan keprofesian berpengaruh terhadap kinerja guru dengan koefisien determinasi sebesar 43,8%. Penelitian Cahyaningrum , Chilvia F, Sudharto , & Nurkolis (2021) menyatakan ada pengaruh positif antara pengembangan keprofesian berkelanjutan terhadap kinerja guru sebesar 27%. Penelitian Alfarina dkk . (2019) menyatakan bahwa variabel pembinaan dan pengembangan keprofesian berkelanjutan ada hubungan sangat rendah dengan kinerja guru dalam pembelajaran . Penelitian Nugraheni , T. V. T., & Jailani , J. (2020) terdapat pengaruh yang signifikan antara PKB terhadap praktik pembelajaran guru matematika SMA di Kabupaten Kulon Progo .