Kelompok 7
Astri Kurnia Putri (K4325080)
Dyah Ayu Puspa Ningrum (K4325082)
Regina Fadilla kendradinata Herika
(K4325088)
Zahra Awwalia Mufidah (K4325093)
Pendahuluan
Islam bukan hanya agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga panduan
hidup yang membentuk masyarakat berperadaban tinggi.
Sejak pertama kali muncul pada abad ke-7 M di Jazirah Arab, Islam membawa ajaran tentang tauhid
(keesaan Allah), keadilan, ilmu pengetahuan, dan akhlak mulia.
Ajaran Islam berhasil mengubah masyarakat Arab Jahiliyah yang sebelumnya terpecah, berperang, dan
hidup tanpa aturan moral menjadi masyarakat yang beradab dan teratur.
Dari titik inilah lahir peradaban Islam, yaitu suatu sistem kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai Islam
dan memengaruhi dunia secara luas.
Peradaban Islam tidak hanya maju dalam bidang agama, tetapi juga dalam ilmu pengetahuan, sosial,
ekonomi, politik, budaya, dan seni.
Karena itulah, peradaban Islam dianggap sebagai salah satu peradaban terbesar dan paling berpengaruh
dalam sejarah dunia.
A. Menelusuri Pertumbuhan dan Perkembangan Peradaban
Islam
Perkembangan agama Islam sejak abad 14 silam turut mewarnai sejarah peradaban dunia. Bahkan pesatnya
perkembangan Islam ke Barat dan Timur membuat peradaban Islam kala itu dapat dilihat dari beberapa
indikator antara lain, keberadaan perpustakaan islam seperti Baitul Hikmah, Masjid Al-Azhar, Masjid
Qarawiyah yang digunakan sebagai pusat pengkajian dan pengembangan ilmu. . Tanda lainnya seperti
peninggalan karya intelektual muslim dari tokoh Ibnu Sina, Ibn Haytam, Imam Syafi’i, dll. Munculnya
gebrakan penemuan baru seperti penemuan kertas, karpet, kalender islam, seni arsitektur. Indikator yang
terakhir adalah pengatasnamaan nilai-nilai kebudayaan asasi sebagai manifestasi dari konsep islam, iman,
ihsan, dan taqwa. Islam mendorong budaya atas dasar silm (ketenangan),salam (kedamaian), salaamah
(keselamatan). Iman melahirkan budaya dengan landasan rasa amn (aman) dan amaanah (tanggung jawab
terhadap amanah). Kemudian didorong oleh ihsan dengan hasanah (keindahan) dan husn (kebaikan).
1.Periode Klasik ( 650-1250 M)
Pada periode ini, terbagi atas 2 masa, yang pertama masa kemajuan Islam I dan masa disintegrasi. Masa
kemajuan islam terjadi pada tahun 650-1000 M. Periode ini dimulai pada masa kekhalifahan Abu Bakar yang
menyebar hingga ke Damaskus, Mesir, Irak, Palestina, Persia, dan Afrika Utara. Dilanjutkan dengan dinasti
Umayyah, dimana penyebaran Islam makin luas dan ditandai dengan berkembangnya bahasa serta sastra arab.
Setelah dinasti Umayyah, kejayaan islam berikutnya ada pada masa dinasti Abbasiyah dengan pusat
pemerintahannya di Baghdad. Di masa keemasan tersebut berdirilah Bait Al-Hikmah sebagai pusat
perkembangan ilmu pengetahuan diantaranya berkembangnya ilmu kedokteran, astronomi, kimia, filsafat, dan
tafsir. Dari situlah muncul tokoh penting seperti Ibn Rushd (Averroes), Ibn Sina (Avicenna), Imam Bukhari,
Imam Syafi’i, dsb.
Masa yang kedua adalah masa disintegrasi yang terjadi pada tahun 1000-1250 M. Di masa ini terjadi perpecahan
politik dan berdirinya kerajaan-kerajaan kecil independen. Perpecahan tersebut mengakibatkan kemunduran
peradaban dan perpindahan ilmu ke Eropa dengan cara mengambil karya-karya ilmuwan muslim dengan
menerjemahkan karya ilmuwan Muslim.
2. Periode Pertengahan (1250-1800)
Di masa ini ditandai dengan stagnasi dan kemunduran dalam ilmu pengetahuan. Kemudian muncullah 3
kerajaan besar, antara lain Utsmani (Turki), Safawi (Persia), dan Mughal (India). Di masa inilah tepatnya di tahun
1453, terjadi kejadian penting yang menjadi penanda berakhirnya periode pertengahan, kejadian penting
tersebut ialah Penaklukkan Konstantinopel oleh Muhammad Al-Fatih.
Sejarah Islam dalam 3 Periode
Sejarah Islam dalam 3 Periode
3. Periode Modern (1800 M -Sekarang)
Masa ini dikenal sebagai masa kebangkitan Islam. Dunia barat mengalami kemajuan pesat dalam ilmu
pengetahuan, mendorong umat Islam melakukan pembaruan pemikiran (modernisasi). Tokoh
pembaharuan antara lain, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Jamaluddin Al-Afghani yang berasal dari
Mesir, kemudian dari India diantaranya Sir Sayyid Ahmad Khan, Sayyid Amir Ali, dan Muhammad Iqbal.
Sementara dari Indonesia sendiri ada K.H. Ahmad Dahlan, sosok pendiri organisasi Muhammadiyah dan
juga K.H. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama’. Tujuan dari pembaharuan ini diantaranya
mengembalikan kejayaan islam dengan menyesuaikan nilai-nilai islam dengan kemajuan zaman.
B. Menanyakan Faktor Penyebab Kemajuan dan
Kemunduran Peradaban Islam
Pada masa awal, kemajuan peradaban Islam sangat dipengaruhi oleh ajaran tauhid dan
semangat keilmuan yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Islam hadir sebagai kekuatan
pembebas dari fanatisme suku dan kebodohan masyarakat Jahiliyah, kemudian
berkembang pesat di masa Khulafāur Rāsyidīn, Dinasti Umayyah, dan terutama
Abbasiyah. Pada masa ini, umat Islam menunjukkan keterbukaan terhadap ilmu
pengetahuan dan budaya lain, seperti Yunani, Persia, dan Bizantium. Lembaga seperti
Baitul Hikmah menjadi pusat penerjemahan dan pengembangan ilmu, melahirkan
ilmuwan besar seperti Ibnu Sina, Al-Kindi, Al-Khawarizmi, dan Ar-Razi. Karya dan
pemikiran mereka tidak hanya memajukan dunia Islam, tetapi juga memberi dasar bagi
kebangkitan ilmu pengetahuan di Eropa melalui masa Renaissance. Faktor utama
kemajuan ini adalah kuatnya spiritualitas, semangat belajar, toleransi, dan dukungan
penguasa terhadap kegiatan ilmiah.
Namun, kejayaan itu mulai memudar akibat disintegrasi politik, perebutan kekuasaan,
fanatisme mazhab, dan hilangnya semangat keterbukaan terhadap ilmu. Umat Islam
lebih banyak terjebak dalam konflik internal dibanding pengembangan peradaban. Pada
masa pertengahan, tiga kerajaan besar, yaitu Utsmani, Safawi, dan Mughal tidak lagi
berfokus pada ilmu pengetahuan, sementara Eropa justru bangkit melalui rasionalitas
dan kebebasan berpikir. Meski demikian, beberapa tokoh Islam di Andalusia seperti
Ibnu Rusyd dan Ibnu Khaldun tetap memberi pengaruh besar bagi peradaban Barat.
Memasuki masa modern, muncul gerakan pembaruan oleh tokoh seperti Muhammad
Abduh, Jamaluddin al-Afghani, dan Ahmad Dahlan yang berupaya menghidupkan
kembali semangat ilmu, ijtihad, dan keterbukaan. Dengan demikian, kemajuan Islam
lahir dari semangat ilmu dan persatuan, sedangkan kemundurannya disebabkan oleh
perpecahan dan tertutupnya pikiran terhadap perubahan zaman.
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Filosofis dan
Teologis Kontribusi Islam bagi Peradaban Dunia
Peradaban Islam bertahan karena fondasi spiritualitasnya yang kuat, berbeda dengan peradaban lain yang
runtuh akibat kehilangan nilai spiritual. Keterbukaan dan toleransi menjadi ciri penting masa Bani Umayyah
dan Abbasiyah; ilmuwan Muslim dan non-Muslim bekerja sama dalam penerjemahan ilmu. Gerakan
penerjemahan besar di Baitul Hikmah (Baghdad) melahirkan banyak ilmuwan besar seperti Jabir ibn
Hayyan, Ar-Razi, dan Al-Kindi. Spiritualitas dan sikap kritis terhadap masa lalu menjadi kunci kemajuan;
umat Islam diajak tidak hanya bernostalgia, tetapi menggali kembali semangat ilmiah masa lampau.
Peradaban Islam dan Barat tidak seharusnya dipertentangkan, sebab keduanya merupakan bagian dari
kemanusiaan universal.
Ekspansi Islam membawa pengaruh hingga wilayah seperti Spanyol, menghasilkan kontak antar budaya dan
pertukaran ilmu ke arah Barat. Sifat sosial dan budaya Islam yang terbuka menciptakan peradaban yang
cosmopolitan dan inklusif, menerima ilmu dari berbagai bangsa seperti Yunani, Persia, India, Romawi, dan
Afrika. Ada dua pandangan mengenai asal mula filsafat Barat, yang pertama langsung dari Yunani melalui
tokoh-tokoh agama Kristen awal. Yang kedua melalui proses terjemahan dan pengembangan oleh para filsuf
Muslim seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Maka, Islam berperan sebagai penghubung antar peradaban dengan
semangat universal dan sikap positif terhadap pengetahuan dari luar.
Secara filosofis dan teologis, Islam menekankan pentingnya ilmu
pengetahuan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt., sebagaimana
tercermin dalam perintah “Iqra” yang menjadi dasar lahirnya peradaban
Islam. Islam juga membangun masyarakat madani yang berkeadilan dan
menghargai kerja sama lintas golongan. Namun, kemajuan Islam sempat
terhambat oleh pertentangan antara rasionalisme dan tasawuf serta
munculnya sikap anti-Barat yang menutup ruang dialog ilmiah. Padahal,
Islam mengajarkan keseimbangan antara akal dan hati sebagai kunci
kemajuan peradaban. Karena itu, umat Islam perlu menghidupkan
kembali semangat intelektual dan keterbukaan berpikir seperti pada masa
keemasan Islam.
D. Membangun Argumen tentang Kontribusi Islam Bagi
Peradaban Dunia
Kekuatan utama Islam dalam membangun peradaban dunia terletak pada kemampuan
umatnya mengoptimalkan dua potensi dasar manusia, yaitu akal dan hati (kalbu). Islam
menuntun manusia untuk mengembangkan keseimbangan antara olah pikir dan olah rasa
agar mampu menemukan kebenaran sejati. Orang yang lebih dominan akalnya akan
cenderung menjadi pemikir atau filsuf, sedangkan yang lebih menonjol hatinya
berkembang menjadi seniman atau ahli tasawuf. Keduanya berperan penting dalam
membentuk masyarakat yang berilmu, berakhlak, dan berperadaban. Dalam Islam,
semangat keilmuan itu berakar dari kata “Iqra” (bacalah), yang menjadi dasar filosofis
lahirnya tradisi berpikir kritis dan pencarian ilmu. Islam menempatkan ilmu sebagai kunci
kemajuan dan menjadikan aktivitas membaca, memahami, serta meneliti sebagai ibadah.
Dengan demikian, Islam bukan hanya agama spiritual, tetapi juga agama yang menjunjung
tinggi pengetahuan, kebebasan berpikir, dan tanggung jawab moral terhadap kemanusiaan.
Lebih jauh, pada bab ini menegaskan bahwa kejayaan Islam klasik yang melahirkan para
ilmuwan besar seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, dan Ibnu Rusyd tidak lepas dari keterbukaan
umat Islam terhadap ilmu dari berbagai bangsa seperti Yunani, Romawi, dan Persia. Sikap
terbuka, toleran, dan rasional ini menjadikan Islam sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia
pada masanya. Namun, ketika sikap ilmiah itu tergantikan oleh fanatisme buta dan
munculnya budaya “takfir” (pengucilan terhadap pemikiran yang berbeda), peradaban Islam
mulai meredup. Abdus Salam, ilmuwan muslim peraih Nobel, menegaskan bahwa
kemunduran sains di dunia Islam disebabkan oleh hilangnya semangat ilmiah, sikap
intoleran, dan tertutup terhadap perbedaan. Oleh karena itu, umat Islam modern dituntut
untuk menghidupkan kembali semangat rasional, terbuka, dan kritis, sebagaimana
dicontohkan para ilmuwan masa keemasan. Dengan mengembalikan nilai-nilai intelektual
dan spiritual Islam yang seimbang, umat Islam akan mampu kembali berperan dalam
membangun peradaban global yang damai, berkemajuan, dan memberi manfaat bagi
seluruh umat manusia.
Kesimpulan
Islam adalah agama yang sempurna dan universal. Melalui ilmu, akhlak, dan persatuan, Islam pernah
memimpin dunia dalam kemajuan dan keadilan. Kemunduran umat Islam bukan karena ajaran Islamnya,
tetapi karena umatnya meninggalkan semangat belajar dan berpikir. Besarnya peradaban umat pada masa itu
dipengaruhi dari sikap toleransi antar umat beragama dan sikap kritis. Tugas generasi sekarang adalah
menghidupkan kembali semangat peradaban Islam dengan belajar, bekerja keras, dan berpegang pada nilai-
nilai Al-Qur'an dan Sunnah. Dengan begitu, Islam bisa kembali menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan
lil 'alamin).