KETENTUAN KHUSUS DAN SISTEM PERADILAN PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
hendraarmahar
8 views
23 slides
Nov 01, 2025
Slide 1 of 23
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
About This Presentation
Karaktersitik alat bukti, Eddy Hiariej mengemukakan, terdapat empat konsep pembuktian, yaitu :
Suatu alat bukti harus relevan dengan perkara yang diproses (prinsip relevansi);
Alat bukti harus dapat diterima (prinsip admissible)
Alat bukti harus didapatkan dengan tidak melawan hukum (prinsip exclusi...
Karaktersitik alat bukti, Eddy Hiariej mengemukakan, terdapat empat konsep pembuktian, yaitu :
Suatu alat bukti harus relevan dengan perkara yang diproses (prinsip relevansi);
Alat bukti harus dapat diterima (prinsip admissible)
Alat bukti harus didapatkan dengan tidak melawan hukum (prinsip exclusionary rules);
Alat bukti harus dapat dievaluasi hakim
Size: 320.33 KB
Language: none
Added: Nov 01, 2025
Slides: 23 pages
Slide Content
KETENTUAN KHUSUS DAN SISTEM PERADILAN PIDANA
DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
KETENTUAN KHUSUS DAN SISTEM PERADILAN PIDANA DALAM
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Beberapa ketentuan khusus yang diatur dalam
Undang-Undang Tipikor, diantaranya :
Mengenai alat bukti
Pemeriksaan in absentia
Pembalikan beban pembuktian
SEKILAS TENTANG PEMBUKTIAN
Karaktersitik alat bukti, Eddy Hiariej mengemukakan, terdapat empat
konsep pembuktian, yaitu :
1.Suatu alat bukti harus relevan dengan perkara yang diproses (prinsip
relevansi);
2.Alat bukti harus dapat diterima (prinsip admissible)
3.Alat bukti harus didapatkan dengan tidak melawan hukum (prinsip
exclusionary rules);
4.Alat bukti harus dapat dievaluasi hakim
Tujuan dari pembuktian dalam perkara pidana pada prinsipnya adalah
untuk mencari suatu kebenaran materiil
Pembuktian
Dakwaan Pembuktian
> Tujuannya :
untuk memperoleh kepastian bahwa apa
yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan
kepada terdakwa adalah benar.
> Dengan cara memeriksa :
# mengenai apakah peristiwa/perbuatan
tertentu sungguh pernah terjadi Mengenai
# mengapa peristiwa tersebut terjadi (motif)
Maka dari itu pemeriksaan terdiri dari :
Menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dapat di
terima oleh panca indera ;
memberikan keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang telah
diterima tersebut ;
Mengggunakan pikiran logis.
Manfaat dengan adanya pembuktian tersebut :
hakim dapat menggambarkan dalam pikiran nya apa yang
sebenarnya terjadi ;
sehingga memperoleh keyakinan tentang hal tersebut ;
meskipun ia tidak melihat/mendengar/merasakan sendiri.
Alat Bukti (Pasal 184 KUHAP)
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Teori Sistem Pembuktian
•Teori Keyakinan
–Hakim mendasari keputusan hanya dengan
keyakinan/perasaan nya semata & kesan pribadi
–Tanpa terikat oleh aturan hukum tertentu
–Hakim tidak wajib mengemukakan alasan hukum yang dipakai
dalam memutuskan.
–Hakim bebas menunjuk alat bukti dalam persidangan,
termasuk upaya pembuktian yang sulit diterima oleh akal
(mis.mistik)
–Banyak terdapat dalam sistem peradilan juri atau pengadilan
distrik sebelum KUHAP.
•Positive- Wettelijk Theory
–Alat bukti yang dapat diajukan di persidangan ditentukan oleh
undang-undang
–Hakim harus & berwenang untuk menetapkan terbukti atau
tidaknya suatu perkara yang diperiksanya, walaupun
berangkali hakim sendiri belum yakin atas kebenaran
putusannya itu.
–Apabila hal tsb diatas terjadi, hakim akan mengambil putusan
yang sejajar. Artinya bahwa putusannya itu harus berbunyi
tentang sesuatu yang tidak dapat dibuktikan adanya
–Misal 2 saksi disumpah mengatakan seseorang itu salah,
maka hakim harus menjatuhkan putusan bersalah walaupun
hakim sendiri tidak yakin.
Teori Sistem Pembuktian
•Negative-Wettelijk Theorie
–Positive wettelijk theory + keyakinan hakim yang didapat dari
alat bukti
–Terdapat dalam Pasal 183 KUHAP
•“ hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya duat alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suau tindakan
pidana benar-benar terjadi dan bawha terdakwalah yang
bersalah melakukannya”
•Negatif maksudnya ialah walaupun dalam suatu perkara terdapat
cukup bukti sesuai UU, maka hakim belum boleh menjatuhkan
hukuman sebelum memperoleh keyakinan tentang kesalahan
terdakwa.
Teori Sistem Pembuktian
•Vrije Bewijs Theorie / Conviction Raissonee (Pembuktian Bebas)
–Ditentukan bahwa hakim dalam menyebutkan alasan-alasan
mengambil keputusan sama sekali tidak terikat pada
penyebutan alat bukti yang telah diatur dalam UU
–Alat dan cara pembuktian tidak sebutkan dalam UU
–Melainkan hakim secara bebas diperkenankan memakai alat
bukti lain, asalkan semua itu berlandaskan alasan-alasan yang
tetap menurut logika
•Note lihat stufenbau theory (Hans Kelsen)
Teori Sistem Pembuktian
Yang diungkap dari Pembuktian
•Alat Pembuktian (bewijsmiddel) ;
–Benda & lisan :
•alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana
•Hasil yang diperoleh dari tindak pidana
•Ket. Saksi
•Penguraian Pembuktian (bewijsvoering) ;
–Cara-cara menggunakan alat-alat bukti dalam T.Pidana
•Kekuatan Pembuktian (bewijskracht) ;
–Keterikatan hakim pada alat bukti See Pasal 184 KUHAP
•Dasar Pembuktian (bewijsgrond) ;
–Keadaan yang dialami yang diterangkannya dalam kesaksian disebut Dasar
Pembuktian
•Beban Pembuktian (bewijslast).
–Mengenai siapakah yang mempunyai beban untuk membuktikan mengenai unsur-
unsur tindak pidana
–Pasal 66 KUHAP “..tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian..”
–Merupakan wujud konkret asas “presumption of innocent
Alat Bukti dalam Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Pasal 26 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan
penegasan berlakunya asas lex specialis derogate legi
generali
Alat Bukti dalam Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Perluasan alat bukti dalam Undang-Undang Tipikor merujuk pada alat bukti
“petunjuk” dalam Pasal 184 KUHAP. Menurut penjelasan umum Pasal 26 A
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi:
“Perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah yang berupa petunjuk,
dirumuskan bahwa mengenai "petunjuk" selain diperoleh dari keterangan saksi,
surat, dan keterangan terdakwa, juga diperoleh dari alat bukti lain yang berupa
informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau yang serupa dengan itu tetapi tidak terbatas pada data
penghubung elektronik (electronic data interchange), surat elektronik (e-mail),
telegram, teleks, dan faksimili, dan dari dokumen, yakni setiap rekaman data atau
informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan
dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda
fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi
yang memiliki makna”
Alat Bukti dalam Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Konstruksi perluasan alat bukti “petunjuk” dalam Undang-Undang Tipikor adalah
1.Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
2.Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,
dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas,
maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar,
peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna
PEMERIKSAAN IN ABSENTIA DALAM
PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
Menurut Abdul Rahman Saleh (2008: 208), in absentia mengandung
pengertian bahwa terdakwa yang telah dipanggil secara sah, tidak
hadir di persidangan tanpa alasan yang sah, sehingga pengadilan
melaksanakan pemeriksaan di pengadilan tanpa kehadiran terdakwa
Asal bahasanya, istlah in absentia berasal dari bahasa latin in
absentia atau absentium, yang berarti dalam keadaan tidak hadir atau
ketidakhadiran
Dipergunakan pertama kali dalam Undang-Undang Nomor
11/PNPS/1963
PEMERIKSAAN IN ABSENTIA DALAM
PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
Beberapa instrument hukum yang mengatur tentang pemeriksaann in absentia
dalam perkara pidana dapat dituliskan sebagai berikut:
Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan Penuntutan dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi (Pasal 16 ayat (1) dan (2));
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 79 ayat (1));
Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan PERPPU No. 1 Tahun
2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang
(Pasal 35 ayat (1));
Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Pasal 79);
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Pasal 38 ayat (1)
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1988
SEMA No. 9 Tahun 1985
PEMERIKSAAN IN ABSENTIA DALAM
PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
Beberapa ketentuan khusus yang mengatur tentang ketidakhadiran
tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan tindak pidana korupsi
Pasal 33 Dalam hak tersangka meninggal dunia pada saat dilakukan
penyidikan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian
keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas
perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara
Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk
dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
Pasal 34 Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan
pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata
telah ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum
segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang
tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan
kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan
perdata terhadap ahli warisnya.
PEMERIKSAAN IN ABSENTIA DALAM
PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
Semangat yang ingin ditunjukkan oleh Pasal 33
dan 34 Undang-Undang Tipikor, sama dengan
semangat dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-
Undang Tipikor, yaitu semangat untuk
menyelamatkan kekayaan negara.
PEMBALIKAN BEBAN
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
Beban pembuktian terbalik yang terbatas/berimbang, baik terdakwa
dan/atau penasihat hukum dan penuntut umum saling membuktikan
kesalahan terdakwa. Jadi dalam hal ini, walaupun beban pembuktian
diletakkan pada terdakwa, namun penuntut umum tetap wajib untuk
membuktikan juga kesalahan terdakwa
Pembalikan beban pembuktian yang terbatas/berimbang, makna
“terbatas” berarti dalam penerapannya terbatas pada delik tertentu.
Untuk delik korupsi, maka pembalikan beban pembuktian yang
terbatas/berimbang hanya dikenakan terhadap delik menerima
gratifikasi dan harta benda terdakwa yang diduga hasil dari korupsi.
PEMBALIKAN BEBAN
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
Perbedaan Pembuktian
konvensional
Pembalikan beban pembuktian
yang terbatas/berimbang
Jenis delik Tindak pidana umum Tindak pidana yang diatur di
luar KUHP. Dalam tipikor,
hanya diterapkan terhadap delik
menerima gratifikasi dan harta
benda terdakwa yang diduga
hasil dari korupsi
delik menerima
gratifikasi
penuntut umum hanya
membuktikan terkait gratifikasi
yang diterima terdakwa;
terdakwa akan membuktikan
bahwa gratifikasi itu bukan suap
harta benda yang
diduga hasil dari
korupsi
penuntut umum akan
membuktikan tindak pidana
pokoknya;
terdakwa akan membuktikan
bahwa harta miliknya tidak
diperoleh dari hasil korupsi.
Unsur delik penuntut umum
membuktikan semua
unsur tindak pidana;
terdakwa dapat
menyangkal alat
bukti yang diajukan
penuntut umum
ada unsur yang tidak dibuktikan
penunuut umum, dimana hal ini
menjadi kewajiban terdakwa
untuk membuktikan
PEMERIKSAAN PERSIDANGAN
TIPIKOR
Pengadilan
TIPIKOR
Merupakan pengadilan khusus yang berada
di lingkungan peradilan umum dan
berkedudukan di setiap ibukota
kabupaten/kota yang daerah hukumnya
meliputi daerah hukum pengadilan negeri
yang bersangkutan.
Pengadilan TIPIKOR diatur dalam UU No. 46
Tahun
2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi
PEMERIKSAAN PERSIDANGAN
TIPIKOR
Wewenamg
Pengadilan TIPIKORTIPIKOR berwenang memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara:
1.tindak pidana korupsi;
2.tindak pidana pencucian uang yang tindak
pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi;
dan/atau
3.tindak pidana yang secara tegas dalam
undang-undang lain ditentukan sebagai
tindak pidana korupsi.