MAKALAH KELOMPOK 4 konseling krisis.docx

ekasovia01 3 views 12 slides Apr 30, 2025
Slide 1
Slide 1 of 12
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12

About This Presentation

makalah kel 4


Slide Content

MAKALAH
Hakekat Hubungan Perbantuan dalam
Konteks Situasi Krisis dan Trauma
Dosen pengampu : Eva Kartika Wulan Sari, S.Pd., M.Pd. Kons.
Anggota kelompok 4:
Soviana Eka Prastiwi (220401010036)
Fajriati Hamidah (220401010055)
Ikfina Himmati Alfi Baiti (246401010014)
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI KANJURUHAN MALANG
2025

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan berkat dan rahmat kepada
kita bisa menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Karir.
Makalah ini kita susun semaksimal mungkin dengan bantuan dari berbagai pihak sehingga
bisa memperlancar penyusunan . Untuk itu kita menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang sudah ikut berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kita menyadari sebetulnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, kita
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritikan yang bersifat membangun dari
pembaca sehingga kita bisa melakukan perbaikan menjadi sebuah baik dan benar.
Malang, 17 Maret 2025
Penyusun
ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB 1.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................1
1.3 Tujuan...................................................................................................................................2
1.4 Manfaat.................................................................................................................................2
BAB 2.........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Pengertian Hubungan Perbantuan........................................................................................3
2.2 Hakekat Hubungan Perbantuan dalam Situasi Krisis...........................................................4
2.3 Hakekat Hubungan Perbantuan dalam Konteks Trauma....................................................5
2.4 Prinsip-Prinsip Hubungan Perbantuan dalam Situasi Krisis dan Trauma............................7
BAB 3.........................................................................................................................................9
PENUTUP..................................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................9
3.2 Saran.....................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10
iii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia, situasi krisis dan trauma adalah hal yang tidak dapat
dihindari. Krisis dapat muncul dari berbagai faktor, seperti bencana alam, konflik sosial,
kehilangan orang terdekat, atau tekanan psikologis yang ekstrem. Sementara itu, trauma
sering kali menjadi dampak lanjutan dari situasi krisis tersebut, yang memengaruhi kondisi
mental, emosional, bahkan fisik seseorang.
Untuk menghadapi situasi ini, hubungan perbantuan (helping relationship) menjadi
elemen penting dalam proses pemulihan individu. Hubungan perbantuan adalah interaksi
antara dua pihak—biasanya seorang profesional (konselor, psikolog, pekerja sosial) dengan
klien—yang bertujuan untuk memberikan dukungan, pengertian, dan solusi atas masalah
yang dihadapi. Dalam konteks krisis dan trauma, hakekat hubungan perbantuan tidak hanya
melibatkan aspek teknis penanganan tetapi juga nilai-nilai kemanusiaan, empati, dan
kepercayaan.
1.2Rumusan Masalah
1.Apa saja karakteristik hubungan perbantuan yang efektif dalam situasi krisis dan
trauma?
2.Bagaimana peran konselor dalam membangun hubungan perbantuan yang efektif
dalam situasi krisis dan trauma? 
3.Apa saja tantangan dan hambatan dalam membangun hubungan perbantuan yang
efektif dalam situasi krisis dan trauma? 
4.Bagaimana strategi yang tepat untuk mengatasi tantangan dan hambatan dalam
membangun hubungan perbantuan yang efektif dalam situasi krisis dan trauma? 
5.Bagaimana hubungan perbantuan yang efektif dapat membantu individu dalam proses
pemulihan dari krisis dan trauma? 
1.3Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan panduan praktis bagi konselor dalam
membangun dan mengembangkan hubungan perbantuan yang efektif dalam situasi krisis dan
trauma. Bagaimana konselor dapat menciptakan suasana yang aman dan mendukung,
bagaimana konselor dapat membangun kepercayaan dan empati, dan bagaimana konselor
dapat memberikan dukungan dan bimbingan yang tepat.
iv

1.4Manfaat
1.Meningkatkan Pemahaman tentang Hubungan Perbantuan: Makalah ini membantu
konselor dan calon konselor memahami lebih dalam tentang esensi hubungan
perbantuan, terutama dalam situasi krisis dan trauma.
2.Memperkuat Keterampilan Konseling: Makalah ini memberikan pengetahuan dan
wawasan yang dapat membantu konselor mengembangkan keterampilan konseling yang
lebih efektif dalam menangani klien yang mengalami krisis dan trauma.
3.Meningkatkan Sensitivitas terhadap Klien: Makalah ini membantu konselor untuk lebih
peka dan memahami kebutuhan khusus klien yang sedang mengalami krisis dan trauma,
sehingga dapat memberikan dukungan yang tepat.
4.Membantu dalam Merancang Intervensi: Makalah ini memberikan panduan untuk
merancang program intervensi dan strategi konseling yang efektif untuk membantu klien
mengatasi trauma dan krisis.
5.Meningkatkan Kesadaran Masyarakat: Makalah ini dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya dukungan dan bantuan bagi individu yang mengalami
krisis dan trauma, serta peran konselor dalam membantu mereka.
6.Menjadi Bahan Ajar: Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan ajar dalam
pembelajaran konseling, khususnya dalam konteks penanganan krisis dan trauma.
7.Membuka Peluang Penelitian Lebih Lanjut: Makalah ini dapat menjadi dasar untuk
penelitian lebih lanjut mengenai hubungan perbantuan dalam konteks krisis dan trauma.
BAB 2
PEMBAHASAN
v

2.1 Pengertian Hubungan Perbantuan
Hubungan perbantuan adalah suatu bentuk interaksi interpersonal yang bersifat
kolaboratif, di mana salah satu pihak (penolong) memberikan bantuan kepada pihak lain
(klien) untuk mengatasi masalah atau kesulitan tertentu. Menurut Rogers (1957), hubungan
perbantuan yang efektif ditandai oleh tiga elemen utama: empathy (empati), unconditional
positive regard (penghargaan tanpa syarat), dan authenticity (keotentikan).
Dalam konteks krisis dan trauma, hubungan perbantuan menjadi alat utama untuk
membantu individu merasa didengar, dipahami, dan didukung. Hal ini penting karena
individu yang mengalami krisis atau trauma sering kali merasa terisolasi, takut, atau putus
asa.
A. Elemen Penting dalam Hubungan Perbantuan
Carl Rogers, seorang ahli dalam bidang psikologi, menekankan pentingnya tiga
elemen kunci dalam hubungan perbantuan yang efektif:
1.Empati: Kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh klien,
tanpa menghakimi atau menilai. Empati memungkinkan penolong untuk benar-benar
"masuk ke dalam sepatu" klien dan memahami perspektif mereka.
2.Penghargaan Tanpa Syarat: Menerima klien apa adanya, tanpa syarat atau penilaian.
Penghargaan tanpa syarat menunjukkan bahwa penolong menerima klien dengan segala
kekurangan dan kelebihannya, dan tetap mendukung mereka dalam proses pemulihan.
3.Keotentikan: Menjadi diri sendiri dan jujur dalam berinteraksi dengan klien.
Keotentikan menunjukkan bahwa penolong tidak berpura-pura atau menyembunyikan
perasaan mereka, tetapi tetap profesional dan berfokus pada kebutuhan klien.
B. Pentingnya Hubungan Perbantuan dalam Krisis dan Trauma
Dalam situasi krisis dan trauma, hubungan perbantuan menjadi sangat penting.
Individu yang mengalami krisis atau trauma sering kali merasa terisolasi, takut, atau putus
asa. Hubungan perbantuan yang efektif dapat membantu mereka merasa didengar, dipahami,
dan didukung. Penolong dapat memberikan rasa aman dan stabilitas emosional, serta
membantu klien untuk memproses pengalaman traumatis dan membangun kembali
kehidupan mereka.
vi

C. Contoh Penerapan Hubungan Perbantuan
Contohnya, seorang konselor yang membantu korban kekerasan dalam rumah tangga
dapat menggunakan prinsip-prinsip hubungan perbantuan untuk membangun hubungan yang
aman dan mendukung. Konselor dapat menunjukkan empati dengan mendengarkan dengan
penuh perhatian dan memahami perasaan korban, menunjukkan penghargaan tanpa syarat
dengan menerima korban apa adanya, dan bersikap otentik dengan menjadi dirinya sendiri
dan jujur dalam berkomunikasi. Melalui hubungan perbantuan yang efektif, konselor dapat
membantu korban untuk mengatasi trauma dan membangun kembali kehidupan mereka.
2.2 Hakekat Hubungan Perbantuan dalam Situasi Krisis
Situasi krisis adalah momen-momen sulit di mana individu dihadapkan pada tekanan
yang luar biasa, melebihi kemampuan mereka untuk mengatasinya sendiri. Ini bisa berupa
bencana alam, kehilangan orang terkasih, kegagalan finansial, atau bahkan perceraian. Dalam
situasi ini, individu sering merasa terpuruk, kehilangan kendali, dan membutuhkan bantuan
untuk bangkit kembali. Di sinilah peran hubungan perbantuan menjadi sangat penting.
A. Hakekat Hubungan Perbantuan dalam Menghadapi Krisis
Hubungan perbantuan dalam situasi krisis memiliki beberapa hakekat penting yang
membantu individu dalam menghadapi kesulitan:
1.Menciptakan Rasa Aman dan Stabilitas Emosional: Ketika dihadapkan pada krisis,
individu sering merasa cemas, bingung, dan panik. Penolong berperan sebagai
penyeimbang, menciptakan lingkungan yang aman dan stabil, di mana klien merasa
nyaman untuk mengungkapkan perasaan mereka tanpa takut dihakimi.
2.Membangun Kembali Kepercayaan Diri: Salah satu tujuan utama hubungan perbantuan
adalah membantu individu mengembalikan rasa percaya diri mereka yang mungkin
tergoyahkan akibat krisis. Ini dilakukan dengan mendengarkan secara aktif, mengakui
dan memvalidasi perasaan klien, serta membantu mereka menemukan solusi yang
realistis dan membangun harapan baru.
3.Memfasilitasi Proses Adaptasi: Dalam situasi krisis, individu sering kali membutuhkan
waktu untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Penolong dapat membantu klien
memahami situasi mereka, menemukan cara-cara baru untuk menghadapi tantangan, dan
membangun kembali hidup mereka secara bertahap.
vii

B. Membangun Ketahanan Melalui Hubungan Perbantuan
Hubungan perbantuan yang efektif tidak hanya membantu individu mengatasi krisis
saat ini, tetapi juga membangun ketahanan mereka untuk menghadapi tantangan di masa
depan. Dengan mendapatkan dukungan dan bimbingan yang tepat, individu belajar untuk
memahami diri mereka sendiri, mengembangkan strategi coping yang sehat, dan membangun
kembali kepercayaan diri mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk menghadapi
tantangan hidup dengan lebih kuat dan resilien.
2.3 Hakekat Hubungan Perbantuan dalam Konteks Trauma
Trauma adalah luka batin yang mendalam akibat pengalaman yang sangat
menyakitkan atau mengancam jiwa. Orang yang mengalami trauma seringkali merasakan
efeknya dalam bentuk mimpi buruk, kilas balik, gangguan emosi, atau perasaan terputus dari
kenyataan. Mereka mungkin merasa takut, cemas, atau sulit untuk percaya orang lain. Dalam
situasi ini, hubungan perbantuan memiliki peran penting dalam membantu mereka pulih.
A. Hakekat Hubungan Perbantuan dalam Trauma
1. Penyediaan Ruang untuk Narasi: Membebaskan Trauma Melalui Cerita
Salah satu prinsip penting dalam membantu individu yang mengalami trauma adalah
memberikan ruang bagi mereka untuk menceritakan pengalaman mereka, seperti yang
ditekankan oleh para ahli trauma seperti Judith Herman (1992). Herman berpendapat bahwa
menceritakan trauma, atau "menceritakan kembali" pengalaman traumatis, adalah langkah
penting dalam proses penyembuhan. Dengan menceritakan pengalaman mereka, individu
dapat mulai memproses trauma mereka secara sehat, mengendalikan kembali narasi mereka,
dan membangun kembali rasa kontrol atas hidup mereka.
2. Pendekatan Berbasis Empati: Memahami dan Merasakan Perjuangan Klien
Penting untuk memahami bahwa empati bukan hanya tentang memahami secara
intelektual apa yang dialami klien, tetapi juga tentang merasakannya secara emosional.
Seperti yang diungkapkan oleh Carl Rogers (1951), konselor yang empatik mampu
"memasuki dunia klien," memahami perspektif mereka, dan merasakan perasaan mereka.
Empati membantu klien merasa bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan mereka, dan
bahwa konselor benar-benar peduli dengan kesejahteraan mereka.
viii

3. Penerapan Pendekatan Terapeutik: Membantu Klien Memproses Trauma
Dalam kasus trauma yang parah, hubungan perbantuan sering kali memerlukan
pendekatan terapeutik yang lebih terstruktur. Ahli terapi seperti Francine Shapiro (1995)
mengemukakan metode Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR), yang
terbukti efektif dalam membantu individu memproses trauma dan mengurangi gejala PTSD.
Selain EMDR, terapi perilaku kognitif (CBT) dan pendekatan psikodinamik juga dapat
digunakan untuk membantu klien mengubah pola pikir negatif, mengatasi emosi yang sulit,
dan membangun mekanisme koping yang sehat. Penting bagi penolong untuk memiliki
kompetensi dalam metode-metode ini untuk membantu klien pulih secara efektif.
4. Membangun Kepercayaan dan Keamanan: Fondasi Hubungan Perbantuan
Kepercayaan dan keamanan adalah fondasi dari hubungan perbantuan yang efektif.
Seperti yang diungkapkan oleh Irvin Yalom (1985), hubungan terapeutik yang kuat dibangun
atas dasar kepercayaan, kejujuran, dan empati. Klien harus merasa aman untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalaman mereka tanpa takut dihakimi atau dikucilkan.
Penolong harus menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung di mana klien dapat
merasa nyaman untuk berbagi cerita mereka dan memulai proses penyembuhan.
5. Memperhatikan Budaya dan Konteks: Memperhatikan Keragaman Klien
Penting untuk mempertimbangkan budaya dan konteks klien dalam memberikan
bantuan. Setiap individu memiliki pengalaman hidup dan sistem nilai yang berbeda.
Penolong harus peka terhadap perbedaan budaya dan konteks ini untuk dapat memberikan
bantuan yang sensitif dan efektif. Sebagai contoh, pendekatan konseling yang efektif untuk
klien dari latar belakang budaya tertentu mungkin tidak efektif untuk klien dari latar belakang
budaya lainnya.
2.4 Prinsip-Prinsip Hubungan Perbantuan dalam Situasi Krisis dan Trauma
Dalam situasi krisis dan trauma, hubungan perbantuan yang efektif menjadi kunci
bagi pemulihan dan pertumbuhan klien. Para ahli seperti Carl Rogers (1951) dalam teori
"Person-Centered Therapy" menekankan pentingnya empati dan penerimaan tanpa syarat
dalam hubungan terapeutik. Rogers berpendapat bahwa konselor harus mampu memahami
dan merasakan dunia klien dari sudut pandang mereka, tanpa menghakimi atau memberikan
penilaian. Hal ini sejalan dengan prinsip empati dan validasi dalam hubungan perbantuan.
ix

1. Empati dan Validasi:
Penolong harus mampu mendengarkan secara aktif dan memvalidasi perasaan klien
tanpa menghakimi. Ini berarti memahami dan mengakui perasaan klien, sekalipun perasaan
tersebut tidak sesuai dengan norma atau pandangan penolong. Menurut Judith Herman
(1992), seorang ahli dalam trauma, validasi merupakan langkah penting dalam membantu
klien mengatasi trauma. Validasi menunjukkan bahwa pengalaman klien diakui dan dihargai,
yang dapat membantu mereka merasa dipahami dan didukung.
2. Non-Directiveness, Kepercayaan, dan Kerahasiaan:
Prinsip non-directiveness menekankan bahwa penolong tidak boleh memaksakan
solusi atau pandangan pribadi mereka kepada klien. Sebaliknya, mereka harus membantu
klien menemukan solusi mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan prinsip "self-determination"
yang diusung oleh Carl Rogers, di mana klien memiliki kemampuan untuk menentukan
pilihan dan solusi terbaik bagi diri mereka sendiri. Kepercayaan dan kerahasiaan juga
merupakan pilar penting dalam hubungan perbantuan. Klien harus yakin bahwa informasi
yang mereka bagikan akan dijaga kerahasiaannya. Hal ini membantu membangun rasa aman
dan nyaman bagi klien untuk membuka diri dan berbagi pengalaman traumatik mereka.
3. Kesabaran dan Konsistensi:
Proses pemulihan dari krisis atau trauma memerlukan waktu. Penolong harus sabar
dan konsisten dalam mendampingi klien. Konsistensi dalam hubungan perbantuan membantu
membangun kepercayaan dan stabilitas bagi klien. Menurut Judith Herman, konsistensi
dalam mendukung klien dapat membantu mereka memperoleh rasa aman dan kepercayaan
diri untuk menjalani proses pemulihan.
x

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Membangun hubungan perbantuan yang kuat dan suportif sangat penting bagi
individu yang sedang menghadapi krisis dan trauma. Hubungan ini harus didasari pada
empati, penerimaan tanpa syarat, dan kepercayaan. Konselor harus mampu memahami
perasaan klien, mengakui pengalaman mereka, dan memberikan dukungan tanpa
menghakimi. Klien juga harus merasa aman untuk berbagi pengalaman traumatik mereka
tanpa takut dihakimi.
Hubungan perbantuan yang efektif juga mendorong klien untuk menemukan solusi
mereka sendiri, menghindari memaksakan pandangan atau solusi dari konselor. Proses
pemulihan membutuhkan waktu dan kesabaran. Konselor harus konsisten dalam mendukung
klien dan membantu mereka membangun strategi coping yang sehat untuk mengatasi stres
dan trauma. Dengan membangun hubungan yang kuat dan suportif, konselor dapat
membantu klien untuk mengatasi trauma dan membangun kehidupan yang lebih sehat dan
bermakna.
3.2 Saran
Makalah ini disusun dengan sebaik-baiknya, meskipun penulis menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis menerima semua saran
yang membangun dari pembaca.
xi

DAFTAR PUSTAKA
Corey, G. (2017). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy .
Cengage Learning.
Herman, J. L. (1992). Trauma and Recovery: The Aftermath of Violence – From
Domestic Abuse to Political Terror . Basic Books.
Rogers, C. R. (1957). "The Necessary and Sufficient Conditions of Therapeutic
Personality Change." Journal of Consulting Psychology , 21(2), 95-103.
Van der Kolk, B. A. (2014). The Body Keeps the Score: Brain, Mind, and Body in
the Healing of Trauma . Penguin Books.
James, R. K., & Gilliland, B. E. (2017). Crisis Intervention Strategies .
Cengage Learning.
xii
Tags