MAKALAH_LANDASAN_PERENCANAAN_PEMBELAJARAN.pdf

LINAHERLINA639935 6 views 22 slides Nov 01, 2025
Slide 1
Slide 1 of 22
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22

About This Presentation

Makalah Landasan perencanaan pembelajaran


Slide Content

MAKALAH
LANDASAN PERENCANAAN PEMBELAJARAN


Dosen Pengampu : DRS. Hardiyat, M. Pd


Disusun oleh: kelompok 3
1. Hartati Nim : 1122372017
2. Lina Herlina Nim : 1122372022


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NUR EL GHAZY
BEKASI
2025

i

KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang
berjudul "Landasan Perencanaan Pembelajaran ".
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Perencanaan Pembelajaran. Dalam upaya penulisan makalah ini tidak lepas dari
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
kepada Bapak DRS. Hardiyat, M. Pd. sebagai Dosen pembimbing mata kuliah
“Perencanaan Pembelajaran” dan seluruh pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Alhamdulillah makalah ini dapat diselesailkan dengan baik. Kami
menyadarinya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun sangat kami
harapkan.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pembaca dan khususnya bagi penulis.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.


Bekasi, Oktober 2025
Penyusun

Kelompok 3

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
A. Pengertian Landasan Perencanaan Pembelajaran ........................................ 3
B. Jenis-Jenis Landasan Perencanaan Pembelajaran ........................................ 4
1. Landasan Filsafat ...................................................................................... 4
2. Landasan Sosial Budaya ........................................................................... 6
3. Landasan Psikologis ................................................................................. 7
4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ............................................ 9
C. Teori Belajar yang Melandasi Perencanaan Pembelajaran ........................ 10
D. Tipe-Tipe Belajar dalam Praktek Pembelajaran ........................................ 15
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 17
A. Kesimpulan ................................................................................................ 17
B. Saran ........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu sarana strategis dalam membentuk kualitas
sumber daya manusia yang unggul. Melalui pendidikan, peserta didik dibimbing
untuk mengembangkan potensi dirinya secara menyeluruh, baik dalam aspek
pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Proses pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan pembelajaran, di mana guru memiliki peran penting
sebagai perencana, pelaksana, sekaligus evaluator kegiatan belajar mengajar. Agar
proses pembelajaran berjalan efektif, efesien dan tearah, diperlukan suatu
perencanaanyang matang.
Menurut Sanjaya (2010:28), perencanaan pembelajaran adalah proses
pengambilan keputusan hasil berpikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan
pembelajaran tertentu, yang akan dijadikan acuan dalam tindakan pada masa yang
akan datang. Dengan demikian, keberhasilan suatu pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh kualitas perencanaan yang disusun oleh guru. Hal ini sejalan
dengan pendapat Majid (2011:17) yang menyatakan bahwa perencanaan
pembelajaran merupakan upaya merumuskan tujuan, menentukan materi, memilih
metode, serta menetapkan alat evaluasi yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran.
Namun, penyusunan perencanaan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara
sembarangan. Perlu ada pijakan atau dasar yang jelas agar perencanaan tersebut
memiliki arah dan makna. Landasan perencanaan pembelajaran meliputi landasan
filosofis, psikologis, sosiologis, dan yuridis (Hamalik,2011, hlm.57). Landasan
filosofis memberikan arah berdasarkan nilai dan pandangan hidup bangsa, landasan
psikologis berkaitan dengan karakteristik perkembangan peserta didik, landasan
sosiologis memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat, sementara landasan
yuridis menekankan pentingnya dasar hukum dalam penyelenggaraan pendidikan.

2



Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, perencanaan
pembelajaran juga harus adaptif terhadap tuntutan era globalisasi. Rusman
(2017:134) menegaskan bahwa perencanaan pembelajaran di abad ke-21 harus
mengakomodasi kebutuhan peserta didik untuk memiliki keterampilan berpikir
kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif. Oleh karena itu, perencanaan
pembelajaran bukan hanya dokumen administratif, melainkan instrumen penting
dalam mewujudkan pembelajaran yang relevan, kontekstual, dan berorientasi pada
kebutuhan masa depan.
Dengan demikian, membahas landasan perencanaan pembelajaran menjadi
penting agar guru maupun calon pendidik memahami dasar-dasar konseptual dalam
menyusun perencanaan pembelajaran. Pemahaman tersebut akan membantu
menciptakan pembelajaran yang tidak hanya efektif secara teknis, tetapi juga
bermakna dalam membentuk generasi yang cerdas, berkarakter, dan siap
menghadapi tantangan zaman.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari landasan perencanaan pembelajaran?
2. Apa saja jenis-jenis Landasan perencanaan pembelajaran?
3. Apakan teori belajar yang melandasi perencanaan pembelajaran?
4. Apa saja tipe-tipe belajar dalam praktek pembelajaran?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian landasan perencanaan
pembelajaran.
2. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis landasan perencanaan
pembelajaran.
3. Untuk mengetahui dan memahami teori belajar yang melandasi
perencanaan pembelajaran.
4. Untuk mengetahui dan memahami tipe-tipe belajar dalam praktek
pembelajaran.

3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Landasan Perencanaan Pembelajaran
Landasan perencanaan pembelajaran adalah pijakan atau dasar yang menjadi
acuan dalam merancang proses belajar mengajar. Menurut Hamalik (2011:57),
landasan perencanaan pembelajaran meliputi aspek filosofis, psikologis,
sosiologis, dan yuridis yang harus diperhatikan guru agar perencanaan
pembelajaran memiliki arah dan makna. Dengan kata lain, perencanaan
pembelajaran tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga memiliki fondasi konseptual
yang kuat.
Perencanaan yang baik akan membantu guru dalam:
1. Menentukan tujuan yang jelas.
2. Memilih materi sesuai kebutuhan peserta didik.
3. Menentukan metode dan strategi pembelajaran.
4. Menyusun instrumen evaluasi yang tepat.
Semua hal tersebut akan lebih terarah apabila berlandaskan pada prinsip-
prinsip dasar yang bersumber dari empat aspek utama.
Landasan perencanaan pembelajaran memiliki peranan penting, antara lain:
a. Memberikan arah dan tujuan yang jelas dalam penyusunan rencana
pembelajaran.
b. Menjamin pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan
kebutuhan masyarakat.
c. Menjadikan proses pembelajaran selaras dengan nilai-nilai dasar bangsa dan
aturan hukum.
d. Membantu guru mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran, tanpa keluar
dari prinsip-prinsip pendidikan.
Pengembangan perencanaan pembelajaran membutuhkan landasan-landasan
yang kuat, yang didasarkan atas hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang
mendalam. Hal ini dimaksudkan agar dapat menuntun siswamencapai tujuan, juga

4



dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri, adapun landasan
perencanaan itu setidaknya berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Arah perencanaan pembelajaran itu sendiri dilandaskan pada sesuatu yang
diyakini sebagai suatu kebenaran atau kebaikan.
2. Materi yang menjadi isi perencanaan pembelajaran sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang bersifat dinamis sebagai pengaruh ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3. Proses pembelajaran memperhatikan prinsip psikologis, baik teori maupun
perkembangan inidividu.
Berdasarkan ketiga kriteria landasan perencanaan pembelajaran di atas maka
landasaran perencanaan pembelajaran meliputi: 1) Landasan filsafat, 2) Landasan
Sosial Budaya, 3) Landasan Psikologis, 4) Landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (Lukmanul Hakim, 2009:23)

B. Jenis-Jenis Landasan Perencanaan Pembelajaran
1. Landasan Filsafat
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama
halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran
filsafat, seperti: perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan
rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada
aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini
diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan
pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme
Lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari
pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih
penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang
menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal
yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

5



b. Essensialisme
Menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-
dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya
dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c. Eksistensialisme
Menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan
makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
Aliran ini mempertanyakan bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?
d. Progresivisme
Menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada
peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan
landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme
Merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan
tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih
jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada
proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan
aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-
Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi
pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum
Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan
tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan
aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan

6



dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.
Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia,
tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum,
yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.

2. Landasan Sosial Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai
suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita
maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk
terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan
semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk
hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal
maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan
masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan
budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia manusia yang menjadi
terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya.
Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di
masyakarakat.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya
tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota
masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan
nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga
masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau
segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat

7



untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan
yang terjadi di sekitar masyarakat.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa
melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam
peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan
demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan,
merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial budaya dalam suatu
masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

3. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat
dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu
(1) psikologi perkembangan
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi
perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan
individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari
pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar.
(2) psikologi belajar.
Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta
berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan
kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan
teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan
mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian
kompetensi bahwa kompetensi merupakan "karakteristik mendasar dari seseorang

8



yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau
penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi".
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu:
a. Motif, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten
atau keinginan untuk melakukan sesuatu.
b. Bawaan, yaitu karakteristik fisik yang merespon secara konsisten bebagai
situasi atau informasi.
c. Konsep Diri, yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
d. Pengetahuan, yauti informasi khusus yang dimiliki seseorang
e. Keterampilan, yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun
mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap
perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan
cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri,
bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat
kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan)
lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin
kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk
dikenali dan dikembangkan. Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E.
Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik,
Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik
peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi,
yaitu:
(1) perbedaan tingkat kecerdasan;
(2) perbedaan kreativitas;
(3) perbedaan cacat fisik;
(4) kebutuhan peserta didik; dan
(5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

9



4. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih
relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang
pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan
dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa
warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan
pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan
sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai,
pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi.
Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat
beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan
kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana
belajar (leaming to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan,
serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..
Landasan IPTEK menuntut perencanaan pembelajaran untuk bersifat dinamis,
adaptif, dan responsif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan
teknologi.
Implikasi landasan ini meliputi:
▪ Inkorporasi Materi Baru: Mengintegrasikan penemuan ilmiah dan teknologi
terbaru ke dalam isi pembelajaran.
• Pemanfaatan Teknologi: Memasukkan penggunaan media, platform, dan
sumber daya digital (internet, e-learning, AI) dalam strategi pembelajaran
(misalnya, flipped classroom atau pembelajaran berbasis proyek digital).
• Pengembangan Keterampilan Abad ke-21: Melatih peserta didik dengan
keterampilan kritis (berpikir kritis, kolaborasi, komunikasi, dan kreativitas)
yang dibutuhkan di era digital.

10



Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama
dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan
kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir
dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

C. Teori Belajar yang Melandasi Perencanaan Pembelajaran
Teori ini terdiri dari beberapa teori diantaranya:
1. Teori Belajar Disiplin Mental atau Psikologi Daya
Untuk memahami pandangan dari teori ini tentang belajar mengajar, teori ini
disebut psikologi mental karena menurut pandangan para ahli psikologi, individu
atau siswa mempunyai kekuatan atau kemampuan yang bersifat mental atau
rohaniah.
Menurut psikologi daya atau fasulty Pschology, individu atau siswa memiliki
sejumlah daya atau kekuatan, seperti daya mengindra, mengenal,
mengingat, menanggap, mengkhayal, berpikir, merasakan, menilai, dan berbuat,
daya daya itu dapat dikembangkan melalui latihan, seperti latihan mengamati
benda, gambar, latihan mendengarkan bunyi dan suara, latihan mengingat kata, arti
kata, dan letak sesuatu kota dalam peta.
2. Teori Belajar Behaviorime atau Psikologi Tingkah Laku
(1996:3-9) mengemukakan bahwa teori behavioristik belajar adalah suatu
kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Pendidik mengkondisikan
sedemikian rupa sehingga pembelajar mau belajar. Teori ini juga disebut teori
conditioning, karena belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor-faktor
kondisional yang diberikan oleh lingkungan.
Tokoh-tokoh teori belajar behavioristik antara lain adalah Pavlov, Gutrie,
Watson, Skinner dan Thorndike.
a. Teori belajar menurut Pavlov
Bentuk paling sederhana dalam belajar adalah conditioning. Karena
conditioning sangat sederhana bentuknya dan sangat luas sifatnya, para ahli sering

11



mengambilnya sebagai contoh untuk menjelaskan dasar-dasar dari semua proses
belajar. Peletak dasar teori conditioning adalah Ivan Petrovich Pavlov.
b. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Gredler, 1991). Menurut Gutrie
(1935-1942), berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dapat diubah, tingkah
laku baik dapat diubah menjadi jelek dan sebaliknya, tingkah laku jelek dapat
diubah menjadi baik.
c. Teori Belajar Menurut Watson Watson
Mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang
dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Teori behavioristik Watson disebut
teori belajar S-R (stimulus–respon) yang disebut teori behaviorisme atau teori
koneksionisme menurut Thorndike, namun dalam perkembangan besarnya
koneksionisme juga dikenal dengan psikologi behavioristik. Syarat terjadinya
proses belajar dalam pola hubungan SR ini adalah adanya unsur: dorongan (drive),
rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan(reinforcement).
d. Teori Belajar Menurut Skinner
Teori Skinner ini dikenal dengan teori operant conditioning. Ada 6 konsep teori
operant conditioning yaitu :
 Penguatan positif dan negative
 Shapping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati
tingkah laku yang diharapkan bisa juga disebut peniruan.
 Pendekatan suksesif, ialah proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan
penguatan pada saat yang tepat sehingga responpun sesuai dengan yang
diisyaratkan.
 Extinction, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat ditiadakannya
penguatan.
 Chaining of respons, yaitu repon dan stimulus yang berangkaian satu sama lain.

12



 Jadwal penguatan, ialah variasi pemberian penguatan, rasio tetap (penguatan
tergantung jumlah respon yang diberikan) dan bervariasi, interval tetap
(penguatan tergantung waktu) dan bervariasi (Imron, 1996).
e. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike (1949), belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba
(trial and error). Mencoba-coba ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu
bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu.
Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik :
a. Obyek psikologi adalah tingkah laku
b. Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek.
c. Mementingkan pembentukkan kebiasaan.
d. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menerapkan teori behavioristik dalam
proses belajar, yaitu:
 Guru pintar harus selalu mengobservasi dan memperhatikan siswa.
 Lingkungan belajar juga harus selalu diperhatikan.
 Teori behavioristik juga sangat mengutamakan pembentukan tingkah laku
dengan cara latihandan pengulangan.
 Proses belajar mengajar di kelas harus dengan stimulus dan respon.

3. Teori Belajar Kognitifistik
Ahli teori belajar kognitif memandang bahwa belajar bukan semata-mata
proses perubahan tingkah laku yang tampak, melainkan sesuatu yang kompleks
yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak. Udin S.
Winataputra, dkk. (2008 : 3.0).
Menurut Budiningsi (2012, hal. 34) bahwa teori belajar kognitif berbeda
dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan
proses belajar dari pada hasil belajarnya.
✓ Tokoh utama: Jean Piaget, Jerome S. Bruner, David P. Ausubel.

13



✓ Fokus utama: Proses mental internal — bagaimana seseorang memahami,
menyimpan, dan mengolah informasi.
✓ Prinsip dasar:
1) Peserta didik adalah pembelajar aktif yang membangun pengetahuan
berdasarkan struktur kognitifnya.
2) Pembelajaran akan bermakna jika informasi baru dikaitkan dengan
pengetahuan yang sudah ada (Ausubel).
3) Piaget menekankan tahapan perkembangan intelektual anak yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran.
4) Bruner memperkenalkan Discovery Learning dan tiga tahap representasi
(enaktif, ikonik, simbolik).
✓ Implikasi dalam perencanaan pembelajaran:
1) Guru perlu menyesuaikan materi dengan tahap berpikir peserta didik.
2) Strategi pembelajaran: discovery learning, problem solving, dan advance
organizer.
3) Gunakan peta konsep, diagram, dan visualisasi agar siswa memahami
hubungan antar konsep.
4) Pembelajaran menekankan pada pemahaman konsep, bukan sekadar
hafalan.
Contoh penerapan:
Guru menjelaskan konsep zakat dengan mengaitkannya pada pengalaman
nyata siswa dalam kehidupan sehari-hari.

4. Teori Belajar Humanistik
Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungan dan dirinya
sendiri. Tujuan utama para pendidik adalah membantu masing-masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusiayang unik dan membantu
mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Tokoh-tokoh Humanistik sebagai berikut;

14



1. Abraham Maslow, didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada
dua hal : (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang. (2) kekuatan untuk
melawan atau menolak perkembangan itu.
2. Carl Sam Rogers, mengemukakan Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (1)
pemeliharaan, (2) peningkatan diri, (3) penghargaan positif (positive regard) dan
(4) Penghargaan diri yang positif (positive self-regard).
3. Arthur Combs, mengemukakan bahwa Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi
individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak
relevan dengan kehidupan mereka. Untuk mengerti tingkah laku manusia, yang
penting adalah mengerti bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya.
Prinsip utama:
 Tujuan belajar adalah perkembangan pribadi (self-actualization), bukan hanya
pengetahuan akademik.
 Lingkungan belajar harus mendukung, aman, dan menghargai perbedaan
individu.
 Guru berperan sebagai fasilitator yang empatik dan mendorong motivasi
intrinsik siswa.
 Maslow menekankan pemenuhan hierarki kebutuhan (fisiologis, rasa aman,
sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri).
 Rogers menekankan pentingnya keterlibatan emosional dalam belajar.
Implikasi dalam perencanaan pembelajaran:
 Guru memperhatikan motivasi dan kebutuhan emosional siswa.
 Pembelajaran menekankan pada penghargaan diri, refleksi, dan kebebasan
berpendapat.
 Gunakan pendekatan bimbingan pribadi dan suasana belajar yang hangat.
 Evaluasi tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi juga proses dan
perkembangan individu.
Contoh penerapan:
Guru memberi kese mpatan siswa memilih topik ceramah keagamaan yang sesuai
minatnya, lalu menilai dari segi usaha dan perkembangan pribadi.

15



D. Tipe-Tipe Belajar dalam Praktek Pembelajaran
Dalam praktek pembelajaran, penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi
merupakan tindakan kurang bijaksana. Tidak ada suatu teori belajar yang cocok
untuk segala situasi, karena masing-masing mempunyai landasan berbeda dan
cocok untuk situasi tertentu. Robert M. Gagne mencoba melihat berbagai macam
teori belajar dalam satu kebulatan yang saling melengkapi dan tidak bertentangan.
Menurut Gagne, ada 8 tipe belajar. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi
tipe belajar di atasnya. Kedelapan tipe belajar itu adalah:
1. Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar isyarat mirip dengan conditioned respons bersyarat. Seperti menutup
mulut dengan telunjuk, isyarat mengambil sikap tidak bicara. Lambaian tangan
isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan lambaian
tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar
semacam ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi respons yang
dilakukan itu bersifat umum, kabur dan emosional. Menurut Kimble (1961) bentuk
belajar semacam ini biasanya bersifat tidak disadari, dalam artian respons diberikan
secara tidak sadar.
2. Belajar Stimulus (Stimulus Respons Learning)
Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional.
Respons bersifat spesifik. 2 x 36 adalah bentuk suatu hubungan S R. mencium bau
masakan sedap, keluar air liur, itu pun ikatan SR. Jadi belajar stimulus respons sama
dengan teori asosiasi. Setiap respons dapat diperkuat dengan reinforcement. Hal ini
berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons..
3. Belajar Rangkaian (Chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara
berbagai S-R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik; seperti
gerakan dalam mengikat sepatu, makan, minum, atau gerakan verbal seperti selamat
tinggal, bapak-ibu.
4. Asosiasi Verbal (Verbal Association)
Suatu kalimat "unsur itu berbagun limas" adalah contoh asosiasi verbal.
Seseorang dapat menyatakan bahwa unsur berbagun limas kalau ia mengetahui

16



berbagai bangun, seperti balok, kubus, atau kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal
terbentuk jika unsur-unsurnya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu mengikuti
yang lain.
5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian. Seperti
membedakan berbagai bentuk wajah, binatang, atau tumbuh-tumbuhan.
6. Belajar Konsep (Concept Learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil membuat
tafsiran terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta. Dengan
konsep dapat digolongkan binatang bertulang belakang menurut ciri-cit khusus
(kelas), seperti kelas mamalia, reptilia, amphibia, burung, dan ikan. Dapat pula
digolongkan manusia berdasarkan ras (warna kulit) atau kebangsaan, suku bangsa
atau hubungan keluarga. Kemampuan membentuk konsep ini terjadi jika orang
dapat melakukan diskriminasi.
7. Belajar Aturan (Rule Learning)
Hukum, dalil atau rumus adalah rule (aturan). Tipe belajar ini banyak terdapat
dalam semua pelajaran di sekolah, seperti benda memuai jika dipanaskan, besar
sudut dalam sebuah segitiga sama dengan 180 derajat. Belajar aturan mirip dengan
verbal chaining (rangkaian verbal), terutama jika aturan itu tidak diketahui artinya.
Oleh karena itu setiap dalil atau rumus yang dipelajari harus dipahami artinya.
8. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)
Memecahkan masalah adalah biasa dalam kehidupan. Ini memerlukan
pemikiran. Upaya pemecahan masalah dilakukan dengan menghubungkan berbagai
berbagai urusan yang relevan dengan masalah itu. Dalam pemecahan masalah
diperlukan waktu, bisa singkat bisa lama. Seringkali harus dilalui dengan berbagai
langkah, seperti mengenal tiap unsur dalam masalah itu, mencari hubungannya
dengan aturan (rule) tertentu. Dalam segala langkah diperlukan pemikiran.
Tampaknya pemecahan masalah terjadi dengan tiba-tiba (insight). Masalah yang
dipecahkan sendiri atau penyelesaiannya ditemukan sendiri lebih mantap dan dapat
ditransfer pada situasi atau problem lain. Kesanggupan memecahkan masalah
memperbesar kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah lain.

17

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa
landasan perencanaan pembelajaran merupakan dasar yang sangat penting
dalam menentukan arah, isi, dan strategi kegiatan belajar mengajar.
 Landasan ini mencakup aspek filsafat, sosial budaya, psikologis, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi. Keempat landasan tersebut menjadi pijakan utama
bagi guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran yang relevan dengan
nilai-nilai pendidikan dan kebutuhan peserta didik.
 Selain itu, teori-teori belajar seperti behavioristik, kognitif, konstruktivistik,
sosial-kultural, dan instruksional memberikan kerangka konseptual dalam
memahami bagaimana proses belajar terjadi, sehingga guru dapat memilih
pendekatan yang sesuai
 Adapun tipe-tipe belajar—baik visual, auditori, maupun kinestetik, serta ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor—membantu guru dalam menyesuaikan
strategi pembelajaran dengan karakteristik dan gaya belajar siswa. Menurut
Robert M. Gagne ada 8 tipe belajar yaitu: Belajar Isyarat (Signal Learnin),
Belajar Stimulus (Stimulus Respons Learning), Belajar Rangkaian (Chaining),
Asosiasi Verbal (Verbal Association), Belajar Diskriminasi (Discrimination
Learning), Belajar Konsep (Concept Learning), Belajar Aturan (Rule
Learning), Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning).

B. Saran
Guru diharapkan mampu menerapkan berbagai landasan dan teori belajar
dalam merancang pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan sesuai dengan
karakteristik peserta didik. Selain itu, perlu adanya peningkatan kompetensi guru
dalam memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar
pembelajaran menjadi lebih menarik dan relevan dengan kebutuhan zaman.

18



Lembaga pendidikan juga diharapkan memberikan dukungan berupa
pelatihan dan fasilitas yang menunjang proses perencanaan pembelajaran yang
efektif. Bagi peneliti dan mahasiswa, disarankan untuk terus mengkaji dan
mengembangkan model-model perencanaan pembelajaran yang adaptif terhadap
perubahan sosial, budaya, dan teknologi guna meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia, khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.

19

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. (2010). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.
Siregar, Hariman Surya. (2022). Perencanaan Pembelajaran PAI. Bandung:
CV Media Edukasi.
Akhirurudin, dkk., (2019). Belajar dan Pembelajaran. Sungguminasa: CV. Cahaya
Bintang Cemerlang.
Tags