PELAYANAN DAN PEMENUHAN GIZI SEIMBANG LANSIA.pptx

ppkhkabsragen 7 views 58 slides Oct 18, 2025
Slide 1
Slide 1 of 58
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18
Slide 19
19
Slide 20
20
Slide 21
21
Slide 22
22
Slide 23
23
Slide 24
24
Slide 25
25
Slide 26
26
Slide 27
27
Slide 28
28
Slide 29
29
Slide 30
30
Slide 31
31
Slide 32
32
Slide 33
33
Slide 34
34
Slide 35
35
Slide 36
36
Slide 37
37
Slide 38
38
Slide 39
39
Slide 40
40
Slide 41
41
Slide 42
42
Slide 43
43
Slide 44
44
Slide 45
45
Slide 46
46
Slide 47
47
Slide 48
48
Slide 49
49
Slide 50
50
Slide 51
51
Slide 52
52
Slide 53
53
Slide 54
54
Slide 55
55
Slide 56
56
Slide 57
57
Slide 58
58

About This Presentation

PELAYANAN DAN PEMENUHAN GIZI PADA LANSIA LANJUT


Slide Content

PELAYANAN DAN PEMENUHAN GIZI PADA LANJUT USIA Karanganyar, 20 Agustus 2025

Overview : Aspek Gizi Pada Lansia Proses menua : t erjadi penurunan massa otot dan kapasitas fungsional , di sisi lain massa lemak terutama lemak viseral cenderung meningkat . Terjadi gangguan metabolisme karbohidrat dan lemak yang meningkatkan risiko terjadinya penyakit DM Tipe 2, penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi dan stroke. Lansia juga berisiko tinggi mengalami kurang gizi ( malnutrisi ), obesitas , anemia, osteoporosis, maupun defisiensi vitamin dan mineral tertentu . Untuk mencegah atau mengatasi hal-hal tersebut perlu pengelolaan gizi yang tepat .

Apa Yang Akan Kita Pelajari ? Perubahan Fisiologi Pada Lanjut Usia Bagian 1 : Perubahan Komposisi Tubuh Pada Lanjut Usia Bagian 2 : Masalah Gizi Pada Lanjut Usia Bagian 3 : Penilaian dan Penentuan Status Gizi Pada Lanjut Usia Bagian 4 : Pelayanan Gizi Lanjut Usia Bagian 5 :

Bagian 1 Perubahan Fisiologi Pada Lanjut Usia

Proses menua merupakan proses normal yang dimulai sejak konsepsi dan berakhir saat kematian Terjadi penurunan secara perlahan fungsi tubuh dan menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki , mengganti diri , dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya . Akibatnya , terjadi berbagai disfungsi sistem organ.

SALURAN CERNA Jumlah gigi berkurang --> kesulitan menggigit dan mengunyah Produksi air liur menurun Fungsi indera pengecap menurun Gerakan usus melambat --> kembung dan konstipasi JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH Elastisitas pembuluh darah menurun Peningkatan massa otot ventrikel kiri Katup jantung menjadi lebih kaku --> Risiko hipertensi , penyakit jantung koroner , gagal jantung SISTEM PERNAPASAN Elastisitas paru berkurang Kekuatan kontraksi otot pernapasan menurun Jumlah oksigen maksimal yang dapat dihirup berkurang Perubahan Fisiologi Pada Lanjut Usia GINJAL DAN UROGENITAL Penurunan fungsi ginjal Kelemahan otot sfingter --> inkontinensia urine

SISTEM ENDOKRIN Sensivitas terhadap insulin menurun --> kadar glukosa darah meningkat Produksi hormon seks menurun --> menopause dan andropause Aktivitas hormon tiroid menurun --> penurunan laju metabolisme basal SISTEM SARAF Daya hantar saraf menurun Penurunan fungsi kognitif , koordinasi , keseimbangan , serta gerak refleks Penurunan fungsi saraf pengecap , pembau , peraba SISTEM MUSKULOSKELETAL Elastisitas jaringan kolagen berkurang Penurunan massa dan kekuatan otot Penurunan densitas tulang --> mudah mengalami patah tulang Terjadi kekakuan sendi KULIT DAN RAMBUT Jaringan kolagen kulit berkurang --> kulit menjadi keriput Kelenjar keringat berkurang --> rentan mengalami kulit kering . Jumlah melanosit berkurang --> uban , perlindungan terhadap sinar UV menurun Perubahan Fisiologi Pada Lanjut Usia

Metabolisme basal menurunan , aktivitas fisik berkurang --> risiko terjadi obesitas / overweight Fungsi indera pengecap dan pembau menurun , palatabilitas menurun --> risiko terjadi malnutrisi Gangguan gigi geligi --> kesulitan makan sayur dan lauk yang keras --> risiko defisiensi zat gizi mikro Penurunan sekresi asam lambung dan beberapa enzim pencernaan --> risiko malnutrisi dan defisiensi zat gizi mikro Pasase usus menurun --> mudah mengalami konstipasi Gangguan kemampuan motorik --> kesulitan menyiapkan makanan sendiri Sering lupa makan --> risiko malnutrisi Perubahan Pada Lanjut Usia Terkait Gizi

Bagian 2 Perubahan Komposisi Tubuh Pada Lanjut Usia

Perubahan komposisi tubuh pada lansia dipengaruhi oleh perubahan hormonal dan gaya hidup . Terjadi peningkatan massa lemak terutama lemak viseral , penurunan massa otot serta penurunan volume cairan tubuh Usia tua berhubungan dengan penurunan sekresi growth hormone dan hormon-hormon steroid yang berperan dalam metabolisme protein, deposit lemak dan pembentukan massa tulang . Kurangnya aktivitas fisik pada lansia menyebabkan perubahan struktur otot .

Penurunan massa otot Pada proses menua terjadi kehilangan massa otot secara progressif mencapai 2% pertahun . Saat lansia berumur di atas 70 tahun , kehilangan massa otot dapat mencapai hingga 40%. Penurunan massa otot menyebabkan laju metabolisme basal (BMR) menurun , sehingga kebutuhan energi juga menjadi lebih rendah . Penyakit dan inflamasi pada lansia menyebabkan penurunan massa otot terjadi lebih cepat . Untuk menjaga agar massa otot tidak semakin menurun diperlukan latihan fisik yang dianjurkan bagi lansia .

Secara umum terjadi peningkatan massa lemak tubuh , terutama lemak viseral . Penumpukan lemak viseral berhubungan dengan terjadinya gangguan metabolism karbohidrat dan lemak berupa resistensi insulin dan dislipidemia . Hal ini dapat memicu terjadinya DM tipe 2, PJK, hipertensi , stroke, gagal ginjal , dll . Peningkatan Massa Lemak Tubuh

Pada lansia terjadi penurunan volume cairan tubuh , yaitu dari 60% menjadi 54% pada laki-laki , dan 52% menjadi 46% pada perempuan . Hal ini meningkatkan risiko dehidrasi ketika terjadi kehilangan cairan ( diare , muntah ) atau penurunan asupan cairan . Penurunan respons terhadap rangsangan rasa haus meningkatkan risiko dehidrasi pada lansia Sebaliknya , lansia mudah mengalami kelebihan cairan ketika asupan cairan berlebih . Perubahan Volume Cairan Tubuh

Perubahan komposisi tubuh pada lansia menyebabkan penurunan BMR BMR menggambarkan kebutuhan energi minimal untuk menjaga homeostasis tubuh seperti kerja jantung dan pernafasan saat istirahat , proses-proses aktif pembentukan urin , turnover sel , sintesis protein, dll . Organ-organ yang memiliki aktivitas metabolisme tinggi seperti hati , otak , jantung dan ginjal berkontribusi sekitar 60-65% terhadap BMR. Massa otot berkontribusi sekitar 20-25% terhadap BMR

Bagian 3 Masalah Gizi Pada Lanjut Usia Obesitas Malnutrisi Defisiensi zat gizi mikro Penyakit degeneratif

Kondisi lansia yang dapat memicu terjadinya obesitas : Penurunan kecepatan metabolisme tubuh Penurunan aktivitas fisik Pola makan yang tidak tepat Obesitas meningkatkan risiko penyakit jantung koroner , diabetes melitus , hipertensi , stroke, penyakit ginjal , osteoarthritis, Low Back Pain, beberapa jenis kanker , dll Masalah Gizi Pada Lansia : Obesitas

Masalah Gizi Pada Lansia : Malnutrisi Lansia merupakan kelompok yang rentan terhadap malnutrisi Malnutrisi terjadi akibat asupan energi yang tidak adekuat dan / atau penggunaan energi yang meningkat . Berbagai faktor , baik fisik , psikologis maupun sosial dapat menjadi penyebab terjadinya penurunan asupan . Penggunaan energi yang meningkat pada lansia umumnya terjadi akibat adanya penyakit atau inflamasi .

FAKTOR FISIK DAN FISIOLOGIS Gangguan gigi geligi Penurunan fungsi pengecapan , pembau , penglihatan Penurunan fungsi sistem pencernaan dan absorbsi FAKTOR PSIKOLOGIS Kehilangan pasangan dan orang-orang dekat Kehilangan gairah hidup Demensia FAKTOR SOSIAL EKONOMI Kemiskinan Kesulitan menyiapkan makanan Kurangnya dukungan sosial Faktor Terkait Malnutrisi Pada Lansia GANGGUAN KESEHATAN Nyeri kronis --> penurunan nafsu makan Efek samping obat-obatan yang dikonsumsi : mual , muntah , konstipasi Peningkatan penggunaan energi akibat penyakit dan inflamasi

Dampak Malnutrisi Pada Lansia Meningkatkan risiko ulkus dekubitus Penyembuhan luka yang lama Meningkatkan risiko fraktur atau patah tulang Meningkatkan risiko komplikasi dan infeksi Meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas Meningkatkan lama tinggal di rumah sakit Meningkatnya biaya perawatan akibat komplikasi Meningkatkan ketergantungan pada orang lain untuk beraktivitas Menurunkan kualitas hidup Malnutrisi pada lansia mempunyai dampak yang luas bukan hanya pada lansia tersebut tetapi juga pada keluarganya --> perlu pengelolaan yang adekuat dan komprehensif .

Masalah Gizi Pada Lansia : Defisiensi Zat Gizi Mikro Defisiensi zat gizi mikro biasanya terjadi pada lansia dengan malnutrisi , namun lansia dengan gizi baik maupun obesitas dapat juga mengalaminya Vitamin dan mineral yang sering terjadi defisiensi pada lansia , adalah vitamin A, B, C, D, E, zat besi , magnesium, kalsium , dan seng . Gangguan kesehatan yang sering terjadi pada lansia akibat defisiensi zat gizi mikro antara lain adalah anemia dan osteoporosis .

Anemia Pada Lansia Defisiensi zat gizi mikro yang dapat menyebabkan anemia yaitu : Zat besi Vitamin B12 Asam Folat Defisiensi besi dapat terjadi akibat : Kurangnya asupan zat besi Gangguan penyerapan zat besi di saluran cerna Kehilangan zat besi ( infeksi cacing , perdarahan )

Zat Besi (Fe) Sumber zat besi dalam makanan : Besi heme : hati , daging ikan Besi non-heme : sayuran berwarna hijau , kacang-kacangan , buah Penyerapan zat besi dalam tubuh dipengaruhi oleh makanan / minuman yang dikonsumsi . Meningkatkan absorbsi : jeruk , tempe , vitamin C Menghambat absorpsi : teh , kopi, obat maag ( antasida )

Vitamin B12 dan Asam Folat Sumber vitamin B12 dalam makanan : Kerang , kepiting , sarden , salmon, ikan tuna, daging sapi , susu , ayam , telur Sumber Asam Folat dalam makanan : Hewani : hati , kuning telur , ikan salmon Sayuran : bayam , kubis , brokoli , asparagus, seledri , selada , jagung Buah : pisang , jeruk , tomat , alpukat , melon, stroberi , pepaya Kacang-kacangan : kacang tanah , kedelai , almond, kacang polong Pola makan untuk mencegah anemia : Pola makan seimbang Sayur dan lauk bervariasi , porsi cukup Buah 2x sehari Jangan minum teh / kopi sesudah makan Perbanyak makan tempe

Osteoporosis Pada Lansia Kondisi berkurangnya atau hilangnya densitas mineral tulang dan matriks organik . Kekuatan tulang menurun , sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah . Penurunan fungsi ginjal pada lansia menyebabkan malabsorbsi kalsium dan meningkatnya kehilangan massa tulang . Pada lansia , kemampuan kulit membentuk provitamin D-3 dari sinar ultraviolet berkurang .

Masalah Gizi Pada Lansia : Penyakit Degeneratif Penyakit degeneratif terjadi akibat penurunan fungsi dan kinerja sejumlah organ, sel , dan komponen penting lain pada tubuh yang berlangsung secara progresif . Penyakit degeneratif pada lansia berhubungan dengan pola makan dan gaya hidup sejak muda yang kemudian manifes pada saat lansia . Beberapa penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara lain : Diabetes melitus tipe 2 Penyakit jantung koroner Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Osteoarthritis

Diabetes Melitus Tipe II Gangguan pada metabolisme glukosa yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah . DM pada lansia umumnya adalah DM tipe II yaitu terjadi resistensi insulin ( hormon yang membantu mengangkut glukosa ke dalam sel ). Akibatnya , glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan menumpuk di dalam darah , menyebabkan kerusakan pada hampir semua jaringan tubuh sehingga timbul komplikasi antara lain kerusakan ginjal , gangguan penglihatan , luka gangren di kaki, dll .

Penyakit Jantung Koroner Terjadi akibat tersumbatnya pembuluh darah yang mengalir ke jantung . Akibatnya sel-sel jantung tidak mendapatkan suplai makanan dan oksigen yang menyebabkan kematian sel jantung . Sumbatan pada pembuluh darah jantung ( arteri koroner ) terjadi akibat penumpukan lemak pada dinding bagian dalam dari pembuluh darah tersebut , yang diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jaringan ikat, pengapuran , pembekuan darah , dan lain-lain, yang semuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut .

Penyakit Paru Obstruktif Kronik Kekerapan penyakit PPOK cukup tinggi pada populasi lanjut usia . Umumnya pasien PPOK disertai dengan penurunan BB dan gangguan nutrisi . Diperlukan terapi gizi yang tepat pada pasien PPOK dikarenakan energi yang diperlukan untuk respirasi meningkat . Pasien tidak hanya perlu zat gizi makro , namun juga perlu diberi suplementasi zat gizi mikro karena berisiko terjadi defisiensi yang akan menambah buruk fungsi paru-paru .

Kesulitan Mengunyah Pilih makanan dengan tekstur yang dapat diterima Potong makanan dalam bentuk yang lebih kecil ( cincang ) Modifikasi tekstur makanan ( bubur ) Masak sampai empuk Konsultasi ke dokter gigi jika ada masalah gigi geligi Konstipasi Perbanyak makan sayur dan buah Perbanyak asupan cairan Bila perlu dapat diberikan obat pencahar Berkurangnya Rasa Makanan Tambahkan bumbu dapur yang mempunyai aroma kuat ( jahe , bawang , daun kemangi,dll ) Tambahkan penyedap rasa (MSG) Beberapa Masalah Makan Pada Lansia

Mual / Kembung Makan dengan porsi kecil tapi sering Hindari sayuran yang dimakan mentah ( lalapan ) Hindari makanan yang menyebabkan mual seperti makanan pedas , kecut , berminyak , dan aroma yang menyengat Hindari tiduran setelah makan Mulut Kering Pastikan kecukupan cairan Pilih makanan yang lunak Makan dengan kuah yang banyak Perbanyak makan buah-buahan Beberapa Masalah Makan Pada Lansia

Bagian 4 Penilaian dan Penentuan Status Gizi Pada Lanjut Usia

Penilaian Status Gizi : Antropometri Secara sederhana penilaian status gizi dapat dilakukan dengan pemeriksaan Antropometri . Antropometri yang penting pada lansia adalah : Berat Badan Tinggi Badan Tinggi Lutut – untuk memperkirakan Tinggi Badan Panjang Depa – untuk memperkirakan Tinggi Badan Lingkar Lengan Atas – untuk memperkirakan Berat Badan Lingkar Perut

Pengukuran Berat Badan Alat yang digunakan : timbangan injak atau timbangan digital yang sudah dikalibrasi . Letakkan alat di lantai yang rata, posisikan angka sampai menunjukkan angka nol Lansia berdiri tegak dengan memakai pakaian seminimal mungkin , tidak membawa beban atau benda apa pun, dan tanpa alas kaki Mata lansia yang diukur menatap lurus ke depan dan tubuh tidak membungkuk Mata petugas yang mengukur sejajar dengan skala timbangan Hasil pengukuran dibaca pada skala dengan ketelitian 0,1 kg (100 gram)

Pengukuran Tinggi Badan Persiapan alat : Alat yang digunakan : mikrotoa ukuran 2 meter yang sudah ditera . Mikrotoa diletakkan di lantai yang rata dan dinding yang tegak lurus. Tarik pita meteran ke atas sampai menunjukkan angka 0, tempelkan mikrotoa pada dinding

Pengukuran Tinggi Badan Cara pengukuran : Posisikan lansia berdiri tegak di bawah mikrotoa tanpa memakai alas kaki Pada waktu mengukur, posisi punggung, tumit, pantat, dan belakang kepala menempel pada dinding, pandangan mata lurus ke depan, lengan menggantung santai Meteran mikrotoa diturunkan hingga mengenai bagian yang menonjol pada kepala (verteks) lansia yang diukur Saat membaca skala , mata pengukur sejajar dengan skala . Hasil pengukuran dibaca pada garis merah dengan ketelitian 0,1 cm.

Pengukuran Panjang Depa Alat yang digunakan : pita meteran yang ditempel di dinding Lansia berdiri atau duduk tegak, kaki dan bahu menempel membelakangi dinding sepanjang pita meteran , kedua tangan direntangkan sepanjang mungkin dalam posisi lurus mendatar / horizontal dan tidak dikepal Pembacaan dilakukan dengan ketelitian 0,1 cm mulai dari bagian ujung jari tengah tangan kanan hingga ujung jari tengah tangan kiri Pengukuran tidak dapat dilakukan apabila kedua tangan tidak dapat diluruskan karena sakit atau sebab lainnya

Pengukuran Tinggi Lutut Tinggi lutut dipergunakan untuk memperkirakan tinggi badan lansia yang tidak dapat berdiri atau memiliki gangguan lekukan tulang belakang . Penentuan Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut menggunakan formula sebagai berikut (Gibson RS, 1993):

Pengukuran Tinggi Lutut Cara pengukuran : Lansia diukur dalam posisi duduk atau berbaring di atas lantai atau kasur yang rata tanpa menggunakan bantal / alas kepala Segitiga kayu diletakkan pada kaki kiri antara tulang kering dengan tulang paha membentuk sudut 90º Penggaris kayu ditempatkan di antara tumit sampai bagian tertinggi dari tulang lutut. Pembacaan dilakukan pada alat ukur dengan ketelitian 0,1 cm.

Pengukuran Lingkar Lengan Atas Alat yang digunakan : metline atau pita meteran . Pengukuran dilakukan pada lengan yang tidak aktif , jika pasien kidal maka LILA diukur pada lengan kanan ; jika pasien tidak kidal maka pengukuran dilakukan di lengan kiri . Cara pengukuran : Lengan ditekuk 90 derajat . Tentukan titik akromion dan olekranon pada lengan tersebut , lalu beri tanda pada titik tengah antara akromion dan olekranon . Luruskan lengan dalam posisi rileks . Lilitkan pita meteran melingkari lengan atas tepat pada titik tengah tadi . Lilitan harus cukup erat tetapi tidak menekan dan posisi lurus segaris . Hasil dibaca dengan ketelitian 0,1 cm

Pengukuran Lingkar Perut Alat yang digunakan : metline atau pita meteran . Pengukuran dilakukan dengan perut dan pinggang tidak tertutup pakaian atau dengan pakaian yang tipis. Cara pengukuran : Lansia berdiri tegak Tentukan titik tulang rusuk paling bawah dan titik ujung lengkung tulang panggul , lalu beri tanda pada titik tengah antara kedua titik tersebut . Lakukan pengukuran dimulai dari titik tengah tersebut melingkari perut dan pinggang dengan melewati bagian perut yang paling menonjol dan berakhir kembali di titik tengah tadi . Hasil dibaca dengan ketelitian 0,1 cm.

Penentuan Status Gizi Secara umum penentuan status gizi pada lansia dapat dinilai menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) Contoh : Orang dengan BB = 60 kg dan TB = 155 cm, maka IMT- nya adalah : 65 kg / (1,55 m x 1,55 m) = 27,06 kg/m ²

Penentuan Status Gizi Berdasarkan IMT Akan tetapi , IMT tidak memberikan gambaran tentang persentase dan distribusi lemak , massa otot , dan cairan tubuh .

Ukuran Lingkar Pinggang (LP) dapat dijadikan indikator untuk penentuan obesitas , khususnya obesitas sentral Obesitas sentral berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner , diabetes dan stroke. Obesitas sentral jika : Pria : LP > 90 cm Wanita : LP > 80 cm

Bagian 5 Pelayanan Gizi Pada Lanjut Usia

TIPS MEMILIH MAKANAN UNTUK LANSIA Berikan makanan bergizi sesuai pedoman “ isi piringku” Pilih olahan makanan yang mudah ditelan Terapkan pola makan yang teratur Hindari makanan yang dapat menimbulkan masalah pencernaan Pilih lemak yang sehat Batasi makanan mengandung gula Kurangi asupan garam Kecukupan cairan pada lansia

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi : Karbohidrat Secara praktis kebutuhan energi dihitung menggunakan rule of thumb yaitu 25 – 3 kkal/kgBB. Contoh : Lansia dengan BB 50 kg maka kebutuhan energi = 1500 – 1750 kkal/hari Sumber energi utama : karbohidrat (50 – 65 % dari total energi) Sumber karbohidrat yang baik : nasi, kentang, gandum, singkong Perlu dibatasi : gula, sirup, kental manis, roti tawar putih, makanan yang berbahan tepung beras

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi : Protein & Lemak Kebutuhan protein : 0,8 – 1,2 gram/kgBB Individu dengan gangguan fungsi ginjal : 0,6 – 0,7 gram/kgBB Sumber protein hewani : ayam, daging, telur, susu, ikan Sumber protein nabati : tahu, tempe, kacang-kacangan Kombinasikan sumber protein hewani dan nabati dalam makanan Kebutuhan lemak : 20 – 30 % total energi Sumber lemak yang baik : kuning telur, otak, minyak zaitun , ikan laut, susu, keju Batasi penggunaan margarin, minyak goreng yang telah digunakan berkali-kali karena mengandung lemak trans

Kebutuhan Cairan , Vitamin, Mineral, Serat Kebutuhan cairan : 1500 – 2000 ml/hari. Perlu pembatasan cairan : gagal jantung, gagal ginjal, sirosis hati, asites. Vitamin, mineral dan serat banyak terdapat dalam sayur dan buah. Konsumsi sayur dan buah 5 porsi/hari (misalnya 3 porsi sayur, 2 porsi buah). Kebutuhan vitamin D dapat dicukupi dengan berjemur pagi hari (sekitar jam 9 – 10 pagi ) selama 10 – 15 menit 3x seminggu Perlu suplementasi : infeksi, penyembuhan luka, diare, anemia defisiensi gizi dll. Hindari pemberian vitamin dan mineral megadosis.

Konseling Gizi Bertujuan untuk membantu Lansia dan keluarganya memahami dan menentukan alternatif pemecahan masalah yang paling sesuai dengan kondisinya . Lansia perlu didampingi keluarga saat menerima konseling gizi. Konselor : diperlukan kesabaran , kejujuran , sikap santun , empati , bahasa sederhana dan mudah dimengerti , menjadi pendengar yang baik dan menguasai isi pesan serta memberikan edukasi dan solusi dari masalah gizi yang tepat .

Pedoman Gizi Seimbang Susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh Memperhatikan 4 prinsip: Variasi makanan Pola hidup bersih Pola hidup aktif dan olah raga Pemantauan berat badan ideal

“ Isi Piringku ”

Makanan Pokok Porsi : 1/3 dari isi piring Sumber utama untuk kebutuhan karbohidrat Dapat berupa nasi putih , nasi merah , kentang , mie , bihun , gandum , ubi , singkong

Lauk Pauk Porsi : 1/6 dari isi piring Merupakan sumber utama protein Protein hewani : telur , ikan , ayam , daging , susu Protein nabati : tahu , tempe , kacang-kacangan Kombinasikan sumber protein hewani dan nabati dalam makanan Memberikan efek kenyang lebih lama

Buah-buahan Porsi : 1/6 dari isi piring Merupakan sumber berbagai vitamin ( vit A, vit B1, vit B6, vit C, asam folat ), mineral ( kalium , kalsium , magnesium, zinc dll ), dan serat Buah-buahan juga mengandung berbagai jenis molekul bioaktif yang berperan sebagai antioksidan .

Sayuran Porsi : 1/3 dari isi piring Sumber vitamin, mineral dan serat . Berbagai jenis sayuran mempunyai kandungan nutrisi yang berbeda  konsumsi sayur yang bervariasi agar saling melengkapi Serat berperan penting untuk menyehatkan pencernaan , membantu mencegah penyakit diabetes, stroke, obesitas