Perencanaan Pengelolaan Hutan_Metode Pengambilan Keputusan Multikriteria
MAYZAPANCAREKAPRANA
8 views
24 slides
Oct 21, 2025
Slide 1 of 24
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
About This Presentation
Berisikan tentang multi decision dalam perencanaan pengelolaan hutan
Size: 20.24 MB
Language: none
Added: Oct 21, 2025
Slides: 24 pages
Slide Content
FAKULTAS KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
Oleh: Kelompok 6 Paralel 2 DMNH
Dosen Pengajar: Qori Pebrial Ilham, S.Hut., M.Si
2
Mayza Pancar
Muhamad Taufik Hadiansyah
Ega Insani
Nurvica Berliana
Reza Achtasya
Ivo Satria Prayogi
Ziwel Neclesia Lumban Gaol
E1401221022
E1401221026
E1401221028
E1401221081
E1401221082
E1401221038
E1401221083
Kelompok 6 Paralel 2 DMNH
3
Metode
Alat dan Bahan :
Ms. Excel Software
Super Decisions
Prosedur Kerja :
Menetapkan tujuan utama serta merumuskan pilihan-pilihan alternatif yang
tersedia.
Menyusun struktur hierarki untuk mendukung proses pengambilan keputusan.
Melakukan pembandingan secara berpasangan antar elemen dalam hierarki.
Mengumpulkan penilaian dari para ahli atau pakar yang relevan.
Memasukkan data hasil penilaian ke dalam perangkat lunak SuperDecisions.
Menghitung bobot prioritas serta menguji tingkat konsistensi data.
Mengevaluasi hasil pengolahan untuk menentukan alternatif yang paling
optimal.
Melaksanakan analisis sensitivitas guna menguji stabilitas keputusan terhadap
perubahan bobot.
Gabungan
Kriteria
Sosial
Ekologi
Ekonomi
0,24
0,18
Ekologi
1,00
0,40
1,00
Sosial
1,00
Ekonomi
Argumen :
Berdasarkan hasil penilaian gabungan pakar, kriteria ekologi dipandang sebagai yang paling penting dalam
pengelolaan hutan, dengan nilai 4 kali lebih tinggi dari sosial dan 5,62 kali lebih tinggi dari ekonomi. Ini menegaskan
bahwa keberlangsungan fungsi ekologis seperti konservasi keanekaragaman hayati, penyerapan karbon, dan
pengaturan siklus air merupakan fondasi utama dalam hutan lestari (Alvia et al. 2018). Aspek sosial menempati
posisi kedua dengan nilai lebih tinggi dari ekonomi (2,52), menunjukkan pentingnya pelibatan masyarakat dan
keadilan akses terhadap sumber daya hutan, yang menurut Hidayat (2015) dapat meningkatkan rasa memiliki dan
mengurangi konflik. Ekonomi berada pada prioritas terakhir, bukan karena tidak penting, tetapi karena perlu
diseimbangkan dengan prinsip ekologi dan sosial agar tidak bersifat eksploitatif dan tetap mendukung keberlanjutan
fungsi hutan.
2,52
5,62
4
4
4
Gabung
an
Sub-
Kriteria
Kehati
Kualitas
Lahan dan
Air
0.250
0,32
Kehati
1,00
3
Kualitas
Lahan
dan Air
Argumen :
Kehati unggul dengan bobot 0,75 dari KLA yang memiliki bobot
0,25 didukung juga dengan nilai 3 poin lebih tinggi dari KLA pada
penilaian pakar. Hal ini menunjukkan bahwa kehati dianggap 3 kali
lebih penting dibandingkan KLA dalam konteks pengelolaan hutan
lestari. Kehati menjadi indikator utama keberhasilan pengelolaan
hutan lestari karena ekosistem yang kaya akan keanekaragaman
hayati cenderung lebih tahan terhadap gangguan dan perubahan
lingkungan (Mori et al. 2017). Kualitas lahan dan air tetap penting,
namun efektivitasnya sangat bergantung pada tingginya kehati di
kawasan hutan tersebut.
5
Gabungan
K. Usaha
Sub-Kriteria
K.Hasil Hutan
K. Finansial
0,43
0,56
K.
Finansial
1,00
1,78
1,00
0,46
K.Hasil Hutan
1,00
2,16
K.
Usaha
2,32
Argumen:
Kriteria finansial dinilai paling penting
karena berkaitan langsung dengan
pendapatan dan keberlanjutan ekonomi
masyarakat. Hasil hutan berkontribusi
dalam sumber daya utama, namun
nilainya bergantung pada pengelolaan
keuangan yang baik. Kegiatan usaha
paling rendah karena bersifat turunan
dari kedua aspek sebelumnya.
6
Gabungan
Akses dan
Kontrol
Integrasi
SosBud
Hubungan
Tenker
Sub-Kriteria
1,00
0,33
0,47
Akses dan
Kontrol
1,00
2
0,43
Integrasi
SosBud
1,00
2
3
Hubunga
n TenKer
Akses dan kontrol dinilai paling penting
karena menentukan sejauh mana masyarakat
bisa berpartisipasi dan mendapat manfaat
dari hutan. Integrasi sosial budaya tetap
penting karena untuk menjaga nilai lokal,
namun efektivitasnya bergantung pada akses
yang dimiliki masyarakat. Hubungan tenaga
kerja paling rendah karena perannya lebih
operasional dibanding Akses dan Intergrasi.
7
Argumen :
Gabungan
Sub-Kriteria
H. Pendidikan
H. Produksi
1,00
0,21
H. Pendidikan
1,00
5
H. Produksi
Argumen : Berdasarkan hasil perbandingan berpasangan, sub-
kriteria Hutan Pendidikan memiliki tingkat kepentingan yang
jauh lebih tinggi dibandingkan Hutan Produksi, dengan nilai
4,65. Ini menunjukkan bahwa aspek pendidikan dipandang
lebih krusial dalam mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan. Pendidikan berperan penting dalam
meningkatkan kesadaran lingkungan, efisiensi pemanfaatan
sumber daya, serta mendorong inovasi dan kualitas tenaga
kerja. Dengan demikian, prioritas pada pendidikan menjadi
strategi kunci untuk menciptakan dampak jangka panjang
yang positif, baik secara individu maupun sosial. Pendidikan
juga terbukti sebagai pendorong utama pembangunan,
terutama dalam pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjutan di negara berkembang.
8
Gabungan
Sub-
Kriteria
H.
Pendidikan
H.
Produksi
1,00
0,29
H.
Pendidikan
3
1,00
H.
Produksi
Argumen :
Hutan pendidikan 3 kali lebih penting dibandingkan dengan hutan
produksi untuk alternatif sosial. Hal ini menunjukkan bahwa, dari
sudut pandang sosial, kontribusi hutan pendidikan dianggap jauh
lebih besar daripada hutan produksi. Hutan pendidikan tidak hanya
memberikan manfaat langsung berupa ilmu pengetahuan, tetapi juga
memberikan dampak sosial yang luas seperti pemberdayaan
masyarakat sekitar, peningkatan kapasitas lokal, serta penguatan
identitas dan budaya lokal yang erat kaitannya dengan ekosistem
hutan (Sari et al. 2020).
9
Gabungan
Sub-
Kriteria
H. Pendidikan
H.
Produksi
H.
Produksi
H.
Pendidikan
Argumen :
Hutan Produksi memiliki nilai 5 lebih tinggi dari hasil penilaian
pakar dibandingkan hutan pendidikan dengan bobot hutan
produksi 0,83 dan bobot hutan pendidikan sebesar 0,17. Hal ini
menandakan bahwa hutan produksi 5 kali lebih penting dari hutan
pendidikan, keadaan ini dikarenakan Hutan produksi memiliki
peran strategis sebagai alternatif ekonomi yang paling relevan
dalam mendukung tujuan pengelolaan hutan lestari, karena mampu
memberikan manfaat ekonomi langsung sekaligus membuka
peluang pengembangan usaha berbasis sumber daya alam yang
berkelanjutan ( Noer et al. 2017)
1,00
1,00
0,21
5
10
Gabungan
Sub-
Kriteria
H.
Pendidika
n
H.
Produksi
1,00
0,22
H.
Pendidikan
1,00
4
H.
Produksi
11
Argumen :
Berdasarkan penilaian pakar hutan pendidikan 4 kali lebih
penting dari hutan produksi didukung dengan bobot hutan
pendidikan sebesar 0,80 yang lebih unggul dari hutan produksi
yang memiliki bobot sebesar 0,20. Hutan pendidikan penting
sebagai alternatif keberagaman hayati (Kehati) untuk tujuan
pengelolaan hutan lestari, karena berfungsi sebagai pusat
konservasi, penelitian, dan pendidikan lingkungan yang
berorientasi pada perlindungan jangka panjang ekosistem
hutan. Hutan pendidikan menyediakan ruang alami yang relatif
utuh dan minim gangguan manusia, sehingga menjadi habitat
penting bagi berbagai spesies flora dan fauna, termasuk yang
langka dan endemik (Wahyudi et al.2014)
Gabungan
Sub-
Kriteria
H.
Pendidikan
H.
Produksi
1,00
0,32
H.
Pendidika
n
1,00
3
H.
Produksi
12
Argumen :
Hutan pendidikan lebih penting 3 kali dibanding hutan produksi
dalam mendukung KLA karena pengelolaannya berfokus pada
konservasi, penelitian, dan pemulihan ekosistem. Hutan
pendidikan, cenderung mengedepankan keberlanjutan ekologis,
seperti penanaman spesies lokal, pengendalian erosi, dan
perlindungan kawasan sempadan sungai dalam praktik
pengelolaan lahan. Hal ini berkontribusi terhadap kualitas tanah
dan air.
Gabungan
Sub-
Kriteria
H.
Pendidika
n
H.
Produksi
1,00
3
H.
Produksi
1,00
0,28
H.
Pendidikan
13
Argumen :
Hutan produksi dinilai 3 kali lipat lebih penting dibandingkan
hutan pendidikan dalam konteks keberlanjutan finansial.
Artinya, dari sudut pandang ekonomi atau finansial, kontribusi
hutan produksi terhadap pendapatan dan keberlanjutan ekonomi
dianggap jauh lebih besar. Pendapatan dari hutan produksi dapat
digunakan untuk mendukung berbagai program pembangunan,
termasuk konservasi dan pemberdayaan masyarakat sekitar
hutan. Keberlanjutan finansial dari hasil hutan produksi juga bisa
menjadi modal untuk investasi pada kegiatan pelestarian
lingkungan dan pendidikan (Wahyudi dan Hadi 2018).
Gabungan
Sub-
Kriteria
H.
Pendidika
n
H.
Produksi
1,00
2,00
H.
Produksi
1,00
0,54
H.
Pendidikan
13
Pada alternatif keberlanjutan hasil hutan, hutan produksi
dinilai 2 kali lipat lebih penting dari hutan pendidikan, hal
tersebut dikarenakan hutan produksi dapat secara
langsung ditujukan untuk menghasilkan komoditas yang
berkontribusi terhadap keberlanjutan hasil hutan yang
mana hal tersebut memberikan manfaat ekonomi, ekologis,
dan sosial secara terpadu. Meskipun hutan pendidikan
penting untuk kesadaran lingkungan, kontribusi langsung
hutan produksi terhadap ekonomi dan keberlanjutan lebih
mendesak, menjadikannya lebih vital.
Argumen :
14
Gabungan
Sub-
Kriteria
H.
Pendidika
n
H.
Produksi
1,00
4,00
H.
Produksi
1,00
0,26
H.
Pendidikan
15
Argumen :
Hutan produksi memberikan kontribusi ekonomi yang
signifikan melalui penyediaan bahan baku dan
lapangan kerja, sehingga nilainya dianggap 4 kali lipat
lebih penting dibandingkan hutan pendidikan yang
lebih berfokus pada aspek pembelajaran dan
konservasi. Hutan lestari berperan penting dalam
menjaga keseimbangan antara pemanfaatan sumber
daya dan pelestarian lingkungan, mendukung kedua
jenis hutan tersebut untuk mencapai tujuan
keberlanjutan. Pemanfaatan HHBK berpotensi
mendukung ekonomi lokal tanpa mengorbankan
keberlanjutan lingkungan (Sudrajat dan Yuliana 2024)
Gabungan
Sub-
Kriteria
H.
Pendidika
n
H.
Produksi
1,00
0,48
H. Pendidikan
1,00
2
H. Produksi
16
Dalam konteks keberlanjutan akses kontrol dan komunitas,
hutan pendidikan dianggap 2 kali lipat lebih penting
dibandingkan hutan produksi. Hutan pendidikan berfungsi
sebagai sumber pengetahuan dan kesadaran lingkungan,
membantu masyarakat memahami pentingnya pelestarian
ekosistem. Hutan pendidikan juga membangun relasi sosial yang
kuat, meningkatkan kolaborasi dalam perlindungan hutan.
Meskipun hutan produksi berkontribusi secara ekonomi, dampak
jangka panjang hutan pendidikan dalam membangun kesadaran
dan keberlanjutan menjadikannya lebih vital (Budi et al. 2023)
Argumen :
Gabungan
Sub-
Kriteria
H.
Pendidika
n
H.
Produksi
1,00
0,29
H.
Pendidikan
1,00
3,00
H.
Produksi
16
Hutan pendidikan lebih penting 3 kali lebih penting dibandingkan
hutan produksi dalam mendukung alternatif integrasi sosial dan
budaya untuk tujuan pengelolaan hutan lestari, didukung oleh
bobot hutan pendidikan sebesar 0,75 yang lebih besar dari bobot
hutan produksi sebesat 0,25. Hal ini, karena hutan pendidikan
menyediakan ruang interaksi yang inklusif dan partisipatif. Hutan
pendidikan berperan sebagai jembatan antara ilmu pengetahuan
dan kearifan lokal, dengan memberikan ruang untuk dokumentasi,
pelestarian, dan pewarisan budaya masyarakat adat maupun lokal
yang berkaitan dengan pengelolaan hutan (Dhafir 2020)
Argumen :
17
Gabungan
Sub-
Kriteria
H.
Pendidikan
H.
Produksi
1,00
4,00
H.
Pendidikan
1,00
0,26
H. Produksi
18
Argumen : Berdasarkan hasil analisis pada tabel perbandingan
berpasangan sub-kriteria, terlihat bahwa Hutan Pendidikan memiliki
tingkat kepentingan yang lebih tinggi dibandingkan Hutan Produksi.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai 1,00 pada Hutan Pendidikan terhadap
dirinya sendiri dan 0,26 terhadap Hutan Produksi, sedangkan Hutan
Produksi memiliki nilai 4,00 terhadap Hutan Pendidikan dan 1,00
terhadap dirinya sendiri. Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa dalam
konteks penilaian tenaga kerja, aspek pendidikan dinilai lebih prioritas
untuk dikembangkan. Prioritas pada Hutan Pendidikan dapat
dijustifikasi karena pendidikan berperan penting dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, kesadaran lingkungan, dan inovasi
pengelolaan hutan yang berkelanjutan (Trydillah et al. 2021).
19
Kriteria : Ekologi
Berdasarkan hasil uji sensitivitas pada kriteria ekologi dapat
disimpulkan bahwa kriteria ekologi tidak sensitif, apabila bobot
bertambah atau berkurang. Hal ini mengindikasikan bahwa
keputusan yang diambil berdasarkan aspek ekologi bersifat stabil
dan konsisten, serta tidak mudah terpengaruh oleh variasi nilai
parameter. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Hutan
Pendidikan tetap menjadi alternatif terbaik dalam mendukung
tujuan pengelolaan hutan lestari dari perspektif ekologi.
20
Kriteria : Sosial
Berdasarkan hasil uji sensitivitas pada kriteria sosial dapat
disimpulkan bahwa kriteria sosial tidak sensitif, apabila bobot
bertambah atau berkurang.Hasil ini menunjukkan bahwa keputusan
akhir tidak berubah meskipun terjadi penyesuaian pada bobot
kriteria sosial. Artinya, alternatif Hutan Pendidikan tetap menjadi
pilihan utama, menunjukkan bahwa dari perspektif sosial, hutan
pendidikan lebih mampu memberikan manfaat jangka panjang
seperti pelibatan masyarakat dalam pendidikan lingkungan,
peningkatan kesadaran konservasi, serta memperkuat nilai-nilai
sosial budaya lokal.
21
Kriteria : Ekonomi
Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa
preferensi terhadap jenis hutan sangat dipengaruhi
oleh bobot kriteria ekonomi. Saat ekonomi menjadi
prioritas utama (bobot 0,81), Hutan Produksi lebih
dipilih karena memberikan manfaat ekonomi
langsung. Namun, ketika bobot ekonomi
diturunkan (0,24), Hutan Pendidikan menjadi
pilihan utama karena lebih mendukung aspek
ekologi dan sosial. Ini menunjukkan bahwa
keputusan pemilihan jenis hutan cukup sensitif
terhadap perubahan bobot ekonomi, dengan Hutan
Produksi unggul pada orientasi ekonomi dan Hutan
Pendidikan lebih sesuai untuk pendekatan
pengelolaan hutan lestari yang berimbang.
22
Berdasarkan hasil sintesis metode AHP, nilai awal (raw) yang diperoleh menunjukkan bahwa Hutan Pendidikan (HPend)
memiliki bobot sebesar 0,297313, sedangkan Hutan Produksi (HProd) sebesar 0,102687. Nilai ini mencerminkan akumulasi
bobot lokal dari seluruh kriteria terhadap tujuan utama. Selanjutnya, dilakukan proses normalisasi dengan menjumlahkan
total raw sebesar 0,4. Dari hasil ini, diperoleh nilai normal untuk HPend sebesar 0,743282 dan HProd sebesar 0,256719.
Langkah berikutnya adalah menghitung nilai ideal dengan membandingkan masing-masing nilai normal terhadap nilai
normal tertinggi, yaitu milik HPend. Hasilnya, HPend memperoleh nilai ideal sebesar 1,000000, sementara HProd
memperoleh nilai 0,345385. Berdasarkan nilai normal, Hutan Pendidikan memiliki prioritas tertinggi dalam pengambilan
keputusan, yaitu sekitar 74%, jauh lebih besar dibandingkan Hutan Produksi yang hanya sekitar 26%. Hasil ini memperkuat
bahwa berdasarkan metode AHP dan pertimbangan para ahli, Hutan Pendidikan merupakan alternatif terbaik untuk
pengelolaan hutan lestari. Pilihan ini menekankan pentingnya aspek edukatif, konservasi, dan keberlanjutan sosial-ekologis
dalam mendukung tujuan pengelolaan hutan yang berkelanjutan.Penelitian Arifin et al. (2021) menyatakan bahwa hutan
pendidikan efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku konservasi masyarakat, sehingga berkontribusi
langsung pada upaya pelestarian hutan jangka panjang.
30
31
FAKULTAS KEHUTANAN DAN LINGKUNGAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN