Perkembangan Kognitif Anak Usia SD..pptx

IlaIsomudin 7 views 18 slides Sep 01, 2025
Slide 1
Slide 1 of 18
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11
Slide 12
12
Slide 13
13
Slide 14
14
Slide 15
15
Slide 16
16
Slide 17
17
Slide 18
18

About This Presentation

Perkembangan Kognitif Anak Usia SD


Slide Content

MODUL 2 PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA SEKOLAH DASAR Kegiatan Belajar 1 KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK USIA SD A.    Pengertian Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya, sesuai buku karangan .

B. Proses Perkembangan Kognitif Ada dua proses perkembangan kognitif yaitu pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar psikologi pemprosesan informasi.  Teori Perkembangan Kognitif Piaget Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif, yaitu : a.Tahap Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun) Tahap ini seperti Bayi bergerak dari tindakan reflex instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik. b.Tahap Pra-Operasional (usia 2-7 tahun) Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dari berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik. c.Tahap Konkret-Operasional (usia 7-11 tahun) Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Tetapi dalam tahapan konkret-operasional masih mempunyai kekurangan yaitu, anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. d.Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun-dewasa) Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.

Kegiatan Belajar 2 BAKAT DAN KREATIVITAS ANAK USIA SD A . Pengertian Bakat Pengertian bakat dalam Kapita Selekta Pendidikan SD adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu tugas tanpa banyak bergantung pada latihan. Namun demikan, bakat juga perlu dikembangkan agar dapat lebih terwujud dalam kehidupan seseorang. Hal ini sesuai dengan yang di ungkapkan oleh Utami Munandar (1987) bahwa bakat merupakan kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Pendapat ini juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Suwarno (1986) bahwa bakat adalah kondisi didalam diri seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus.

B . Bakat Sebagai Potensi Yang Dapat Dikembangkan Utami Munandar (1987) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menentukan sejauh mana bakat anak dapat terwujud. Faktor-faktor tersebut adalah berikut ini : 1 . Faktor Dalam Diri Anak Bagaimana minat anak pada sesuatu, seberapa besar keinginanya untuk mewujudkan bakatnya dalam prestasi, misalnya anak yang berbakat melukis mengikuti lomba melukis di sekolah karena ia ingin menjadi juara. 2 . Faktor Keaadaan Lingkungan Anak Seberapa jauh anak mendapat kesempatan untuk mengembangkan bakatnya, sarana an prasarana yang tersedia, berapa besar dukungan dan dorongan orangtua, bagaimana keaadaan social ekonomi orang tua maupun tempat tinggalnya.

C.Pengertian Kreativitas Kreativitas merupakan kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi dan unsur-unsur yang ada. Umumnya orang mengertikan kreativitas sebagai daya cipta, khususnya menciptakan hal-hal baru. Dengan demikian , semakin memungkinkan baginya untuk menciptakan ide-ide yang kreativ .

Jika ditinjau dari belahan otak manusia yang terdiri dari belahan otak kanan dan kiri, tampak bahwa masing-masing memiliki kekhususan tersendiri. Belahan otak kiri banyak mengontrol bagian kanan tubuh manusia, ternyata di dalam banyak lingkungan budaya cenderung lebih dominan dan lebih dikembangkan, khususnya begitu anak mulai sekolah. Belahan otak kiri banyak berkaitan dengan verbal, matematis, analitis, rasional serta hal-hal yang menekankan pada keteraturan. Sedangkan belahan otak kanan yang mengontrol bagian kiri tubuh , terutama mengkhususkan pada hal-hal yang bersifat noverbal dan holistic, intuitif,imaginative. Agar kreativitas seseorang dapat lebih terwujud, maka belahan otak kanan perlu diasah (Rosemini,2000).

D. Hubungan Kreativitas dengan Kecerdasan Teori ambang inteligensia untuk kreativitas dari Anderson memaparkan bahwa sampai tingkat intelegensi tertentu, yang di perkirakan seputar IQ 120, ada hubungan yang erat antara inteligensia dengan kreativitas. Hal ini dapat dimengerti karena untuk menciptakan suatu produk kreativitas yang tinggi diperlukan tingkat inteligensia yang cukup tinggi pula. Lebih lanjut Anderson mengatakan bahwa diatas ambang inteligensia itu tidak ada korelasi yang tinggi lagi antara inteligensia dan kreativitas. Dengan demikian kita dapat mengacu pada pendapat Hurlock (1987) bahwa kreativitas tidak dapat berfungsi dalam keadaan vakum karena berasal dari apa yang telah diperoleh selama ini, dan hal ini juga tergantung pada kemampuan intelektual seseorang.

E . Belajar dan Berpikir Kreatif Belajar kreatif tidak hanya berkaitan dengan perkembangan kognitif, tetapi juga berkaitan dengan penghayatan pengalaman belajar yang mengasyikkan. Supaya perilaku kreatif kreatif dapat terwujud maka ciri kognitif maupun afektif dari kreativitas perlu dikembangkan secara terpadu dalam proses belajar. 1. M enciptakan Lingkungan di Dalam Kelas yang Merangsang Belajar Kreatif A. Memberikan pemanasan Pemberian pemanasan dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka, dan bukan pertanyaan tertutup, dimana siswa tinggal menjawab ya atau tidak. Selain itu juga bisa mendorong siswa mengajukan pertanyaan sendiri terhadap suatu masalah. Pengaturan fisik Pengaturan fisik atau ruang kelas saat belajar juga dapat mempengaruhi suatu proses belajar kreatif. Pengaturan fisik di kelas harus bisa disesuaikan dengan kebutuhan dalam menunjang pembelajaran jadi lebih efektif. c. Kesibukan di dalam kelas G uru harus dapat membedakan antara kesibukan yang aktif dan diskusi yang produktif dengan kesibukan dan diskusi yang sekedar ‘mengobrol’. d. Guru Sebagai Fasilitator Peran guru harus terbuka, mendorong siswa untuk aktif belajar dapat menerima gagasan siswa, memupuk siswa untuk member kritik membangun dan mampu memberikan penilaian terhadap diri sendiri, menghindari hukuman atau celaan terhadap ide yang tidak biasa, dan menerima perbedaan menurut waktu dan kecepatan setiap siswa dalam menuangkan ide-ide barunya.

2. Mengajukan dan Mengundang Pertanyaan Pertanyaan yang merangsang pemikiran kreatif adalah pertanyaan divergen (terbuka), karena memiliki banyak kemungkinan jawaban. Pertanyaan semacam ini membantu siswa mengembangkan keterampilan mengumpulkan fakta, merumuskan hipotesis, dan menguji atau menilai informasi mereka. Agar tampak manfaatnya, pertanyaan terbuka harus mencakup bahan yang cukup dikenal siswa. Oleh karena itu, guru pun disarankan untuk tetap berada dalam jalur tujuan instruksional dari suatu pokok pembahasan. Dilain pihak peran guru juga sangat penting karena ia harus sebagai fasilitator yang dapat mengenalkan masalah dan memberikan informasi yang diperlukan siswa untuk membahas masalah.

3. Memadukan Perkembangan Kognitif (berpikir) dan Afektif (sikap dan perasaan) a . Ciri kemampuan berpikir kreatif ( 1) K eterampilan berpikir lancar ( 2) K eterampilan berpikir luwes (3 ) K eterampilan berpikir orisinal ( 5) K eterampilan menilai. b. Ciri afektif R asa ingin tahu, B ersifat imaginative M erasa tertantang oleh kemajemukan S ifat berani mengambil resiko S ifat menghargai . c. Menggabungkan pemikiran divergen dan pemikiran konvergen Pemikiran konvergen yang menuntut siswa mencari jawaban tunggal yang paling tepat berdasarkan informasi yang diberikan, tampaknya sudah tidak asing bagi siswa. Berbagai soal dan masalah yang diajukan disekolah menuntut siswa untuk diselesaikan melalui satu jawaban yang benar. d. Menggabungkan proses berpikir dengan proses afektif Sebelumnya telah diuraikan mengenai ciri-ciri berpikir kreatif dan ciri-ciri afektif. Melalui hal itu guru dapat merancang kegiatan belajar mengajar dengan mengkombinasikan keduanya. Dari apa yang dikemukakan mengenai belajar dan berpikir kreatif, akan sangat ideal jika hal ini benar-benar dapat dilaksanakan di dunia pendidikan kita.

F. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh dan Sumber-Sumber Kreativitas Yang Perlu Dikembangkan Beberapa penelitian (Getzels & Jackson, 1962; Block & Block, 1987; dan Runco, 1992) mengenai lingkungan rumah menunjukkan bahwa keluarga dari anak yang kreatif cenderung menerima anak apa adanya (tidak memaksa untuk mengubahnya), merangsang rasa ingin tahu intelektualnya, dan membantu mereka untuk memilih dan menekuni sesuatu yang diminati (dalam Shaffer, 1996). Anak yang kreatif memang sudah berbakat (sudah memiliki potensi tertentu), namun mereka juga memiliki motivasi untuk mengembangkan bakat khususnya. Semua ini merupakan faktor yang ada dalam diri seseorang. Di sisi lain, lingkungan juga merupakan hal yang penting karena memupuk bakat dan motivasi anak. Anak juga didorong oleh keluarga dan secara intensif ditangani oleh ahlinya. Dengan demikian, dikatakan bahwa perkembangan bakat kreatif seseorang berkaitan dengan 2 faktor, yaitu motivasi seseorang untuk mengembangkannya, dan lingkungan yang mendukung perkembangannya, termasuk latihan yang ditangani ahli. Mengingat pentingnya faktor lingkungan maka orang tua dan guru perlu memberikan dorongan untuk merangsang potensi kreatif.

Kegiatan Belajar 3 PERAN KECERDASAN INTELEKTUAL DAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA ANAK SD Kecerdasan Intelektual Piaget (dalam Shaffer, 1996) menjelaskan inteligensia sebagai dasar fungsi kehidupan yang membantu seseorang/organisme unruk beradaptasi dengan lingkungannya. Piaget juga menambahkan inteligensia sebagai suatu bentuk equilibrium yang menunjukkan adanya kecenderungan struktur kognitif. Utami Munandar (19886) mengemukakan bahwa kecerdasan intelektual dapat dirumuskan sebagai kemampuan untuk: Berpikir abstrak Menangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar Menyesuaikan diri terhadap situasi baru Konsep IQ Di dunia psikologi, intelegensia seseorang biasanya dinyatakan dalam suatu skor yang dikenal dengan koefisien intelegensia atau IQ (intellengence quotient). S truktur Intelektual dari Guilford Guilford (dalam Cohen, 1999) mengemukakan suatu model struktur intelektual yang dapat digambarkan keragaman kemampuan intelektual manusia, yang sekaligus dapat mengklasifikasikan dan menjelaskan seluruh aktivitas mental manusia yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Operasi intelektual menunjukkan macam proses pemikiran yang berlangsung. Operasi intelektual, meliputi kognisi, ingatan, berpikir divergen, berpikir konvergen dan evaluasi. 2. Isi intelektual menunjukkan macam materi yang digunakan. Termasuk didalamnya adalah figural, simbolik, semantik, dan perilaku. 3. Produk menunjukkanhasil dari operasi (proses) tertentu yang diterapkan pada isi (materi) tertentu. Termasuk didalamnya unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi, implikasi.

B. Kecerdasan Emosional S elama bertahun-tahun banyak ahli percaya bahwa IQ atau kemampuan inteligensia adalah segala-galanya, dan menggolongkan emosi sebagai domain (bagian) dari inteligensia, dan bukan melihat emosi dan inteligensia sebagai dua hal yang berbeda. Untuk itu, dalam pembahasan berikut akan diutarakan mengenai pengertian kecerdasan emosional dan konsep EQ yang berbeda dengan konsep IQ yang sudah kita kenal selama bertahun-tahun.   1. Pengertian Kecerdasan Emosional Istilah kecerdasan emosi pada awalnya dikemukakan oleh Peter Salovey dan John Meyer, kemudian dipopulerkan oleh David Goleman, Hedlund, dan Sternberg (2000) merangkum pengertia kecerdasan emosional sebagaimana yang diungkapkan oleh Goleman (1995) sebagai kemampuan seseorang untuk dapat memotivasi diri sendiri dan tekun dalam menghadapi frustasi, mengontrol dorongan-dorongan implusif (dorongan yang timbul berdasarkan suasana hati) dan mampu menunda pemuasannya, mengatur suasana hati sehingga tidak mempengaruhi kemampuan berpikir, berempati. Definisi ini juga disempurnakan oleh Goleman (1998) dalam bukunya Working with Emotional, Intelligence sebagai kapasitas untuk mengenal perasaan kita sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri kita, dan untuk mengatur emosi dalam diri kita dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Goleman (1995) mengemukakan 5 norma dari kecerdasan emosional, sebagaimana yang diringkas oleh Salovey berdasarkan pandangan intelegensia pribadi dan Gardner. Kelima norma kecerdasan emosional tersebut adalah pengenalan emosi diri, pengendalian emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan mengendalikan hubungan dengan orang lain.   2. Konsep EQ yang Berbeda dari IQ Salovey dan Mayer (dalam Shapiro, 1997) menyebutkan EQ sebagai persamaan dari kecerdasan emosional, namun hal ini tidak berarti EQ diukur oleh suatu alat ukur sebagimana halnya dengan IQ. Goleman (1995) dan Saphiro (1997) mengemukakan bahwa sesungguhnya EQ tidak berlawanan dengan IQ atau kecerdasan kognitif, namun keduanya lebih menggambarkan konsep yang berbeda.  

Peran Orang Tua dan Guru dalam Mengembangkan IQ dan EQ Selama anak berada dalam lingkungan rumah maka orang tualah yang banyak berperan dalam pengembangan kecedasan intelektual sekaligus emosionalnya. Begitu masuk ke dalam dunia pendidikan, maka peran orang tua atau pengganti orang tua selama anak berada di sekolah digantikan oleh guru. Goleman (1997, dalam Diennaryati, 2000) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan pengendalian emosi secra sehat maka ada berbagai hal yang perlu dilatih pada anak, seperti berikut ini : Mengajarkan anak untuk mengenali perasaannya sendiridan membiarkan mereka mengungkapkan perasaan ini secara sehat Melatih anak mengekspresikan perasaannya dengan baik Melatih anak mengenali perasaan orang lain dan dampak dari perasaan orang lain jika palampiasan perasaannya dalam bentuk emosional yang terarah Melatih anak untuk bersabar dengan tidak selalu mengikuti dorongan emosi

D. Peran IQ dan EQ dalam Keberhasilan Belajar Siswa Keberhasilan manusia bukan hanya faktor intelegensi saja, tetapi juga faktor emosi turut bermain dalam menetukan keberhasilan seseorang. Pada dasarnya emosi adalah dorongan untuk bertindak yang mempengaruhi reaksi seketika untuk mengatasi masalah. Sehingga emosi yang cerdas akan memperngaruhi tindakan anak dalam mengatasi masalah. Sehingga emosi yang cerdas akan mempengaruhi tindakan anak dalam mengatasi masalah, mengendalikan diri, semangat, tekun, serta mampu memotivasi diri sendiri yang terwujud dalam hal-hal berikut ini: a. Motivasi belajar b. Pandai c. Memiliki minat d. Konsentrasi e. Mampu membaur dari dengan lingkungan

E. Ciri-Ciri Siswa dengan Kecerdasan Ekstrem Y ang dimaksud dengan siswa dengan kecerdasan ekstrem adalah siswa yang memiliki tingkat kecerdasan kurang/rendah, yang biasa dikenal dengan keterbelakangan mental dan siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi yang dikenal dengan berbakat secara intelektual atau keterbakatan. 1. Keterbelakangan Mental Hallahan dan Kauffman (1994) mengemukakan keterbelakangan mental sebagai adanya keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual yang dibawah rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari keterampilan adaptif, seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan, sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis dan waktu luang. 2. Ciri-ciri Anak Keterbelakangan Mental Keterbelakangan mental ringan sering disebut sebagai mampu didik. Keterbelakangan mental menengah sering disebut dengan mampu latih. Keterbelakangan mental berat, mereka memperlihatkan banyak masalah. d. Keterbelakangan mental parah, memiliki masalah yang serius, baik menyangkut kondisi fisik, intelegensia serta program pendidikan yang tepat bagi mereka.

Penyebab keterbelakangan mental bisa bersumber dari dalam maupun dari luar, sebagai berikut: Penyebab dari luar, misalnya keracunan sewaktu ibu hamil, kesehatan yang buruk pada saat ibu hamil, kerusakan otak pada saat kelahiran, panas sangat tinggi,gangguan pada otak, gangguan fisiologis, dan pengaruh lingkungan budaya. Penyebab dari dalam, misalnya faktor keturunan. 3. Indikator Anak Berbakat a. Kemampuan motorik lebih awal. b. Kemampuan untuk berbicara dengan kalimat yang lengkap. c. Perbandingan perkembangan antara anak satu dengan yang lainnya, dimana anak berbakat cenderung menyukai permainan yang merangsang daya khayalnya. d. Daya ingat yang baik.

Ciri-ciri Anak Berbakat Kelancaran berbahasa Rasa ingin tahu yang bersifat pengetahuan Kemampuan berpikir kritis Kemampuan bekerja mandiri Ulet Rasa tanggung jawab terhadap tugas Tingkah laku yang terarah pada tujuan Cermat dalam mengamati Sering mengungkapkan gagasan baik atau pendapat baru Senang membuat benda/barang dari bahan yang ada dalam lingkungannya.
Tags