PERTEMUAN KEENAM Pemungutan dan Hapusnya Pajak Subjudul : " Pengelompokan Pajak Menurut Sifat , Golongan , dan Kewenangan Pemungutannya " DOSEN PENGAMPU: EFRIANZA, S.H., M.KN
Definisi pemungutan pajak Dasar hukum pemungutan pajak (UUD 1945 Pasal 23A) Pentingnya pemungutan pajak bagi negara PENGANTAR
Pengantar Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan nasional dan penyelenggaraan pemerintahan . Dalam sistem keuangan negara , pajak memegang peran penting sebagai bentuk partisipasi warga negara dalam mendukung jalannya pemerintahan serta kesejahteraan bersama . Tanpa adanya pajak , negara akan kesulitan menjalankan fungsi-fungsi utamanya , seperti menyediakan layanan publik , menjaga keamanan , dan mendorong pertumbuhan ekonomi .
Definisi Pemungutan Pajak Pemungutan pajak adalah proses penarikan sejumlah uang dari masyarakat oleh negara berdasarkan undang-undang , tanpa adanya kontraprestasi langsung . Artinya , masyarakat tidak menerima imbalan secara langsung dari pajak yang dibayarkan , melainkan dalam bentuk manfaat umum , seperti pembangunan infrastruktur , pendidikan , kesehatan , dan pelayanan publik lainnya . Jadi , pemungutan pajak dapat dipahami sebagai : Peralihan sebagian kekayaan masyarakat kepada negara . Bersifat memaksa , karena diatur dan dilindungi oleh hukum . Digunakan untuk kepentingan umum , bukan kepentingan pribadi .
Dasar Hukum Pemungutan Pajak (UUD 1945 Pasal 23A) Dasar konstitusional pemungutan pajak terdapat dalam Pasal 23A UUD 1945 , yang berbunyi : " Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang ." Makna dari pasal tersebut : Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang → tidak boleh dilakukan sewenang-wenang oleh pemerintah . Bersifat memaksa → setiap warga negara yang memenuhi syarat wajib membayar pajak . Untuk kepentingan negara → hasil pajak dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat . Dengan demikian , konstitusi memastikan bahwa kewajiban pajak tidak hanya sah secara hukum , tetapi juga adil karena diputuskan melalui mekanisme demokratis di DPR sebagai wakil rakyat .
Pentingnya Pemungutan Pajak bagi Negara Pemungutan pajak sangat vital bagi keberlangsungan negara , dengan beberapa fungsi penting : Fungsi Budgetair ( Sumber Dana Negara) Pajak menjadi sumber penerimaan utama negara untuk membiayai pengeluaran rutin ( gaji aparatur , pertahanan , pendidikan , kesehatan ) maupun pembangunan infrastruktur . Fungsi Regulerend ( Pengatur ) Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur perekonomian , misalnya dengan tarif pajak tinggi pada barang mewah untuk mengendalikan konsumsi , atau insentif pajak untuk mendorong investasi . Fungsi Distribusi Pajak membantu menciptakan pemerataan dengan mengambil dari mereka yang mampu dan mengalokasikannya kembali dalam bentuk program kesejahteraan rakyat . Fungsi Stabilisasi Pajak berperan menjaga kestabilan ekonomi , misalnya melalui kebijakan fiskal untuk mengendalikan inflasi , deflasi , atau menjaga daya beli masyarakat .
Pemungutan pajak adalah perwujudan gotong royong modern antara rakyat dan negara : rakyat membayar pajak , negara mengelola dan mengembalikannya dalam bentuk pelayanan serta pembangunan .
Prinsip Pemungutan Pajak Pemungutan pajak tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang , melainkan harus mengikuti prinsip atau asas tertentu . Prinsip ini bertujuan agar pemungutan pajak dapat berjalan adil , pasti , mudah , dan efisien . Landasan pemikiran ini pertama kali dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations (1776), yang kemudian dikenal dengan “The Four Maxims of Taxation” . Berikut penjelasan empat asas penting dalam pemungutan pajak :
1. Asas Keadilan ( Equity Principle ) Pajak harus dipungut secara adil sesuai kemampuan masing-masing warga negara . Masyarakat yang berpenghasilan tinggi wajib membayar pajak lebih besar dibanding yang berpenghasilan rendah ( prinsip ability to pay ). Adil juga berarti tidak ada diskriminasi , semua warga yang memenuhi syarat dikenakan kewajiban yang sama . Contoh : tarif pajak penghasilan ( PPh ) di Indonesia bersifat progresif – semakin besar penghasilan , semakin tinggi tarif yang dikenakan .
2. Asas Kepastian Hukum ( Certainty Principle ) Pemungutan pajak harus jelas dasar hukumnya , tidak boleh dilakukan tanpa aturan resmi . Wajib Pajak harus tahu berapa yang harus dibayar , kapan , dan bagaimana cara membayarnya . Kepastian hukum memberikan rasa aman , menghindarkan dari pungutan liar atau penyalahgunaan wewenang . Contoh : kewajiban pajak diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan , Pajak Pertambahan Nilai , dan peraturan pelaksanaannya .
3. Asas Kemudahan ( Convenience Principle ) Pemungutan pajak sebaiknya dilakukan pada saat yang tepat dan cara yang mudah bagi Wajib Pajak . Negara harus menyediakan sistem yang praktis , transparan , dan dapat diakses , agar tidak memberatkan . Contoh : adanya sistem e-filing, e-billing, dan aplikasi online DJP yang memudahkan masyarakat membayar serta melaporkan pajak tanpa harus datang ke kantor pajak .
4. Asas Efisiensi ( Economy Principle ) Biaya pemungutan pajak harus ditekan seminimal mungkin , baik bagi pemerintah maupun bagi Wajib Pajak . Jangan sampai biaya administrasi lebih besar daripada pajak yang terkumpul . Sistem pemungutan harus efektif (target tercapai ) dan efisien ( biaya rendah ). Contoh : pemanfaatan teknologi digital dalam pemungutan pajak membuat biaya lebih hemat dan penerimaan lebih optimal.
Prinsip pemungutan pajak ( keadilan , kepastian hukum , kemudahan , dan efisiensi ) merupakan pilar utama agar sistem perpajakan berjalan sehat . Dengan menerapkan asas-asas tersebut , pajak tidak hanya menjadi kewajiban yang bersifat memaksa , tetapi juga terasa adil , jelas , mudah , dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat
Pengelompokan Pajak Pengelompokan Pajak Menurut Sifatnya Pajak dapat dikelompokkan menurut sifatnya , yaitu cara penentuan beban pajak apakah memperhatikan kondisi wajib pajak atau hanya berfokus pada objek yang dikenakan pajak . Secara umum , ada dua jenis utama : pajak subjektif dan pajak objektif .
1. Pajak Subjektif Pengertian : Pajak yang memperhatikan keadaan pribadi atau kondisi wajib pajak dalam penentuan besarnya pajak . Artinya , pajak ini mempertimbangkan kemampuan membayar ( ability to pay ) dari masing-masing orang atau badan . Ciri-ciri : Memperhitungkan keadaan subjek ( wajib pajak ), misalnya jumlah penghasilan , tanggungan keluarga , atau status perkawinan . Besarnya pajak bisa berbeda meskipun objek yang sama , karena kondisi subjek berbeda . Bersifat lebih adil karena disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak . Contoh : Pajak Penghasilan ( PPh ) : ditentukan berdasarkan jumlah penghasilan seseorang atau badan dalam satu tahun , serta memperhitungkan status tanggungan keluarga . Misalnya , seseorang dengan penghasilan Rp60 juta setahun membayar pajak lebih kecil dibanding yang berpenghasilan Rp600 juta setahun .
2. Pajak Objektif Pengertian : Pajak yang dikenakan hanya berdasarkan pada objeknya ( barang , jasa , atau kegiatan tertentu ), tanpa memperhatikan kondisi pribadi wajib pajak . Ciri-ciri : Tidak memperhatikan keadaan subjek ( wajib pajak ). Besarnya pajak ditentukan oleh nilai objek yang dikenakan . Bersifat lebih sederhana karena hanya fokus pada objek pajak . Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) : dikenakan atas konsumsi barang dan jasa , tanpa memperhatikan siapa pembelinya ( miskin atau kaya). Bea Materai : besarnya sama untuk semua pihak yang menggunakan dokumen dengan nilai tertentu , tanpa melihat kondisi ekonominya .
Kesimpulan Pajak Subjektif menekankan pada keadaan wajib pajak ( subjek ), sehingga lebih mencerminkan asas keadilan . Pajak Objektif menekankan pada objek yang dikenakan pajak , sehingga lebih praktis dan sederhana dalam pemungutannya . Keduanya sama-sama penting dalam sistem perpajakan karena saling melengkapi : pajak subjektif memastikan keadilan , sedangkan pajak objektif memastikan efisiensi pemungutan .
Pengelompokan Pajak Menurut Golongan Pengelompokan pajak menurut golongan didasarkan pada cara pemungutan dan pembebanannya terhadap wajib pajak . Dalam hal ini , pajak dibagi menjadi dua jenis utama : pajak langsung dan pajak tidak langsung .
1. Pajak Langsung Pengertian : Pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Pajak ini dikenakan secara periodik , misalnya setiap tahun , dan wajib pajak berkewajiban membayarnya langsung kepada negara . Ciri-ciri : Dibayar secara berkala ( biasanya tahunan ). Tidak dapat dialihkan kepada orang lain. Bersifat subjektif , karena memperhatikan kondisi wajib pajak . Contoh : Pajak Penghasilan ( PPh ): dibayarkan langsung oleh orang pribadi atau badan sesuai penghasilan . Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): dibebankan kepada pemilik atau pihak yang memanfaatkan tanah / bangunan .
2. Pajak Tidak Langsung Pengertian : Pajak yang pembebanannya dapat dialihkan dari wajib pajak kepada pihak lain. Pemungutannya biasanya terjadi pada saat terjadi transaksi ( sekali bayar ), sehingga tidak periodik . Ciri-ciri : Dibayar pada saat terjadi peristiwa tertentu ( misalnya pembelian barang / jasa ). Dapat dialihkan kepada pihak lain, misalnya konsumen akhir . Bersifat objektif , karena fokus pada objek yang dikenakan pajak , bukan kondisi subjeknya . Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN): dikenakan atas transaksi barang / jasa dan dibebankan kepada konsumen . Bea Masuk : pajak atas barang impor yang pada akhirnya ditanggung konsumen .
Kesimpulan Pajak Langsung : ditanggung wajib pajak sendiri , periodik , tidak bisa dialihkan → contoh : PPh , PBB. Pajak Tidak Langsung : bisa dialihkan kepada pihak lain, tidak periodik , biasanya sekali bayar saat transaksi → contoh : PPN, Bea Masuk . Keduanya penting untuk menyeimbangkan penerimaan negara : pajak langsung mencerminkan tanggung jawab pribadi wajib pajak , sementara pajak tidak langsung lebih mudah dipungut karena melekat pada aktivitas ekonomi .
T abel perbandingan Pajak Langsung dan Pajak Tidak Aspek Pajak Langsung Pajak Tidak Langsung Pengertian Pajak yang dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan Pajak yang pembebanannya dapat dialihkan kepada pihak lain Pembayaran Bersifat periodik ( biasanya tahunan ) Tidak periodik , biasanya saat terjadi transaksi Sifat Pajak Lebih subjektif ( memperhatikan kondisi wajib pajak ) Lebih objektif ( berdasarkan objek pajak ) Kemungkinan Dialihkan Tidak bisa dialihkan ke pihak lain Bisa dialihkan , biasanya ke konsumen akhir Contoh Pajak Penghasilan ( PPh ), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Masuk
Pengelompokan Pajak Menurut Kewenangan Pemungutannya Pajak di Indonesia dibedakan berdasarkan siapa yang berwenang memungutnya . Secara umum , ada dua kelompok besar : Pajak Pusat dan Pajak Daerah . 1. Pajak Pusat Pengertian : Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atau instansi terkait . Tujuan : Hasil pemungutannya digunakan untuk membiayai keperluan negara secara nasional , dan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) . Contoh Pajak Pusat : Pajak Penghasilan ( PPh ) – pajak atas penghasilan orang pribadi atau badan . Pajak Pertambahan Nilai (PPN) – pajak atas konsumsi barang / jasa . Bea Masuk – pajak atas barang impor . Bea Keluar – pajak atas barang ekspor tertentu . Cukai – pungutan atas barang tertentu seperti rokok , minuman beralkohol . Bea Materai – pajak atas dokumen tertentu .
2. Pajak Daerah Pengertian : Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah , baik provinsi maupun kabupaten / kota . Tujuan : Hasil pemungutannya digunakan untuk membiayai keperluan daerah , dan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) . Dasar Hukum : Diatur dalam UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) yang menggantikan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Contoh Pajak Daerah: Tingkat Provinsi : Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Tingkat Kabupaten /Kota : Pajak Hotel, Pajak Restoran , Pajak Hiburan , Pajak Reklame , Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Pajak Pusat → dipungut pemerintah pusat , hasilnya masuk APBN untuk kepentingan nasional . Pajak Daerah → dipungut pemerintah daerah , hasilnya masuk APBD untuk kepentingan lokal / daerah . Keduanya saling melengkapi dalam sistem keuangan negara : pusat menjaga pembangunan nasional , daerah mengelola kemandirian fiskal untuk pelayanan masyarakat setempat .
Tabel Perbandingan Pajak Pusat dan Pajak Daerah Aspek Pajak Pusat Pajak Daerah Pengertian Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui DJP/DJBC Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah ( provinsi & kabupaten / kota ) Tujuan Membiayai kepentingan nasional , masuk APBN Membiayai kepentingan daerah, masuk APBD Dasar Hukum UUD 1945 Pasal 23A, UU Perpajakan Nasional UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat -Daerah (UU HKPD) Contoh PPh , PPN, Bea Masuk , Bea Keluar , Cukai , Bea Materai Pajak Kendaraan Bermotor , BBNKB, Pajak Hotel, Pajak Restoran , Pajak Re
Proses Pemungutan Pajak Pemungutan pajak merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan negara untuk memastikan wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya . Proses ini berlangsung dari tahap penetapan , pembayaran , pengawasan , hingga kemungkinan pengenaan sanksi bila ada pelanggaran . 1. Penetapan ( Assessment ) Pengertian : Proses penentuan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak . Sistem di Indonesia: Self Assessment System – wajib pajak menghitung , menyetor , dan melaporkan sendiri pajaknya ( misalnya PPh , PPN). Official Assessment System – besarnya pajak ditentukan oleh fiskus / petugas pajak ( misalnya PBB sebelum diberlakukan PBB-P2). Withholding System – pihak ketiga memotong atau memungut pajak , lalu menyetorkannya ke kas negara ( misalnya PPh Pasal 21 dipotong oleh pemberi kerja ). Tujuan : memastikan besaran pajak dihitung sesuai ketentuan undang-undang .
2. Pembayaran oleh Wajib Pajak Setelah pajak ditetapkan / dihitung , wajib pajak wajib melakukan penyetoran ke kas negara . Saat ini , pembayaran dilakukan dengan sistem e-Billing melalui bank persepsi atau kanal resmi lain, sehingga lebih cepat , aman , dan transparan . Contoh : pembayaran PPh Tahunan dilakukan sebelum batas waktu (31 Maret untuk orang pribadi , 30 April untuk badan ).
3. Pengawasan oleh Fiskus Dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau instansi terkait untuk memastikan wajib pajak patuh . Bentuk pengawasan : Cross-check data dengan pihak ketiga (bank, perusahaan , instansi pemerintah ). Pemeriksaan pajak bila ditemukan ketidaksesuaian antara laporan dan fakta . Pengawasan rutin atas kepatuhan pelaporan SPT ( Surat Pemberitahuan ). Tujuan : mencegah penghindaran atau penggelapan pajak serta menjaga kepatuhan .
4. Sanksi jika Tidak Patuh Apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan , maka dikenakan sanksi sesuai undang-undang . Sanksi Administratif : Denda ( misalnya keterlambatan penyampaian SPT). Bunga ( misalnya keterlambatan pembayaran pajak ). Kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar . Sanksi Pidana : Dapat berupa pidana kurungan atau penjara jika terjadi tindak pidana perpajakan ( misalnya penggelapan pajak , pemalsuan dokumen ). Tujuannya bukan sekadar menghukum , tetapi juga mendorong kepatuhan wajib pajak agar sistem perpajakan berjalan adil .
KESIMPULAN Proses pemungutan pajak di Indonesia meliputi : Penetapan ( assessment ) → perhitungan pajak . Pembayaran → penyetoran pajak ke kas negara . Pengawasan → dilakukan oleh fiskus untuk memastikan kepatuhan . Sanksi → diberikan jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban . Dengan proses yang jelas dan berlapis ini , pajak bisa menjadi sumber penerimaan negara yang optimal serta tetap menjamin keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat .
Hapusnya Pajak Hapusnya pajak adalah keadaan ketika kewajiban perpajakan seorang wajib pajak dianggap selesai atau tidak berlaku lagi , sehingga negara tidak lagi berhak menagih pajak tersebut . Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan . Secara umum , hapusnya pajak dapat terjadi melalui empat cara utama :
1. Pembayaran Pengertian : Kewajiban pajak dianggap hapus setelah wajib pajak melunasi pajak yang terutang sesuai ketentuan . Sifat : Merupakan cara utama hapusnya pajak . Contoh : Wajib pajak melunasi Pajak Penghasilan ( PPh ) Tahunan sebesar Rp10 juta → kewajiban selesai , negara tidak dapat menagih lagi .
2. Kompensasi Pengertian : Hutang pajak diperhitungkan dengan kelebihan pembayaran pajak lain dari wajib pajak yang sama . Sifat : Terjadi jika wajib pajak memiliki kelebihan bayar pada jenis pajak tertentu , yang kemudian dipakai untuk mengurangi atau melunasi hutang pajak lainnya . Contoh : Wajib pajak lebih bayar PPN Rp5 juta , sementara masih memiliki hutang PPh Rp3 juta → otomatis dikompensasikan , sehingga hutang pajak berkurang .
3. Daluwarsa ( Kedaluwarsa ) Pengertian : Hak negara untuk menagih pajak hapus apabila telah lewat jangka waktu tertentu . Ketentuan di Indonesia: Berdasarkan UU KUP, daluwarsa penagihan pajak terjadi setelah 5 tahun sejak saat pajak terutang , kecuali ada kondisi tertentu ( misalnya wajib pajak melakukan tindak pidana pajak → jangka waktunya bisa lebih panjang ). Contoh : Pajak terutang tahun 2017 tidak ditagih hingga 2023 → hak negara untuk menagih pajak tersebut kedaluwarsa .
4. Penghapusan Administratif Pengertian : Pajak dapat dihapuskan karena adanya kondisi tertentu yang membuat penagihan tidak mungkin dilakukan . Alasan : Force majeure ( bencana alam , kebakaran besar , dsb ). Wajib pajak meninggal dunia tanpa meninggalkan harta warisan . Kondisi lain yang diatur pemerintah . Contoh : Seseorang memiliki tunggakan pajak Rp20 juta , tetapi meninggal dunia tanpa meninggalkan harta → utang pajaknya dihapus oleh negara .
Tabel Ringkasan Hapusnya Pajak Cara Hapus Pajak Pengertian Contoh Pembayaran Kewajiban pajak hapus setelah dilunasi wajib pajak . Wajib pajak melunasi PPh Rp10 juta → kewajiban selesai. Kompensasi Hutang pajak diperhitungkan dengan kelebihan pembayaran pajak lain. Lebih bayar PPN Rp5 juta dipakai melunasi hutang PPh Rp3 juta . Daluwarsa (Kedaluwarsa) Hak negara menagih pajak hapus setelah lewat jangka waktu tertentu. Pajak terutang 2017 tidak ditagih hingga 2023 → hapus . Penghapusan Administratif Pajak dihapus karena kondisi tertentu sehingga penagihan tidak dapat dilakukan . Wajib pajak meninggal tanpa warisan → pajak dihapus .
Contoh Kasus 1. Pembayaran ( cara utama melunasi kewajiban ) Kasus : Wajib Pajak B memiliki utang Pajak Penghasilan ( PPh ) Tahunan sebesar Rp15 juta . Penyelesaian : Wajib Pajak B melunasi penuh utang tersebut melalui sistem e-Billing. Akibat : Pajak hapus karena kewajiban telah dibayar lunas . 2. Kompensasi ( perhitungan silang antara lebih bayar dan kurang bayar ) Kasus : Wajib Pajak C lebih bayar PPN sebesar Rp8 juta , namun masih memiliki utang PPh sebesar Rp5 juta . Penyelesaian : Direktorat Jenderal Pajak melakukan kompensasi , kelebihan PPN diperhitungkan untuk melunasi utang PPh. Akibat : Utang PPh hapus , sisanya Rp3 juta lebih bayar dapat diminta kembali atau dikompensasikan ke periode berikutnya .
3. Daluwarsa ( hak negara menagih hapus setelah lewat waktu tertentu ) Kasus : Wajib Pajak D memiliki utang pajak yang jatuh tempo sejak tahun 2016, namun hingga tahun 2022 ( lebih dari 5 tahun ) tidak pernah ditagih dan tidak ada tindakan penagihan aktif dari negara . Penyelesaian : Sesuai UU KUP, hak negara untuk menagih sudah kedaluwarsa . Akibat : Pajak hapus karena daluwarsa . 4. Penghapusan Administratif ( kondisi khusus yang membuat pajak tidak dapat ditagih ) Kasus : Wajib Pajak E memiliki tunggakan PPh Rp20 juta . Namun , ia meninggal dunia tanpa meninggalkan harta warisan dan tidak ada ahli waris yang bertanggung jawab . Penyelesaian : Pajak dihapuskan melalui keputusan penghapusan administrasi dari otoritas pajak . Akibat : Pajak hapus karena secara faktual tidak dapat ditagih .
Penutup Pemungutan pajak merupakan kewajiban negara dalam membiayai pembangunan sekaligus menjadi wujud gotong royong masyarakat untuk memenuhi kebutuhan bersama . Pajak tidak hanya sekadar kewajiban finansial , tetapi juga bentuk partisipasi warga negara dalam mewujudkan kesejahteraan umum . Dalam praktiknya , pajak dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis untuk memudahkan pengaturan dan pelaksanaannya , yaitu : Menurut sifatnya → subjektif dan objektif . Menurut golongannya → pajak langsung dan pajak tidak langsung . Menurut kewenangan pemungutannya → pajak pusat dan pajak daerah . Selain itu , terdapat mekanisme hapusnya pajak , yaitu melalui pembayaran , kompensasi , daluwarsa , dan penghapusan administratif . Mekanisme ini memberikan kepastian hukum , baik bagi negara maupun wajib pajak , sehingga tercipta keseimbangan antara hak negara dalam memungut pajak dan kewajiban masyarakat untuk membayarnya . Dengan demikian , memahami dasar-dasar pemungutan pajak , pengelompokan , hingga hapusnya pajak sangat penting agar masyarakat lebih sadar , patuh , dan berkontribusi aktif dalam pembangunan nasional .