PMA 73 Tahun 2022_Penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.pdf

FAiBarari 9 views 11 slides Dec 16, 2024
Slide 1
Slide 1 of 11
Slide 1
1
Slide 2
2
Slide 3
3
Slide 4
4
Slide 5
5
Slide 6
6
Slide 7
7
Slide 8
8
Slide 9
9
Slide 10
10
Slide 11
11

About This Presentation

regulasi


Slide Content

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 73 TAHUN 2022
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL
I SATUAN PENDIDIKAN PADA KEMENTERIAN AGAMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a bahwa kekerasan seksunl merupakan perbuatan yang.
bertentangan dan merendahkan harkat dan martabat
manus

D. bahwa pelaksanean pencegahan dan penanganen
kekerasan sekaual di satan pendidikan pada
Kementerian agama harus dilakukan secara cepat,
terpadu, dan terintegrasi;

e. babwa ' berdasarkanpertimbangan — sebagaimana.
dimaksud dalam burf a dan huni by. perla
menctapkan Peraturan Menteri Agama ‘tentang,
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di
Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama;

Mengingat + 1. Pasal 17 ayat (9) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Sistem.
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78)

3. Undang-Undang Nomer 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak
Pidane Kekerasan Seksual (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2022 Nomor 120, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6792);

5. Pernturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang,
Kementerian Agama (Lembaran Negara Republi
Indonesia Tahun 2015 Nomor 168);

Menetapkan

6. Peraturan Menteri Agama Nomor 72 Tahun 2022
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nemor
985);

MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PENCEGAHAN
DAN PENANGANAN KEKERASAN SEKSUAL DI SATUAN
PENDIDIKAN PADA KEMENTERIAN AGAMA.

BABI
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

‘Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Satuan “Pendidikan adalah kelompok layanan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada
Jalur formal, nonformal, dan informal pada Setiap
Jenjang dan jenis pendidikan di kementerian agama
‘meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan
Kengamaan

2. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang
Derkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar, widyalswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesua! dengan kekhususannya, serta
berpartsipasi dalam menyelenggarakan pendidikan,

3. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
ppenyelenggnraan pendidikan,

4. Peserta Didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi dir melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
Jenis pendidikan tertentu

5. Keorasan Seksual adalah setlap perbuatan
merendahkan, — menghina, menyerang, <anjalau
perbuatan laianya terhadep wubuh, hasrat seksual
Sescorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa
atau tidak secara paksa, atau bertentangan dengan
kehendak sescorang atau dengan kchendak karena
ketimpangan relasi kuasa dan /atat relasi gender, yang
menyebabian sescorang mengalami penderivaan atar
kesengsaraan secara fisik, psikis, selesual, kerugian
secara ckonoii, sosial, budaya, dan, atau politik.

6... Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik,
mental, kerugian ekonomi, dan/atau kerugian sosial
yang diekibatkan Kekerasan Seksual.

7. Penyandang Disabilitas adalah sctiap orang yang
mengalami keterbalasan feik, intelektuch, mental,
dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang
Gala berinteraksi dengan lingleangan dapat
mengalami hambatan den kesultan untuk
berpartiipasi secura penuh dan efektif dengan warga
segura lainnya berdasarkan kesamaan hak.

8. Penceguhan adalah segala tindakan atau usahe yang
dilekukan untuk menghilangican berbagai faktor yang,

menyebabkan terjadinya Kekerasan Seksual dan
Keberulangan Kekerasan Scksual,

9. Penanganan adalah tindakan yang dilakukan untuk
memberikan layanan pengaduan, layanan keschatan,
rehabiitasisosil, penegakan hukum, layanan hukum,
Pemulangen, dan reintegrasi so

10. Pelapor adalah orang perseorangon atau kelompok
‘orang yang melaporkan atau memberikan informasi
mengona terjadinya Kekerasan Seksusl

11, Pendamping adalah orang yang dipercaya dan memiliki
ompetensi mendampingi Kerban dalam mengalses
ak atas Penanganan, pelindungan, dan pemulihan.

12. Pelaku adalah orang perseorangan atau kelompok
rang yang melakukon Kekerasan Seksual.

13. Pogawai Negeri Sipil yang selanjutaya disingkat PNS
adalah warga negara Indonesia yang memenuhl syarat
tertentu, diangkat scbagsi pegawal aparatur sipil
negara secara tetap oleh pejabat pembina kepegawalas:
‘untuk mendudukijabatan pemerintahan,

14. Menteri adalah menter yang menyelenggarekan urusan
pemerintahan di bidang agama.

. Direktur Jenderal adalah Dircktur Jenderal Pendidikan,
Islam, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat
Kristen, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat
Katolik, Direktur Jenderal Bimbingan Masyaralcat

lu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat

Buddha.

16. Kepala Pusat adalah Kepala Pusat Bimbingan dan
Pendidikan Khonghueu.

17. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi
yang selanjutaya disebut Kepala Kantor Wilayah adalah
kepala satuan kerja pada instansi vertikal kementerian
yang menyelenggnraan urusan pemerintahan di bidang.
‘agama tingkat provins

18. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota
yang selanjutnya disebut Kepala Kantor Kementerian
‘Agama adalah kepala satuan Kerja pada instansi
verükal kementerian yang menyclenggaraan urusan
pemerintahan di bidang agama tingkat kabupaten ota

Pasal 2

Pencegahan dan Penangansn Kekerasan — Seksual

‘mempunyai tujuan:

a. mencegah dan menangani segala bentuk Kekerasan
Seksunl

b. melaksanakan penegakan hukum dan merehabiltasi
Pelaku;

© memujudkan lingkungan di Saruan Pendidikan tanpa
Kekerasan Seksual; dan

&. menjamin ketidakberulangan Kekerasan Selesual

Pasal 3
Pencegahan dan Penanganan — Kekerasan — Seksual
«ilaksunalcan dengan prinsip:

a. penghargean atas harkat dan martabat manusie:
5. hondiskriminasi,

Kepentingan terbaile bagi Korbanı
keadilan;

Kemanfuatan; dan

kepastian hukum.

Pasal 4

Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Scksual dilakukan

ter

i)

e

adap:

Peserta Didik;
Pendidik;

‘Tenaga Kependidikan;

pimpinan Satuan Pendidikan;
penyelenggura Satuan Pendidikan dan
pemangku kepentingan terkait lainnya,

BABI
BENTUK KEKERASAN SEKSUAL

Pasal 5

Bentuk Kekerasan Scksual mencakup perbuatan yang

lilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau

‘melalui cknolog informasi dan komunikasl.

Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud peda ayat

(0) meti:

a. menyampolkan ujaran yang mendiskriminas! atau
meleeehkan tampilan fis, kondisi tubuh,
dan/atau identitas gender Korban;
menyampaikan ucapan yang memuat rayuan,
ielucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual
pada Korban;

©. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu,
mengancam, atau memaksa Korban untuk
melakukan ronsaksi atat kegiatan seks

44. menatap Korban dengan nuansa seksunl dan/atast
tidak nyaman;

€. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban
yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi
‘dan /atau pada ruang yang berafat pribadi,

£ meimperlihatkan alat kelamin dengan sengaje;

8. menyentuh, mengusap, merabe, memiegang,
memeluk, mencium, dan/atau menggprokkan
bagian tubuhnya pada tubuh Korban;

ha melakukan percobaan perkosaan;

4. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan
benda atau bagian tubuh slain alat kelamin;

Jo memprakikkan budaya yang bernuansa
Kekerasan Seksual;

Ik. memaksn atau memperdays
melakukan abarei;

1. membiarkan terjadinya Kekerasan Scksual;

m. member hukuman atau sankei yang bernuensa
Beksunl;

2. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, flo, audio,
ddan /atau video bernuansa seksual kepada Korban
meskópun sudah dilarang Korban;

Korban untuk

©. mengambil, merckam, mengunggah, mengedarkan
foto, rekaman audio, dan/atau visual Korban yang,
bernuansa selesual; dan/atau

P- melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya
sesua dengan ketentuan peraturan perundang:
ndangen.

Ba ll
PENCEGAHAN

Pasal 6

(©) Satan Pendidikan wajlb melakukan Pencegahan
Kekerasan Seksual melalui
a. sosialicas;

DL pembelajaran;

© penguatan tata kelola;

4. penguatan budaya; dan

©. _ kegiatan lainnya sesuai dengan kebutuhan.

(2) Pencegahan melalui kegiatan sosislisusi vebagaimana
Gimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan
penyampaian informasi, kampanye, dan bentuk lainnya
terkait Kekerasan Sekstal

(9) Pencegehan melalui" Kegiatan — pembelajaran
Sobgnimana dima pada yat (1) nara bla
a. pengembangan kurikulum dan pembelajaran;

b. pembuatan modul, buku, dan iteratue lainnya;
dan
© penyelenggaraan pelatihan, halakah, kan, dan
egiatan lainnya.
(4) Pencegshan melalui kegiatan penguatan tata kelola
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputs
a. penyusunan standar proscdur operasional
Pencegahon Kekerasan Seksunl;

b. penyedisan sarana dan prasarana sesuai dengan
kebutuhan; dan

©. kerja sama dengan instansi terkait

(6) Pencegahan melalui kegintan penguatan budaya
sebagaimena dimaksud paca ayas (1) hurufdailakukan
alam bent
a. pengenalan lingleungan;

1. peduli Pencegahan Kekerasan Seksual; dan
©. pengemibangan jejaring komunikasi.

Pasal 7

Dalam melaksanakan Pencegahan Kekerasan Seksuat

scbagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Satuan Pendidikan

‘dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan:
kementerian/lembaga;

pemerintah daerah;

‘perguruan tinge;

Satan Pendidikan lin;

masyarakaı; dan/atau

‘orang tua/wali atau keluarga Peserta Didik.

BABIV
PENANGANAN

Bagian Kosatu
Umum

Pasal &

(2) Satuan Pendidikan wajib melakukan Penanganan
Kekerasan Seksunl

(2) Penanganan — Kekerasan Seksunl — sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliput

pelaporan;

Pelindungan;

Pendampingan;

Penindakan; dan

Pemulihan Korban,

paove

Bagian Kedun
Pelaporan

Pasal 9

(N) Pelapor menyampaikan laporan terjadinya Kekerasan
Seksual kepada pimpinan secara lisan atau tertulls,
Jangsung atau tidak langaung,

(21 Dalam hal Kekerasan Sexsal dilakukan oleh pimpinan
Satuan Pendidikan, Pelapor dapat. menyampaikan
laporan terjadinya Kekerasan Seksual kepada:

penyelenggara Satuan Pendidikan;

Dewan Masyayikh;

Kepala Kantor Kementerian Agama;

Kepala Kantor Wilayah;

Kepala Pusat; atau

Direktur Jenderal,

sesuai dengan kewenangan masing-masing

(9) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat keterangan mengenai:
© identitas Pelapors

identitus Korban;
fenitus terduga Polaku;

Jenis Kekerasan Seicsual yang terjadi dan

€ waktu dan tempat kejadian.

(6) Dalam hal Pelapor Penyandang Disabilitas wajib
didamping oleh Pendamping,

5
á

Pasal 10

(N Pimpinan Satuan Pendidikan atau pihak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) melakukan klarfikasi
Lerhadap laporan terjadinya Kekerasan Sekstal dalam
jangka waktu 1 x 26 (satu kali dua puluh empas} jam
terhitung sejak pelaporan citerima,

(2) Klarifkas! sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dllacukan terhadap:

a. Pelapor

Do sal

© Korban;

de terlapor; dan/atau

fe. pihak lain yang terkeit

(9) Datam hal hasi klariikasi scbagaimana dimaksud pada
ayat (1) menunjukkan terjadinya Kekerasan Selsunl,
pimpinan Setuan Pendidikan atau pihak sebaguman
dirmaksud dalam Pasal 9 ayat (2) melaporkan terjadinya
‘Kekerasan Seksual kepada aparat penegak hulkum.

Bagian Ketiga
Pelindungan
Pasal 11
(U Pimpinan Satuan Pendidikan memberikan pelindungan
terhadap:
a Korban
bo saksis

© Pelapor: dan

& anak berkonflik dengan hukum atau anak sebagai
Polak,

(2) Pelindungan diberikan sepanjang pihaic sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari Satan Pendidikun
‘yang bersangkutan.

(9) Pelindungen kepada pihak scbagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf ¢ diberikan
dalam bentule
a. pelindungan atas kerahasisan identitas;

b. penyediaan informasi mengenai hak dan faslitas
Pelindungan;

© penyediaan akses terhadap | informasi
Benyelenggaraan pelindungan;

d. jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan
pendidikan bag: Peserta Didik;

©. jaminan keberlanjutan pekerjaan sebagai Pendle
an/atau Tenaga Kopendidikan pada Satuan
Pendidikan yang bersangkutan; dan atau

fpelindungaa lainnya sesuni dengan ketentuan
peraturan perundang-uundangan,

(4), Pelindungan anak yang berkonflik dengan hukum atau
‘anak sebagai Pelaku sebagnimana dimalcoud pada ayat
0) huruf d meliput:

a. pelindungon atas kerahasiaan identitas;

D. jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan
Pendidikan bagi Peserta Didik; dan

©. perlakcuan secara manusiawi.

Bagian Keempat
Pendampingen.

Pasal 12

(2) Pimpinan Satan Pendidikan melakukan
pendempingan terhadap saksi, Korban, dan anak
Pelaku Kekerasan Sell.

(2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada aya (1)
iluksanakan oleh Pendamping,

(0) Pendampingen sebagaimena dimaksud syat (1)
meliputi
a. konseling
b. layaman keschatanı
© bantuan uk; dan
&_layanan rehabilite
(4) Dalam hal Satuan Pendidikan tidak dapat menyediakan
Pendamping, — pimpinan Satuan Pendidikan
bercoordinasi dan bekerja sama dengan:
Kementerian Hukum dan Hak Asesi Manusia;
Lembaga Perlindungan Saks dan Korban;
perguruan tinggi;
nit teknis pemerintah dacrah yang menangani
pelindungan anak;
inas kesehatan
ina soria;
organisant profes
lembage bantuan hukum;
lembaga penyedia layanan pelindungan anak
berbasis manyarakatı
J. organisasi kemesyarakatan keagamaan;
%. lembaga keagumaan; dan
1. unsur lain
(5). Datum hal saksi atau Korban merupakan Penyandang
Disabiltus, pendampingan sebagsimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan
kebutuhan Penyandang Dissbilitas

Bagian Kelima
Penindakan

Pasal 13
(1) Pimpinan Satuan Pendidikan melakulcan penindakan
terhadup terlapor Kekerasan Seksual yang dilakukan
olch Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Peserta Didi
‘yang berusia lebih dari 18 (delapan belas) tahun,
(21. Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam bentuk:
a pembebasan sementara dari tuges dan/atau
Jabatannya; dan,
b. pembebasan sementara dari layanan pendidikan
terlapor.

agian Keenam
Pemulihan Korban

Pasal 14

() Pimpinan Satuan Pendidikan melakukan pemulihan
terhadap Korban Kekerasan Seksual,

(2) Pemulihan scbagsimana dimaksud pada ayat (1)
dliluksanakan oleh Pendamping.

(6) Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap aspek fisik, mental, spiritual, dan
Sosial Korban.

(4), Dalam hal Satuan Pendidikan tidak dapat menyediaican
Pendamping, — pimpinan — Satuan Pendidikan
berkoordinasi dan bekerja sama dengan:

Perguruan tinge

dinas keschatan;

organisasi kemasyarakatan keagumaan;

lembaga keagamaan;

organisant profes

inns sosil

nit teknis pemerintah daerah yang menangani

ppelindungan anak; dan

hh. lembaga penyedia layanan pelindungen anale

berbasis masyarakat,

(6). Dalam hal Korban merupakan Penyandang Disabilitas,
pemulihan sebagaimans dimaksud pada ayat (1)
Gilakukan — dengan memperhatikan — kebutuhan
Penyandang Disablitas.

Pasal 15
Ketentuan mengenai standar proscdur operasional
Penanganan Kekerasan Seksual pada Satuan Pendidikan
sebagaimana dimaksud dalam Posal 9 sampai dengan Pasal
14 ditetapkan dengan Keputusan Menter

BABY
PELAPORAN, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI

Bagian Kesatu
Pelaporan

Pasal 16
(1) Pimpinan Satuan Pendidikan melaporkan pelaksanaan
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

kepada:
a: penyelenggara Satuan Pendidikan;
b. Kepala Kantor Kementerian Agama;
©: Kepala Kantor Wilayah;

& Kepala Pusat;

© Direktur Jenderals

E Sekretaris Jenderal ataı

2 Menteri,

Sccara berjenjang sesuai dengan kewenangannya
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikitdilalcakan 1 (satu) kali delam 1 (satu) tahun.
(9) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit memunt keterangan mengen
‘a. kegiaton Pencepahan; dan
b. proses Penanganan

Bagları Kedua
Pemantauan dan Bvaluasi

Pasal 17
(0) Direktur Jenderal, Kepala Pusat, Kepala Kantor
Wilayah, Kepala Kantor Kementerian Agama, dan
penyelenggara Satan Pendidikan melakukant

102

pemantuan dan evaluasi Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Sekstal

(2). Pemantauan dan evaluasi sebagsimana dimalcsud pada
ayat {1} dilakukan secara berkala atau sewaletu-wakt
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun,

(3) Dalam melaksanakan pemantauan dan cvaluasi
sebaggimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja
‘sama dengan:

kementerian/lerbaga;
pemerintah daerah;

Pergaruan tings; dan/atau
masyarakat
BAB VI
SANKSI
Pasal 18

(0) Pelaku yang terbukti melekukan Kekerasan Seksual
berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan
Fam eo lena, sens pana dan sans

(2), Sanksi pidana sebognimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanskan vesual dengan kelentuan peraturan
Deruindang-undangan,

(©) Dalam hal Pelaku Kekerasan Seksunl berstatus sebagai
PNS, pengenaan sanksi administratif dilaksanakan
seruai dengan ketentuan poraturan perundang,
Undangan mengenas diiplin PNS

(4) Dalam hal Pelaku Kekerasun Seksual berstatus bukan
PNS, pengenaan sanksi administraul dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh
Penyelenggara Satuan Pendidikan.

Passt 19

(2) Satuan Pendidikan yang tidak melakukan upaya
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Scksunl dapat
dikenakan sankesi administratil berupe:

a. teguran lisan;

$. peringatan tertulis;

© penghentian bantuan;

&. pembekuan irin penyelenggaraan — Satuan
Bendidikan;

©. penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan
pendidikan;

& pencabuten iin penyelenggaraan Saar
Pendicikan; atau
pencabutan tanda daftar Sotuan Pendidikan.
(2) Sant administra sebagulmana dimalcoud pada ayat
(9) dikenakan sesual dengan tingkat pelanggarannya.

Ban vit
KBTENTUAN PENUTUP

= Pasal 20
raturen Menteri ini mulal Bera cangzal
diundangkan. pes =

ne

Agar setiap orang _mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan © Peraturan Menteri ini dengan
Penempstannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
ada tanggal 5 Oktober 2022
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
ted
YAQUT CHOLIL QOUMAS

Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 6 Oktober 2022

MENTERI HUKUM DAN HAK ASAS! MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ud
YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1025,

‘Sean seal eg aye
Tags